Anda di halaman 1dari 15

Lembar

JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF

Jawaban Untuk Memenuhi Tugas


Ujian Komprehensif

Oleh

NAMA : HARUN RASID


NPM : 1000171
SMT/KLS : IV/B

PROGRAM PASCA SARJANA (PPS)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
STAIN JURAI SIWO METRO LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Nama : Gunawan RG

1
NPM : 1000151
SMT/KLS : IV/B

LEMBAR JAWABAN

1. Cakupan realitas mutu pendidikan agama islam adalah sebagai berikut :


a. Pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan islam di sekolah.

Visi madrasah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan


nasional, tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang
dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama, tetapi profil madrasah
khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani madrasah
tidak selalu sama. Oleh karena itu, dimungkinkan madrasah memiliki
visi yang tidak sama dengan madrasah lain, asalkan tidak keluar dari
koridor nasional, yaitu tujuan pendidikan nasional.

b. Pengembangan kurikulum.

Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah “melakukan


perubahan”, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju
keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan
konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan
agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan
Kurikulum Pendidikan Kita.

Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori


kurikulum adalah konsep kurikulum. Karena kurikulum dapat sebagai
suatu subtansi, suatu kurikulum dipandang orang sebagai suatu
rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah atau sebagai
suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.

Adapun perkembangan kurikulum yang pernah terjadi di Indonesia


adalah sebagai berikut :

1. Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan


memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya
rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis:
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila.

2
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947
mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan
watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut


Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya
jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,”

Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana


Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.

3. Kurikulum 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana


Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. “Hanya memuat
mata pelajaran pokok-pokok saja,”

Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan


permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi
apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan.

4. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan


lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah
pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,

3
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal
istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum
1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa
yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

5. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski


mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming
(SAL).

Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di


sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi
dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat
adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi,
di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA
bermunculan.

6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan


kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum
1984, antara pendekatan proses,”

Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah


masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-
kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat.

4
7. Kurikulum 2004

Kurikulum yang kita kenal dengan sebutan Kurikulum Berbasis


Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi
apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul
bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian.
Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan
ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu
mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.

8. KTSP 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum


Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan
kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran
untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional.

c. Proses pembelajaran

d. Evaluasi pembelajaran

e. Manajemen Pendidikan Islam

Manajemen merupakan pendekatan  yang fundamental bagi


kelancaran kerja suatu organisasi. Manajemen dibutuhkan oleh setiap
lembaga, organisasi, termasuk juga lembaga pendidikan. “Manajemen
dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasikan dan dalam
semua tipe organisasi. Secara praktek manajemen dibutuhkan dimana
saja orang-orang bekerja bersama dalam organisasi untuk mencapai
tujuan bersama”

Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses penggunaan


sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran  atau tujuan
tertentu. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan beberapa orang,

5
kelompok, lembaga dan organisasi sangat memerlukan konsep
manajemen karena sebagai suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan
demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Manajemen dipandang secara ilmiah mengacu pada proses


mengkordinasi dan mengintregrasikan kegiatan kegiatan kerja agar
diselesaikan secara efektif dan efesien. “Proses dimaksud
menggambarkan fungsi-fungsi yang selalu berjalan atau kegiatan
utama yang dilaksanakan oleh para manajer, yang disebut merancang
( planning ), mengorganisasikan (organizing), memimpin (leading)
dan mengendalikan (controlling)”.

Dari beberapa teori manajemen yang  ada, saat ini berkembang pula
teori dan pemahaman manajemen sebagai inovasi dan aspirasi
terhadap perkembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teori
manajemen itu seperti: Total Quality  Management,  management
strategis dan Manajemen Pendidikan (termasuk  Manajmen Berbasis
Sekolah/Madrasah).

a. Total Quality Management

Total Quality Management ( TQM ) adalah suatu pendekatan


yang seharusnya dilakukan oleh organisasi masa kini untuk
memperbaiki kualitas out-put dengan menekan biaya produksi
dan meningkatkan produktivitas.

