Anda di halaman 1dari 15

RISIKO PASAR

A. Definisi
Risiko pasar adalah resiko terjadinya penurunan harga pasar sehingga kita
akan mengalami kerugian (jika kita memiliki atau long instrument tersebut).
Resiko ini muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan
organisasi.

B.Metode Perhitungan
1. DEVIASI STANDAR
Dipakai untuk menghitung penyimpangan dari nilai rata-rata. Semakin
besar deviasi standar semakin besar penyimpangan. Penyimpangan dipakai
sebagai indikator risiko. Semakin besar penyimpangan semakin besar risiko.

Formula deviasi standar :

E(R) =  Ri / N
 R2 =  (Ri-E(R))2 / (N-1)
R = (  R2)1/2

Bulan Aset A Aset B (%)


(%)
(1) (2) (3) (RA-E(RA))2 (RB-E(RB))2
1 3 3 0,1089 1
2 2 4 1,7689 0
3 5 5 2,7889 1
Rata-rata 3,33 4
Jumlah 4,6667 2
Varians = Jumlah/(N-1) 2,33335 1
Untuk Aset A
R = ( R
2 1/2
)
R = 2,33335

= 1,528 %

Untuk Aset B
R = ( R
2 1/2
)
R = 1

1
= 1%

Karena deviasi standar untuk aset A lebih besar dibandingkan deviasi standar
untuk aset B maka kita bisa mengatakan bahwa risiko aset A lebih besar
dibandingkan risiko aset B.
● Jika kita menggunakan probabilitas maka deviasi standar bisa dihitung dengan
formula sebagai berikut :

E(R) =  pi Ri
 R2 =  pi (Ri-E(R))2
R = (  R2)1/2

Misal kita memperkirakan tingkat keuntungan investasi A dan B tahun


depan. Kita memperkirakan ada 3 skenario kondisi ekonomi tahun depan, yaitu
baik, sedang, dan jelek. Tingkat keuntungan berdasarkan ketiga kondisi tersebut
adalah sebagai berikut:

Kondisi Ekonomi Probabilitas Tingkat Keuntungan Tingkat Keuntungan


A B
(1) (2) (%) (%)
Baik 0,3 5 2
Sedang 0,4 3 1,5
Jelek 0,3 -2 1
1
E(R) = 2,10 1,50
Varians 7,89 0,15
Deviasi Standar 2,808914 0,387298

Tabel di atas menunjukkan ada 3 skenario ekonomi tahun depan, yaitu


baik, sedang, dan jelek. Probabilitas untukmasing-masing skenario adalah
0,3;0,4;dan 0,3. tingkat keuntungan untuk aset A dan B bisa dilihat pada kolom
(3) dan kolom (4). Perhitungan tingkat keuntungan dan deviasi standar untuk aset
A bisa dilihat berikut ini.
E(RA) = 0,3 (5) + 0,4 (3) + 0,3 (-2) = 2,10 %

2
 A
2
= 0,3 (5-2,10)2 + 0,4 (3-2,10)2 + 0,3 (-2-2,10) = 7,89
 A = 7,89 = 2,809 %

Untuk aset B, perhitungan yang sama bisa dilakukan, dan hasilnya adalah
E(RA) = 1,5 % dengan  B = 0,38 %. Karena deviasi standar untuk A lebih besar
dibandingkan deviasi standar B kita mengatakan risiko A lebih besar
dibandingkan risiko B.

2. VAR (Value At Risk)


VAR memberikan informasi yang berguna bagi manajer tentang perkiraan
berapa besarnya kerugian dan besarnya kemungkinan terjadinya kerugian tersebut.
Teknik perhitungan VAR bisa menggunakan metode historis, metode analitis, dan
simulasi Monte Carlo.
2.1 VAR Metode Historis (Back Simulation)
Metode ini menggunakan data historis (data masa lalu) untuk
menghitung VAR.
Kelebihan :
a. Tidak mengasumsikan distribusi tertentu
b. Sederhana
Kekurangan :
Metode ini berasumsi bahwa pola data di masa lalu sama dengan
pola data di masa mendatang (jika cukup stabil), namun jika tidak
(misalnya krisis yang tidak terduga), maka data di masa lalu tidak
bisa dipakai untuk memprediksi masa mendatang.

