PENDAHULUAN
proses mengacu pada perubahan dan tindakan ( action) yang berlangsung terus
pengamatan dan pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh
siapa diri kita dan bagaimana pengalaman kita . Kedua, komunikasi antarpribadi
isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatikan siapa partner komunikasi
pihak yang saling tergantung satu dengan yang lainnya (interdependen) dalam
diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita,
mungkin kita dapat meminta maaf dan memberi maaf, tetapi itu tidak berarti
menghapus apa yang pernah kita ucapkan. Demikian pula kita tidak dapat
sama, karena dalam proses komunikasi antarmanusia, hal ini akan sangat
Berangkat dari konsep yang telah diuraikan diatas, modul ini akan
komunikasi antarpribadi, (2) memahami diri pribadi, (3) memahami orang lain,
dan (4) aspek relasional atau hubungan dalam komunikasi antarpribadi. Setiap
pokok bahasan akan menjadi satu topik kegiatan belajar tersendiri. Diharapkan
Pelajari dengan cermat setiap topik kegiatan belajar, serta kerjakan semua
pertanyaan latihan dan tes formatif . Apabila ada kesulitan diskusikan dengan
Secara umum tujuan dari modul ini adalah untuk memberikan pemahaman
pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan di mana dia terlibat di
makna yang sesungguhnya dari suatu hubungan antarpribadi. Pada bagian ini
akan dibahas beberapa aspek psikologis yang terjadi dalam proses komunikasi
antarpribadi.
hubungan sosial ke dalam individu, yaitu dalam diri partisipan komunikasi. Hal ini
akan tampak jika kita melihat suatu hubungan dari sudut pandang kita sendiri
maka kita akan menyertakan semacam rasa memiliki ketika kita berpikir bahwa
orang lain dan hubungan kita dengan orang tersebut seolah-olah milik kita.
Misalnya, kita biasanya berkata istri saya, pimpinan saya, atau teman saya,
sesuatu yang diasosiasikan dengan milik saya. Dengan kata lain, kita biasanya
mengartikan hubungan dan bahkan orang lain dalam pengertian yang berpusat
pada diri kita sendiri (self centered/selfish), yaitu bagaimana segala sesuatunya
proses pemahaman oleh individu yang disebut juga sebagai proses intrapribadi
emosional mereka. Ini semua akan menjadi masalah jika orang menganggap
Hal terpenting dari lokus psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa
diri pribadi individu terletak pada suatu tempat di dalam individu, dan tidak
mungkin dapat diamati secara langsung. Asumsi ini juga mencakup anggapan
bahwa kita dapat melakukan pengamatan terhadap diri pribadi seseorang ecara
mengasumsikan individu memiliki dua dimensi diri, yaitu internal dan ekternal.
Namun, kita juga mengetahui bahwa dimensi eksternal dari diri tidaklah selalu
sama dengan dimensi internalnya. Biasanya, kita tidak mudah percaya pada
dimensi eksternal karena kita tahu bahwa orang mampu mengendalikan perilaku
eksternalnya.
tanda melalui tindakan atu perilaku yang dapt diamati. Kita akan melakukan
seleksi terhadap tanda-tanda dari perilaku dan mengungkap mana yang ”palsu”
dan mana yang ”asli”. Cara inilah yang biasanya kita lakukan dalam upaya untuk
berikutnya adalah sejauh mana kita dapat menyimpulkan secara akurat? Karena
penyimpulan itu sendiri adalah proses psikologis, suatu proses pikir yang
melibatkan penarikan suatu kesimpulan atas dasar informasi yang tidak lengkap.
dalam rangka mengisi sejumlah informasi yang belum lengkap sehingga sampai
berdasarkan apa yang dapat dia amati. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan
adalah mengamati dimensi eksternal dari diri, yaitu pada perilaku atau tindakan.
melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki tingkay kesamaan diri atau
tumpang tindih) antara proses psikologis Ani dan Budi. Ketika Ani dan Budi
keyakinan atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka. Proses ini
komunikasi.
