Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Hasil Evolusi”
(Di ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evolusi )

Dosen Pembimbing:
Dr. Debby J.J. Rayer. M.Si
Dr. Emma. M. Moko, STP, M.Si

Disusun oleh :
Jelika Cahyani Kampong (18507024)

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU


PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2021
 PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Variasi

Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh sekeliling yang
terkait organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada suatu populasi diakibatkan
oleh perbedaan genotipenya. Sintesis evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai
perubahan dari waktu ke waktu pada variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan
berfluktuasi, menjadi lebih umum atau kurang umum relatif terhadap bangun-bangun lain gen
itu. Gaya dorong evolusioner melakukan pekerjaan dengan mendorong perubahan pada frekuensi
alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi menghilang ketika suatu alel sampai titik fiksasi, yakni
ketika beliau menghilang dari suatu populasi ataupun beliau telah menggantikan semuanya alel
leluhur.

Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (arus gen), dan perubahan
bangunan gen melewati reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen sela spesies
yang berbeda; misalnya melewati transfer gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi pada
tanaman. Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus menerus melewati proses-proses
ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut. Namun,
bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan perubahan yang dramatis pada
fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia hanya beda pada 5% genomnya.

2.2. Hal-Hal Yang Menyebabkan Terjadinya Variasi


Berikut hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya variasi :

A. Mutasi
Variasi genetika berasal dari mutasi tanpa pola yang terjadi pada genom organisme. Mutasi
merupakan perubahan pada urutan DNA sel genom dan diakibatkan oleh radiasi, virus,
transposon, bahan kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis ataupun replikasi
DNA. Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis perubahan pada urutan DNA. Hal ini
dapat mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen berfungsi, atupun tak menghasilkan
efek sama sekali. Kajian pada lalat Drosophila melanogaster menunjukkan bahwa bila suatu
mutasi mengubah protein yang dihasilkan oleh suatu gen, 70% mutasi ini benar efek yang
merugikan dan sisanya netral ataupun sedikit menguntungkan. Oleh karena efek-efek merugikan
mutasi terhadap sel, organisme benar mekanisme reparasi DNA sebagai menghilangkan mutasi.
Oleh karena itu, laju mutasi yang optimal sebagai suatu spesies merupakan kompromi bayaran
laju mutasi tinggi yang merugikan, dengan bayaran metabolik sistem mengurangi laju mutasi,
seperti enzim reparasi DNA. Beberapa spesies seperti retrovirus benar laju mutasi yang tinggi,
sedemikian rupanya keturunannya akan benar gen yang bermutasi. Mutasi cepat seperti ini
dipilih agar virus ini dapat secara konstan dan cepat berevolusi, sehingga dapat menghindari
respon sistem immun manusia.

Mutasi dapat melibatkan duplikasi fragmen DNA yang agung, yang merupakan sumber
utama bahan baku sebagai gen baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen
terduplikasi pada genom binatang setiap satu juta tahun. Kebanyakan gen merupakan anggota
dari famili gen leluhur yang sama yang lebih agung.

Gen dihasilkan oleh beberapa aktivitas, umumnya melewati duplikasi dan mutasi gen leluhur
ataupun dengan merekombinasi anggota gen yang beda, membentuk kombinasi baru dengan
fungsi yang baru. Sebagai contoh, mata manusia menggunakan empat gen sebagai menghasilkan
bangun yang dapat merasakan cahaya: tiga sebagai sel kerucut, dan satu sebagai sel batang;
semuanyanya berasal dari satu gen leluhur tunggal. Keuntungan duplikasi gen (atau bahkan
semuanya genom) adalah bahwa tumpang tindih atau fungsi telah tersedia lebihnya pada gen
ganda mengijinkan alel-alel dipertahankan (jika tak akan membahayakan), sehingga
meningkatkan keanekaragaman genetika.

