Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD
MODUL 10
POTRET PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

OLEH KELOMPOK 2 :

1. NURINDAH WAHYU WISUDANINGTYAS 858693516


2. LINDAH MAKRUFAH 858693469
3. ANANDA CHOIRUNNISA 858693745
4. DIANA NURUL HIDAYAH 858697857

UPBJJ-UT SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmatnya tugas ini dapat kami selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam makalah ini
membahas tentang “Modul 10 Potret Pembelajaran di Sekolah Dasar” ini sebagai suatu
rangkaian pada mata kuliah Perspektif Pendidikan SD. Makalah ini dibuat dalam rangka
memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai materi-materi tentang potret pendidikan
siswa di SD, khususnya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada :

Yang terhormat Bapak Suyono, S.Sos., M.Pd., selaku dosen pembimbing Perspektif
Pendidikan SD yang telah banyak memberikan ilmu kepada kami. Materi yang kami paparkan
dalam makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan oleh Karena itu, kritik yang bersifat
membangun sangat penulis butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian sepatah
kata dari kami sebagai pengantar pada laporan ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
diri kami khususnya dan bagi teman-teman semua pada umumnya selaku mahasiswa serta
dapat menjadi sumbangsih untuk memajukan pendidikan di tempat kerja masing-masing.

Sidoarjo, 03 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... 2

Daftar isi.................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 4
1.3 Tujuan.................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 5

2.1 Potret Pembelajaran di Sekolah Dasar ............................................................... 5


2.2 Pembaharuan Pembelajaran yang DIterapkan di Sekolah Dasar........................ 7
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 12

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 12

3.2 Saran..................................................................................................................... 13

Daftar Pustaka............................................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pemahaman mengenai modul ini sangat penting, agar dapat memahami
bagaimana potret pembelajaran di Sekolah Dasar dan pembaharuan pembelajaran yang
diterapkan di sekolah dasar.
Pengetahuan dan kemampuan sangat penting dan strategis bagi setiap guru SD
guna mengetahui sampai sejauh mana seorang peserta didik benar-benar telah mencapai
kompetensi dan indikator. Indikator-indikator pembelajaran yang telah dirumuskan
harus selalu diupayakan ketercapaiannya oleh guru dapat dicapai oleh peserta didik
melalui pengalaman-pengalaman belajar yang dialaminya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana potret pembelajaran di Sekolah Dasar?
2. Bagaimana pembaharuan pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Dasar?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana potret pembelajaran di sekolah dasar
2. Untuk mengetahui bagaimana pembaharuan pembelajaran yang diterapkan di
sekolah dasar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Potret Pembelajaran di Sekolah Dasar