PROSES PROSES
PSIKOLOGIS PSIKOLOGIS
BUDI ANI
BUDI ANI
Gambar 2.1
psikologis Ani yang memiliki kesamaan dengan proses psikologis Budi. Dapat
dikatakan pula bahwa komunikasi akan menjadi semaikin efektif ketika bidang
pemahaman atau kesamaan diri, namun terdapat dua pemahaman individual yang
karakteristik ini merupakan suatu persinggungan dari dua atau lebih pemahaman
yang berbeda. Persinggungan tersebut terwujud pada bidang yang overlap dari
dua pemahaman, tetapi hal itu bukan merupakan, dan tidak akan pernah,
proses internal yang berbeda dan berlangsung secara simultan. Proses-proses ini
mencakup bagian yang berbeda dari proses psikologis yang “dibagi” oleh para
dengan orang lain, proses intrapribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran
yang berbeda. Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah “diri” yang
hadir dalam situasi antarpribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri kita sendiri,
pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai
pandangan orang lain tentang kita (lihat Gambar 2.2). Sering kali hal ini disebut
tataran psikologis ini berfungsi secara simultan ketika kita sedang berkomunikasi
dengan orang lain, dan tiap tataran dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
tataran lainnya. Misalnya, Budi memandang Ani sebagai orang yang jujur dan
dapat dipercaya, dan dia menganggap Ani tidak sebagai orang yang jujur dan
dapat dipercaya, dan dia menganggap Ani tidak menyukai atau tidak
sendiri (merasa bahwa dirinya mungkin tidak jujur sehingga menganggap tidak
Diri
Saya
Sendiri
Diri
Orang
Lain
Pandanga
n orang
lain
terhadap
diri saya
Gambar 2.2
Perlu kita ingat kembali bahwa komunikasi antarpribadi, setidaknya ada dua
orang yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, pada saat ketiga tataran
psikologis kita beroperasi, hal yang sama berlaku pula pada diri partner
komunikasi kita. Dalam kasus semacam ini kita seolah-olah berusaha untuk
merefleksikan proses psikologis kita dengan proses psikologis yang kita anggap
sedang terjadi dalam diri orang lain. Dan tentunya hal yang sama secara simultan
terjadi pula pada diri partner komunikasi kita. Proses-proses psikologis yang
terjadi pada dua individu ini tentunya tidak akan sama persis, tetapi masing-
DIRI BUDI
DIRI BUDI
DIRI DIRI
SAYA ORANG
SENDIRI LAIN
DIRI DIRI
SAYA ORANG
SENDIRI LAIN
DIRI ANI
DIRI DIRI
ORANG SAYA
LAIN SENDIRI
DIRI ANI
ANI
BUDI
DIRI
PANDANGAN BUDI/ANI
DIRI
TERHADAP DIRI ANI/BUDI
ORANG SAYA
LAIN SENDIRI
PANDANGAN PANDANGAN
ORANG ORANG
LAIN LAIN
TERHADAP TERHADAP
DIRI SAYA DIRI SAYA
ANI
BUDI
PANDANGAN BUDI/ANI
TERHADAP DIRI ANI/BUDI
PANDANGAN PANDANGAN
ORANG ORANG
LAIN LAIN
TERHADAP TERHADAP
DIRI SAYA DIRI SAYA
Gambar 2.3
dua individu. Meskipun tidak akan pernah terjadi sinkronitas yang sempurna
bukanlah pada kesamaan yang sempurna antara dua proses psikologis mereka,
artinya proses intra pribadi individu dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang
hubungan antarpribadi.
atau berperilaku. Ketika hal ini berlangsung maka individu akan bertindak atau
berperilaku. Ketika hal ini berlangsung maka individu akan bertindak atas dasar
diketahui individu tersebut karena dia memang tidak memiliki pilihan lain, selain
terlepas dari apakah dia berhasil menyimpulkan diri yang sesungguhnya atau
dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya.
Seperti halnya diri fisik kita maka diri social dan diri psikologis manusia akan
terus berkembang dan menjadi matang sejalan dengan usia hidup kita.
manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan
apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi ini
pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri.
Dalamj hal ini orang akan berusaha untuk mengenali dan memahami siapa
dirinya. Pada bagian ini berikut akan dibahas berbagai konsep diri dan
makna terhadap orang atau objek tertentu dikenal sebagai persepsi. Dengan
Bacaan kuliah Teori Komunikasi
Page 11
Teori Kimunikasi Antarpribadi : dimensi-dimensi
pribadi dan relasional
objek eksternal, jadi persepsi adalah pengetahuan tentang apa yang dapat
ditangkap oleh indra kita. Definisi ini melibatkan sejumlah karakteristik yang
untuk dapat ditangkap oleh indra kita. Dalam hal ini persepsi terhadap diri
diperoleh melalui sensasi atau indra yang kita miliki. Karakteristik ketiga
mengartikan makna suatu objek secara langsung karena kita sebenarnya hanya
mengartikan makna dari informasi yang kita anggap mewakili objek tersebut.
Jadi, meskipun suatu persepi didasarkan pada pengamatan langsung, hal ini
bukanlah sesuatu yang “sebenarnya” dalam artian kita dapat menangkap atau
meraba, tetapi apa yang harus kita interpretasikan adalah penampakan, bau,
suara, rasa, dan bentuk yang mewakili sesuatu, dan kita tidak akan pernah dapat
kita peroleh melalui persepsi bukanlah tentang apakah suatu objek, melainkan
menyesatkan seperti yang kita alami dalam ilusi optis, special effects dalam film,
dan sebagainya.
