Disusun oleh :
KESEHATAN MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala taufik, hidayah serta inayah-
Nya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
adanya halangan dan hambatan yang berarti. Sholawat serta salam tidak lupa juga penulis
panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi
gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan ISPA
(infeksi saluran pernapasan atas)
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui hambatan dan juga
kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta bantuan dari banyak pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang telah
di tentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah inimasih jauh dari sempurna.
Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih
sempurnanya hasil makalah ini. Akhir kata, penulis hanya dapat berharap agar hasil
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha
penulis selama ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu Infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernapasan
diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
stimulant atau berurutan (Behrman Ricard,2000).
B. Tujuan Penulisan
2. Tujuan Khusus :Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan
memahami tentang :
a. Konsep dasar penyakit ISPA ini yang meliputi : pengertian, penyebab, manifestasi
b. Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan ISPA yang meliputi : pengkajian,
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan dan health education pada keluarga.
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab. Bab pertama berisikan
pendahuluan yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika
penulisan. Bab kedua berisikan tentang landasan teori yang berisikan tentang definisi,
anatomi – fisiologi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan. Bab terakhir adalah penutup yang berisikan
tentang simpulan dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR
Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang
sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat
juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang
masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.
A. Hidung
Dihangatkan
Disaring
Dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel
– partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh
bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara
yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara ). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan cocha. Kemudian udara akan diteruskan ke : Nasofaring (
terdapat pharyngeal tonsil dan tuba Eustachius ), orofaring , dan laringofaring.
Hidung Eksternal :
Hidung Interna :
Kartilago Lateral
Kartilago Sekunder
Kartilago pinna nasi
Aparatus Justaglomerular
2. Sinus
Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan
menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis yaitu :
a. Sinus Frontal, terletak diatas mata dibagian tengah dari masing – masing alis.
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
c. Sinus Edmoid, terletak diantara mata, tepat dibelakang hidung.
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus edmoid dan dibelakang mata.
Keempat sinus diatas sering dikatakan sebagai satu kesatuan yang disebut dengan
nama sinus paranasal, dimana sel pada tiap sinus adalah sel sekresi mukus, sel
epitel dan beberapa sel yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh
( makrofag, limposit dan eosinofil ).
Fungsi dari sinus adalah melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk dan
melindungi struktur disekitarnya ( mata dan syaraf ), meningkatkan resonansi
suara, sebagai penyangga melawan trauma pada wajah dan menurunkan berat jenis
kepala.
B. Faring
Faring merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring dan
laringofaring.
C. Laring
Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago ; kartilago tiroid, epiglotis,
kartilago krikoid dan dua buah kartilago aritenoid.
1. Kartilago tiroid terbesar pada trakhea, sebagian dari kartilago ini membentuk
jakun.
2. Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah larng selama
menelan.
3. Kartilago krikoid satu – satunnya cincin kartilago yang komplit dalam laring
( terletak dibawah kartilago tiroid ).
4. Kartilago aritenoid ( 2 buah ) kartilago aritenoid ; digunakan dalam gerakan
pita suara dengan kartilago tiroid.
1. Pengertian
Influenza merupakan sinonim dari flue atau common cold. Influenza merupakan
infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti
pasien pada semua tingkat usia. Istilah ‘common cold’ lebih menjelaskan suatu
kompleks gejala daripada suatu penyakit tertentu, yang memiliki ciri seperti hidung
tersumbat (nasal congestion), suara serak (sore thorat), dan batuk.
2. Etiologi
Penyebab dari timbulnya influenza adalah Haemophillus influenza (tipe A,B, dan
C)
Jenis-jenis influenza :
a. Virus Tipe A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar
merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A.
Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan
wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau
menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe
influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A
dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda
berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah
dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi
pada manusia, adalah:
H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada
tahun 2009
b. Virus Tipe B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir
secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan
dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi
influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami
mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya
keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B.
Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan
terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang
terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen
menjadi tidak mungkin.Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan
dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen
antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
c. Virus Tipe C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia,
anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi
lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain
dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan influenza antara lain :
b. Nyeri otot
e. Anoreksia
Sakit tenggorokan
Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama 1-2 minggu setelah periode
akut.
5. Komplikasi
Secara umum, komplikasi yang sering ditimbulkan dari influenza adalah infeksi
saluran nafas (bronkitis) dapat terjadi karana adanya virus dan paru-paru
(pneumonia) oleh bakteri.
6. Penularan
a. Penularan influenza secara alami berasal dari percikan ludah saat bersin atau
batuk. Penyebaran dapat pula berasal dari kontak langsung dan kontak tak
langsung.
b. Virus influenza B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala timbul tetapi
pada kasus influenza A baru tampak setelah 6 hari.penyebaran virus influenza
pada anak berlangsung selama kurang dari 1 minggu pada influenza A dan
sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. masa inkubasi influenza berkisar
dari 1 sampai 7 hari tetapi umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.
7. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium :
Kultur sputum
8. Penatalaksanaan
Tidak terdapat tindakan yang spesifik untuk pasien dengan common cold.
Manajemen medis yang biasa dilakukan berupa :
a. Medis :
b. Perawatan :
B. FARINGITIS
1. Definisi
Faringitis merupakan suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan
atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang disebut
juga sebagai radang tenggorokan ( brunner & Suddarth, vol 1, 2002 ).
Faringitis adalah : keadaan inflamasi pada struktur mukosa, sub mukosa
tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain ; orofaring,
hipofaring, tonsil dan adenoid.
Faringitis adalah penyakit tenggorokan ; merupakan spon inflamasi terhadap
pathogen yang mengeluarkan toksin.
2. Etiologi
Virus ( virus penyebab common cold, influenza, adeno virus, mono
nucleosis atau HIV ).
Bakteri ( Streptococcus group A, korine bakterium, arkano bakterium,
Neisseria gonorrhoea atau Chlamydia pneumoniae ).
3. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Kemudian bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hipertermi, kemudian edema dan
sekresi yang meningkat. Eksudat mula – mula serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hipertermi, pembuluh darah dinding menjadi lebar. Bentuk sumbatan
yang berwarn kuning, putih abu – abu, terdapat dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak – bercak pada dinding faring
posteroir, atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak.
Virus – virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebakan iritasi
sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.
Infeksi Streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A Streptococcus
memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan
dengan deman rheumatik dan kerusakan katub jantung.
Selanjutnya juga dapat menyebabkan glomerulonefritis karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya komplek antigen – antibodi.
4. Klasifikasi
a. Faringitis Akut
Inflamasi febris tenggorokan yang disebabkan oleh mikroorganisme virus
hampir 70 % streptococcus group A. Paling sering disebut “ Streephroat “.
b. Faringitis Kronis
Sering terjadi pada orang dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan
yang berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat batuk kronis,
penggunaan habitual alkohol dan tembakau.
Ada 3 jenis faringitis kronis :
Hipertrifik ; ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membran
mukosa faring.
Atrofik ; tahap lanjut dan jenis pertama ( membran tipis, keputihan, licin
dan pada waktunya berkerut ).
Granular kronik ; beberapa pembengkakan folikel limfe pada dinding
faring.
7. Penatalaksanaan
Pemberian terapi berdasarkan penyebabnya ;
a. Medis :
Bakterial ; antimikroba.
Streptokokus ; Antibiotik Penisilin.
Untuk klien yang alergi penisilin sefalosfrim.
Antibiotik diberikan selama 10 hari untuk Streptokokus group A.
b. Perawat :
Diit cair / lunak pada tahap akut.
Pemberian cairan intra vena perlu diberikan pada kondisi parah.
Banyak minum 2 – 3 liter / hari.
C. LARINGITIS
1. Pengertian
Laringitis adalah peradangan membran mukosa yang melapisi laring dan disertai
edema pita suara.