Misalkan suatu perusahaan memegang saham PT X. Return harian


saham tersebut untuk 20 hari terakhir ( data historis ) dilihat pada
kolom.
Return dihitung dengan :
Return = { [ P ( t + 1 ) – Pt ] / Pt } x 100%

Dimana Pt = return pada hari t

3
Pt + 1 = return pada hari t + 1
Tabel berikut menampilkan return, harga (Pt) untuk saham tersebut
tidak ditampilkan. Terlihat bahwa return pada hari pertama adalah
1,86% sementara return pada hari ke 20 adalah – 0,18%. Untuk
perhitungan Value At Risk, kita akan mengurutkan return dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi seperti terlihat pada tabe
berikut:

Saham PT.X Saham PT.Y Portofolio X dan Y


(1) (2) (3) (4) (5)
hari Return(%) Hari Return(%) Return(%) Return(%) Return(%)
1 1,86008 7 -8,37883 1 -1,96078 1 -0,05035 7 -6,11249
2 -0,65038 19 -2,77565 2 2 2 0,67481 1 -0,05035
3 6,399526 14 -1,79577 3 7,843137 3 7,121332 6 -0,00095
4 2,119365 2 -0,65038 4 -1,81818 4 0,150592 4 0,150592
5 3,512881 20 -0,17928 5 3,703704 5 3,608292 19 0,278842
6 7,140963 1 1,86008 6 -7,14286 6 -0,00095 2 0,67481
7 -8,37883 4 2,119365 7 -3,84615 7 -6,11249 20 0,716812
8 4,148766 11 2,547136 8 4 8 4,074383 14 0,887829
9 8,782409 15 2,99732 9 1,923077 9 5,352743 12 1,071214
10 7,539626 5 3,512881 10 5,660377 10 6,600002 11 2,166425
11 2,547136 8 4,148766 11 1,785714 11 2,166425 15 2,360729
12 5,6512 12 5,6512 12 -3,50877 12 1,071214 17 3,332057
13 8,797835 3 6,399526 13 1,818182 13 5,308008 5 3,608292
14 -1,79577 16 7,042143 14 3,571429 14 0,887829 8 4,074383
15 2,99732 6 7,140963 15 1,724138 15 2,360729 16 4,368529
16 7,042142 10 7,539626 16 1,694915 16 4,368529 13 5,308008
17 9,997447 9 8,782409 17 -3,33333 17 3,332057 9 5,352743
18 9,472343 13 8,797835 18 3,448276 18 6,460309 18 6,460309
19 -2,77565 18 9,472343 19 3,33333 19 0,278842 10 6,600002
20 -0,17928 17 9,997447 20 1,612903 20 0,716812 3 7,121332

Pada kolom (2) tersebut terlihat bahwa return terendah adalah -8,38 %
yang terjadi pada hari ke 7. sementara return tertinggi terjadi pada hari ke 17
sebesar 9,99 %.
Misalkan kita ingin melihat VAR 95 % harian, kita akan melihat 5%
return terendah. 5 % dari 20 adalah 1, dengan demikian kita memilih 1 hari

4
dengan return terendah yaitu -8,38%. Misalkan portofolio kita bernilai Rp 1
milyar , maka VAR (%% harian adalah -8,38% x Rp 1 milyar = -Rp83,78 juta.
Kita bisa mengatakan besok ada kemungkinan sebesar 5% kerugian kita pada
saham x sebesar Rp83,78 juta atau lebih. Alternative redaksional yang lain adalah
sebagai berikut ini’ kita yakin bahwa kerugian kita besok tidak akan melebihi Rp
83,78 juta.
Misal kita mempunyai asset lain yaitu saha PT Y dengan nilai aset sebesar
Rp 1milyar. Return saham Y bisa dilihat pada kolom (3) pada table diatas. Untuk
melihat VAR saham Y, maka kita akan mengurutkan return dari yang paling
rendah ke yang paling tinggi (tidak ditampilkan pada table tersebut). Dari hasil
pengurutan, terlihat bahwa return pada hari ke enam, yaiutu sebesar 7,14%,
merupakan return paling rendah. Dengan demikianVAR 95% harian untuk saham
Y adalah -7,14%x Rp 1 milyar = -Rp71,43 juta. Kita bisa mengatakan ‘besok ada
kemungkinan sebesar 5% kerugian kita pada saham Y sebesar Rp71,43 juta atau
lebih. Alternative lain, kita bisa mengatakan ‘besok, kemungkinan untuk
mengalami kerugian maksimal Rp 71,43 juta adalah 95%.
Misal kita membentuk portofolio yang terdiri dari saham X dan Y, dengan
proporsi masing-masing sebesar 50%, konstan selama 20 hari. Return untuk
portofolio tersebut bisa dilihat pada kolom (4). Sebagai contoh, return portofolio
pada hari 1 adalah -0,05% (0,5x1,86) + (0,5x-1,96). Sama seperti sebelumnya,
kita bisa mengurutkan return portofolio dari yang apling rendah ke yang paling
tinggi. Kolom (5) menunjukkan hasil pengurutan tersebut. VAR 95% harian untuk
portofolio tersebut adalah Rp -6,11%x Rp 2 milyar = Rp 122,2 juta. Alternative
lain adalah melakukan perhitungan dengan formula sebagai berikut ini:
VAR portofolio = [VARx2+VAR y2+2x pxy x VAR x x VAR y]1/2

Dimana VAR x = VAR (value at Risk saham X)


VAR y = VAR (value at Risk saham Y)
P xy = korelasi return saham x dengan saham y
VAR bisa langsung dimasukkan karena VAR merupakan indikator resiko.
Korelasi return saham x dengan saham y (kolom 1 dan 3 pada tabel diatas)bisa
dihitung, dan hasil perhitungan adalah 0.089. dengan formula tersebut VAR
portofolio bisa di hitung sebagai berikut ini.

5
VAR port = [83,782) +(71,432) + (2 x0,089 x83,78 x71,43)]1/2
= 114,83
Dengan demikian VAR 95% harian untuk portofolio tersebut adalah Rp
114,83 juta. Angka tersebut (Rp114,83 juta) berbeda sedikit dengan VAR yang di
hitung secara langsung (Rp122,2 juta).

2.2 VAR Metode Modelling (Analytical)


Biasanya mengasumsikan distribusi tertentu yang mendasari return
harga. Biasanya distribusi normal (yang berbentuk bel) yang
diasumsikan mendasari pergerakan harga tersebut. Setelah distribusi
tersebut diasumsikan, kita bisa menghitung nilai yang diharapkan
(misal rata-rata) dan penyimpangan dari nilai yang diharapkan tersebut
(misal deviasi standar). Selanjutnya VAR bisa dihitung dengan
menggunakan parameter yang dideduksi (diambil) dari distribusi
tersebut (nilai yang diharapkan dan penyimpangannya).
Misalkan manajer portofolio mempeunyai aset senilai Rp 1 milyar.
Misalkan kita mengasumsikan distribusi normal mendasari pergerakan
harga aset tersebut. Misalkan kita memperkirakan tingkat keuntungan
harian yang diharapka dengan deviasi standarnya adalah 12% dan 15%.
Distribusi normal yang menggambarkan pergerakan aset tersebut bisa
dilihat pada bagan berikut ini.

M + 1.65 STD
M + 1.65 STD
90%

-12,75 12% 36,75

6
Terlihat bahwa rata-rata adalah 12% yang terletak di tengah-
tengah distribusi tersebut. Deviasi standar mengukur penyimpangan
untuk distribusi tersebut. Distribusi normal di atas bisa dilihat sebagai
indikator probabilitas. Luas wilayah distribusi normal bisa dilihat
sebagai cerminan besarnya probabilitas. Luas total wilayah distribusi
normal mencerminkan probabilitas sebesar 1 (probabilitas bernilai dari
0 sampai dengan 1, inklusif). Sebagian luas di bawah distribusi normal
mencerminkan probabilitas di bawah satu. Sebagai contoh, luas di
tengah (yang berwarna gelap, antara -12,75 dengan 36,75)
mencerminkan 90% dari total wilayah distribusi normal, dan dengan
demikian mencerminkan probabilitas sebesar 90% (atau 0,9). Jika kita
melihat tabel distribusi normal, maka luas wilayah sebesar 5% dari
ujung paling kiri, merupakan nilai z sebesar 1,65. dengan demikian
wilayah tengah seluas 90% berada diantara (rata-rata-(1,65x deviasi
standar)) denga (rata-rata +(1,65 x deviasi standar)).
Dengan demikian VAR 95% return harian biasa di hitung
melalui batas bawah di mana wilayah sebesar 5%dari ujung paling kiri
akan diperoleh, sebgai berikut :

VAR = 12% - 1,65 (15) = 12% - 24,75 = - 12,75%


VAR = -12,75% x Rp 1milyar = -Rp 127,5 juta

Dengan demikian kita membuat pernyataan sebagai berikut: besok


ada 5% kemungkinan kerugian portofolio sebesar RP 127,5 juta lebih.

