Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini, melakukan suatu hubungan luar negeri sangatlah
penting untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian negara. Dimana kita
dituntut untuk berkompetisi dan berinovasi, agar kita dapat bertahan dan tidak
terpuruk dalam era globalisasi ini. Dalam perekonomian dunia yang semakin
terintegrasi terlihat bahwa Negara yang berhasil dalam perekonomiannya adalah
negara yang berhasil mendorong dan mempertahankan eksistensi perdagangannya
dengan cepat. Sistem perekonomian Indonesia merupakan sistem yang terbuka (open
economic system), oleh karena itu keterbukaan terhadap perekonomian luar negeri
menjadi kunci utama dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri sendiri.
Perkembangan ekonomi Internasional adalah salah satu cara untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu melalui perdagangan
internasional. Perdagangan internasional terjadi melalui perjanjian dan perundingan
antar negara. Perdagangan internasinal dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar
negara, yang mencakup kegiatan ekspr dan impr. Perdagangan internasional dibagi
menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa.
Perdagangan jasa antara lain tediri dari biaya transportasi, perjalanan (travel),
asuransi, pembayaran bunga, dan remittance seperti gaji tenaga kerja Indonesia (TKI)
di luar negeri dan pemaikan jasa konsultan asing di Indonesia serta fee atau royalti
teknologi (lisensi).
Pada prinsipnya ada dua faktor utama yang menyebabkan timbulnya
perdagangan internasional , yakni faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran. (Nopirin 1995 : 3)
Ahli-ahli ekonomi menganggap perdagangan internasional sebagai mesin
pertumbuhan ekonomi (Engine of Growth), konsep dan pandangan tersebut tetap
berlaku hingga saat ini. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya
perdagangan internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan
penawaran antar negara juga turut menyebabkan terjadinya perdagangan
internasional. Perbedaan ini terjadi karena:

1
1. Tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang
diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak
mendukung, seperti letak geografis dan kandungan buminya
2. Perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi
tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

Perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi


antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan
penawaran (supply) akan tampak dalam bentuk yang sudah dikenal serta merupakan
suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara
akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komoditas
yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumber daya (Lindert dan
Kindleberger, 1995). Perdagangan internasional semacam itu akan mendorong
peningkatan konsumsi dan keuntungan. Sebaliknya kebijakan pembatasan
perdagangan oleh pemerintah justru memberikan kerugian yang lebih besar bagi
masyarakat dalam negeri dibandingkan manfaat yang diperoleh (Nopirin, 1997).
Bentuk perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara dapat berupa
ekspor dan impor. Seperti yang dijelaskan oleh gambar berikut :

Pada gambar diatas dijelaskan dan diterangkan penyebab terjadinya kegiatan


ekspor dan impor dalam perdagangan internasional. Ekspor terjadi ketika dalam suatu
negara supply lebih besar daripada demandnya (terdapat excess supply). Sedangkan
impor terjadi ketika demand besar daripada supply (excess demand). Yang harus kita
pahami bahwa perdagangan internasional terjadi saat suatu negara melakukan
perekonomian terbuka.

2
Banyak negara yang terlibat dan melakukan perdagangan internasional untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi mereka. Tak terkecuali negara kita sendiri yaitu
Negara Indonesia. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional
tersebut, dan banyak mengekspor barang ke luar negeri. Tapi, Indonesia juga
mengimpor barang dari luar negeri.

Salah satu perdagangan internasional (hubungan dengan negara lain) yang


dijalin oleh Indonesia adalah ASEAN-China (ACFTA). Dalam hubungan dagang ini,
Indonesia dapat dengan mudah mengekspor ke Cina tanpa ada hambatan, tapi di lain
pihak Indonesia juga mendapat ancaman dan keterpurukan dari hubungan dagang
tersebut. Masalah yang dihadapi adalah dari segi impor yang ada di Indonesia.
Dimana barang-barang Cina dapat masuk dengan mudah tanpa ada hambatan tarif
ataupun non tarif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
dikaji di dalam kasus ini yaitu :
1. Bagaimana dampak ACFTA terhadap Indonesia ?
2. Kebijakan apa yang harus diterapkan oleh negara Indonesia agar bisa
terhindar dari dampak negatif tersebut ?

C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan kasus tersebut yaitu :
1. Mengetahui dampak ACTA terhadap Indonesia
2. Mengetahui kebijakan yang harus diterapkan Indonesia agar bisa terhindar
dari dampak negatif.