2. Etiologi :
a. Virus.
b. Bakteri.
c. Perluasan infeksi rhinitis.
d. Faktor lain :
Suhu udara yang dingin.
Perubahan temperatur yang tiba-tiba.
Pemajanan terhadap debu.
Bahan kimia.
Asap / uap.
Penggunaan pita suara berlebihan.
Merokok berlebihan.
3. Patofisiologi
Laringitis merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang disebabkan
oleh virus, bakteri ataupun oleh karena rhinitis. Virus yang merupakan penyebab
terbanyak masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas
lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propia, submukosa dan
adventisia diikuti dengan infiltrasi selular histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit
polimormofonuklear ( PMN ). Terjadinya pembengkakan dan kemerahan dari
saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trachea
dibawah pita suara. Karena trachea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid,
maka pembengkakan saluran nafas dalam, menjadikan sempit, bahkan sampai
hanya sebuah celah, sehingga dapat menyebabkan peningkatan hambatan jalan
nafas atas. Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan menyebabkan stridor
dan lebih lanjut lagi akan menyebabkan hipoksia karena ventilasi yang tidak
adekuat.
4. Tanda dan gejala :
a. Laringitis akut :
Suara serak.
Tidak dapat mengeluarkan suara ( afonia ).
Batuk berat.
Tenggorokan nyeri dan gatal.
b. Laringitis kronis :
Suara serak yang persisten.
Nyeri tenggorokan memburuk pada pagi hari dan malam hari.
Batuk kering dan keras.
5. Komplikasi
a. Sinusitis kronis.
b. Bronkhitis kronik.
6. Pemeriksaan diagnostik : pada klien laringitis kultur organisme penyebab dari
laring.
7. Penatalaksanaan
a. Laringitis Akut :
Medis :
Pemberian zat iritan.
Pemberia antibiotik pada klien dengan infeksi bakteri.
Perawat :
Mengistirahatkan suara.
Hindari merokok.
Istirahat ditempat tidur.
Inhalasi uap.
b. Laringitis Kronik :
Medis :
Pengobatan terhadap infeksi.
Pengobatan kortikosteroid topikal.
Perawat :
Istirahat suara.
Membatasi merokok.
Inhalasi uap.
D. SINUSITIS
1. Pengertian
Sinusitis adalah : suatu peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus adalah
rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung.
Sinusitis adalah : peradangan pada membran mukosa sinus. Sinusitis
merupakan penyakit yang sering terjadi meskipun kejadiannya mulai
berkurang dengan adanya antibiotika.
2. Klasifikasi Sinusitis
Sinusitis dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Sinusitis Akut : suatu proses infeksi di dala sinus yang berlangsung 3 minggu.
Macam – macam sinusitis akut :
Sinusitis maxilaris akut.
Sinusitis etmoidal akut.
Sinusitis frontal akut.
Sinusitis sphenoid akut.
b. Sinusitis kronis : proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung selama 3 – 8
minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan – bulan bahkan bertahun –
tahun.
3. Etiologi Sinusitis
a. Sinusitis akut, yaitu :
Virus ( Rebrovirus, Influenza virus dan Parainfluenza virus ).
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas.
Bakteri ( Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Stapilococcus aureus ).
Dalam tubuh manusia terdapat banyak bakteri flora normal. Apabila terjadi
penurunan daya tahan tubuh atau drainase sinus tersumbat akibat pilek atau
infeksi virus lainnya, maka bakteri flora normal tersebut akan menjadi
patogen dan ikut menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus
akut.
Jamur ( jamur Aspergilus )
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan
sistem kekebalan.
4. Patofisiologi Sinusitis
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan ostium sinus, dan berpengaruh
pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim
dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus den mempercepat difusi
virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan
sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang
sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan
mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi dan
reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam
sinus dan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri
anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan
aktifitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia
yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya
beberapa bakteri patogen.
5. Faktor predisposisi :
a. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertropi
konka.
b. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi
osteum sinus serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan kuman.
c. Adanya infeksi pada gigi.
d. Lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat merubah mukosa
dan merusak silia.