Oleh karenanya, persepsi tidak lebih dari pengetahuan mengenai apa yang
tampak sebagai realitas bagi diri kita. Jadi, sebaliknya kita tidak kelewat yakin
yang biasanya paling kita yakini adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
persepsi kita. Realitas yang kita persepsikan seringkali adalah yang paling jelas,
pribadi, penting, dan terpercaya bagi kita. Ini merupakan suatu alas an mengapa
B. SIFAT-SIFAT PERSEPSI
Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, kita
harus memahami bagaimana orang mengenal diri mereka sendiri dan orang lain.
mengetahui bagaimana orang mempersepsi diri mereka sendiri atau orang lain.
Adakalanya kita merasa kesal karena orang tidak dapat memahami apa yang kita
maksud sehingga kita akan berpikir bahwa orang tersebut tidak paham ungkapan
yang begitu sederhana dan gambling. Hal ini dapat terjadi karena mungkin orang
tadi mempersepsikan sesuatu dari ungkapan yang kita sendiri bahkan tidak
apa yang mudah bagi kita boleh jadi tidak mudah bagi orang lain, atau apa yang
jelas bagi orang lain mungkin terasa membingungkan bagi kita. Dalam konteks
inilah kita perlu memahami tataran intra pribadi dari komunikasi antarpribadi
melakukan interpretasi. Dasar ini biasanya kita temukan pada pengalaman masa
lalu kita dengan orang, objek, atau peristiwa tersebut, atau dengan hal-hal yang
mungkin untuk mempersepsikan suatu makna, sebab ini akan membawa kita
orang. Dengan kata lain, kita melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu
dari objek persepsi kita dan mengabaikan yang lain. Dalam hal ini biasanya kita
mempersepsikan apa yang kita “inginkan” atas dasar sikap, nilai, dan keyakinan
yang ada dalam diri kita, dan mengabaikan karakteristik yang tidak relevan atau
atas informasi yang tidak lengkap. Dengan kata lain, mempersepsikan makna
atas data yang dapat ditangkap oleh indra kita. Sifat ini saling mengisi dengan
sifat kedua. Pada sifat kedua persepsi adalah selektif karena keterbatasan
kapasitas otak maka kita hanya dapat mempersepsi sebagian karakteristik dari
objek. Melalui penyimpulan ini kita berusaha mendapatkan gambaran yang lebih
lengkap mengenai objek yang kita persepsikan atas dasar sebagian karakteristik
Keempat, persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang kita lakukan, akan
mengandung kesalahan dalam kadar tertentu. Hal ini disebabkan antara lain oleh
sama sesuatu yang sebenarnya hanya mirip. Dan semakin jauh jarak antara orang
sikap, nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk member makna pada
objek persepsi. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologis yang ada
di dalam diri kita maka bersifat subyektif. Fisher (1987 : 125) bahkan
tetapi juga sesuatu yang sangat pribadi, dan tidak terhindarkannya keterlibatan
Suatu hal yang tidak terpisahkan dari interpretasi subjektif adalah proses
mempersepsikan pula baik atau buruknya objek tersebut. Adalah samgat langka
kita dapat mempersepsikan sesuatu secara sepenuhnya netral. Hal ini dapat kita
telusuri dari pengalaman kita sendiri. Kita cenderung untuk sangat (baik ataupun
buruk) yang dapat kita ingat dengan baik. Selebihnya, hal-hal yang netral dan
“biasa saja” cenderung dapat kita ingat dengan baik. Selebihnya kita ingat dengan
baik (kabur). Jadi, ketika pengalaman mendasari persepsi yang kita lakukan,
orang yang mempersepsi, objek persepsi, dan suatu interpretasi atau makna
yang merupakan hasil dari tindakakn persepsi. Untuk memahami apa yang
disebut tindak persepsi, apa ayang terjadi ketika orang memperseps, dan saja
atau meraba) maka secara simultan dia akan menginterpretasikan makna dari
hasil pengindraanya. Sebagi misal, apa yang akan terjadi ketika kita mencium
mawar? Apakah pertama kali kita mendapatkan sensasi fisik (bau), baru kemudian
kita membau dan kemudian membau mawar? Tentunya bukan itu yang terjadi
karena kita mengasosiasikan sensasi kita dengan keharuman mawar yang telah
kita kenal secara serempak/simultan. Dengan kata lain, adalah tidak mungkin
apa yang kita harapkan untuk didengar dan melihat apa yang kita harapkan untuk
dilihat, terlepas dari apa yang ‘sesungguhnya’ kita dengar dan lihat. Harapan,
yang merupakan elemen kedua dari persepsi, dapat menjadi kekuatan yang
dari rasio.