D. Manfaat
Manfaat yang kita dapat dari pembahasan kasus ini yaitu dimana mahasiswa
bisa berpikir kritis dan mampu membuat kebijakan yang sesuai dengan masalah yang
dihadapi Indonesia. Dan mahasiswa bisa lebih mengetahui dan paham akan
pertumbuhan ekonomi dan masalah-masalah yang dihadapi Indonesia. Dan juga bisa
melihat peluang yang ada bagi negara Indnesia sendiri.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

Landasan Teori

Dalam kajian teori ini, diuraikan teori yang melatarbelakangi terjadinya


perdagangan internasional yang berkaitan dengan Indonesia. Teori ini merupakan
landasan berpikir untuk menerangkan impor di Indonesia dan beberapa faktor lain
yang mempengaruhinya.

1. Teori keunggulan mutlak atau absolute advantage


Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith, yaitu “ Setiap negara akan
memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan
mutlak serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan
mutlak ” (Hady 2001:29). Teori ini berdasarkan atas beberapa asumsi pokok
sebagai berikut :
- Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja
- Kualitas produksi yang diproduksi kedua negara sama
- Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang
- Biaya transport diabaikan
Keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu
negara untuk meng-hasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan
sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain.
(Deliarnov, 1995 : 198).
2. Teori keunggulan komparatif atau comparative advantage
Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja yang menyatakan
bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja
yang diperlukan untuk memproduksinya. Teori keunggulan komparatif atau
comparative advantage, ada 2 yaitu baik secara cost comparative maupun
production comparative.
Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh
manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien
serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau

4
tidak efisien. Sedangkan teori production comparative advantage (Labour
Productivity) adalah suatu negara akan memperoleh manfaat perdagangan jika
berspesialisasi pada pada produksi dan mengekspor barang dimana negara
tersebut dapat berproduksi lebih produktif dan mengimpor barang dimana negara
tersebut berproduksi kurang/tidak produktif.
Menurut teori ini, perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat
terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan
masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost
comparative advantage) atau labor productivity (production comparative
advantage). (Hamdy Hadi, 2004:32-38)
3. Teori Faktor Proporsi (The Proportional Factors Theory)
Teori ini disampaikan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, teori ini sering
disebut teori Heckscher-ohlin, yang berbunyi bahwa perbedaan opportunity cost
suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya
perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki tiap negara. Negara-
negara yang mempunyai faktor produksi yang relative lebih banyak atau murah
akan melakukan spesialisasi dan mengekspor barang yang dihasilkannya,
sedangkan negara yang mempunyai faktor produksi yang relative lebih sedikit
atau mahal akan mengimpor barang tertentu.
Teorema penyamaan harga faktor produksi (sebenarnya, akibat wajar dari
teorema H-O) menanggap bahwa perdagangan akan membawa pada penghapusan
atau pengurangan perbedaan sebelum perdagangan dalam harga-harga faktor
absolute dan relative antar Negara.(Domonick Salvatore, 1986:57)
4. Teori Permintaan dan Penawaran
Dasar pemikiran teori permintaan dan penawaran adalah bahwa perdagangan
antar dua negara terjadi, karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran.
Misalnya, di Indonesia permintaan terhadap kain lebih sedikit dibandingkan
dengan Cina. Maka Indonesia akan menjual sisa kain, setelah dikurang jumlah
yang dikonsumsi di pasar domestik, ke Cina. Sebaliknya, permintaan terhadap
televisi di Cina lebih sedikit dibandingkan di Indonesia. Maka Cina akan
mengekspor televisi ke Indonesia.(Tulus Tambunan, 2000:42)
Permintaan ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera
sedangkan perbedaan penawaran misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam

5
jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.
(Nopirin, 1995:26)
5. Impor
Kata impor identik dengan suatu perdagangan yang dilakukan oleh suatu
negara dengan negara lainnya yang merupakan mitra dagangnya. Impor adalah
kegiatan yang memasukkan atau membeli barang dan jasa dari luar negeri ke
dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi di negara tersebut.
Namun impor dapat juga diartikan sebagai perdagangan dengan memasukkan
barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku.(Hutabarat, 1996:403). Kegiatan impor ini juga dapat menghasilkan
devisa yaitu masuknya mata uang asing ke suatu negara yang dapat digunakan
untuk membayar pembelian barang-barang impor tersebut. Barang-barang yang
diperjual-belikan juga bermacam-macam.
Peranan impor sangat dibutuhkan dalam suatu negara namun tidak jarang
terjadi defisit termasuk Indonesia. Hal ini terjadi jika kinerja impor lebih besar
daripada ekspor, sedangkan surplus terjadi jika keadaan sebaliknya.Peningkatan
impor yang berefek pada membanjirnya produk dari luar negeri menyebabkan
banyak pengangguran karena masyarakat lebih menyukai produk yang
didatangkan dari luar negeri daripada barang dengan kualitas dalam negeri yang
terbagi menjadi hasil kerajinan tangan ataupun buatan pabrik. Ketika melakukan
impor, sangat penting untuk mengetahui harga dunia saat itu. Kenaikan atau
penurunan harga secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar untuk komoditas
yang diperdagangkan akan memberikan risiko terhadap negara importir.
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan
menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut :
a. Kebijakan Tariff
Kebijakan Tariff dalam bentuk bea masuk dapat dibedakan
berdasarkan tinggi randahnya pembebanan Tariff.
b. Kebijakan Non Tariff
Kebijakan non Tariff adalah berbagai kebijakan perdagangan selain
bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi
manfaat perdagangan internasional.