Perubahan pada bilangan kromosom dapat melibatkan mutasi yang bahkan lebih agung,
dengan segmen DNA dalam kromosom terputus yang belakang sekali tersusun kembali. Sebagai
contoh, dua kromosom pada genus Homo bersatu membentuk kromosom 2 manusia; pernyatuan
ini tak terjadi pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan sebagai dua kromosom
terpisah. Peran paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi probabilitas adalah
sebagai mempercepat divergensi populasi menjadi spesies baru dengan membuat populasi tak
saling mengembang biak, sehingga mempertahankan perbedaan genetika sela populasi ini.
Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom, seperti transposon, merupakan anggota
utama pada bahan genetika tanaman dan binatang, dan dapat benar peran penting pada evolusi
genom. Sebagai contoh, lebih dari satu juta kopi urutan Alu terdapat pada genom manusia, dan
urutan-urutan ini telah dipakai sebagai menjalankan fungsi seperti regulasi ekspresi gen. Efek
lain dari urutan DNA yang melakukan usaha ini adalah ketika beliau berpindah dalam suatu
genom, beliau dapat memutasikan atau mendelesi gen yang telah telah tersedia, sehingga
menghasilkan keanekaragaman genetika.

B. Arus Gen

Dari sudut pandang genetika, evolusi ialah perubahan pada frekuensi alel dalam populasi
yang saling berbagi lungkang gen (gene pool) dari generasi yang satu ke generasi yang lain.
Suatu populasi merupakan himpunan individu terlokalisasi yang merupakan spesies yang sama.
Sebagai contoh, seluruh ngengat dengan spesies yang sama yang hidup di suatu hutan yang
terisolasi mewakili suatu populasi. Suatu gen tunggal pada populasi ini dapat benar bentuk-
bentuk alternatif yang bertanggung jawab terhadap variasi antar fenotipe organisme. Misalnya
adalah gen yang bertanggung jawab terhadap warna ngengat benar dua alel: hitam dan putih.
Lungkang gen merupakan semuanya set alel pada suatu populasi tunggal, sehingga tiap alel
muncul pada lungkang gen beberapa kali. Fraksi gen dalam lungkang gen yang merupakan alel
tertentu dinamakan sebagai frekuensi alel. Evolusi terjadi ketika terdapat perubahan pada
frekuensi alel dalam suatu populasi organisme yang saling berkembangbiak; sebagai contoh alel
sebagai warna hitam pada populasi ngengat menjadi lebih umum.

Sebagai memahami mekanisme yang menyebabkan suatu populasi berevolusi, adalah sangat
berguna sebagai memperhatikan kondisi-kondisi apa saja yang diperlukan oleh suatu populasi
sebagai tak berevolusi. Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel (variasi pada
suatu gen) pada suatu populasi yang cukup agung akan tetap konstan bila gaya dorong yang
terdapat pada populasi tersebut hanyalah penataan ulang alel secara tanpa pola selama
pembentukan sperma atau sel telur dan kombinasi tanpa pola alel sel kelamin ini selama
pembuahan. Populasi seperti ini dituturkan sebagai dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg dan
tak berevolusi.
C. Hanyutan genetika

Simulasi hanyutan genetika 20 alel yang tak bertaut pada banyak populasi 10 (atas) dan 100
(bawah). Hanyutan sampai fiksasi lebih cepat pada populasi yang lebih kecil.

Hanyutan genetika atau ingsut genetik merupakan perubahan frekuensi alel dari satu generasi
ke generasi berikutnya yang terjadi karena alel pada suatu keturunan merupakan sampel tanpa
pola (random sample) dari orang tuanya; selain itu beliau juga terjadi karena peranan probabilitas
dalam penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan bereproduksi atau tak. Dalam
istilah matematika, alel berpotensi merasakan galat percontohan (sampling error). Karenanya,
ketika gaya dorong selektif tak telah tersedia ataupun secara relatif lemah, frekuensi-frekuensi
alel cenderung "menghanyut" ke atas atau ke bawah secara tanpa pola (langkah tanpa pola).
Hanyutan ini selesai ketika suatu alel pada akhir-akhirnya menjadi tetap, berpegang pada
kebenaran karena menghilang dari populasi, ataupun menggantikan semuanya alel lainnya.
Hanyutan genetika oleh karena itu dapat mengeliminasi beberapa alel dari suatu populasi hanya
karena kebetulan saja. Bahkan pada ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat
menyebabkan dua populasi yang terpisah dengan stuktur genetik yang sama menghanyut
menjadi dua populasi divergen dengan set alel yang beda.