terhadap objek lainnya. Kita berharap untuk mendapat simpati dari orang yang
baru kita kenal, dan kita biasanya akan merasa senang bila orang tersebut
memang bersimpati kepada kita. Artinya, kita berharap bahwa harapan kita akan
terpenuhi. Jika akhirnya harapan kita tidak terpenuhi maka reaksi pertama kita
yang berada di luar kendali kita. Misalnya kita adalah penggemar PSSI dan
mengaharapkannya menang dalam kompetisi sepak bola Pra Piala Dunia. Ketika
ternyata PSSI kalah terus reaksi kita adalah bahwa tim kesayangan kita sedang
sial, wasit yang tidak fair, permainan yang kasar, dan sejumlah alasan lain.
Sementara kita seolah-olah melupakan bahwa tim lawan bermain dengan baik.
Elemen Ketiga adalah bentuk dan latar belakang (figure & background).
Salah satu cara untuk memahami proses persepsi terletak pada kemampuannya
mempersepsi, membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang penting dari
yang tidak penting, yang relevean dari yang tidak relevan. Dengan kata lain,
elemen keempat dari persepsi, jika makna yang dipersepsikan konsisten atau
lalu kita akan menganggapnya valid. Ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak
psikologis kita.
Dari semua pengaruh terhadap persepsi kita, konteks elemen kelima dari
persepsi, mungkin yang paling potensial. Bukan berarti bahwa system kognitif
kita seperti nilai, sikap, dan keyakinan, atau harapan kita, tidak cukup
harapan kit, dan pada gilirannya persepsi kita. Dalam hal ini, konteks selalu
terdiri dari seperangkat fenomena yang sama dengan objek persepsikita. Jadi,
Ketika konteks telah kita kenali, persepsi akan menggunakan konteks tersebut
yang utuh. Konteks dan pola merupakan komponen penting yang mendasari
tidak akan ada makna dari setiap hubungan (misalnya teman atau lawan), tanpa
interaksi. Tanpa adanya pola, sama dengan tidak adanya makna, atau setidaknya
sendiri, yaitu mengungkap siapa dan apa kita ini. Dan sesungguhnya menyadari
siapa diri kita, adalah juga persepsi diri. Karena ketika kita menyadari siapa diri
kita secara simultan kita juga telah mempersepsikan diri kita sendiri. Untuk dapat
menyadari diri kita, pertama kali kita harus memahami apakah ‘diri/self’ tersebut.
‘Diri’ secara sederhana dapat kita artikan sebagai identitas individu. Jadi,
identitas diri adalah cara-cara yang kita gunakan untuk membedakan individu
(1987:134) menyebutkan ada beberapa elemen dari kesadaran diri, yaitu konsep
Pemahaman terhadap konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita
tiga kategori, yaitu karakteristik atau sifat pribadi, karakteristik atau sifat social,
dan peran social. Dengan kata lain, kita cenderung untuk memandang diri kita
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam
persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki,
dalam hubungan kita dengan orang lain. Antara lain, ramah atau ketus,
ekstovert, atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak
peduli, dan sebagainya. Peran social, mencakup hubungan dengan orang lain dan
dalam suatu masyarakat tertentu. Ketika peran sosial merupakan bagian dari
konsep diri, maka kita mendefinisikan hubungan social kita dengan orang lain,
seperti ayah, istri, guru, polisi, eksekutif, dan sebagainya. Peran social ini dapat
pula berbenuk afiliasi terhadap budaya, etnik, agama, dan sebagainya. Konsep
diri dapat berubah siring dengan waktu, oleh karenanya stabilitas dari konsep diri
Ketika diri kita menjadi objek persepsi maka kitaa juga akan mengevaluasi
evaluative seseorang terhadap dirinyya sendiri adalah ‘ self esteem’, suatu bagian
yang inheren dari konsep diri. Orang biasanya memiliki self esteem yang relative
tinggi. Namun self esteem yang relative tinggi ini bukan berarti bahwa kita lalu
menjadi egoistik. Ini hanya berarti bahwa tinggkat self esteem dari orang
‘normal’ yang hidup secara normal, rata-rata di atas titik tengah atau titik netral
Self esteem juga bersifat lebih mendalam dan langgeng daripada suatu reaksi
temporal. Maksudnya jika suatu ketika kita merasa gagal atau kehilangan
kepercayaan diri pada saat dikecewakan oleh seorang sahabat, ini hanyalah
reaksi sementara yang tidak mengubah self esteem. Self esteem kita adalah
bagian dari interpretasi atau penyimpulan dari persepsi diri dan bukan semata-
komunikasi kita. Jika self esteem tinggi, kita cenderung merasa kompeten
sehingga berperilaku secara lebih percaya diri. Orang yang self esteemnyatinggi
biasanya lebih mandiri, tegas, dan tidak mudah dipersuasi. Sementara kebalikan
dari hal-hal tadi biasanya ditemukan pada orang yang self esteemnya rendah.
Meskipun pembahasan kita mengenai ‘diri’ sejauh ini mengacu pada diri
berbagai identitas diri yang berbeda, yang disebut multiple selves. Beberapa dari
diri kita berkaitan dengan peran kita dalam berbagai hubungan social yang
berbeda dengan berbagai orang yang berbeda pula, misalnya; ayah-anak, suami-
seperti sebagai pelajar, warga Negara, anggota partai, dan sebagainya. Ini semua
mengacu kepada peran yang kita mainkan dalam berbagai komunitas dan
‘benar’, dalam pengertian seringkali beberapa peran tersebut overlap dan tidak
mencerminkan konflik antara berbagai bagian dari diri kita. Multiple selves ini
hubungan social.
Multiple selves dapat pula dipahamu dalam bentuk yang lain. Ketika kita
terlibat dalam komunikasi antarpribadi, kita memiliki dua diri dalam knsep diri
kita. Pertama adalah persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang
persepsi orang lain terhadap diri kita (metapersepsi). Cara lain untuk melihat
multiple selves adalah melalui diri ideal kita. Sebagian dari konsep diri mencakup
siapa diri kita sebenarnya, sedangkan sebagian lain mencakup kita ingin menjadi
apa (semacam bentuk ‘idealisasi’ diri). Upaya untuk mempersempit celah antara
diri ‘sebenarnya’ dan ‘diri’, tidak lain adalah suatu bentuk usaha untuk
melangsingkan tubuh untuk mencapai berat dan bentuk yang dia idealkan. Ini
terjadi pula pada berbagai hal lain, orang berusaha memperbaiki diri untuk
Selama proses kehidupan dan interaksi kita dengan orang lain, kita secara
berlangsung secara kontinu dan tidak dapat kita hindari. Oleh sebab itu, jika kita
manfaatnya maka kita perlu menyadari konsep diri kita dan bagaimana
diri diperoleh melalui tiga konsep, yaitu reflexive, social self, dan becoming self.
Jika kita memandang ke dalam cermin, apa yang kita lihat? Jika kita menjawab
“Saya melihat diri saya” atau “Saya melihat wajah saya” maka kita belum
image kita. Prinsip dari reflexive self adalah apabila kita memandang ke dalam
cermin dan kita tidak hanya melihat diri kita, tetapi melihat diri kita (yang
dipantulkan oleh cermin) yang sedang memandang kita. Jadi kesadaran diri
dikatakan reflexive jika bersifat dua arah. Ketika kita mempersepsikan diri kita,
bola karet ke dinding. Kita melempar bola kearah dinding, dan tindakan tersebut
direfleksikan kembali (bola memantul) ke arah kita. Jadi, pada saat yang
bersamaan kita adalah subjek dan objek dari tindakan kita. Bila diterapkan dalam
kasus self esteemnya, cenderung mandiri. Meskipun demikian, kita tidak dapat
memahami pengertian sebab akibat karena persepsi dan tindakan ini terjadi
secara simultan atau secara refleksif. Proses persepsi dan tindakan ini bergerak
dalam siklus yang terus berlangsung tanpa titik awal ataupun akhir.
Pada sisi lain, indiividu memperoleh konsep dirinya (identitasnya yang spesifik
sebagai individu) melalui interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain, orang
reaksi orang lain terhadap tindakan kita. Reaksi orang lain ini membuat tindakan
kita jauh lebih berarti, dan ini berarti bahwa sebenarnya orang lain telah
Menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita,
disebut menggunakan social self . Pengertian ini juga dikenal dengan istilah
konsep diri melalui interaksi. Dalam interaksi, reaksi orang lain merupakan
informasi mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut
Aspek lain dari pengembangan kesadaran diri melalui interaksi sosial adalah
perilaku yang dianggap sesuai untuk suatu social tertentu. Meskipun self
monitoring biasanya mengacu pada kepekaan terhadap perilaku kita sendiri, kita
dapat pula mempelajari perilaku apa yang secara social dianggap sesuai melalui
diperbaiki. Sehingga orang akan menjadi lebih menyadari konsep dirinya, seiring
Kemampuan ini akan membuat kita menjadi lebih efektif dalam komunikasi
antarpribadi.