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. ACFTA dan Tujuan


ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreemen) mulai diterapkan sejak 1
Januari 2010. Tujuan dari ASEAN-China Free Trade Agreemen (ACFTA) adalah
membuka market access yang selebar-lebarnya sehingga memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak yang lebih kurang sama besarnya, sehingga tidak ada pihak
yang dirugikan melalui proses negosiasi yang dilakukan dengan cara request dan
offer. Dalam proses negosiasi ini tentunya tidak ada pihak yang mau membuat
persetujuan kalau dia dirugikan. Jadi ketika negara-negara ASEAN mulai berunding
dengan Cina, maka harus dibuat penelitian yang mendalam dan teliti terlebih dahulu,
berapa besar kira-kira keuntungan yang akan diperoleh, di bidang mana saja
untungnya, di bidang mana saja akan rugi, pada negara ASEAN mana keuntungan
jatuhnya akan lebih besar dan negara ASEAN mana kerugiannya akan jatuh lebih
besar. Tidak cukup dengan hanya melihat potensi pasar Cina yang besar, tetapi
apakah memang ada kemungkinan untuk meningkatkan ekspor ke sana.
Negara-negara ASEAN tertarik untuk membuat persetujuan perdagangan
bebas dengan Cina karena melihat pasarnya yang besar. Pasar yang besar karena
jumlah penduduknya besar bisa kurang berarti, jika daya beli rakyatnya masih relatif
rendah. Meskipun demikian secara absolut total impor Cina masih cukup besar. Dan
belum tentu ada permintaan terhadap produk Indonesia. Jadi tidak cukup mengatakan,
bahwa peluangnya besar karena jumlah penduduknya besar. Yang harus kita
perhitungkan adalah peluang nyata, bukan peluang di awang-awang.

7
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa dalam kerjasama perdagangan bebas
ACFTA ini peluang Cina jauh lebih besar bila dibandingkan dengan Indonesia.

B. Pengaruh Masuknya Produk Cina Ke Indonesia


Dengan adanya perdagangan bebas ACFTA ini, dapat diperkirakan Indonesia
hanya akan menjadi negara konsumen saja, karena masuknya berbagai produk Cina
ke Indonesia akibat perjanjian dari perdagangan bebas tersebut. Apalagi dalam
perdagangan bebas tersebut hambatan tarif maupun non tarif dhilangkan atau tidak
ada sama sekali. Produk China akan membanjiri pasar domestik dengan harga yang
lebih murah ketimbang produk lokal. Dampak buruknya jika Indonesia menjadi
negara konsumen, maka dikhawatirkan investasi asing akan berkurang. Para investor
asing kemungkinan akan menginvestasikan dana di China maupun di Vietnam
ketimbang Indonesia sebagai basis produksi dan mengekspor produknya ke pasar
Indonesia.
Dan di lain pihak, terdapat indikasi yang cukup kuat bahwa pemerintah tidak
mempersiapkan diri secara matang untuk meraih peluang positif dari pemberlakuan
ACFTA. Ini salah satunya tercermin dari ketidakmampuan pemerintah mendorong
peningkatan daya saing yang sebenarnya merupakan prasyarat utama untuk meraih
manfaat dari pemberlakuan ACFTA. Tanpa adanya peningkatan daya saing, kebijakan
untuk melibatkan Indonesia dalam ACFTA hanya merupakan blunder yang justru bisa
berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Tidak mengherankan bila banyak
kalangan bersuara keras memaksa pemerintah meninjau kembali keterlibatan
Indonesia didalam ACFTA.
Dari uraian dan penjabaran mengenai ACFTA ini dapat dilihat bahwa
Indonesia hanya sedikit memperoleh keuntungan dari perdagangan bebas ini dan lebih
banyak mengarah kepada dampak yang negatif. Apalagi sama-sama kita ketahui
pemerintah kita kurang siap dalam menghadapi ACFTA ini. Namun, mereka tetap
melakukan ACFTA tanpa melihat peluang maupun ancaman yang akan kita hadapi.