Dewasa ini kita hidup dalam situasi zaman  yang mempunyai


berbagai ciri yang disebut sebagai era industri, era teknologi, era
informasi dan era globalisasi. Zaman tersebut mengandung
demensi perubahan, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri has
kehidupan dewasa ini adalah perubahan. Berdasarkan keadaan
tersebut yang menjadi tantangan dewasa ini bukanlah berbicara
mengenai adanya perubahan, akan tetapi bagaimana membawa
perubahan secara baik.

b. Manajemen Strategis

Manajemen ini menekankan pada strategi-strategi yang tepat


mulai dari perencanaan tujuan  dan target hingga
implementasinya. Mempelajari berbagai aspek dalam setiap
kebijakan yang ditetapkan. Dalam menentukan manajemen
strategi, tidak terlepas dari ketajaman analisis dari permasalahan
yang dihadapi. Saat ini analisis yang banyak dipergunakan
dalam manajemen strategi adalah analisis SWOT (Strength, 
Weaknes, Oportunity, Treat).

6
c. Manajemen Pemasaran Madrasah.

Fungsi pemasaran di lembaga pendidikan madrasah adalah


untuk membentuk citra baik terhadap lembaga dan menarik
minat sejumlah calon siswa. Oleh karena itu pemasaran harus
berorientasi kepada pelanggan,  yang dalam kontek
madrasah/sekolah disebut siswa. Disinilah perlunya madrasah 
untuk mengetahui bagaimana calon siswa melihat madrasah
yang akan dipilihnya. Dipahami  pula bahwa “Pemasaran adalah
kegiatan/pendekatan yang selalu berorientasi kepada konsumen
yang bertujuan untuk membuat keputusan manajemen”

2. Kendala kendala dalam mewujudkan Mutu Pendidikan Islam.

Apabila diamati secara mendalam, ada banyak faktor yang membuat


kualitas madrasah rendah. Di antara faktor tersebut adalah kualitas
pengelola, sistem feodalisme, kondisi kultur masyarakat, kebijakan politik
negara, dan terlalu banyak beban yang harus dijalani siswa.

Pengelola atau pimpinan lembaga pendidikan memang memiliki posisi dan


fungsi strategis selaku pengendali lembaga tersebut.Mereka memiliki
political power (kekuasaan politis), suatu kekuasaan yang tidak dimiliki
oleh para guru.Melalui kekuasaan itu, mereka memiliki kewenangan uniuk
mengadakan pembaruan. Apalagi jika kewenangan itu didukung dengan
political will (kehendak politis) atau good will (kehendak baik) dari para
pimpinan.

Oleh karena itu, wajar sekali terjadi ketika suatu madrasah mengalami
kemunduran maka kepala madrasah yang banyak mendapat kritikan. M.
Arifin menegaskan bahwa titik lemah madrasah, pada semua jenjang,
terletak pada tenaga pengelolanya, karena mereka kurang berorientasi pada
profesionalisme. Meskipun demikian, tidak bisa dikatakan bahwa para guru
dan tenaga administratif di madrasah negeri saat ini hanyalah kaum amatir
yang menangani madrasah sambil lalu.

Perilaku pimpinan atau pengelola memiliki pengaruh yang signifikan


terhadap maju-mundurnya sebuah madrasah.Perilaku positif dan proaktif
dapat mendukung kemajuan madrasah. Sebaliknya, perilaku negatif dan
kontraproduktif justru menghambat kemajuan. Perilaku negatif ini terkait
dengan tradisi kurang baik yang berlangsung dan berkembang di suatu
madrasah.

Praktik manajemen di madrasah sering menggunakan model manajemen


tradisional, yaitu model manajemen paternalistik atau feodalistik.Dominasi

7
senioritas jelas mengganggu perkembangan dan peningkatan kualitas
pendidikan.Munculnya kreativitas dan inovasi dari kalangan muda
terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak menghargai senior. Kondisi ini
mengarah pada penilaian negatif, sehingga muncul kesan bahwa meluruskan
atau mengoreksi kekeliruan langkah senior dianggap sebagai sikap su' al-
addb (tabiat jelek).

Anggapan demikian, sebenarnya, merupakan pengaruh budaya lokal, bukan


pengaruh ajaran agama.Islam memang mengajarkan kode etik dalam
pergaulan antara orangtua dan muda.Kalangan muda menghormati yang tua
sedangkan yang tua mengasihi yang muda. Namun, tidak ada larangan
untuk meluruskan kesalahan orangtua, bahkan dianjurkan.Konsep Islam
tentang amar makruf nahi mungkar tidak pernah dibatasi pada kalangan
tertentu. Demikian juga anjuran untuk saling menasihati dalam kebenaran
dan kesabaran (wa tawashau bi al-haq wa tawashau bi al-shabr)
sebagaimana tercantum dalam surah al-Ashr yang juga tidak terbatas pada
kalangan tertentu. Jadi, kecemburuan senior terhadap teguran junior tidak
lebih merupakan murni pengaruh budaya lokal yang justru akan
menghambat dinamika pendidikan.