Konsep diri bukan merupakan sesuatu yang tetap, selalu berubah, terus-
kita akan mendapat tambahhan informasi melalui “looking-glass self ” dan selalu
mencocokkanya dengan kondisi konsep diri pada saat itu. Informasi tersebut
tentu saja dapat mengkonfirmasikan atau memperkuat konsep diri kita, tetapi
diri kita. Jadi, apa pun efeknya, informasi akan selalu menerpa dan
mempengaruhi konsep diri kita. Dari pengertian tersebut, konsep diri tidak
pernah dalam kondisi tetap, melainkan selalu dalam keadaan berubah atau
berkembang. Inilah yang disebut dengan becoming self, artinya konsep diri selalu
dalam state of becoming atau proses menjadi konsep diri. Pengertian becoming
ini sekaligus menunjukkan bahwa perubahan konsep diri tidak terjadi secara
kita.
alam setiap komunikasi yang melibatkan dua orang, akan terdapat diri pribadi
yang harus di kenali, yaitu diri kita sendiri dan diri orang lain yang menjadi
sederhana. Upaya ini menyangkut proses psikologis, yaitu persepsi, dan seperti
telah kita ketahui, persepsi memiliki banyak kelemahan sebagai dasar untuk
dan sebagainya. Dalam mempersepsi orang lain, kita harus membuat kesimpulan
berdasarkan informasi yang tidak lengkap, yaitu informasi yang hanya diperoleh
melalui kelima indra kita. Maka, ketika kita berkomunikasi, kita akan
dapat diamati.
melakukan persepsi terhadap orang lain, namun ada tiga jenis informasi
terpenting yang perlu kita katahui, yaitu tujuan orang tersebut, kondisi
Mempersepsi tujuan orang memiliki beberapa arti bagi kita. Pertama adalah
diharapakannya dari kita melalui komunikasi yang dia lakukan. Kedua, melalui
akurasi dari penampilannya. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa kita
menggunakan persepsi untuk mengenali secara cermat apa tujuan orang lain.
Adalah tidak mungkin bagi kita secara nyata mengamati kondisi internal
anggapan bahwa elemen non verbal dari perilaku merupakan refleksi yang paling
akurat dari perasaan atau kondisi internal seseorang. Sementara itu, adanya
kesamaan antara kita dengan orang yang kita ajak berkomunikasi akan mendoro
rasa saling menyukai. Keadaan semacam ini akan membantu kita untuk merasa
dan perbandingan sosial (social comparison). Ketika kita pertama kali bertemu
dengan seseorang, biasanya akan muncul banyak pertanyaan didalam benak kita.
Siapa orang ini ? Apa yang diinginkannya dari kita ? kita memasuki suatu sistem
tadi dalam rangka memperoleh gambaran mengenai perilaku apa yang sesuai
untuk situasi tersebut. Jadi, dalam tahap awal komunikasi antarpribadi, kita akan
berusaha mengurangi jumlah ketidak pastian yang kita rasakan mengenai apa
yang harus kita lakukan. Pada sisi lain, upaya ini juga sekaligus merupakan
hingga tersisa beberapa makna yang kita anggap sesuai. Dengan menggunakan
orang biasanya melakukan evaluasi diri, yaitu suatu cara untuk mengetahui diri
kita sendiri (konsep diri). Selain itu kita juga ingin mengetahui bagaimana menilai
diri kita (self esteem). Sebagai manusia, kita selalu ingin merasa ”baik”, oleh
sebab itu kita melakukan proses evaluasi diri (seperti pendapat, ide, hasil-hasil
yang telah kita capai, konsep diri) dengan membandingkan diri kita pada orang
perbandingan sosial.
dengan orang lain yang setara. Artinya, jarang kita membandingkan diri dengan
orang lain yang jauh di atas ukuran kita. Misalnya, kita membandingkan
keyakinan politik kita dengan orang yang memiliki keyakinan hampir sama,
status sosial ekonomi kita dengan orang lain yang statusnya hampir sama, dan
diri secara objektif. Meskipun demikian ini adalah cara yang sehat untuk menjaga
kestabilan konsep diri dan self esteem, karena jika kita membandingkan diri
dengan ukuran yang tidak setara maka resikonya adalah merosotnya self esteem
sosial terbatas pada tahap ”pengenalan/mulai mengenal”, yaitu tahap awal dalam
tidak terlalu penting lagi. Misalnya, jika kita telah memupuk persahabatan
fisik dan perilaku komunikasi orang tersebut. Stave Duck (1977) mengemukakan
bahwa perilaku orang akan membantu dalam tiga hal. Pertama, perilaku tersebut
mungkin akan terasa menyenangkan bagi kita karena kita akan selalu merasa
senang jika mendapat senyuman atau pujian misalnya. Kedua, perilaku tersebut
benar atau salah. Pada kenyataannya, persepsi kita terhadap orang lain memang
tidak bisa lebih dari tebakan/perkiraan. Hanya dengan informasi yang lebih
penyimpulan terhadap apa yang dilakukannya adalah orang itu sendiri. Oleh
karenanya, untuk memahami proses mempersepsi ini adalah menyadari apa yang
terjadi dalam diri kita ketika perhatian kita tertuju kepada orang lain. Bahasan
berikut akan meguraikan tiga proses kognitif yang terjadi dalam mempersiapkan
orang lain, ketiganya adalah implicit personality theory, proses atribusi, dan
response sets
ketika kita berinteraksi dengan orang dan mengamati perilakunya, kita dapat
dengan ciri-ciri psikologis yang telah kita kenal. Dengan informasi dari
sosial secara umum dan menerapkannya pada orang tersebut tanpa tahu lebih
atas suatu peristiwa kepada seorang atau sesuatu. Proses persepsi ini
diri kita sendiri dalam pengertian situasional. Yaitu kita cenderung menimpakan
perilakukita yang tidak disukai kepada situasi, bukan kepada diri kita sendiri.
Seperti misalnya ”Keterlambatan ini bukan kesalahan saya, karena mobil saya
tidak bisa bergerak dalam kemacetan lalu lintas”. Sebaliknya, kita cenderung
pribadi, yaitu sesuatu yang terjadi di dalam orang tersebut. Misalnya, kita akan
berkata bahwa ”Dia sedang bingung. Sudah dua kali kami berpapasan dan dia
Proses atribusi memiliki arti penting bagi komunikasi dalam beberapa hal.
Pertama, proses ini membantu kita untuk menyusun penjelasan mengenai suatu
bersamaan dalam suatu siklus yang saling mempengaruhi. Dalam hal ini kita
(perilaku kita tidak secara otomatis merefleksikan perasaan kita). Namun kepada
psikologisnya, dan ini menjadi acuan bagi kita untuk berperilaku terhadap orang
lain tersebut.
awal hubungan, masing-masing pihak belum merasa dekat (baru kenal, atau baru
sebagai teman biasa), kita cenderung menempatkan hal lain sebagai penyebab
suksesnya hubungan kita, yaitu pada hubungan itu sendiri (hubungan yang nyaris
sempurna, ada saling pengertan di antara kami, hubungan baik ini telah memberi
lainnya.
perilaku orang lain kepada perilaku kita ketika menanggapinya. Menyadari bahwa
kita tidak akan pernah mendapatkan cukup informasi untuk mengenali orang
lain secara utuh maka kita menggunakan response sets sebagai jalan pintas
mempersepsikan orang dapat mungkin terjadi. Response sets yang sangat umum
orang dalam suatu situasi kepada situasi lain yang sama sekali belum kita
ketahui. Misalnya, kita mengetahui perilaku teman kerja kita yang kurang
tugas, dan sebagainya. Dari pengamatan ini, kita lalu menyimpulkan bahwa dia
akan berperilaku sama dalam berbagai bidang kehidupannya yang lain. Kita juga
rumah, curang pada istrinya, dan sebagainya. Demikian pula dengan orang yang
kita kenal ramah, lalu kita menganggap dia juga akan ramah kepada orang-orang
lainnya. Persoalan yang muncul dari ’hallo effect’ ini adalah bahwa kita
kenyataan bahwa yang akan berperilaku dan menampilkan peran yang berbeda
tersebut. Misalnya, kita cenderung untuk mengidealkan teman kita dan sangat
kurang baik. Sehingga dalam persepsi kita dia hanya memiliki sedikit kekurangan
habis mengerti kenapa banyak orang orang tidak menyukai teman kita yang
nyaris sempurna ini. Hal yang sebaliknya terjadi juga kepada orang yang tidak
kita sukai. Karena kita cenderung menilai kelewat rendah perilaku positifnya, dan
Persepsi terhadap orang lain, seperti halnya persepsi terhadap diri sendiri,
terbuka bagi berbagai kesalahan. Oleh karenanya, persepsi terhadap orang lain
proses hubungan atau komunikasi antarpribadi. Hal yang perlu dicamkan adalah
bahwa kita harus selalu terbuka bagi informasi tambahan dan menggunakannya
mempengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita. Kita menginginkan orang
lain memiliki penilaian yang baik mengenai diri kita, paling tidak, memiliki kesan
bahwa kita konsisten dengan tujuan kita berkomunikasi kepadanya. Kita dapat
berharap agar orang lain memandang kita sebagai teman, pimpinan, pasangan,
dan berbagai peran sosial lainnya. Meskipun kita tidak dapat memkas orang
dalam mempersepikan diri kita, namun kita dapat melakukan sesuatu untuk
yang dapat mendorong ke arak kesan tertentu mengenai diri kita. Jadi, kewajiban
melalui perilaku kita agar dapat digunakan untuk mempersepsikan diri kita
merupakan upaya untuk berpura-pura atau menipu orang lain. Karena meskipun
beberapa perilaku kita mungkin pura-pura atau palsu, kita mengetahui pula
bahwa kita memiliki berbagai peran sosial yang berbeda bagi orang dan situasi
Beberapa konsep yang dapat menjelaskan hal ini antara lain impression
pribadi.