Waktu sebagai suatu alel menjadi tetap oleh hanyutan genetika bergantung pada ukuran
populasi, dengan fiksasi terjadi lebih cepat dalam populasi yang lebih kecil. Pengukuran populasi
yang akurat adalah ukuran populasi efektif, yakni didefinisikan oleh Sewall Wright sebagai
bilangan teoretis yang mewakili banyak individu berkembangbiak yang akan menunjukkan
derajat perkembangbiakan terpantau yang sama.

Walaupun seleksi lingkungan kehidupan bertanggung jawab terhadap adaptasi, kebutuhan relatif
seleksi lingkungan kehidupan dan hanyutan genetika dalam mendorong perubahan evolusioner
secara umum merupakan anggota riset pada biologi evolusioner. Investigasi ini disarankan oleh
teori evolusi molekuler netral, yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner
merupakan yang belakang sekali suatu peristiwa dari fiksasi mutasi netral yang tak benar efek
seketika pada kebugaran suatu organisme. Sehingga, pada model ini, kebanyakan perubahan
genetika pada sebuat populasi merupakan yang belakang sekali suatu peristiwa dari tekanan
mutasi konstan dan hanyutan genetika.

2.3 Pengertian Spesiasi

Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru yang berbeda dari spesies sebelumnya
melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam kerangka evolusi. Spesies dalam bahasa
latin berarti “jenis” atau “penampakan”. Waluyo (2005) menyatakan bahwa spesies adalah suatu
kelompok organisme yang hidup bersama di alam bebas, dapat mengandalkan perkawinan secara
bebas, dan dapat menghasilkan anak yang fertil dan bervitalitas sama dengan induknya. Namun
di sisi lain pertanyaan tentang “apa itu spesies telah menimbulkan perdebatan berkepanjangan
sementara konsep-konsep spesies baru terus bermunculan. Riyanto dalam Mayden ( 1997) dan
Ariyanti (2003) mengatakan bahwa saat ini ada sekurang-kurangnya 22 konsep untuk
mendefenisikan spesies yang semuanya tampak berbeda-beda. Itu artinya bahwa para ahli
memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam memahami tentang spesies. Munculnya
keanekaragaman konsep spesies ini dilatarbelakangi oleh dua alasan yang mendasar. Alasan
pertama adanya perbedaan pendapat tentang spesiasi yang merupakan proses munculnya suatu
spesies baru. Karena spesiasi bukan hanya menarik perhatian para ahli evolusi, tetapi juga
memikat perhatian dari berbagai disiplin ilmu biologi lainnya seperti morfologi, genetika,
ekologi, fisiologi, paleontologi, biologi reproduksi, dan biologi tingkah laku. Alasan kedua
adalah karena spesies adalah hasil proses evolusi yang terus berjalan. Artinya bahwa konsep
spesies yang dibuat berdasarkan proses spesiasi yang dibuat ketika spesies itu benar-benar sudah
sampai pada akhirnya.

Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya merupakan proses perubahan yang
berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, secara gradual, perlahan tetapi pasti terjadi. Spesiasi lebih
ditekankan pada perubahan yang terjadi pada populasi jenis tertentu. Kecepatan spesiasi maupun
kepunahan sebagian tergantung pada ukuran kisaran geografis dari suatu daerah. Daerah yang
luas cenderung meningkatkan kecepatan spesiasi dan menurunkan kecepatan kepunahan. Jenis
yang terdapat di daerah yang luas akan mengalami spesiasi lebih cepat, sedangkan menurunnya
luas area akan meningkatkan kepunahan suatu jenis, jadi menurunkan jumlah jenis yang akan
mengalami spesiasi. (Widodo, 2007). Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan
oleh adanya isolasi geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003).
Adapun proses spesiasi ini dapat berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta tahun.