Penghormatan yang berlebihan pada senior justru menimbulkan dua macam


kelemahan: Pertama, kalangan senior tidak merasa tertantang sehingga
kreativitasnya tidak terbangkitkan sama sekali; dan kedua, kalangan junior
merasa ide, kreativitas, gagasan, dan inisiatifnya terbelenggu, sehingga
merasa pesimis dalam menghadapi tantangan-tantangan lembaga pendidikan
di masa depan yang semakin kompleks dan multidimensi.

Selanjutnya, kondisi kultur di luar madrasah juga memengaruhi


kualitas madrasah. Kondisi ini bisa berupa pandangan atau penilaian
masyarakat terhadap madrasah.Selama ini madrasah dipersepsikan sebagai
lembaga pendidikan kelas ekonomi, tidak bermutu, hanya mengajarkan
agama semata, jurusan akhirat, tempat penampungan anakanak orang
miskin, bersistem kolot, dan tidak bisa melanjutkan ke sekolah umum atau
perguruan tinggi umum negeri.

Semua anggapan tersebut merupakan hal yang salah kaprah karena tidak
berdasar.Meskipun demikian, anggapan itu tetap bertahan memengaruhi
masyarakat umum, yang selama ini memang jauh dari kehidupan
madrasah.Mereka terpengaruh lantaran tidak mengetahui realitas yang
sebenarnya.Tentu saja, kondisi eksternal madrasah yang demikian kurang
menguntungkan bagi peningkatan mutu pendidikan madrasah.

8
Di samping itu, kebijakan-kebijakan politik negara, terutama yang
diterapkan oleh pemerintah Orde Baru senantiasa melemahkan upaya
peningkatan mutu madrasah. Dalam setiap kebijakan dan keputusan yang
menyangkut pendidikan, madrasah selalu dianaktirikan oleh pemerintah
Orde Baru. Sikap diskriminatif ini terutama sangat terlihat dalam urusan
pendanaan. Alokasi dana yang diperoleh madrasah negeri selalu jauh lebih
kecil daripada yang diperoleh sekolah negeri. Keadaan ini menjadi lebih
parah lagi jika sudah menyangkut madrasah swasta.Selama 32 tahun,
pemerintah Orde Baru kurang memerhatikan madrasah swasta, padahal
sebagian besar madrasah berstatus swasta. Jadi, nasib madrasah terlantar
puluhan tahun akibat kebijakan pemerintah ini. Dan, sayangnya, hingga
sekarang pun madrasah belum memperoleh perlakuan yang sama dengan
apa yang diterima sekolah umum sehingga masih terdapat kesenjangan yang
lebar dalam urusan alokasi dana.

Perlakuan diskriminatif itu terjadi juga lantaran madrasah menjadi korban


permainan politik praktis. Madrasah dicurigai sebagai sarang keluarga yang
berafiliasi politik ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sementara
pemerintah Orde Baru pada waktu itu melancarkan politik belah
bambu.Para pendukung Golongan Karya (Golkar) dimanjakan, sedangkan
pendukung PPP dan PDI selalu ditekan dan ditindas dalam berbagai
kebijakan pemerintah.

Ada banyak faktor lain yang juga menyebabkan mutu madrasah lemah,
termasuk masalah yang berhubungan dengan beban yang harus dijalani
siswa. Beban yang diwajibkan pada siswa madrasah jauh lebih berat
daripada beban siswa sekolah umum.Siswa sekolah madrasah wajib
mempelajari semua mata pelajaran siswa di sekolah umum, plus pelajaran
rumpun agama yang meliputi bahasa Arab, Al-Quean-hadis, akidah -akhlak,
al-fiqih, dan sejarah kebudayaan Islam.Apalagi madrasah yang berada
dalam pesantren, beban siswa lebih berat lagi.Karena, di samping siswa
mengikuti pelajaran di madrasah juga mengikuti pelajaran pesantren.