8
Struktur Perdagangan Indonesia-China, 2003-2009 (%)

URAIAN 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009  


 
EKSPOR (Juta 3803 4605 6662 8344 9676 10295 9055.0
 
USD)
Minyak dan Gas 25.9 25.4 40.57 34.5 31.1 34.2 24.5  
Industri 49.0 48.8 36.91 40.0 40.5 38.6 42.3  
Pertanian 7.7 8.5 8.05 9.0 10.3 9.9 12.2  
Pertambangan 17.4 17.3 14.48 16.5 18.1 17.2 21.1  
                 
IMPOR (Juta USD) 2958 4101 5843 6637.0 8558 13108 11020  
Minyak dan Gas 21.0 18.1 22.1 17.1 7.0 1.8 2.4  
Industri 63.8 66.2 63.5 67.2 75.9 79.6 80.1  
Pertanian 11.6 15.5 13.8 15.4 16.5 18.0 17.2  
Pertambangan 3.6 0.2 0.6 0.2 0.6 0.6 0.2  

Dari struktur perdagangan di atas dapat dilihat bahwa hanya sedikit


keuntungan yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perdagangan bebas ACFTA
ini. Indonesia terlalu banyak mengimpor produk dari Cina. Apalagi kita ketahui
produk Cina yang masuk ke Indonesia di jual dengan harga yang relative murah
dibandingkan dengan produk dalam negeri kita sendiri. Karena di negara Cina,
mereka mengeluarkan biaya produksi produk dengan harga yang relative murah juga.
Begitu juga dengan biaya tenaga kerja yang mereka gunakan sudah diperhitungkan
dengan baik dari awal. Dan dalam perdagangan bebas ACFTA ini, hambatan tarif dan
non tarif tidak ada, itu akan membuat Cina tidak ragu-ragu untuk menjual barang
mereka dengan harga yang murah di Indonesia.

Hal ini akan berdampak negatif pada perusahaan yang ada di Indonesia.
Karena konsumen lebih banyak membeli barang dari Cina, maka perusahaan-
perusahaan Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan atau masih bisa
melakukan produksi tapi dalam skala yang kecil bila dibandingkan dengan
sebelumnya. Dilain pihak, para tenaga kerja di perusahaan akan banyak mengalami
PHK karena ketidaksanggupan perusahaan untuk membayar gaji tenaga kerjanya.
PHK ini akan mengakibatkan pengangguran di Indonesia menjadi lebih banyak yang
akan berdampak negatif kepada tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di

9
negara Indonesia ini. Selain itu, angka kriminalitas dapat dipastikan naik jika
pengangguran semakin meningkat.

Jika terjadi penurunan dalam produksi Indonesia ini, dan produk dalam negeri
mengalami penjualan yang menurun maka juga berdampak pada investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka akan berpikir dan berhati-hati jika ingin
investasi ke negara kita ini. Dan mengakibatkan negara kita kekurangan modal dalam
melakukan pembangunan. Yang paling ditakutkan jika investor tidak mau lagi dalam
menanamkan modal serta produk domestik kalah bersaing dengan produk impor dari
Cina maka GDP negara Indonesia tidak akan stabil seperti biasanya. Maka dari itu
kita harus mencari jalan keluar dari masalah ini. Agar kita lebih jelas dan paham
mengenai dampak dari ACFTA ini, maka dalam pembahasan ini akan dicantumkan
neraca perdagangan Indonesia-Cina 2007-2011. Dimana neraca perdagangan
Indonesia-Cina mengalami fluktuasi dan juga tejadi neraca perdagangan dalam
keadaan minus.

C. Kebijakan Yang Harus Diterapkan Pemerintah


Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan perdagangan bebas ACFTA
terhadap Indonesia ini, maka pemerintah harus membuat kebijakan dalam hal impor
ini. Agar produk Indonesia juga bisa bersaing dengan baik di dalam pasar domestik
sendiri. Karena jika pemerintah bisa menerapkan kebijakan yang baik dalam ACFTA
ini, maka ACFTA akan memberikan keuntungan bagi kedua bela pihak dengan baik.