melainkan bagian yang wajar dalam interaksi sosial yang disebut impression
terhadap orang lain, tidak ada pilihan lain, kecuali mengarahkan kesan orang
tersebut terhadap kita. Kita tidak memiliki pilihan dalam arti, kita tidak bisa tidak
berperilaku. Persoalannya adalah apakah kita sadar akan upaya kita mengarahkan
sebuah drama atau sandiwara. Sebagai partisipan dalam komunikasi, kita bukan
hanya sebagai aktor, tetapi sekaligus penulisan skenario yang menulis naskah
Ketika kita mengarahkan kesan orang lain, kita menghadirkan diri kita dalam dua
bentuk perilaku, yaitu ”depan” dan ”belakang”. ”Depan” mengacu pada bagian
dari diri kita yang dapat diamati/tampak oleh orang lain, bagian ”depan” ini
menunjukkan bagian dari diri kita yang berada ”diatas panggung”. ”belakang”
mengacu pada perilaku ’dibalik panggung” kita yang kita lakukan ketika tidak ada
orang lain, atau kita tidak menyadari adanya orang lain yang hadir disekitar kita.
Perlu dipahami bahwa persoalan ”di atas panggung/depan” dan ”di balik
situasi sosial, sedangkan lainnya merupakan situasi pribadi. Misalnya kita senang
duduk sambil mengangkat kaki, ini biasanya hanya bisa kita lakukan bila sedang
sendiri, dengan hadirnya orang lain tentunya kita akan duduk secara lebih baik
merupakan perilaku yang lebih diarahkan oleh orang lain daripada diri kita
sendiri. Ketika kita menyadari perilaku kita, dan kita membiarkan orang lain
sesungguhnya fokus kita bukan pada memanipulasi orang lain tetapi lebih pada
menyadari bahwa setiap perilaku kita adalah respons terhadap perilaku orang lain
maka kita telah berinteraksi secara wajar dan mampu mengendalikan kesan
dan Don Burks (1972) yang mengacu pada kualitas persepsi yang di dasarkan
berarti peka terhadap orang lain. Tindakan ini mencakup pemilihan perilaku
komunikasi yang sesuai bagi kombinasi antara diri kita, orang lain, dan situasi
kemungkinan.
dapat memahami bahwa setiap individu merupakan kesatuan dari banyak diri
banyak konsep diri yang berkaitan dengan berbagai peran sosial yang dimainkan
(teman, guru, ayah, suami dan sebagainya). Kedua, orang yang rhetorcally
situasi yang berbeda. Kelima, orang semacam ini menyadari bahwa suatu pesan
dapat dikemukakan melalui berbagai cara, dan dia dapat menyesuaikan cara
melalui prilaku kita sebagai reaksi atas tindakan orang lain. Dalam hal ini kita
menanggapi dengan suatu cara yang secara jelas menunjukkan suatu makna
tertentu terhadap prilaku orang lain. Setiap tindak komunikasi dalam suatu
ungkapan attribut orang lain yang di tujukan padanya memiliki beberapa pilihan.
ingin pergi, kan?” maka kita dapat menyangkalnya (”Bukan begitu maksudku”),
pergi”) . dengan kata lain, atribusi dapat di terapkan sebagai strategi percakapan
seperti halnya para proses persepsi, dan ketika kita menggunakannya sebagai
orang lain. Konsep ini masih berkaitan dengan impression management. Ketika
kita berusaha untuk mengarahkan kesan maka pada saat yang bersamaan orang
lain pun melakukan hal yang sama kepada kita. Dalam menanggapinya kita
memiliki tiga alternatif, yaitu konfirmasi, menolak, atau diskonfirmasi. Jika kita
melakukan konfirmasi berarti kita menerima identifikasi diri orang lain seperti
yang ditampilkannya di hadapan kita. Misalnya kita berkata, ”Usulan kamu sangat
tepat, suatu gagasan yang bagus”. Ketika menolak, kita mengakui keberadaan
orang tersebut namun menyangkal definisi diri yang dia tampilkan, misalnya
”saya tidak percaya dengan apa yang kamu ceritakan”. Sementara itu
orang lain dan menganggapnya tidak pernah di ucapkan. Misalnya teman kita
berkata, ”Sekarang saya ingin mandi air hangat. Badan saya lelah sekali setelah
seharian membetulkan atap rumah”, dan kita menjawab ”Kasihan. Kamu mau apa