Jika kita mempuyai dua aset yang membentuk portofolio kita maka
efek diversifikasi penting diperhatikan. Diversifikasi bisa mengurangi
risuko jika korelasi return lebih kecil dari satu. Sebagai contoh, misal
menggabungkan dua aset dengan karakteristik berikut ini :

7
A B
Return yang diharapkan 12% 10,5%
(harian)
Standar deviasi 15% 18%
Nilai investasi Rp 20 Milyar Rp 12 Milyar
95% Value At Risk Rp 2,55 Milyar Rp 2,3 Milyar
Korelasi A dan B 0,55 -

Nilai portofolio total adalah Rp 32 Milyar. Tingkat keuntungan


yang diharapkan untuk portofolio adalah rata-rata tertimbang dari
return aset individualnya, yang bisa dihitung berikut ini :

Return portofolio = XA E (RA) + XB E (RB)


= (20/32) x 12 + (12/32)x 10,5
= 11,44%
Deviasi standar portofolio untuk dua aset bisa dihitung berikut ini :
 P = [XA2  P
2
+ XB2  B
2
+ 2XA XB  AB  A  A]1/2
Dimana
P = deviasi standar (risiko) portofolio
 A,  B = deviasi standar return aset A dan B
 AB = korelasi antara return aset
A&return aset B

Untuk portofolio diatas, deviasi standar bisa dihitung berikut ini :

 P = [(20/32)2 (15)2 + (12/32)2 (18)2 + 2 (20/32) (12/32) (15) (18) (0,55)]1/2

= 14,25%

VAR 95% = 11,45 – 1,65 (14,25) = - 12,07%


VAR 95% = -12,07% x Rp 32 milyar
= - Rp 3, 86 milyar

8
VAR 95% portofolio tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
penjumlahan VAR untuk masing- masing aset (Rp 4,85 milyar = Rp 2,55 milyar +
Rp 2,3 milyar). VAR portofolio yang lebih kecil tersebut disebabkan adanya efek
diversifikasi yang bisa mengurangi resiko.

2.3 VAR dengan Simulasi Monte Carlo


Melalui simulasi ini akan terbentuk distribusi tertentu, kemudian
melalui distribusi tersebut VAR bisa dihitung. Misalkan kita
memperkirakan tingkat keuntungan harian dengan probabilitasnya
pada tabel berikut ini:

Tingkat keuntungan (%) Probabilitas Probabilitas Kumulatif


1 -0.5 0.05 0–4
2 -0.25 0.05 5–9
3 0 0.1 10 – 19
4 0.1 0.1 20 – 29
5 0.5 0.25 30 – 54
6 1 0.15 55 – 69
7 1.2 0.1 70 – 79
8 1.25 0.1 80 – 89
9 2.25 0.05 90 – 94
10 3 0.05 95 – 99
Jumlah 1

Tingkat keuntungan bisa dilihat pada kolom (2), sementara


probabilitas bisa dilihat pada kolom (3). Probabilitas kumulatif
merupakan kumulasi angka probabilitas yang akan diperlukan untuk
menjalankan simulasi. Sebagai contoh, untuk tingkat keuntungan –
0,5% karena ada 5% probabilitas terjadi, maka probabilitas kumulatif
yang dipasangkan adalah angka 0,1,2,3,4 (ada 5 angka). Total
probaibilitas kumulatif adalah 100 angka (dari 0 – 99), yang
mencerminkan total probabilitas yang berjumlah 1. karena itu untuk

9
keuntungan – 0,5, wilayah yang dicakup adalah 5% dari total angka
yang berjumlah 100 (atau 5 angka seperti terlihat diatas).
Langkah berikutnya adalah menghasilkan (generate) angka random
yang akan mempunyai nilai antara 0 – 99, konsisten dengan
probabilitas kumulatif. Beberapa software bisa menghasilkan angka
random tersebut, sebagai contoh, excel dengn fungsi = rand( ) bisa
menghasilkan angka random tersebut. Berikut ini contoh run (sepuluh
kali atau sepuluh run) dengan menggunakan excel.