Spesiasi adalah pembentukan spesies baru dan berbeda dari spesies sebelumnya dalam
kerangka evolusi. Spesiasi dapat berlangsung cepat, dapat pula berlangsung lama hingga puluhan
juta tahun. Setiap populasi terdiri atas kumpulan individu sejenis (satu spesies) dan menempati
suatu lokasi yang sama. Karena suatu sebab, populasi dapat terpisah dan masing-masing
mengembangkan adaptasinya sesuai dengan lingkungan baru. Dalam jangka waktu yang lama,
populasi yang saling terpisah itu masing-masing berkembang menjadi spesies baru sehingga
tidak dapat lagi mengadakan perkawinan yang menghasilkan keturunan fertil. Terbentuknya
spesies baru (spesiasi) dapat diakibatkan oleh adanya isolasi geografi, isolasi reproduksi, dan
perubahan genetika.

2.4 Syarat Spesiasi


Untuk terjadinya spesiasi maka ada beberapa syarat agar terjadinya suatu spesiasi yakni:
1. Adanya Peruabahan Lingkungan
Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan evolusi. Contohnya, bencana alamdapat
menyebabkan timbulnya kepunahan massal di muka bumi. Bencana alam seperti glasiasi,
vulkanisme, atau akibat pergesaran benua, dan proses- proses lainnya
menyebabkan perubahan global yang menyebabkan timbulnya kepunahan missal di muka bumi.
Kepunahan massal akan menimbulkan relung-relung kosong yang dalam waktu lama relung-
relung tersebut baru terisi. Apabila tidak ada relung yang kosong, tidak ada tempat bagisuatu
spesies untuk mengalami proses spesiasi.

2. Adanya Relung (Niche) yang Kosong


Relung merupakan tempat hidup dan interaksi suatu organisme. Suatu spesies
selalumenempati relung tertentu. Suatu relung umumnya hanya dapat ditempati oleh satu
jenisspesies saja. Kepunahan massal akan menimbulkan relung-relung kosong yang
akanmenyebabkan relung-relung baru terisi kembali dalam jangka waktu yang panjang. Apabila
relung tersebut kosong (tidak ada organisme yang menempatinya), maka akan ada
banyakorganisme yang berusaha menempati relung tersebut.
3. Adanya keanekaragaman suatu kelompok organisme
 Selalu akan ada sejumlah organisme yang mencoba mengisi relung yang kosong.Keberhasilan
suatu organisme mengisi relung ditentukan oleh seberapa besar kecocokanorganisme tersebut
dibandingkan dengan persyaratan relung yang kosong

2.5 Model-Model Spesiasi

Menurut Starr dan Taggart (1984:492-493) model spesiasi dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

A. Spesiasi Allopatrik

Kata Allopatrik berasal dari bahasa latin allos yang artinya berbeda, dan patria yang artinya
daerah asal (Starr dan Taggart, 1984: 492). Odum (1993, 297-298) menyatakan bahwa
pengertian alopatrik adalah spesies-spesies yang terdapat di daerah-daerah geografis yang
berlainan (atau dipisahkan oleh adanya barier ruang). Spesiasi allopatrik yaitu pembentukan jenis
baru yang terjadi melalui pemisahan populasi-populasi yang diturunkan dari nenek moyang
bersama dalam geografis yang berbeda. Kebanyakan spesies timbul dikarenakan spesiasi
allopatrik ini. Proses spesiasi allopatrik didahului oleh pemisahan suatu populasi menjadi dua
group (subpopulasi) yang dikarenakan adanya barier ruang. Selanjutnya kedua subpopulasi
tersebut akan menempuh rute evolusi yang berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan tempat
tinggalnya dan membentuk subpopulasi yang berbeda antara satu dengan lainnya pada akhirnya.
Sehingga pada saat kedua subpopulasi tersebut bertemu kembali di suatu wilayah, mereka tidak
dapat melakukan perkawinan (tidak dapat melakukan pertukaran gen-gen) (Wallace, 1992: 266).

Contoh dari spesies yang mengalami spesiasi allopatrik adalah burung-burung finches di
kepulauan Galapagos. 2 jenis “ground finches” (Geopisa) yang terdapat pada beberapa pulau-
pulau yang lebih kecil (terisolasi secara geografis) mempunyai kemiripan dalam ukuran dan
bentuk paruhnya dan tupai Abert dan Kaibab yang berasal dari Grand Canyon (Wallace, 1992:
266).
Gambar 1. Model Allopatrik

B. Spesiasi Parapatrik

Pada spesiasi ini isolasi reproduksi berkembang dalam beberapa gen flow diantara populasi-
populasi. Pada populasi tersebut terdapat suatu alela yang berdampak pada terjadinya isolasi
reproduktif pada populasi tersebut. Sehingga spesies-spesies dalam populasi tersebut tidak dapat
melakukan perkawinan (pertukaran gen) (Widodo dkk, 2003: 54).

Contohnya adalah munculnya spesies baru tupai tanah terjadi karena munculnya pul gen
baru gara-gara spesiasi alopatrik. Aliran genetik terhambat, arus keluar-masuknya alela dari dan
ke populasi menjadi terlarang akibat isolasi geografis. Meski hanya terhalang sungai, setelah
spesiasi terjadi, kedua populasi tupai tidak bisa lagi saling kawin. Meyr menyebutkan seleksi
parapatrik menuntut adaptasi tertentu pada populasi pendiri dibanding populasi induk.

Gambar 2. Model Parapatrik


C. Spesiasi Simpatrik

Kata Simpatrik artinya adalah daerah asal yang sama (Starr dan Taggart, 1984: 493). Pada
spesies simpatrik terdapat pemisahan morfologi yang sangat kuat, sehingga dapat dengan mudah
dibedakan antara satu dengan yang lainnya (Odum, 1993: 298). Jadi Spesiasi Simpatrik yaitu
terbentuknya jenis baru yang terjadi karena tinggal/terdapat pada daerah yang sama. Dalam hal
ini perbedaan-perbedaan yang dimiliki seringkali ditonjolkan sehingga dapat dibedakan dengan
mudah. Mekanisme terjadinya spesiasi simpatrik adalah diawali dengan adanya suatu populasi.
Selanjutnya bagian dari populasi tersebut mengalami perbedaan genetik. Dari perubahan genetik
tersebut maka terjadilah isolasi reproduksi.

Salah satu model spesiasi simpatrik adalah spesiasi poliploid. Poliploidi terjadi karena
penggandaan perangkat komosom secara keseluruhan. Dalam hal ini individu-individu yang
tergolong diploid dapat muncul turunan yang triploid maupun tetraploid. Fenomena poliploidi
lebih sering dijumpai pada spesies tumbuhan daripada hewan, tetapi pada kelompok amphibi dan
pisces poliploidi masih lazim terjadi (Corebima, 2000: 116).

Pada poliploidi dengan jumlah kromosom homolog yang seimbang (jumlah kromosom
genap) lebih berpeluang fertil daripada spesies poliploidi yang kromosom homolognya tidak
seimbang (jumlah kromosom ganjil). Spesies poliploidi yang kromosom homolognya tidak
seimbang (jumlah kromosom ganjil) umumnya bersifat steril, sehingga tidak dapat dijumpai pada
spesies yang bereproduksi secara generatif (Corebima, 2000: 118).

Sebagai contoh spesiasi simpatrik adalah 2 burung kicau (Nuthatches) yang memiliki
perbedaan yang sangat kuat dalam hal morfologi sehingga mereka dapat dibedakan dengan
mudah. Pada 1 jenis, paruhnya dan garis muka hitam menjadi membesar, sementara jenis yang
lain mengecil. Perbedaan yang ditonjolkan tersebut bertujuan untuk mengurangi tumpang tindih
relung makanan. Perbedaan yang nyata dalam garis muka meningkatkan pengenalan jenis dan
menghalangi terjadinya pembastaran.
Gambar 3. Model Simpatrik

Selain 3 model spesiasi diatas, ada pula satu jenis model spesiasi tambahan yaitu:

 Spesiasi Peripatrik

Spesiasi yang terjadi ketika sebagian kecil populasi organisme terisolasi dalam sebuah
lingkungan yang kecil dari populasi tertua. Spesiasi peripatrik dapat mengurangi variasi genetik
karena tidak kawin secara acak yang akhirnya dapat mengakibatkan hilangnya variasi genetik,
populasi baru dapat berubah, baik secara genotipe maupun fenotipe dari populasi asalnya.
Populasi baru berpisah dari populasi induk akan tetapi masih berada di area mengarah ke
terbentuknya evolusi.