A. Sarana Prasarana dan Keterjangkauan Wilayah
Kendala proses belajar mengajar yang selama ini ditemukan adalah kurang
memadainya sarana dan prasarana penunjang yang ada. Sarana prasarana pendidikan
merupakan salah satu komponen yang menunjang keberhasilan atau ketercapaian
tujuan pendidikan. Bagi yang mengajar di daerah geografis terpencil sarana prasarana
kurang mendukung sehingga yang materi yang disampaikan adalah kenyataan yang
ditemukan setiap hari. Bagi yang mengajar di daerah yang telah dilengkapi dengan
sarana prasarana maka akan lebih mudah dan maju.
Yang menjadi sumber terbatasnya sarana dan prasarana bagi suatu sekolah,
yaitu:
1. Letak geografis yang jauh sehingga untuk menjangkaunya diperlukan waktu dan
alat transportasi yang memadai,
2. Kurangnya sinkron informasi antar instansi yang terkait,
3. Sarana yang ada tidak mampu menampung banyaknya jumlah siswa,
4. Kurangnya motivasi usia produktif untuk bersekolah karena kombinasi
keterbatasan sarana, dukungan keluarga dan keramahan alam.
B. Metode Pembelajaran
Dalam hal metode pembelajaran, Pemerintah telah berupaya keras
meningkatkan profesionalitas guru melalui berbagai penataran dan pembimbingan
peningkatan kemampuan profesional melalui pelatihan atau seminar. Namun, dalam
kenyataannya, kualitas pembelajaran yang dilakukan ternyata belum mampu
menjawab cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ironisnya,
motivasi dan semangat untuk berkembang sebagian guru SD di tanah air juga kurang.
Mata pelajaran Sains dan Matematika di kalangan siswa daya serapnya masih
rendah dan belum optimal. Sains dan Matematika diajarkan mulai dari pendidikan
dasar (SD). Oleh sebab itu, bidang studi ini benar-benar harus diajarkan secara benar.
Kemampuan dan motivasi siswa untuk lebih mencintai dan menyenangi bidang studi
mi dimulai pada level ini. Namun, kedua mata pelajaran tersebut telah menjadi
momok bagi siswa. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan masih banyak guru yang
kurang kompeten dalam bidanganya. Dalam beberapa peneliti dengan guru Sekolah
Dasar (SD), masih banyak guru yang mengajarkan matematika dan IPA salah konsep
sehingga menyebabkan siswa mempunyai konsep yang juga salah. Dalam beberapa-
pengamatan dan studi miskonsepsi IPA di SD, banyak guru yang belum sungguh
menguasai bahan pelajaran yang menjadi bidangnya.
Menurut Isjoni (2007), ada beberapa alasan mengapa banyak guru yang belum
berkompeten, yakni:
1. Waktu belajar atau kuliah belum menguasai materi
Banyak mahasiswa yang masuk kuliah tidak sesuai dengan minat dan bakat
yang mereka miliki. Mereka hanya sekedar mengikuti tren untuk bisa melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Atau bahkan memilih jurusan dengan alasan
agar bisa mendapatkan beasiswa gratis dari pemerintah. Namun hal ini membuat
banyak mahasiswa yang pada akhirnya kurang atau bahkan tidak berkompeten
dalam bidangnya. Ilmu yang seharusnya mereka dapatkan untuk diamalkan tidak
terserap dengan baik.