Angka random Tingkat keuntungan yang


berkaitan
1 31 0,5
2 29 0,1
3 11 0
4 65 1
5 54 1
6 6 - 0.25
7 45 0.5
8 26 0,1
9 50 0,5
10 33 0,5

Run pertama memunculkan angka random 31. angka 31 tersebut


berkaitan dengan tingkat keuntungan 0,5 (probabilitas kemunculannya
30 – 54). Proses tersebut bisa diulang- ulang sampai 100x,500x, atau
1000x. Setelah proses tersebut diulang- ulang, kita akan memperoleh
distribusinya. Sebagai contoh, tabel dan bagan berikut ini menyajikan
distribusi yang dihasilkan melalui 100x run.

Tingkat keuntungan Frekuensi


-0.5 3
-0.25 5

10
0 10
0.1 7
0.5 25
1 18
1.2 6
1.25 12
2.25 3
3 11
jumlah 100

Distribusi diatas belum sepenuhnya normal. Jika kita melakukan


run lebih banyak lagi (misal 1000 kali), maka sesuai dengan central
limit theorem, distribusinya akan mendekati atau menjadi disribusi
normal. Setelah kita mengetahui distribusinya kita bisa menghitung
VAR dengan deviasi standar dan nilai rata- ratanya. Untuk distribusi
diatas nilai rata- rata dari deviasi standarnya adalah

Rata-rata tingkat keuntungan = 0.904 %


Deviasi standar = 0,927 %

95% VAR harian bisa dihitung seperti berikut ini :

VAR 95% harian = 0.904 – 1,65 (0.927) = - 0,627

Misalkan kita mempunyai portofolio senilai Rp 1 Milyar maka VAR


95% varian adalah – 0.627 x Rp 1 milyar = - Rp 6,27 juta

2.4 Pemodelan VAR


Sebagai contoh, misalkan kita mempunyai portofolio obligasi.
Harga pasar obligasi sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga. Jika
tingkat bunga naik, maka harga obligasi akan turun, dan sebaliknya.

11
Lebih spesifik lagi, hubungan antara perubahan tinkat bunga
dengan nilai obligasi bisa dilihat sebagai berikut :

dP/P = -D [dR/(1+R)]
di mana
dP = Perubahan Harga
P = Harga Obligasi
D = Durasi Obligasi
dR = Perubahan Tingkat Bunga
R = Tingkat Bunga

Misalkan portoflio obligasi kita mempunyai durasi sebesar 5.


tingkat bunga saat ini adalah 10 %. Kemudian kita mengasumsikan
pergerakan tingkat bunga mengikuti distribusi normal. Analisis lebih
lanjut, berdasarkan data historis dan pertimbangan-pertimbangan,
menunjukknan bahwa perubahan tingkat bunga harian yang
diharapkan adalah 0 %, dengan deviasi standar perubahan tingkat
bunga adalah 1 %. Distribusi perubahan tingkat bunga tersebut bisa
digambarkan pada bagan berikut ini :

Deviasi Standar = 1 %

M + 1.65 STD
M + 1.65 STD
90%

-1,65 % 0% + 1,65 %

12
Dengan melihat bagan di atas, nampak bahwa perubahan tingkat bunga
harian yang diharapkan adalah 0 %. Probabilitas perubahan tingkat bunga berada
antara 1,65 % (turun sebesar 1,65 %) dan + 1,65 % (meningkat sebesar 1,65 %)
adalah 90 %. Probabilitas tingkat bunga meningkat 1,65 % atau lebih adalah 5 %.
Perhatikan bahwa tingkat bunga yang akan mempunyai efek negatif terhadap
portofolio obligasi kita. Dengan menggabungkan informasi tersebut dengan model
perubahan di atas, kta bisa menghitung 95 % VAR untuk portofolio obligasi kita.
Pertama, kita bisa menghitung perubahan harga akibat kenaikan tingkat bunga
berikut ini :
dP/P = -D [dR/(1+R)] = -5 [0,0165/(1+0,1)]
= -0,075
Jika tingkat bunga meningkat sebesar 1,65 %, maka portofolio kita akan
turun nilainya sebesar 7,5 %. Jika portofolio kita mempunyai nilai sebesar
Rp1.000.000.000,00 maka 95 % VAR portofolio kita adalah :

VAR 95 % = -0,075 x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 75.000.000,00


Dengan hasil tersebut, kita bisa mengatakan bahwa ada kemungkinan
sebesar 5 %. Kerugian portofolio obligasi kita sebesar Rp 75.000.000,00 atau
lebih.

