Oleh
Nama : Gunawan RG
1
NPM : 1000151
SMT/KLS : IV/B
LEMBAR JAWABAN
b. Pengembangan kurikulum.
2
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat
dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947
mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan
watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan pendidikan jasmani.
3. Kurikulum 1968
4. Kurikulum 1975
3
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal
istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum
1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa
yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
4
7. Kurikulum 2004
8. KTSP 2006
c. Proses pembelajaran
d. Evaluasi pembelajaran
5
kelompok, lembaga dan organisasi sangat memerlukan konsep
manajemen karena sebagai suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan
demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Dari beberapa teori manajemen yang ada, saat ini berkembang pula
teori dan pemahaman manajemen sebagai inovasi dan aspirasi
terhadap perkembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teori
manajemen itu seperti: Total Quality Management, management
strategis dan Manajemen Pendidikan (termasuk Manajmen Berbasis
Sekolah/Madrasah).
b. Manajemen Strategis
6
c. Manajemen Pemasaran Madrasah.
Oleh karena itu, wajar sekali terjadi ketika suatu madrasah mengalami
kemunduran maka kepala madrasah yang banyak mendapat kritikan. M.
Arifin menegaskan bahwa titik lemah madrasah, pada semua jenjang,
terletak pada tenaga pengelolanya, karena mereka kurang berorientasi pada
profesionalisme. Meskipun demikian, tidak bisa dikatakan bahwa para guru
dan tenaga administratif di madrasah negeri saat ini hanyalah kaum amatir
yang menangani madrasah sambil lalu.
7
senioritas jelas mengganggu perkembangan dan peningkatan kualitas
pendidikan.Munculnya kreativitas dan inovasi dari kalangan muda
terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak menghargai senior. Kondisi ini
mengarah pada penilaian negatif, sehingga muncul kesan bahwa meluruskan
atau mengoreksi kekeliruan langkah senior dianggap sebagai sikap su' al-
addb (tabiat jelek).
Semua anggapan tersebut merupakan hal yang salah kaprah karena tidak
berdasar.Meskipun demikian, anggapan itu tetap bertahan memengaruhi
masyarakat umum, yang selama ini memang jauh dari kehidupan
madrasah.Mereka terpengaruh lantaran tidak mengetahui realitas yang
sebenarnya.Tentu saja, kondisi eksternal madrasah yang demikian kurang
menguntungkan bagi peningkatan mutu pendidikan madrasah.
8
Di samping itu, kebijakan-kebijakan politik negara, terutama yang
diterapkan oleh pemerintah Orde Baru senantiasa melemahkan upaya
peningkatan mutu madrasah. Dalam setiap kebijakan dan keputusan yang
menyangkut pendidikan, madrasah selalu dianaktirikan oleh pemerintah
Orde Baru. Sikap diskriminatif ini terutama sangat terlihat dalam urusan
pendanaan. Alokasi dana yang diperoleh madrasah negeri selalu jauh lebih
kecil daripada yang diperoleh sekolah negeri. Keadaan ini menjadi lebih
parah lagi jika sudah menyangkut madrasah swasta.Selama 32 tahun,
pemerintah Orde Baru kurang memerhatikan madrasah swasta, padahal
sebagian besar madrasah berstatus swasta. Jadi, nasib madrasah terlantar
puluhan tahun akibat kebijakan pemerintah ini. Dan, sayangnya, hingga
sekarang pun madrasah belum memperoleh perlakuan yang sama dengan
apa yang diterima sekolah umum sehingga masih terdapat kesenjangan yang
lebar dalam urusan alokasi dana.