2. Beberapa guru mengajarkan yang bukan bidangnya
Banyak juga kita temui guru yang mengajar di sekolah dasar namun bukan
lulusan pendidikan guru sekolah dasar. Mereka datang dari berbagai ilmu dan
perguruan tinggi sehingga pada praktiknya mereka cenderung belajar terlebih
dahulu dari guru yang lebih senior. Bahkan ironisnya masih banyak guru yang
belum bisa belajar mengajar dengan baik. Baik di sekolah pedalaman maupun di
kota, fenomena guru yang tidak sebidang mengajarkan pada bidang lainnya.
Selain kurang menguasai bidangnya, masih banyak guru yang dalam mengajar
hanya menggunakan model yang itu-itu saja. Mereka kurang menguasai berbagai
model pembelajaran yang sesuai perkembangan anak didik dan sesuai teori pendidikan
yang baru. Banyak guru mengajar dengan cara ceramah dan terus mengerjakan soal.
Kegiatan utama anak didik mencatat atau mendengarkan saja. Guru mengajar lebih
senang dengan caranya sendiri dan kurang memperhatikan yang disenangi anak didik.
Dalam melakukan pembelajaran di SD siswa memerlukan penggambaran yang
konkret dan mudah diingat. Guru harus memilih metode yang tepat yakni metode yang
mampu memberikan suasana kondusif dengan mengutamakan keterserapan materi
yang disampaikan.
C. Ketidakmerataan Jumlah Guru
Salah satu persoalan guru di tanah air, selain kesejahteraan, adalah
ketidakmerataan jumlah mereka. Perbandingan antara guru yang mengajar di daerah
terpencil dengan guru yang mengajar di kota sangat jauh. Jadi, dari segi kuantitas,
jumlah guru sebetulnya telah memadai, tetapi tidak demikian dengan sisi pemerataan
dan kualitasnya. Salah satu contohnya yaitu seorang guru di Kampung Poepe, Desa
Welputi, Kabupaten Merauke, Papua yang bernama Federick. Pak Federick adalah
guru yang bertahan mengajar di pelosok negeri dengan berbagai rintangan untuk dapat
sampai kesekolah tempat ia mengajar.
Direktur Direktorat Pendidikan Bappenas Amich Alhumami mengatakan, dari
aspek tenaga pengajar sistem pendidikan di Indonesia masih memiliki ketimpangan.
Masih terdapat jurang lebar dalam hal kesejahteraan guru di sejumlah daerah
dibandingkan dengan daerah lainnya, yang membutuhkan solusi dan penanganan
masalah yang merata dari pemerintah.
Dengan demikian, situasi yang ada tentu belum memungkinkan untuk
berbicara tentang mutu dan daya serap. Apalagi penerapan kurikulum dan metode
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Yang penting adalah bagaimana
memelihara semangat dan perjuangan sang guru dan juga tekad para siswa untuk terus
selalu belajar. Tentu tidak dipungkiri juga bahwa telah banyak pula SD yang memiliki
perbandingan jumlah guru dengan siswa sangat ideal. Beberapa SD di kota besar,
seperti Jakarta (seperti yang penulis bahas di bagian awal), bahkan telah membatasi
jumlah siswa per kelas maksimal 25 orang dengan sistem paralel. Jika kelas 1 terdapat
100 siswa, berarti akan ada 4 orang guru. Jumlah yang demikian tidak hanya
memudahkan guru, tetapi juga membantu siswa menyerap materi.