Pada bagian lain, kita harus menyadari bahwa potensi siswa madrasah rata-
rata merupakan kelas menengah ke bawah.Secara intelektual kemampuan
mereka lemah, sebab biasanya siswa yang memiliki prestasi baik cenderung
melanjutkan ke sekolah umum.Secara ekonomi, posisi mereka juga berada
pada kelas menengah ke bawah. Demikian juga secara sosial, mereka
berasal dari kalangan masyarakat biasa (grass root). Intinya, potensi siswa
madrasah rata-rata merupakan akumulasi kelas menengah ke bawah baik
secara intelektual, ekonomi, maupun sosial.Keadaan ini menunjukkan

9
bahwa kehadiran mereka di madrasah telah membawa sejumlah problem
yang harus diselesaikan karena ini juga berpengaruh pada kelangsungan
pembelajaran.

Selanjutnya, dibandingkan sekolah umum, guru, sarana dan prasarana, serta


peralatan pembelajaran di madrasah juga masih tertinggal.Guru-guru di
madrasah masih banyak yang kurang profesional, baik dalam tingkat
pendidikan maupun keahliannya.Masih banyak guru madrasah yang
mengampu mata pelajaran yang bukan keahliannya.Demikian juga dengan
sarana dan prasarana, perpustakaan, serta laboratorium, yang mestinya
menjadi jantung madrasah, ternyata tidak memadai, bahkan terkadang tidak
ada.Apalagi yang berhubungan dengan alat pembelajaran seperti OHP,
laptop, LCD, dan sebagainya sangat terbatas.Bahkan, madrasah tertentu
tidak memilikinya. Kekurangan pada tiga komponen ini berdampak negatif
pada proses pembelajaran.

Apabila kita menggunakan rumus input—proses—output untuk mengukur


suatu pendidikan, maka di madrasah ada masalah yang harus dipecahkan.
Bila input-nya baik, prosesnya baik, maka bisa dipastikan output-nya juga
baik. Akan tetapi, bila input-nya lemah, prosesnya jelek, maka output-nya
juga lemah.Kondisi kedua ini menggambarkan keadaan di madrasah pada
umumnya, yang berarti ada banyak masalah yang harus diselesaikan.Walau
bagaimanapun madrasahterlepas dengan segala kekurangannya telah
memberikan kontribusi yang besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

3. Upaya/Strategi Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Kendala


a. Pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan Islam di madrasah dalam
pengembangan dimensi/potensi keber-Agamaan peserta didik
b. Pengembangan kurikulum
c. Proses pembelajaran dan aplikasi pendidikan dalam pembelajaran
1) Materi
2) Metode
3) media
d. Evaluasi pembelajaran
e. Manajemen pendidikan Islam

10
Sejumlah pemerhati dan praktisi mencoba menawarkan berbagai
konsep untuk mengatasi kelemahan-kelemahan madrasah.Tawaran
konseptual ini merupakan bentuk kepedulian mereka untuk
berpartisipasi dalam membenahi, menyempurnakan, bahkan
meningkatkan mutu madrasah menjadi institusi yang maju dan
unggul.

Tawaran konseptual tersebut dimulai dari pembenahan pada aspek


manajemen yang dipandang sebagai faktor penentu terhadap
komponen madrasah lainnya.Husni Rahim menegaskan bahwa
lembaga madrasah pertama-tama dituntut untuk melakukan
perubahan-perubahan strategis dalam bidang manajemen.Pimpinan
madrasah dituntut untuk memiliki visi, tanggung jawab, wawasan, dan
keterampilan manajerial yang tangguh.la hendaknya dapat memainkan
peran sebagai lokomotif perubahan menuju terciptanya madrasah
berkualitas.m Maka, kepala madrasah seharusnya menyandang dua
macam profesi, yaitu profesi keguruan dan profesi administratif
(sebagai administrator).

Manajemen menjadi kunci pemecahan karena mengandung kaidah-


kaidah penataan secara rapi dan teratur walau sayangnya belum
banyak dipraktikkan secara serius dalam pengelolaan madrasah,
kecuali dalam kasus-kasus yang terbatas. Manajemen profesional telah
menjadi andalan dalam pengembangan madrasah."Kaidah-kaidah
manajerial telah berkali-kali diujicobakan atau dipraktikkan dalam
mengendalikan lembaga pendidikan.Bahkan, dilakukan juga
penyempurnaan-penyempurnaan berdasarkan fenomenafenomena
baru yang muncul di lapangan yang sebelumnya tidak menjadi
pertimbangan dalam kaidah-kaidah yang terdahulu.