10
Seperti yang telah dijelaskan dalam kajian teori tadi, bahwa dalam impor ada
kebijakan tarif dan non tarif yang bisa diterapkan oleh pemerintah negara yang
melakukan perdagangan bebas. Disini saya berpendapat bahwa dalam perdagangan
ACFTA ini hambatan tarif dan non tarif jangan dihilangkan. Sepeti dalam FTA (Free
Trade Area), hambatan tarif memang sesama anggota 0%, tapi hambatan non tarifnya
masih tetap ada. Karena ACFTA termasuk dalam integrasi kerjasama ekonomi FTA.
Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan non tarif dalam
menghadapi ACFTA ini. Yaitu kebijakan quota impor, dimana ada pembatasan
terhadap jumlah barang yang diimpor. Karena adanya pembatasan jumlah barang
yang diimpor ini maka harga barang impor akan naik dengan sendirinya. Hal ini akan
berpengaruh terhadap impor Cina di Indonesia, dan produk Indonesia juga akan dapat
membaik lagi di pasar domestik. Sebab ketersediaan produk Cina dibatasi karena
adanya kebijakan quota impor tersebut. Dibawah ini akan digambarkan mengenai
dampak tari quota impor.

P S

P0 ................................ E0=Autarki

P2

P3 Free Trade

D
0 Q1 Q3 Q0 Q4 Q2 Q

Pada kurva diatas dijelaskan saat sebelum terjadi perdagangan bebas, dimana
permintaan sama dengan penawaran terhadap full employment. Saat terjadi
perdagangan internasional, yaitu dari sisi impor dapat dilihat bahwa permintaan
Q2 lebih besar dari penawaran Q1 untuk itu dilakukan impor di negara tersebut
sebesar selisih Q1 dengan Q2. Ketika ada kebijakan quta impr maka
mengakibatkan jumlah barang yang diimpor berkurang yaitu sebesar selisih Q3
dan Q4. Dimana penawaran sudah mulai naik dan permintaan mengalami
penurunan. Sehingga produk Indonesia bisa bersaing di dalam pasar domestik,
dan membuka peluang yang besar bagi investasi di Indonesia. Itu akibat adanya
kebijakan quota impor.

11
12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam era globalisasi ini, perdagangan internasional sangatlah penting untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Karena semakin tingginya
tingkat persaingan maka kita dituntut untuk mampu berinovasi dan menjalin
hubungan yang baik antar negara. Perdagangan internasional ini didasari leh teori-
teori yang telah ada sejak dulu. Mulai dari teori klasik sampai dengan teori
modren.
Indonesia juga melakukan perdagangan bebas dengan negara lain. Salah
satunya melalui ACFTA ini. Indonesia menjalin kegiatan perdagangan bebas
dengan Cina sejak 2005 dan mulai sah sejak tahun 2010. Dimana Indonesia bisa
memasuki pasar Cina, begitu juga sebaliknya. Namun dengan adanya kegiatan
ACFTA ini produk Cina dapat masuk tanpa hambatan ke Indonesia.
Mengakibatkan produk Indonesia kalah, dimana Cina menjual produknya dengan
harga yang murah dan kualitasnya jauh lebih baik dari Indonesia. Hal itu
mengakibatkan banyak perusahaan Indonesia yang mengalami kebangkrutan dan
banyak tenaga kerja yang di PHK. Karena menurunnya daya beli masyarakat
terhadap produk dalam negeri. Inilah yang akan mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi negara Indonesia menurun dan tetap menjadi negara berkembang.
Maka pemerintah harus menetapkan kebijakan yang mengatur hubungan
Indonesia-Cina ini. Salah satunya melalui kebijakan non tarif yaitu quota impor.
Adanya pembatasan produk Cina yang masuk ke Indonesia. Sehingga harganya
akan menjadi mahal nantinya. Ini akan membuat produk Indonesia dapat diminati
konsumen lagi karena kurangya penawaran dari luar dan harga barang impornya
menjadi mahal.
B. Saran
Seharusnya dalam menjalin hubungan luar negeri ini pemerintah Indonesia
harus mempersiapkan diri terlebih dahulu. Dan harus melihat peluang serta
ancaman yang akan timbul dari hubungan tersebut. Serta dapat membuat
kebijakan yang akan diterapkan dalam hubungan tersebut. Pemerintah harus
memulainya dari sekarang, salah satunya harus menyiapkan tenaga kerja yang

13
berkualitas serta modal yang cukup. Karena jika kita tidak siap dalam menghadapi
hubungan luar negeri (perdagagan internasional) ini, maka pertumbuhan ekonomi
negara kita akan melambat dan sulit untuk tumbuh dengan cepat.

14

Anda mungkin juga menyukai