A. Definisi
Risiko pasar adalah resiko terjadinya penurunan harga pasar sehingga kita
akan mengalami kerugian (jika kita memiliki atau long instrument tersebut).
Resiko ini muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan
organisasi.
B.Metode Perhitungan
1. DEVIASI STANDAR
Dipakai untuk menghitung penyimpangan dari nilai rata-rata. Semakin
besar deviasi standar semakin besar penyimpangan. Penyimpangan dipakai
sebagai indikator risiko. Semakin besar penyimpangan semakin besar risiko.
E(R) = Ri / N
R2 = (Ri-E(R))2 / (N-1)
R = ( R2)1/2
= 1,528 %
Untuk Aset B
R = ( R
2 1/2
)
R = 1
1
= 1%
Karena deviasi standar untuk aset A lebih besar dibandingkan deviasi standar
untuk aset B maka kita bisa mengatakan bahwa risiko aset A lebih besar
dibandingkan risiko aset B.
● Jika kita menggunakan probabilitas maka deviasi standar bisa dihitung dengan
formula sebagai berikut :
E(R) = pi Ri
R2 = pi (Ri-E(R))2
R = ( R2)1/2
2
A
2
= 0,3 (5-2,10)2 + 0,4 (3-2,10)2 + 0,3 (-2-2,10) = 7,89
A = 7,89 = 2,809 %
Untuk aset B, perhitungan yang sama bisa dilakukan, dan hasilnya adalah
E(RA) = 1,5 % dengan B = 0,38 %. Karena deviasi standar untuk A lebih besar
dibandingkan deviasi standar B kita mengatakan risiko A lebih besar
dibandingkan risiko B.
3
Pt + 1 = return pada hari t + 1
Tabel berikut menampilkan return, harga (Pt) untuk saham tersebut
tidak ditampilkan. Terlihat bahwa return pada hari pertama adalah
1,86% sementara return pada hari ke 20 adalah – 0,18%. Untuk
perhitungan Value At Risk, kita akan mengurutkan return dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi seperti terlihat pada tabe
berikut:
Pada kolom (2) tersebut terlihat bahwa return terendah adalah -8,38 %
yang terjadi pada hari ke 7. sementara return tertinggi terjadi pada hari ke 17
sebesar 9,99 %.
Misalkan kita ingin melihat VAR 95 % harian, kita akan melihat 5%
return terendah. 5 % dari 20 adalah 1, dengan demikian kita memilih 1 hari
4
dengan return terendah yaitu -8,38%. Misalkan portofolio kita bernilai Rp 1
milyar , maka VAR (%% harian adalah -8,38% x Rp 1 milyar = -Rp83,78 juta.
Kita bisa mengatakan besok ada kemungkinan sebesar 5% kerugian kita pada
saham x sebesar Rp83,78 juta atau lebih. Alternative redaksional yang lain adalah
sebagai berikut ini’ kita yakin bahwa kerugian kita besok tidak akan melebihi Rp
83,78 juta.
Misal kita mempunyai asset lain yaitu saha PT Y dengan nilai aset sebesar
Rp 1milyar. Return saham Y bisa dilihat pada kolom (3) pada table diatas. Untuk
melihat VAR saham Y, maka kita akan mengurutkan return dari yang paling
rendah ke yang paling tinggi (tidak ditampilkan pada table tersebut). Dari hasil
pengurutan, terlihat bahwa return pada hari ke enam, yaiutu sebesar 7,14%,
merupakan return paling rendah. Dengan demikianVAR 95% harian untuk saham
Y adalah -7,14%x Rp 1 milyar = -Rp71,43 juta. Kita bisa mengatakan ‘besok ada
kemungkinan sebesar 5% kerugian kita pada saham Y sebesar Rp71,43 juta atau
lebih. Alternative lain, kita bisa mengatakan ‘besok, kemungkinan untuk
mengalami kerugian maksimal Rp 71,43 juta adalah 95%.