2.5 VAR untuk periode yang lebih panjang


Dalam beberapa situasi, kita ingin menghitung VAR untuk periode
yang lebih panjang. Misal untuk melikuidasi portofolio, waktu 1 hari
tidak cukup, padahal kita menghitung VAR dengan menggunakan
metode harian. Dalam situasi tersebut, VAR harian harus dikonversi
menjadi VAR menurut hari yang diperlukan. Konversi tersebut bisa
dilakukan dengan menggunakan formula berikut ini :
VAR (n) = VAR(harian) x n

13
Kembali ke contoh diatas dimana 95% VAR harian untuk
portofolio obligasi kita adalah Rp 75 juta, 95% VAR 5hari bisa
dihitung sbb:
VAR (5 hari) = Rp 75 juta x 5

= Rp 167,71 juta
Dengan demikian 95% VAR 5 hari adalah Rp 167,71 juta.

3. STRESS TESTING (Analisa Sensitif)


VAR mencoba menjawab berapa besar kerugian yang bisa dialami dan
berapa besar kemungkinannya. Tetapi VAR tidak bisa mendeteksi peristiwa-
peristiwa yang ekstrim. Peristiwa semacam itu biasanya mempunyai probabilitas
yang sangat kecil. Tetapi jika terjadi, maka efeknya akan serius bagi organisasi.
Sebagai contoh tsunami Aceh barangkali mempunyai probabilitas sebesar
0,0000001. tetapi sekali terjadi,korban manusia bisa mencapai ratusab ribu orang.
Stress Testing berusaha mengakomodasi kejadian tersebut. Yang ingin
dijawab oleh Stress Testing adalah pertanyaan sebagai berikut ”1. Jika peristiwa
ekstrim terjadi, bagaimana pengaruhnya terhadap organisasi atau portofolio kita?.
Untuk melakukan Stress Testing manajer akan memilih parameter tertentu,
kemudian melihat (mengukur dan mensimulasikan) bagaimana pengaruh
perubahan parameter tersebut yang ekstrim terhadap organisasi atau portofolio
organisasi. Secara spesifik, langkah-langkah dalam Stress Testing bisa
digambarkan sebagai berikut ini :
1. Mengidentifikasi parameter dan memilih parameter yang diperkirakan
akan berubah.
2. Menentukan seberapa besar parameter tersebut akan dirubah (Di-
stress).
3. Melihat pengaruh Stress Testing tersebut terhadap nilai portofolio.
4. Melihat asumsi yang digunakan, merubah asumsi tersebut jika
diperlukan (misal dalam situasi krisis, asumsi yang biasa berlaku
barangkali tidak jalan lagi).
Stress Test nampaknya mudah tetapi Stress Test menggunakan banyak
pertimbangan subyektif. Parameter apa yang harus di-Stress Test dan berapa besar

14
perubahannya, merupakan pertanyaan yang bersifat subyektif. Idealnya parameter
tersebut adalah parameter yang relevan dengan organisasi, karena parameter yang
tidak relevan hanya akan mengakibatkan kelebihan informasi (information
overload). Stress Test juga tidak menggunakan probabilitas. Stress Test hanya
menyajikan angka seberapa besar keuntungan atau kerugian akibat peristiwa
tertentu. Karena peristiwa yang di-Stress Testbiasanya jarang terjadi, maka
informasi historis mengenai peristiwa tersebut masih jarang (terbatas).

4. BACK TESTING
Back Testing adalah istilah untuk proses pengecekan apakah model yang
kita gunakan sudah sesuai dengan realitas yang ada. Sebagai contoh jika kita
menghitung 99% VAR-1 hari dan memperoleh angka Rp 500.000.000,00. Back
Testing akan melihat seberapa sering kerugian yang dialami perusahaan di masa
lalu yang melebihi Rp 500.000.000,00. Jika kita menemukan bahwa kerugian di
atas Rp 500.000.000,00 adalah sekitar 1% atau kurang, maka kita bisa
mengatakan bahwa model kita cukup bagus, sesuai dengan kenyataan yang ada.
Tetapi jika menemukan bahwa kerugian di atas Rp 500.000.000,00 mencapai 10%
dari total observasi, maka model VAR kita barangkali perlu diragukan karena
tidak sesuai dengan realitas yang ada, perlu diperbaiki.

15

Anda mungkin juga menyukai