Oleh karena itu, kaidah-kaidah manajerial tersebut muskan, tidak


hanya berdasarkan apriori (pengetahuan sebelum mengalami semacam
ide-ide murni dan gagasangagasan murni), melakukan juga
berdasarkan aposteriori (pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengalaman yang dialami seseorang atau lembaga
pendidikan).Kombinasi antara pengetahuan apriori dan aposteriori
inilah yang dijadikan pijakan dalam merumuskan kaidah-kaidah
manajemen pendidikan Islam, agar suatu lembaga pendidikan Islam
dapat dikendalikan melalui strategi yang komprehensif.Meskipun
demikian, sebagai watak dari suatu disiplin ilmu, kita harus terus-

11
menerus melakukan pencermatan, jika ada hal-hal yang dapat
menyempurnakan kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam.

Dalam kasus madrasah, berdasarkan identifikasi penyebab kelemahan


mutu madrasah yang meliputi pihak pengelola, sistem feodalisme,
kondisi kultural masyarakat, kebijakan politik negara terutama yang
menyangkut keuangan/ pendanaan, beban pelajaran yang harus
dijalani siswa, potensi input, keadaan sarana-pra.sarana, alat-alat
pembelajaran, maupun kondisi guru yang kurang profesional, maka
banyak hal yang turut bertanggung jawab terhadap rendahnya kualitas
madrasah.

Akan tetapi, semua faktor itu merupakan akibat semata, atau dalam
bahasa penelitian disebut dependent variable (variabel
tergantung).Sementara itu, yang menjadi faktor penyebab atau
independent variable (variabel bebas) justru para pengelola madrasah.
Jika mereka memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengelola,
maka persoalan-persoalan lain seharusnya dapat diatasi dengan baik.
Karena, para pengelola, sebagai pihak yang memegang kendali,
memiliki kekuatan eksekutif atau politik yang dapat dijadikan sarana
atau media dalam mengondisikan komponen-komponen lainnya.

Lebih lanjut, peran pengelola atau manajer madrasah tersebut pernah


dilukiskan Imam Suprayogo yang mendeskripsikan bahwa betapa
besar dan strategisnya peran para manajer dalam memajukan
madrasah.Mereka adalah pimpinan di berbagai lapisan madrasah
itu.Mereka tidak saja memiliki kekuatan untuk mengarahkan,
memberikan bimbingan, mengontrol, dan mengevaluasi, melainkan
juga menjadi kekuatan penggerak, yaitu elemen yang selalu
memperkuat dan memperbarui etos, cita-cita, dan imajinasiimajinasi
secara terus-menerus.

Secara struktural, semua lapisan manajer harus bergerak dan


bersinergi sesuai dengan kewenangan masing-masing.Manajer puncak
yang menentukan arah kebijakan, manajer madya yang
menerjemahkan arah kebijakan yang digariskan manajer puncak, dan
manajer terdepan yang berusaha mengondisikan pelaksanaan
kebijakan itu.

Kekompakan kerja ketiganya merupakan modal besar untuk


memajukan madrasah.Suprayogo mengakui bahwa madrasah pada
umumnya masih memiliki beberapa kelemahan. Akan tetapi,

12
kelemahan itu dapat diatasi jika semua elemen yang terlibat dalam
pengembangan ikut menanganinya secara sungguh-sungguh,
sistematis, terarah, dan profesional. Hanya saja, budaya kerja tersebut
mungkin masih sangat sulit dipraktikkan di Indonesia, khususnya di
kalangan madrasah. Namun, dengan pengondisian sejak awal, di
bawah komando pimpinan atau manajer puncak yang benar-benar bisa
memberi teladan dalam semua aspek pengembangan, berbagai
kesulitan dalam madrasah tentu bisa diatasi. Tentu saja, hal ini
membutuhkan waktu dan proses secara kontinu yang cukup panjang.

Selanjutnya, Fadjar menyatakan bahwa apa pun perubahan yang ingin


dicapai, kebijakan mengembangkan madrasah perlu mengakomodasi
tiga kepentingan berikut ini.

a. Bagaimana kebijakan itu pada dasarnya harus memberi ruang


tumbuh yang wajar bagi aspirasi utama umat Islam.
Menghadirkan sistem madrasah dalam pentas pendidikan di
Indonesia merupakan wahana untuk membina rub atau praktik
hidup keislaman.
b. Bagaimana kebijakan itu memperjelas dan memperkukub
keberadaan madrasah sederajat dengan sistem sekolah, sebagai
ajang membina warga negara yang cerdas, berpengetahuan,
berkepribadian, serta produktif.
c. Bagaimana kebijakan itu bisa menjadikan madrasah mampu
merespons tuntutan-tuntutan masa depan.