6. Manifestasi klinik
a. Sinusitis maksila akut,
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada
pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, ingus kental kadang –
kadang berbau bercampur darah.
9. Penatalaksanaan
a. Drainage :
Medical : Dekongestan lokal : efedrin 1 5 ( dewasa ), 0,5 % ( anak ).
Dekongestan Oral : pseudoefedrin 3 x 60 mg.
Surgical : irigasi sinus maksilaris.
b. Antibiotik diberikan dalam 5 – 7 hari ( sinusitis akut ) :
Ampisilin
Amoxilin
Sulfamektasol
Doksisiklin
c. Simtomatik :
Parasetamol, metampiron
d. Surgical : Operasi CWL ( Cadwll Luc ) bila degenerasi mukosa ireversibel.
2. Etiologi
a. Streptococus beta hemoliticus
b. Streptococcus viridans
c. Streptococcus piogenes
d. Virus
3. Klasifikasi
a. Tonsilitis Akut
Tonsilis viral :
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling seringadalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakanpenyebab tonsilitis akut supuratif. Jika
terjadi infeksi viruscoxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampakluka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeridirasakan
pasien.
Tonsilitis bacterial :
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat,pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes.Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akanmenimbulkan reaksi radang berupa keluarnya
leukositpolimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitisakut
dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak
detritu ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis
lakunaris.
b. Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri :
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kumanCoryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukanpada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensitertinggi pada usia 2-5 tahun.
Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus
hemolitikusyang terdapat dalam susu sapi.
Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atautriponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulutyang kurang dan
defisiensi vitamin C.
c. Tonsilis Kronik :
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,pengaruh cuaca, kelelahan
fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
(Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )
4. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.Amandel atau tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organismeyang berbahaya tersebut. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentukantibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadangamandel sudah kelelahan menahan infeksi atau
virus.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis makajaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapatpembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear.Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang
berisi bercakkuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit,bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritusdisebut
tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadisatu maka terjadi
tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejalasakit tenggorokan ringan
hingga menjadi parah.Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya
sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapatmenyebabkan kesukaran menelan, panas,
bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit
pada sendi danotot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya
sakitpada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukarmenelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yangtidak menyenangkan
tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis
kronik terjadi karenaproses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoidterkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
digantijaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antarakelompok
melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses inimeluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketandengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertaidengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
5. Manifestasi Klinik
a. Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
Nyeri tenggorok
Nyeri menelan
Demam
Mual
Anoreksia
b. Tanda dan gejala tonsilitis kronis adalah :
Kelenjar limfa leher membengkak
Edema faring
Pembesaran tonsil
Tonsil hiperemia
Mulut berbau
Otalgia ( sakit di telinga )
Malaise
6. Pemeriksaan Penunjang,
Laboratorium : lekosit meningkat,hemoglobin turun
Usap tonsil untuk pemeriksaan sensitifitas obat
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan tonsillitis akut:
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari danobat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergidengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.
Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obatnsimptomatik.
Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosaatau terapi
konservatif tidak berhasil.Indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yan adekuat
Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi
danmenyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil denga
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan
gangguan bicara.
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil,
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusa / otitis media supurataif.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )
8. Persiapan operasi
a. Perawatan pra Operasi :
Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan
dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber
infeksi.
Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan
adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa
protrombin.
Kaji adanya resiko perdarahan pada anak atau keluarga.
Kaji status hidrasi.
Siapkan anak secara khusus untuk menghadapi masa pascaoperasi.
Jelaskan pada pasien tentang tindakan operasi bila perlu orientasikan
tempat.
Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul seperti adanya perdarahan.
Surat ijin operasi (informed concent).
b. Perawatan pasca operasi
Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10.
Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan.
Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi beri posisi telungkup
atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan kesamping
untuk mencegah aspirasi.
Jika perlu lakukan penghisapan apabila anak muntah,hindari trauma.
Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika
perlu.
Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu sampai 2 jam setelah
sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan
hati-hati.