Gambar 4. Model Peripatrik


Gambar 5. Perbedaan Macam-macam Model Spesiasi

2.6. Mekanisme Terjadinya Spesiasi

Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi geografi,
isolasi reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003). Adapun proses spesiasi ini dapat
berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta tahun.

A. Isolasi Geografis

Sebagian besar para ahli Biologi berpendapat bahwa faktor awal yang mempengaruhi
spesiasi adalah pemisahan geografi, karena selama populasi dari spesies yang sama masih
berhubungan secara langsung atau tidak, gen flow masih dapat terjadi. Namun, jika terbentuk
hambatan bagi penyebaran spesies (sebab-sebab geografis) maka, tidak akan ada pertukaran
susunan gen dalam sistem populasi dan evolusi akan berlangsung sendiri-sendiri. Semakin lama
kedua populasi tersebut akan semakin berbeda karena telah mengalami evolusi dengan caranya
sendiri.

Sejalan dengan waktu pemisahan geografi dari sistem populasi akan mengalami
penyimpangan, sebabnya adalah sebagai berikut:
a) Kedua sistem populasi yang terpisah itu mempunyai frekuensi gen permulaan yang berbeda.
Jadi, jika dua populasi memiliki potensi genetik yang berbeda sejak awal pemisahannya,
sudah barang tentu akan menempuh jalan yang berbeda.

b) Mutasi terjadi secara random. Pemisahan dalam dua sistem populasi tersebut mungkin
disebabkan adanya mutasi.

c) Pengaruh tekanan seleksi alam sekeliling setelah mereka menempati posisi pemisahan yang
berbeda.

d) Pergeseran susunan gen (genetic drift). Ini berpeluang bagi terbentuknya koloni baru.

B. Isolasi Reproduksi

Isolasi geografis di atas dapat dikatakan sebagai faktor luar (ekstrinsik) yang menjadi
penyebab terjadinya spesiasi. Selanjutnya, dalam rentang waktu yang lama akan terjadi
mekanisme isolasi intrinsik, dimana sifat-sifat yang dipunya oleh populasi tersebut dapat
mencegah bercampurnya dua populasi atau mencegah inbreeding jika kedua populasi itu
berkumpul lagi setelah batas pemisahannya sudah tidak ada.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa spesiasi dimulai dengan adanya penghambat (barier)
luar yang menjadikan dua sistem populasi menjadi sama sekali alopatrik (mempunyai tempat
yang berbeda). Namun keadaan ini belum sempurna sampai populasi ini mengalami proses
intrinsik yang menjaga supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap terpisah
meskipun mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang sama). Mekanisme isolasi
intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum perkawinan dan isolasi sesudah
perkawinan.

a. Isolasi Sebelum Perkawinan (Pre-mating isolation/prezygotic barrier)

Isolasi sebelum perkawinan menghalangi perkawinan antara spesies atau merintangi


pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda berusaha untuk saling mengawini.
Isolasi ini terdiri dari:
1) Isolasi Ekologi (ecological)

Dua sistem yang mula-mula dipisahkan oleh penghambat luar (eksternal barrier), suatu
ketika mempunyai karakteristik yang khusus untuk berbagai keadaan lingkungan meskipun
penghambat luar tersebut dihilangkan, keduanya tidak akan simpatrik. Setiap populasi tidak
mampu hidup pada tempat dimana populasi lain berada, mereka dapat mengalami perubahan
pada perbedaan-perbedaan genetik yang dapat tetap memisahkan mereka.

Setiap spesies beradaptasi dengan iklim setempat di dalam batas-batas daerah sendiri
dan iklim dari keduanya sangat berbeda, sehingga setiap spesies tidak mungkin hidup di
tempat spesies yang lain. Jadi, disini terdapat perbedaan-perbedaan genetik yang
mencegah gene flow diantara spesies pada keadaan yang alami. Contohnya pada pohon
jenis Platanus occidentalis yang terdapat di bagian timur Amerika Serikat dan Platanus
orientalis yang terdapat di timur Laut Tengah, kedua spesies ini dapat disilangkan dan
menghasilkan hibrid yang kuat dan fertil. Kedua spesies ini terpisah tempat yang berbeda
dan fertilisasi alami tidak mungkin terjadi (Waluyo, 2005).