Ada banyak faktor lain yang juga menyebabkan mutu madrasah lemah,
termasuk masalah yang berhubungan dengan beban yang harus dijalani
siswa. Beban yang diwajibkan pada siswa madrasah jauh lebih berat
daripada beban siswa sekolah umum.Siswa sekolah madrasah wajib
mempelajari semua mata pelajaran siswa di sekolah umum, plus pelajaran
rumpun agama yang meliputi bahasa Arab, Al-Quean-hadis, akidah -akhlak,
al-fiqih, dan sejarah kebudayaan Islam.Apalagi madrasah yang berada
dalam pesantren, beban siswa lebih berat lagi.Karena, di samping siswa
mengikuti pelajaran di madrasah juga mengikuti pelajaran pesantren.
Pada bagian lain, kita harus menyadari bahwa potensi siswa madrasah rata-
rata merupakan kelas menengah ke bawah.Secara intelektual kemampuan
mereka lemah, sebab biasanya siswa yang memiliki prestasi baik cenderung
melanjutkan ke sekolah umum.Secara ekonomi, posisi mereka juga berada
pada kelas menengah ke bawah. Demikian juga secara sosial, mereka
berasal dari kalangan masyarakat biasa (grass root). Intinya, potensi siswa
madrasah rata-rata merupakan akumulasi kelas menengah ke bawah baik
secara intelektual, ekonomi, maupun sosial.Keadaan ini menunjukkan
9
bahwa kehadiran mereka di madrasah telah membawa sejumlah problem
yang harus diselesaikan karena ini juga berpengaruh pada kelangsungan
pembelajaran.
10
Sejumlah pemerhati dan praktisi mencoba menawarkan berbagai
konsep untuk mengatasi kelemahan-kelemahan madrasah.Tawaran
konseptual ini merupakan bentuk kepedulian mereka untuk
berpartisipasi dalam membenahi, menyempurnakan, bahkan
meningkatkan mutu madrasah menjadi institusi yang maju dan
unggul.
11
menerus melakukan pencermatan, jika ada hal-hal yang dapat
menyempurnakan kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam.
Akan tetapi, semua faktor itu merupakan akibat semata, atau dalam
bahasa penelitian disebut dependent variable (variabel
tergantung).Sementara itu, yang menjadi faktor penyebab atau
independent variable (variabel bebas) justru para pengelola madrasah.
Jika mereka memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengelola,
maka persoalan-persoalan lain seharusnya dapat diatasi dengan baik.
Karena, para pengelola, sebagai pihak yang memegang kendali,
memiliki kekuatan eksekutif atau politik yang dapat dijadikan sarana
atau media dalam mengondisikan komponen-komponen lainnya.
12
kelemahan itu dapat diatasi jika semua elemen yang terlibat dalam
pengembangan ikut menanganinya secara sungguh-sungguh,
sistematis, terarah, dan profesional. Hanya saja, budaya kerja tersebut
mungkin masih sangat sulit dipraktikkan di Indonesia, khususnya di
kalangan madrasah. Namun, dengan pengondisian sejak awal, di
bawah komando pimpinan atau manajer puncak yang benar-benar bisa
memberi teladan dalam semua aspek pengembangan, berbagai
kesulitan dalam madrasah tentu bisa diatasi. Tentu saja, hal ini
membutuhkan waktu dan proses secara kontinu yang cukup panjang.
13
praktisinya. Dari hasil pemikiran itu, rahim menyatakan bahwa
paradigma manajemen madrasah harus bergeser dari paradigma lama
ke paradigma baru. Rahim menawarkan 16 macam perubahan
paradigma manajemen madrasah, yaitu sebagai berikut.
14
c. Mengembangkan tim kerja yang solid, cerdas, dan dinamis.
d. Mengupayakan kemandirian madrasah untuk melakukan
langkah terbaik bagi madrasah.
e. Menciptakan proses pembelajaran yang efektif, dengan ciri-ciri:
Proses itu memberdayakan siswa untuk aktif dan
partisipatif;
Target pembelajaran sampai dengan pemahaman yang
ekspresif;
Mengutamakan proses internalisasi ajaran agama dengan
kesadaran sendiri;
Merangsang siswa untuk mempelajari berbagai cara
belajar (learning how to learn);
Menciptakan semangat yang tinggi dalam menjalankan
tugas.
15