Tawarkan susu karena cairan itulah yang paling baik ditoleransi pada saat
ini, kemudian berikan es krim dan air dingin selama 12 sampai 24 jam
pertama bila anak tidak batuk.
Berikan diit secara bertahap daric air,lunak sampai padat.
.
9. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
a. Abses pertonsil :
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
b. Otitis media akut :
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
c. Mastoiditis akut :
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
d. Laringitis :
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena
alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
e. Sinusitis :
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau15
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
f. Rhinitis :
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
F. PATOFLOW ( Terlampir )
III.ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
1. Biodata : Nama, umur, jenis kelamin.
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan utama :
Klien biasanya mengeluh nyeri kepala.
Nyeri menelan.
Badan panas ( demam ).
Tidak nafsu makan.
Mengeluh nyeri sinus dan tenggorokan.
Bersin – bersin.
Hidung tersumbat.
b. Riwayat Penyakit dahulu :
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma.
Klien sering menderita ISPA, faringitis berulang, otitis media.
Mempunyai riwayat penyakit HT.
Pernah menderita sakit gigi geraham.
Klien mempunyai riwayat alergi.
c. Riwayat Keluarga :
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin berhubungan dengan penyakit klien sekarang.
d. Riwayat Psikososial :
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien ( cemas / sedih ).
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
3. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem respirasi, yang meliputi :
a. Tanda – tanda vital :
Suhu : 38 – 39 oC, naik turun secara bertahap.
b. Inspeksi :
Menunjukkan pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung, perdarahan.
Mukosa hidung ; warna kemerahan, pembengkakan atau eksudat dan
polip hidung, yang mungkin terjadi pada rhenitis kronis.
Tenggorokan tampak warna kemerahan,lesi.
Pada tonsil dan faring, warna kemerahan, asimetris, adanya drainase,
ulserasi atau pembesaran.
Respirasi : tampak kesulian bernafas, batuk non produktif kemudian
batuk keras dan produktif, erytema pada langit – langit yang keras
bagian belakang, tekak, peningkatan respirasi, ronchi dan crackles.
c. Palpasi :
Sinus frontalis dan maksilaris ; ada nyeri tekan yang menunjukkan
inflamasi.
Nodus limfe di leher ; apakah terjadi pembengkakan / pembesaran,
nyeri tekan.
Didapatkan pembengkakan tonsil.
Adanya demam.
d. Perkusi :
Suara paru normal ( resonance ).
e. Auskultasi :
Suara nafas vesikuler / tidak terdengan ronchi pada kedua sisi paru.
f. Nutrisi : adanya kesulitan menelan, menolak makan, nafsu makan
menurun.
g. Aktifitas : klien tampak lemas, iritabel.
h. Persepsi Sensori : daya penciuman klien terganggu karena hidung
tersumbat / buntu akibat pilek terus menerus ( purulen, serous,
mukopurulent ).
i. Neurologi : myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
j. Integritas ego : tampak cemas, khawatir.
B. Diagnosa Keperawatan
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan
akibat proses inflamasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan, adanya
iritasi jalan nafas akibat infeksi.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
5. Defisit volume cairan b.d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis
( berkeringat banyak ) berkaitan dengan demam.
6. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat akibat kesulitan menelan.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
8. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan dilakukannya
pembedahan.
9. Kurangnya pengetahuan mengenai penyakitnya b.d kurang terpaparnya
informasi.
C. Intervensi
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan akibat proses
inflamasi
D. Evaluasi
1. Jalan nafas klien efektif.
2. Bebas dari rasa nyeri.
3. Bebas dari demam.
4. Nutrisi terpenuhi.
5. Pengetahuan klien bertambah tentang penyakit ISPA, penatalaksanaan dan
pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telingga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC.
Manurung Santa, et all, 2014. Gangguan Siatem Pernafasan Akibat Infeksi, cet.2.
Jakarta : TIM
Ignativicius, D.D., Workman, M. L., Misler, M.A. ( 2006 ). Medical Surgical Nursing.
th
Across the Health Care Continum.5 edition.Philadelphia : W.B. Saunders
Company.