2.2 Pembaharuan Pembelajaran yang Diterapkan di Sekolah Dasar


A. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah adalah salah satu strategi pembelajaran yang
berhubungan dengan :
1. Fenomena kehidupan sosial masyarakat, bahasa, lingkungan hidup, harapan dan
cita yang tumbuh
2. Fenomena dunia pengalaman dan pengetahuan murid
3. Kelas sebagai fenomena sosial
Pembelajaran kontekstual ini merupakan fenomena yang terjadi secara alamiah ,
tumbuh dan terus berkembang serta beragam karena berkaitan dengan fenomena
kehidupan sosial masyarakat.
Pembelajaran Kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, yakni kontruktivisme (contriktivism), bertanya (quuestioning), menemukan
(inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), dn
penilaian sebenarnya (auntheintic assesment).
Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, tranfer ilmu
pengetahuan, mengumpulkan da menganalisis data, memecahka masalah baik
individu maupun kelompok.
Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut menggunakan strategi
kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani
perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong
berkembangnya kemampuan baru, menimbulkn jalinan kegiatan belajar di sekolah,
rumah dan lingkunga masyarakat.
Pembelajaran konvensional lebih menekankan deskripsi tujuan yang akan di
capai (jelas dan operasional) sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual
lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
B. PAKEM
PAKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang didefinisikan sebagai
pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Sehingga
seorang guru perlu memahami bahwa dalam pembelajaran, siswa merupakan subjek
didik, bukan objek. Artinya, segala aktivitas yang dilakukan harus berpusat pada
siswa.
Fungsi pembelajaran yang harus ditekankan adalah bagaimana menggali dan
mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa serta media yang
digunakan untuk menggali pengetahuan dan menanamkan nilai kehidupan sehari-hari.
PAKEM berusaha memfasilitasi siswa agar lebih banyak mengalami belajar
bersama dengan berbagai karakter manusia sehingga siswa lebih siap terjun ke
masyarakat. Model PAKEM kontekstualisasi lebih ditekankan pada proses elaborasi,
eksplorasi, dan imitasi. Sedangkan pendekatan apresiasi dilaksanakan melalui
tahapan-tahapan mengenal, menikmati, menanggapi, dan merekreasi. Fungsi-fungsi
universal budaya mencakup aspek-aspek berikut ini:
a. Keluwesan berpikir bekerja sama
b. Toleransi terhadap nuansa yang beragam
c. Kemampuan untuk menimbang berbagai alternatif, kreatif, dan berfokus pada
kualitas dan pencapaian yang tertinggi.
PAKEM dalam perspektif Guru adalah Guru Aktif memantau kegiatan belajar
siswa; memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan
mempertanyakan gagasan siswa; Kreatif mengembangkan kegiatan yang beragam
dan membuat alat bantu belajar sederhana; Efektif sehingga pembelajaran mencapai
tujuan pembelajaran; dan Menyenangkan sehingga anak tidak takut salah, tidak takut
ditertawakan, dan tidak dianggap sepele.
PAKEM dalam perspektif Siswa adalah Siswa Aktif bertanya, mengemukakan
gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain serta gagasannya; Kreatif
merancang/membuat sesuatu dan menulis/mengarang; Efektif menguasai
keterampilan yang diperlukan; dan Menyenangkan sehingga siswa berani
mencoba/berbuat, berani bertanya, berani mengemukakan pendapat/gagasan, dan
berani mempertanyakan gagasan orang lain (Setiawan, 2004).
PAKEM dinilai berhasil jika dalam sebuah kelas terjadi interaksi, yang salah
satunya adalah balikan belajar dari guru kepada siswa. Pemberian balikan ini
hendaknya disampaikan dengan bahasa yang santun dengan mengutamakan ungkapan
tentang kelebihan atau kekurangan siswa.
C. Pembelajaran Kooperatif Dan Kolaboratif
Model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang
ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi,
sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, dan suku yang berbeda, serta memperhatikan kesetaraan jender. Model
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif mengutamakan kerjasama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dak keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Nur (http://www.duniaguru.com) semua model pembelajaran termasuk
kooperatif dan kolaboratif, ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan
struktur penghargaan.
Ilustrasi :
Pak Gun adalah guru kelas 6 di sebuah SD di daerah yang mata pencaharian
penduduknya adalah menyadap nira kelapa yang kemudian diproses menjadi gula
jawa. Jumlah siswa kelas 6 yang diajar Pak Gun berjumlah 25 siswa. Suatu ketika,
dalam mata pelajaran IPS, Pak Gun mengajarkan materi sumber daya alam dan
rangkaian kegiatan ekonomi. Aktivitas pembelajaran yang dipilih adalah dengan
menugaskan secara kelompok, yang masing-masing terdiri atas 5 siswa, untuk
mengidentifikasi siklus perekonomian yang menjadi mata rantai di desa mereka
selama satu minggu. Dari 5 kelompok yang terbentuk, Pak Gun memberikan tugas
yang berbeda. Kelompok 1-2, diberi tugas untuk mendeskripsikan manfaat industri
pegolah gula jawa dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Kelompok
3-4 diberi tugas untuk mengevaluasi harga gula jawa di tingkat perorangan, tengkulak,