2) Isolasi Tingkah laku (Behavioral)

Tingkah laku berperan sangat penting dalam hal courtship (percumbuan) dan


perkawinan (mating). Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak antar spesies yang
berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh terjadinya inkompatibilitas beberapa
perilaku sebagai dasar bagi suksesnya perkawinan tersebut. Contohnya pada hewan jantan
spesies tertentu memiliki pola perilaku yang spesifik dalam menarik, mendekati dan
mengawini pasangannya. Kegagalan perkawinan terjadi karena pasangan merasa asing
dengan pola perilaku yang ditunjukkan oleh pasangannya sehingga terjadi penolakan. Selain
sekuen perilaku yang spesifik seperti yang ditunjukkan oleh burung bower di mana hewan
jantan harus mempersiapkan pelaminan yang penuh dengan aksesoris tertentu agar burung
betina mau dikawini.  Isolasi perilaku sangat tergantung pada produksi dan penerimaan
stimulus oleh pasangan dari dua jenis kelamin yang berbeda. Jenis stimulus yang dominan
untuk mensukseskan perkawinan, stimulus tersebut diantaranya adalah:
a) Stimulus visual: Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat mempengaruhi
stimulus visual. Beberapa hewan seperti kelompok ikan, burung, dan insekta menunjukkan
bahwa stimulus visual dominan mempengaruhi ketertarikan pasangan seksualnya.
Contohnya pada bebek liar Amerika Serikat yang simpatrik mempunyai courtship
display yang baik dan disertai dengan warna yang mencolok pada bebek jantan. Fungsinya
adalah untuk memperkecil kesempatan bebek betina memilih pasangan yang salah (Waluyo,
2005).

b) Stimulus adaptif: Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik berfungsi sebagai alat
komunikasi antar jenis kelamin yang mengarah pada proses terjadinya perkawinan intra
maupun interspesies. Suara-suara yang dikeluarkan oleh insekta, reptilia, burung, dan
mamalia banyak yang spesifik untuk tiap spesies.

c) Stimulus kimia/feromon: Parris (1999) menyatakan bahwa feromon merupakan signal


kimia yang bersifat intraspesifik yang penting dan digunakan untuk menarik dan
membedakan pasangannya, bahkan feromon dapat bertindak sebagai tanda bahaya. Molekul
ini spesifik pada individu betina yang dapat merangsang individu jantan dan atau sebaliknya
sebagai molekul spesifik yang dihasilkan oleh individu betina untuk menolak individu
jantan. Misalnya pada Drosophila melanogaster feromon mempunyai pengaruh pada
tingkah laku perkawinan, di mana dengan adanya feromon yang dilepaskan oleh individu
betina membuat individu jantan melakuakn aktivitas sebagai wujud responnya  terhadap
adanya feromon tersebut.

3) Isolasi Sementara (temporal)

Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun), gametnya
tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung berbintik (Spilogale gracilis) yang
sangat mirip dengan S. putorius ini tidak akan saling mengawini karena S. gracilis kawin
pada akhir musim panas dan S. putorius kawin pada akhir musim dingin. Hal yang sama
juga terjadi pada 3 spesies dari genus anggrek Dendrobium yang hidup di musim tropis
basah yang sama tidak terhibridisasi, karena ketige spesies ini berbunga pada hari yang
berbeda.

4) Isolasi Mekanik (mechanical)

Apabila perbedaan struktural diantara dua populasi yang sangat  berdekatan


menyebabkan terhalangnya perkawinan antar spesies, maka diantara kedua populasi tersebut
tidak terjadi gene flow (Waluyo, 2005). Isolasi mekanik ditunjukkan oleh inkompatibilitas
alat reproduksi antara dua spesies yang berbeda sehingga pada saat terjadinya perkawinan
salah satu pasangannya menderita. Mekanisme ini sebagaimana terlihat pada Molusca sub-
famili Polygyrinae, struktur genetalianya menghalangi terjadinya perkawinan spesies dalam
sub-famili yang sama. Pada tumbuhan isolasi ini terlihat pada tanaman sage hitam yang
memiliki bunga kecil yang hanya dapat diserbuki oelh lebah kecil. Berbeda dengan tanaman
sage putih yang memiliki struktur bunga yang besar yang hanya dapat diserbuki oleh lebah
yang besar.

5) Isolasi Gametis (gametic)

Isolasi gamet menghalangi terjadinya fertilisasi akibat susunan kimiawi dan molekul
yang berbeda antara dua sel gamet, seperti spermatozoa yang mengalami kerusakan di
daerah traktus genital organ betina karena adanya reaksi antigenik, menjadi immobilitas, dan
mengalami kematian sebelum mencapai  atau bertemu sel telur. Contohnya pada
persilangan Drosophila virilis dan D. americana, sperma segera berhenti bergerak pada saat
sampai pada alat kelamin betina, atau bila tidak rusak maka sperma akan mengalami
kematian. gambaran lain juga yang terjadi pada ikan, di mana telur ikan yang dikeluarkan
dari air tidak akan dibuahi oleh sperma dari spesies lain karena selaput sel telurnya
mengandung protein tertentu yang hanya dapat mengikat molekul sel sperma dari spesies
yang sama.

b. Isolasi Setelah Perkawinan (Post-mating isolation/Postzigotic barrier)

Hal ini terjadi jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum dari spesies yang lain, maka
barier postzigot akan mencegah zigot hibrida itu untuk berkembang menjadi organisme dewasa
yang bertahan hidup dan fertil. Mekanisme ini dapat terjadi melalui:
(1) Kematian zigot (zygotic mortality)

Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid) seringkali tidak
mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya, sehingga zigot tersebut mengalami
abnormalitas dan tidak mencapai tahapan maturitas yang baik atau mengalami kematian
pada stadia awal perkembangannya. Di antara banyak spesies katak yang termasuk dalam
genus Rana, beberapa diantaranya hidup pada daerah dan habitat yang sama, dan kadang-
kadang mereka bisa berhibridisasi. Akan tetapi keturunan yang dihasilkan umumnya tidak
menyelesaikan perkembangannya dan akan mengalami kematian.

2) Perusakan hibrid (hybrid breakdown)

Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakuakn kawin silang, keturunan hibrid
generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika hibrid tersebut kawin satu
sama lain atau dengan spesies induknya, keturunan generasi berikutnya akan menjadi lemah
dan mandul. Sebagai contoh, spesies kapas yang berbeda dapat menghasilkan keturunan
hibrid yang fertil, tetapi kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrid
itu mati pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan lemah.

3) Sterilitas hibrid

Hibridisasi pada beberapa spesies dapat menghasilkan keturunan yang sehat dan hidup
normal akan tetapi hibrid tersebut mengalami sterilitas. Terjadinya sterilitas ini disebabkan
oleh inkompatibilitas genetik yang nyata sehingga tidak dapat menurunkan keturunannya.
Contoh hibrid yang steril antara lain: mule (hibrid antara keledai dan kuda), cama (hibrid
antara onta dan ilama), tiglon (hibrid anatara macan dan singa), zebroid (hibrid antara zebra
dan kuda).
 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Spesiasi adalah proses pembentukan spesies baru yang berbeda dari spesies sebelumnya
melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam kerangka evolusi.

2. Syarat terjadinya spesiasi antara lain adanya perubahan lingkungan, adanya relung (niche)
yang kosong dan adanya keanekaragaman suatu kelompok organisme.

3. Model spesiasi ada 4, antara lain allopatrik, parapatrik, simpatik dan peripatrik.

4. Spesiasi terjadi karena adanya isolasi suatu spesies secara geografis dan reproduksi (sebelum
perkawinan maupun setelah perkawinan) yang menyebabkan perubahan genetika.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell N.A., Mitchell (1997). Biology, concepts and connections. 2nd. The Benjamin/
Cummings publishing company. Menlo park

Campbell, Reece dan Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.


Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: UM
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemhan Tjahjono Samingan. Edsis ketiga.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Widodo, dkk. 2003. Evolusi. Malang: UM.
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Prees.

http://www.botany.wisc.edu/courses/botany_400/Lecture/0pdf/11Speciation.pdf  
http://pub.ist.ac.at/~payne/ch18_speciation.pdf 
http://www.nicholls.edu/biol-ds/biol370/Lectures/Speciation%202.pdf  

Anda mungkin juga menyukai