Misal kita membentuk portofolio yang terdiri dari saham X dan Y, dengan
proporsi masing-masing sebesar 50%, konstan selama 20 hari. Return untuk
portofolio tersebut bisa dilihat pada kolom (4). Sebagai contoh, return portofolio
pada hari 1 adalah -0,05% (0,5x1,86) + (0,5x-1,96). Sama seperti sebelumnya,
kita bisa mengurutkan return portofolio dari yang apling rendah ke yang paling
tinggi. Kolom (5) menunjukkan hasil pengurutan tersebut. VAR 95% harian untuk
portofolio tersebut adalah Rp -6,11%x Rp 2 milyar = Rp 122,2 juta. Alternative
lain adalah melakukan perhitungan dengan formula sebagai berikut ini:
VAR portofolio = [VARx2+VAR y2+2x pxy x VAR x x VAR y]1/2
5
VAR port = [83,782) +(71,432) + (2 x0,089 x83,78 x71,43)]1/2
= 114,83
Dengan demikian VAR 95% harian untuk portofolio tersebut adalah Rp
114,83 juta. Angka tersebut (Rp114,83 juta) berbeda sedikit dengan VAR yang di
hitung secara langsung (Rp122,2 juta).
M + 1.65 STD
M + 1.65 STD
90%
6
Terlihat bahwa rata-rata adalah 12% yang terletak di tengah-
tengah distribusi tersebut. Deviasi standar mengukur penyimpangan
untuk distribusi tersebut. Distribusi normal di atas bisa dilihat sebagai
indikator probabilitas. Luas wilayah distribusi normal bisa dilihat
sebagai cerminan besarnya probabilitas. Luas total wilayah distribusi
normal mencerminkan probabilitas sebesar 1 (probabilitas bernilai dari
0 sampai dengan 1, inklusif). Sebagian luas di bawah distribusi normal
mencerminkan probabilitas di bawah satu. Sebagai contoh, luas di
tengah (yang berwarna gelap, antara -12,75 dengan 36,75)
mencerminkan 90% dari total wilayah distribusi normal, dan dengan
demikian mencerminkan probabilitas sebesar 90% (atau 0,9). Jika kita
melihat tabel distribusi normal, maka luas wilayah sebesar 5% dari
ujung paling kiri, merupakan nilai z sebesar 1,65. dengan demikian
wilayah tengah seluas 90% berada diantara (rata-rata-(1,65x deviasi
standar)) denga (rata-rata +(1,65 x deviasi standar)).
Dengan demikian VAR 95% return harian biasa di hitung
melalui batas bawah di mana wilayah sebesar 5%dari ujung paling kiri
akan diperoleh, sebgai berikut :
Jika kita mempuyai dua aset yang membentuk portofolio kita maka
efek diversifikasi penting diperhatikan. Diversifikasi bisa mengurangi
risuko jika korelasi return lebih kecil dari satu. Sebagai contoh, misal
menggabungkan dua aset dengan karakteristik berikut ini :
7
A B
Return yang diharapkan 12% 10,5%
(harian)
Standar deviasi 15% 18%
Nilai investasi Rp 20 Milyar Rp 12 Milyar
95% Value At Risk Rp 2,55 Milyar Rp 2,3 Milyar
Korelasi A dan B 0,55 -
= 14,25%
8
VAR 95% portofolio tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
penjumlahan VAR untuk masing- masing aset (Rp 4,85 milyar = Rp 2,55 milyar +
Rp 2,3 milyar). VAR portofolio yang lebih kecil tersebut disebabkan adanya efek
diversifikasi yang bisa mengurangi resiko.
9
keuntungan – 0,5, wilayah yang dicakup adalah 5% dari total angka
yang berjumlah 100 (atau 5 angka seperti terlihat diatas).
Langkah berikutnya adalah menghasilkan (generate) angka random
yang akan mempunyai nilai antara 0 – 99, konsisten dengan
probabilitas kumulatif. Beberapa software bisa menghasilkan angka
random tersebut, sebagai contoh, excel dengn fungsi = rand( ) bisa
menghasilkan angka random tersebut. Berikut ini contoh run (sepuluh
kali atau sepuluh run) dengan menggunakan excel.
10
0 10
0.1 7
0.5 25
1 18
1.2 6
1.25 12
2.25 3
3 11
jumlah 100
11
Lebih spesifik lagi, hubungan antara perubahan tinkat bunga
dengan nilai obligasi bisa dilihat sebagai berikut :
dP/P = -D [dR/(1+R)]
di mana
dP = Perubahan Harga
P = Harga Obligasi
D = Durasi Obligasi
dR = Perubahan Tingkat Bunga
R = Tingkat Bunga
Deviasi Standar = 1 %
M + 1.65 STD
M + 1.65 STD
90%
-1,65 % 0% + 1,65 %
12
Dengan melihat bagan di atas, nampak bahwa perubahan tingkat bunga
harian yang diharapkan adalah 0 %. Probabilitas perubahan tingkat bunga berada
antara 1,65 % (turun sebesar 1,65 %) dan + 1,65 % (meningkat sebesar 1,65 %)
adalah 90 %. Probabilitas tingkat bunga meningkat 1,65 % atau lebih adalah 5 %.
Perhatikan bahwa tingkat bunga yang akan mempunyai efek negatif terhadap
portofolio obligasi kita. Dengan menggabungkan informasi tersebut dengan model
perubahan di atas, kta bisa menghitung 95 % VAR untuk portofolio obligasi kita.
Pertama, kita bisa menghitung perubahan harga akibat kenaikan tingkat bunga
berikut ini :
dP/P = -D [dR/(1+R)] = -5 [0,0165/(1+0,1)]
= -0,075
Jika tingkat bunga meningkat sebesar 1,65 %, maka portofolio kita akan
turun nilainya sebesar 7,5 %. Jika portofolio kita mempunyai nilai sebesar
Rp1.000.000.000,00 maka 95 % VAR portofolio kita adalah :
13
Kembali ke contoh diatas dimana 95% VAR harian untuk
portofolio obligasi kita adalah Rp 75 juta, 95% VAR 5hari bisa
dihitung sbb:
VAR (5 hari) = Rp 75 juta x 5
= Rp 167,71 juta
Dengan demikian 95% VAR 5 hari adalah Rp 167,71 juta.
14
perubahannya, merupakan pertanyaan yang bersifat subyektif. Idealnya parameter
tersebut adalah parameter yang relevan dengan organisasi, karena parameter yang
tidak relevan hanya akan mengakibatkan kelebihan informasi (information
overload). Stress Test juga tidak menggunakan probabilitas. Stress Test hanya
menyajikan angka seberapa besar keuntungan atau kerugian akibat peristiwa
tertentu. Karena peristiwa yang di-Stress Testbiasanya jarang terjadi, maka
informasi historis mengenai peristiwa tersebut masih jarang (terbatas).
4. BACK TESTING
Back Testing adalah istilah untuk proses pengecekan apakah model yang
kita gunakan sudah sesuai dengan realitas yang ada. Sebagai contoh jika kita
menghitung 99% VAR-1 hari dan memperoleh angka Rp 500.000.000,00. Back
Testing akan melihat seberapa sering kerugian yang dialami perusahaan di masa
lalu yang melebihi Rp 500.000.000,00. Jika kita menemukan bahwa kerugian di
atas Rp 500.000.000,00 adalah sekitar 1% atau kurang, maka kita bisa
mengatakan bahwa model kita cukup bagus, sesuai dengan kenyataan yang ada.
Tetapi jika menemukan bahwa kerugian di atas Rp 500.000.000,00 mencapai 10%
dari total observasi, maka model VAR kita barangkali perlu diragukan karena
tidak sesuai dengan realitas yang ada, perlu diperbaiki.
15