Berdasarkan tiga macam kepentingan itu, dapat dilakukan pemetaan


sebagai berikut.Kepentingan pertama mengemban misi dakwah,
kepentingan kedua mengemban misi pendidikan, sedangkan
kepentingan ketiga mengemban misi pembaruan. Misi ketiga inilah
yang membingkai setiap upaya untuk melakukan pembaruan,
peningkatan, maupun pengembangan manajemen madrasah yang
mengarah pada pencapaian kemajuan. Tanpa misi ketiga itu tidak bisa
dibedakan antara satu madrasah dengan madrasah lainnya.Karena,
semua madrasah memiliki misi dakwah dan misi pendidikan.

Berpijak pada misi pembaruan itulah, upaya perbaikan madrasah


secara terus-menerus difikirkan secara serius oleh para pakar atau

13
praktisinya. Dari hasil pemikiran itu, rahim menyatakan bahwa
paradigma manajemen madrasah harus bergeser dari paradigma lama
ke paradigma baru. Rahim menawarkan 16 macam perubahan
paradigma manajemen madrasah, yaitu sebagai berikut.

a. Dari posisi subordinatif ke posisi otonom.


b. Dari strategi sentralistik ke strategi desentralistik.
c. Dari pengambilan keputusan otoritatif ke pengambilan
keputusan partisipatif.
d. Dari pendekatan birokratik ke pendekatan profesional.
e. Dari model penyeragaman ke model keberagaman.
f. Dari langkah praktis kaku ke langkah praktis luwes.
g. Dari kebiasaan diatur ke kebiasaan berinisiatif.
h. Dari serba regulasi ke deregulasi.
i. Dari kemampuan mengontrol ke kemampuan memengaruhi.
j. Dari kesukaan mengawasi ke kesukaan memfasilitasi.
k. Dari ketakutan dengan risiko ke keberanian mengelola risiko.
l. Dari pembiayaan yang boros ke pembiayaan yang efisien.
m. Dari kecerdasan individual ke kecerdasan kolektif/team work.
n. Dari informasi tertutup ke informasi terbagi/terbuka.
o. Dari pendelegasian ke pemberdayaari.
p. Dari organisasi hierarkis ke organisasi egaliter.

Dengan perubahan paradigma manajemen ini, pimpinan madrasah


dituntut untuk melakukan langkah-langkah ke arah perwujudan visi
madrasah: agamis, populis, berkualitas, dan beragam. Langkah-
langkah tersebut di antaranya dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Membangun kepemimpinan madrasah yang kuat dengan
meningkatkan koordinasi, menggerakkan semua komponen
madrasah, menyinergikan semua potensi, merangsang
perumusan tahapan-tahapan perwujudan visi dan misi madrasah,
serta mengambil prakarsa yang berani dalam pembaruan.
b. Menjalankan manajemen madrasah yang terbuka dalam
pengambilan keputusan dan penggunaan keuangan madrasah.

14
c. Mengembangkan tim kerja yang solid, cerdas, dan dinamis.
d. Mengupayakan kemandirian madrasah untuk melakukan
langkah terbaik bagi madrasah.
e. Menciptakan proses pembelajaran yang efektif, dengan ciri-ciri:
 Proses itu memberdayakan siswa untuk aktif dan
partisipatif;
 Target pembelajaran sampai dengan pemahaman yang
ekspresif;
 Mengutamakan proses internalisasi ajaran agama dengan
kesadaran sendiri;
 Merangsang siswa untuk mempelajari berbagai cara
belajar (learning how to learn);
 Menciptakan semangat yang tinggi dalam menjalankan
tugas.

Konsep paradigma manajemen baru berikut langkah-langkahnya


yang ditawarkan Rahim bagi madrasah begitu lengkap, tetapi
masih ada beberapa hal yang dapat ditambahkan untuk
memperkuat konsep yang ditawarkan tersebut, yaitu sebagai
berikut.

 Menyederhanakan beban studi.


 Membangun profesionalisme guru.
 Membangun kesadaran siswa.
 Memperkuat perpustakaan dan laboratorium.
 Membangun strategi pembelajaran yang akseleratif.
 Membangun asrama siswa.

15

Anda mungkin juga menyukai