dan harga di pasaran. Sementara itu, kelompok 5 diberi tugas untuk melihat risiko
yang dihadapi penyadap ketika melakukan aktivitas kesehariannya di musim hujan.
Dalam paparan tiap kelompok, masing-masing kelompok mengajukan argumennya
masing-masing., ada yang pro dan ada juga yang kontra. Antara kelompok 3 dan 4
yang mengupas dari satu sudut pandang, misalnya, antarkelompok tidak satu
pandangan. Kelompok 3 memandang bahwa tengkulak menjadi sumber malapetaka
yang memainkan harga gula jawa, sementara menurut kelompok 4, tegkulak justru
yang membantu memudahkan para warga menjual gula jawa hasil olahannya. Dalam
situasi yang agak tegang, sebelum pelajaran berakhir, Pak Gun memberikan ulasan
yang sangat positif bahwa semua hasil pendeskripsian yang mereka sampaikan adalah
benar. Pak Guru justru sangat senang dengan beragamnya ulasan para siswa karena
permasalahan mata rantai gula jawa adalah autentik dan benar-benar ada di desa
mereka dan semua siswa boleh mengutarakan pandangan-pandagannya. Bersama para
siswa, Pak Gun kemudian menyimpulkan bahwa terdapat sisi positif dan negatif yang
menyertai mata rantai penjualan gula jawa. Selain mendapatkan keuntungan yang
kecil karena sudah dililit sitem ijon, para penyadap juga terancam nyawanya. Namun,
masyarakat sendiri tidak dapat berbuat banyak karena memang itulah mata
pencaharian yang layak untuk mereka karena dengan kondisi desa yang berbukit-
bukit, tanah pertanian memang tidak bersahabat.
Dari ilustrasi tersebut, yang dilakukan Pak Gun merupakan pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif. 5 langkah yang telah dilakukan pak Gun :
1. Pembelajaran berbasis masalah, karena sebelum memulai proses belajar-mengajar
di kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena
terlebih dahulu dan siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan
yang muncul.
2. Pemanfaatan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, karena
Pak Gun memberikan penugasan yang dapat dilakukan dari berbagai sudut
pandang dalam konteks kehidupan para penyadap dilingkungan pedesaan dimana
mereka tinggal.
3. Pemberian aktivitas kelompok, karena aktivitas belajar yang dilakukan oleh anak
secara berkelompok selama satu minggu untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan Pak Gun dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan
interpersonl untuk berhubungan dengan orang lain.
4. Pembuatan aktivitas belajar mandiri, karena Pak Gun secara tidak langsung telah
mengarahkan para siswa untuk mencari, menganalisis dan menggunakan
informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru.
5. Penerapan penilaian autentik, karena apa yang dilakukan Pak Gun dalam akhir
pembelajaran adalah membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan
kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Kendala proses belajar mengajar yang selama ini ditemukan adalah kurang
memadainya sarana dan prasarana penunjang yang ada. Sarana prasarana pendidikan
merupakan salah satu komponen yang menunjang keberhasilan atau ketercapaian tujuan
pendidikan. Bagi yang mengajar di daerah geografis terpencil sarana prasarana kurang
mendukung sehingga yang materi yang disampaikan adalah kenyataan yang ditemukan
setiap hari. Bagi yang mengajar di daerah yang telah dilengkapi dengan sarana prasarana
maka akan lebih mudah dan maju.
Dalam melakukan pembelajaran di SD siswa memerlukan penggambaran yang
konkret dan mudah diingat. Guru harus memilih metode yang tepat yakni metode yang
mampu memberikan suasana kondusif dengan mengutamakan keterserapan materi yang
disampaikan.
Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut menggunakan strategi kontekstual
dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual
siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru,
menimbulkn jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkunga masyarakat.
PAKEM berusaha memfasilitasi siswa agar lebih banyak mengalami belajar
bersama dengan berbagai karakter manusia sehingga siswa lebih siap terjun ke
masyarakat. Model PAKEM kontekstualisasi lebih ditekankan pada proses elaborasi,
eksplorasi, dan imitasi. Sedangkan pendekatan apresiasi dilaksanakan melalui tahapan-
tahapan mengenal, menikmati, menanggapi, dan merekreasi.
Model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada
dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan
rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, dan suku
yang berbeda, serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif
dan kolaboratif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dak keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
3.2 Saran
Guru yang baik seharusnya selalu berinovasi dalam melakukan pembelajaran
dengan menggunakan berbagai model-model pembelajaran sehingga pembelajaran tidak
membosankan dan pesan pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik serta bermaksan
bagi siswa. Peningkatan mutu proses dan hasil pendidikan bagi calon guru Sekolah Dasar
adalah agar kelak diperoleh guru Sekolah Dasar yang professional, memiliki wawasan
luas serta mampu melakukan tindakan yang relevan dengan tuntutan pendidikan Sekolah
Dasar.
Daftar Pustaka

Wardani, IG.A.K, dkk. 2021. Perspektif Pendidikan SD. Tangerang Selatan:


Universitas  Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai