Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH ASKEP ISPA

Dosen pengampu : NI PUTU SUMARTINI , M.Kep

Disusun oleh :

1. FITRY FIDDYANI ( P07120120059)


2. TRY AZWIN SAPUTRA ( P07120120088)
3. MIMING SUKRIANI (P07120120071)
4. MADE ARYANI M.P (P07120120069)
5. NADIA SYAWATUL M. (P07120120073)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN

KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MATARAM

T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahamatullahi wabarakatuh.

Puji syukur panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala taufik, hidayah serta inayah-
Nya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
adanya halangan dan hambatan yang berarti. Sholawat serta salam tidak lupa juga penulis
panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi
gambaran bagi  pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan ISPA
(infeksi saluran pernapasan atas)

Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui hambatan dan juga
kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta bantuan dari banyak pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang telah
di tentukan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah inimasih jauh dari sempurna.
Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih
sempurnanya hasil makalah ini. Akhir kata, penulis hanya  dapat berharap agar hasil
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha
penulis selama ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mataram, 2 oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pernapasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang di


mulai dari hidung, pharing, laring, trachea,bronchus,broncheolus,dan alveolus.
Saluran pernafasan bagian atas di mulai dari hidung sampai trachea dan bagian
bawah dari bronchus sampai alveolus (Donna,1995).

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu Infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernapasan
diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
stimulant atau berurutan (Behrman Ricard,2000).

Berdasarkan data diatas kita sebagai perawat diharapkan mampu memberikan


asuhan keperawatan yang efektif, dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan
angka insiden pneumonia melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum : Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada


klien dengan infeksi saluran pernapasan atas.

2. Tujuan Khusus :Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan
memahami tentang :

a. Konsep dasar penyakit ISPA ini yang meliputi : pengertian, penyebab, manifestasi

klinik, patofisiologi, dan penatalaksanaan ISPA.

b. Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan ISPA yang meliputi : pengkajian,
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan dan health education pada keluarga.

C. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab. Bab pertama berisikan
pendahuluan yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika
penulisan. Bab kedua berisikan tentang landasan teori yang berisikan tentang definisi,
anatomi – fisiologi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan. Bab terakhir adalah penutup yang berisikan
tentang simpulan dan saran.

BAB II

KONSEP DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SISTEM PERNAFASAN ATAS

I. ANATOMI – FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN ATAS


Anatomi fisiologi sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring, laring dan
trakhea.

Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang
sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat
juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang
masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.

A. Hidung

Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :

 Dihangatkan

 Disaring
 Dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel
– partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh
bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara
yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara ). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan cocha. Kemudian udara akan diteruskan ke : Nasofaring (
terdapat pharyngeal tonsil dan tuba Eustachius ), orofaring , dan laringofaring.

1. Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu


bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung
dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan
kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering
membengkok kesatu sisi

Hidung Eksternal :

 Radix (akar batang hidung)


 Dorsum (batang hidung)
 Kartilago alar (cuping hidung)
 Nostril (lubang hidung)
 Septum nasi (sekat)
 Nasal Tip (ujung / puncak hidung.

Hidung Interna :

 Kartilago Lateral
 Kartilago Sekunder
 Kartilago pinna nasi
 Aparatus Justaglomerular

2. Sinus

Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan
menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis yaitu :
a. Sinus Frontal, terletak diatas mata dibagian tengah dari masing – masing alis.
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
c. Sinus Edmoid, terletak diantara mata, tepat dibelakang hidung.
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus edmoid dan dibelakang mata.
Keempat sinus diatas sering dikatakan sebagai satu kesatuan yang disebut dengan
nama sinus paranasal, dimana sel pada tiap sinus adalah sel sekresi mukus, sel
epitel dan beberapa sel yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh
( makrofag, limposit dan eosinofil ).
Fungsi dari sinus adalah melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk dan
melindungi struktur disekitarnya ( mata dan syaraf ), meningkatkan resonansi
suara, sebagai penyangga melawan trauma pada wajah dan menurunkan berat jenis
kepala.

B. Faring

Faring merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring dan
laringofaring.

1. Nasofaring, adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah


rongga nasal melalui dua naris internal ( koana ).

a. Dua tuba Eustachius ( auditorik ) menghubungkan nasofaring dengan


telingga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada
kedua sisi gendang telingga.
b. Amandel ( adenoid ) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang
terletak didekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat
aliran udara.
2. Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu
perpanjangan palatum keras tualang.
a. Uvula ( anggur kecil ) adalah prosesus kerucut ( conical ) kecil yang
menjulur kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
3. Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan
gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
a. Dilewati oleh udara dan makanan
b. Berupa epitelium squamosa
c. Secara anterior akan terhubung dengan laring
d. Secara posterior terhubung dengan esofagus.

C. Laring
Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago ; kartilago tiroid, epiglotis,
kartilago krikoid dan dua buah kartilago aritenoid.
1. Kartilago tiroid terbesar pada trakhea, sebagian dari kartilago ini membentuk
jakun.
2. Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah larng selama
menelan.
3. Kartilago krikoid satu – satunnya cincin kartilago yang komplit dalam laring
( terletak dibawah kartilago tiroid ).
4. Kartilago aritenoid ( 2 buah ) kartilago aritenoid ; digunakan dalam gerakan
pita suara dengan kartilago tiroid.

Membran mukosa menghubungkan kartilago satu dengan lainnya dan dengan os


hioideus.
Pita suara ; ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara, pita suara melekat pada lumen laring. Otot pita suara ( vocal cord ) terdiri
dari :

 Otot sejati ( true vocal cord ).


 Otot vestibular / palsu ( false vocal cord ).

Fonasi adalah Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama


ekspirasi.Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi,
lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Nervus laring superior

 Mensyarafi otot krikotiroid


 Mensyarafi bagian atas vocal cord

Nervus laring berlapis (recurrent)

 Mensyarafi seluruh otot laring kecuali otot krikotiroid


 Mensyarafi bagian bawah vocal cord

D. Tonsil atau Amandel


Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yangbanyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadapinfeksi. Tonsil terletak
pada kerongkongan di belakang kedua ujunglipatan belakang mulut. Ia juga bagian
dari struktur yang disebut Ringof Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri
juga atas jaringanlimfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan
mendapatpersediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada
padapermukaan dalam sel-sel tonsil.Tonsil terdiri atas:
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan
terletak di belakang koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Ukuran tonsil
1. T0 : bila sudah dioperasi
2. T1 : ukuran yang normal ada
3. T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
4. T3 : pembesaran mencapai garis tengah
5. T4 : pembesaran melewati garis tengah

Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh


dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsilmengalami peradangan. Peradangan
pada tonsil disebut dengantonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan
Telinga Hidung& Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas
selulertonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana
sertamenyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitiskronis).
Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoidbekerja terus dengan
memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan
membesar dengan cepat melebihiukuran yang normal.

II. KONSEP DASAR


A. INFLUENZA

1. Pengertian
Influenza merupakan sinonim dari flue atau common cold. Influenza merupakan
infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti
pasien pada semua tingkat usia. Istilah ‘common cold’ lebih menjelaskan suatu
kompleks gejala daripada suatu penyakit tertentu, yang memiliki ciri seperti hidung
tersumbat (nasal congestion), suara serak (sore thorat), dan batuk.

2. Etiologi

Penyebab dari timbulnya influenza adalah Haemophillus influenza (tipe A,B, dan
C)
Jenis-jenis influenza :

a. Virus Tipe A

Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar
merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A.
Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan
wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau
menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.

Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe
influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A
dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda
berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah
dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi
pada manusia, adalah:

 H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada
tahun 2009

 H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957

 H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968


 H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004H7N7, yang
memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa

b. Virus Tipe B

Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir
secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan
dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi
influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami
mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya
keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B.
Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan
terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang
terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen
menjadi tidak mungkin.Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan
dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen
antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.

c. Virus Tipe C

Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia,
anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi
lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain
dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.

Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA.


Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu :
Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S
merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein.Antigen
ini spesifik untuk masing-masing tipe.Hemaglutinin dan neuramidase
berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan
virus.Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel
penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel
yang terinfeksi.
3. Patofisiologi

Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik


yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-
orang yang terinfeksi.Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel
pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium
silia.Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan
penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah.Di
suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli
dan exudat yang berisi leukosit, eritrrosit dan membran hyaline.Hal ini sulit untuk
mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan
untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik
immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif
untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin
influenza A yang tidak aktif.

Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan


mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9
sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum
regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang
berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.

Penyakit pada umumnya sembuh sendiri.Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari


diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu.Penyakit ini penting karena
sifatnya epidemik dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama
sekunder.Resiko tinggi pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik.

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan influenza antara lain :

a. Nyeri kepala hebat

b. Nyeri otot

c. Demam dan menggigil


d. Kelelahan dan kelemahan

e. Anoreksia

f. Manifestasi klinik pada sistem pernafasan:

 Sakit tenggorokan

 Batuk, bersin, rinorrhea, dan hidung tersumbat

 Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama 1-2 minggu setelah periode
akut.

5. Komplikasi

Secara umum, komplikasi yang sering ditimbulkan dari influenza adalah infeksi
saluran nafas (bronkitis) dapat terjadi karana adanya virus dan paru-paru
(pneumonia) oleh bakteri.

6. Penularan

a. Penularan influenza secara alami berasal dari percikan ludah saat bersin atau
batuk. Penyebaran dapat pula berasal dari kontak langsung dan kontak tak
langsung.

b. Virus influenza B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala timbul tetapi
pada kasus influenza A baru tampak setelah 6 hari.penyebaran virus influenza
pada anak berlangsung selama kurang dari 1 minggu pada influenza A dan
sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. masa inkubasi influenza berkisar
dari 1 sampai 7 hari tetapi umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.

7. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium :

 Kultur jaringan nasal atau sekret pharyngeal.

 Kultur sputum
8. Penatalaksanaan

Tidak terdapat tindakan yang spesifik untuk pasien dengan common cold.
Manajemen medis yang biasa dilakukan berupa :

a. Medis :

 Memberikan obat yang bersifat simpomatik (sesuai dengan gejala yang


muncul) sebab antibiotik tidak efektif untuk infeksi virus.

 Memberikan anti histamin untuk menurunkan rinorrhea.

 Memberikan vitamin C dan ekspektoran.

 Memberikan Vaksinasi : Vaxigrip boleh diberikan mulai bayi usia 6 bulan

b. Perawatan :

 Menyarankan pasien agar melakukan bedrest

 Mengkatkan intake cairan jika tak ada kontra indikasi

 Memberikan obat kumur untuk menurunkan nyeri tenggorokan

B. FARINGITIS
1. Definisi
 Faringitis merupakan suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan
atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang disebut
juga sebagai radang tenggorokan ( brunner & Suddarth, vol 1, 2002 ).
 Faringitis adalah : keadaan inflamasi pada struktur mukosa, sub mukosa
tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain ; orofaring,
hipofaring, tonsil dan adenoid.
 Faringitis adalah penyakit tenggorokan ; merupakan spon inflamasi terhadap
pathogen yang mengeluarkan toksin.

2. Etiologi
 Virus ( virus penyebab common cold, influenza, adeno virus, mono
nucleosis atau HIV ).
 Bakteri ( Streptococcus group A, korine bakterium, arkano bakterium,
Neisseria gonorrhoea atau Chlamydia pneumoniae ).

3. Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Kemudian bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hipertermi, kemudian edema dan
sekresi yang meningkat. Eksudat mula – mula serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hipertermi, pembuluh darah dinding menjadi lebar. Bentuk sumbatan
yang berwarn kuning, putih abu – abu, terdapat dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak – bercak pada dinding faring
posteroir, atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak.
Virus – virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebakan iritasi
sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.
Infeksi Streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A Streptococcus
memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan
dengan deman rheumatik dan kerusakan katub jantung.
Selanjutnya juga dapat menyebabkan glomerulonefritis karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya komplek antigen – antibodi.

4. Klasifikasi
a. Faringitis Akut
Inflamasi febris tenggorokan yang disebabkan oleh mikroorganisme virus
hampir 70 % streptococcus group A. Paling sering disebut “ Streephroat “.
b. Faringitis Kronis
Sering terjadi pada orang dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan
yang berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat batuk kronis,
penggunaan habitual alkohol dan tembakau.
Ada 3 jenis faringitis kronis :
 Hipertrifik ; ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membran
mukosa faring.
 Atrofik ; tahap lanjut dan jenis pertama ( membran tipis, keputihan, licin
dan pada waktunya berkerut ).
 Granular kronik ; beberapa pembengkakan folikel limfe pada dinding
faring.

Terdapat 2 bentuk faringitis kronik, yaitu :

 Faringitis kronik hiperplastik ;


Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral
dan hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak
rata dan berglanular.
 Faringitis kronik atrofi.
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhenitis atropi.
Pada rhenitis atropi udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembapannya sehingga menimbulkan rangsang serta infeksi pada faring.
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh sekret yang kental
dan bila diangkat tampak mukosa kering.

4. Tanda dan gejala


a. Tenggorokan merah.
b. Nyeri tenggorokan.
c. Demam.
d. Nyeri tekan nodus limfe servikal.
e. Malaise.
f. Batuk.
g. Suara serak.
h. Kesulitan menelan.
5. Komplikasi
a. Sinusitis.
b. Otitis media.
c. Abses peritonsial.
d. Mastoiditis.
e. Adenitis servikal.
f. Demam rematik.
g. Nefritis.

6. Pemeriksaan diagnostik ; pada klien faringitis dailakukan kultur organisme


penyebab dari faringitis.

7. Penatalaksanaan
Pemberian terapi berdasarkan penyebabnya ;
a. Medis :
 Bakterial ; antimikroba.
 Streptokokus ; Antibiotik Penisilin.
 Untuk klien yang alergi penisilin sefalosfrim.
 Antibiotik diberikan selama 10 hari untuk Streptokokus group A.
b. Perawat :
 Diit cair / lunak pada tahap akut.
 Pemberian cairan intra vena perlu diberikan pada kondisi parah.
 Banyak minum 2 – 3 liter / hari.

C. LARINGITIS
1. Pengertian
Laringitis adalah peradangan membran mukosa yang melapisi laring dan disertai
edema pita suara.

2. Etiologi :
a. Virus.
b. Bakteri.
c. Perluasan infeksi rhinitis.
d. Faktor lain :
 Suhu udara yang dingin.
 Perubahan temperatur yang tiba-tiba.
 Pemajanan terhadap debu.
 Bahan kimia.
 Asap / uap.
 Penggunaan pita suara berlebihan.
 Merokok berlebihan.

3. Patofisiologi
Laringitis merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang disebabkan
oleh virus, bakteri ataupun oleh karena rhinitis. Virus yang merupakan penyebab
terbanyak masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas
lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propia, submukosa dan
adventisia diikuti dengan infiltrasi selular histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit
polimormofonuklear ( PMN ). Terjadinya pembengkakan dan kemerahan dari
saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trachea
dibawah pita suara. Karena trachea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid,
maka pembengkakan saluran nafas dalam, menjadikan sempit, bahkan sampai
hanya sebuah celah, sehingga dapat menyebabkan peningkatan hambatan jalan
nafas atas. Sumbatan aliran udara pada saluran nafas atas akan menyebabkan stridor
dan lebih lanjut lagi akan menyebabkan hipoksia karena ventilasi yang tidak
adekuat.
4. Tanda dan gejala :
a. Laringitis akut :
 Suara serak.
 Tidak dapat mengeluarkan suara ( afonia ).
 Batuk berat.
 Tenggorokan nyeri dan gatal.
b. Laringitis kronis :
 Suara serak yang persisten.
 Nyeri tenggorokan memburuk pada pagi hari dan malam hari.
 Batuk kering dan keras.
5. Komplikasi
a. Sinusitis kronis.
b. Bronkhitis kronik.
6. Pemeriksaan diagnostik : pada klien laringitis kultur organisme penyebab dari
laring.
7. Penatalaksanaan
a. Laringitis Akut :
Medis :
 Pemberian zat iritan.
 Pemberia antibiotik pada klien dengan infeksi bakteri.

Perawat :

 Mengistirahatkan suara.
 Hindari merokok.
 Istirahat ditempat tidur.
 Inhalasi uap.
b. Laringitis Kronik :
Medis :
 Pengobatan terhadap infeksi.
 Pengobatan kortikosteroid topikal.
Perawat :
 Istirahat suara.
 Membatasi merokok.
 Inhalasi uap.

D. SINUSITIS
1. Pengertian
 Sinusitis adalah : suatu peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus adalah
rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung.
 Sinusitis adalah : peradangan pada membran mukosa sinus. Sinusitis
merupakan penyakit yang sering terjadi meskipun kejadiannya mulai
berkurang dengan adanya antibiotika.
2. Klasifikasi Sinusitis
Sinusitis dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Sinusitis Akut : suatu proses infeksi di dala sinus yang berlangsung 3 minggu.
Macam – macam sinusitis akut :
 Sinusitis maxilaris akut.
 Sinusitis etmoidal akut.
 Sinusitis frontal akut.
 Sinusitis sphenoid akut.
b. Sinusitis kronis : proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung selama 3 – 8
minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan – bulan bahkan bertahun –
tahun.
3. Etiologi Sinusitis
a. Sinusitis akut, yaitu :
 Virus ( Rebrovirus, Influenza virus dan Parainfluenza virus ).
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas.
 Bakteri ( Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Stapilococcus aureus ).
Dalam tubuh manusia terdapat banyak bakteri flora normal. Apabila terjadi
penurunan daya tahan tubuh atau drainase sinus tersumbat akibat pilek atau
infeksi virus lainnya, maka bakteri flora normal tersebut akan menjadi
patogen dan ikut menyusup kedalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus
akut.
 Jamur ( jamur Aspergilus )
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan
sistem kekebalan.

 Peradangan menahun pada saluran hidung.


Biasanya pada penderita Rhenitis alergi dan juga Rhenitis vasomotor.
 Septum nasi yang bengkok.
 Tonsilitis yang kronik.
b. Pada sinusitis kronik :
 Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
 Alergi.
 Karies dentis ( gigi geraham atas ).
 Septum nasi yang bengkok.
 Benda asing di hidung dan sinus paranasal.
 Tumor di hidung dan sinus paranasal.

4. Patofisiologi Sinusitis
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan ostium sinus, dan berpengaruh
pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim
dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus den mempercepat difusi
virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan
sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang
sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan
mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi dan
reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam
sinus dan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri
anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan
aktifitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia
yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya
beberapa bakteri patogen.
5. Faktor predisposisi :
a. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertropi
konka.
b. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi
osteum sinus serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan kuman.
c. Adanya infeksi pada gigi.
d. Lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering yang dapat merubah mukosa
dan merusak silia.

6. Manifestasi klinik
a. Sinusitis maksila akut,
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada
pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, ingus kental kadang –
kadang berbau bercampur darah.

b. Sinusitis edmoid akut,


Gejala : ingus kental di hidung dan nasofaring, nyeri diantara dua mata dan
pusing.
c. Sinus frontal akut,
Gejala : demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang
setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
d. Sinus spenoid akut,
Gejala : nyeri bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring.
e. Sinusitis kronis,
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang – kadang berbau,
selalu terdapat ingus ditenggorokan, terdapat gejala – gejala di organ lain
misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronchektasis, batuk kering dan sering
demam.
7. Kompilkasi
a. Osteomyelitis pada tuamg – tulang yang berdekatan.
b. Abses otak.
c. Trombosis sinus venous.
d. Selulitis orbital.
e. Abses orbital.
f. Septicemia
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rinoskopi anterior : tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit dan
edema. Pada sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius. Sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
b. Rinoskopi posterior : tampak mukopus di nasofaring.
c. Dentogen : Caries gigi ( PM 1, PM 2, M1 ).
d. 2.5.4 Transiluminasi ( diaphanoscopia ) : sinus yang akit akan menjadi suram
atau gelap. Pentingbila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih
suram dibanding sisi yang normal.
e. X- ray sinus paranasalis : dengan posisi water”s posteanterior dan lateral, akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara ( air
fluid level ) pada sinus yang sakit.

9. Penatalaksanaan
a. Drainage :
 Medical : Dekongestan lokal : efedrin 1 5 ( dewasa ), 0,5 % ( anak ).
Dekongestan Oral : pseudoefedrin 3 x 60 mg.
 Surgical : irigasi sinus maksilaris.
b. Antibiotik diberikan dalam 5 – 7 hari ( sinusitis akut ) :
 Ampisilin
 Amoxilin
 Sulfamektasol
 Doksisiklin
c. Simtomatik :
 Parasetamol, metampiron
d. Surgical : Operasi CWL ( Cadwll Luc ) bila degenerasi mukosa ireversibel.

10. Persiapan klien pada tindakan operasi CWL


Operasi ini adalah : membuka sinus maksila dengan menembus tulang pipi, melalui
insisi dibawah bibir dibagian superior ( atas ) gigi geraham 1 dan 2.
a. Perawatan pasca bedah / tindakan :
 Berikan posisi semi fowler.
 Beri kompres es dipipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca
bedah.
 Observasi tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, suhu.
 Observasi terhadap tanda perdarahan dari hidung atau mulut. Apabila
terdapat perdarahan segera laporkan.
 Anjurkan klien dan keluarga untuk selalu berada diruang yang hangat.
 Anjurkan untuk makan cair untuk beberapa hari.
 Anjurkan klien untuk tidur dengan menggunakan bantal yang lebih tinggi.
 Ajarkan klien untuk menghindari batuk yang kuat, mengorek – ngorek
hidung.
 Tampon dicabut setelah hari ketiga.
E. TONSILITIS
1. Pengertian
 Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
 Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A
streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis
lain atau oleh infeksi virus(Hembing, 2004).
 Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.
Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga
infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai
tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997)
 Kesimpulan Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang bersifat akut
maupun kronik di sebabkan oleh bakteri,virus

2. Etiologi
a. Streptococus beta hemoliticus
b. Streptococcus viridans
c. Streptococcus piogenes
d. Virus

3. Klasifikasi
a. Tonsilitis Akut
 Tonsilis viral :
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling seringadalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakanpenyebab tonsilitis akut supuratif. Jika
terjadi infeksi viruscoxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampakluka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeridirasakan
pasien.
 Tonsilitis bacterial :
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat,pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes.Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil akanmenimbulkan reaksi radang berupa keluarnya
leukositpolimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitisakut
dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak
detritu ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis
lakunaris.
b. Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri :
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kumanCoryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukanpada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensitertinggi pada usia 2-5 tahun.
Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus
hemolitikusyang terdapat dalam susu sapi.
Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atautriponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulutyang kurang dan
defisiensi vitamin C.
c. Tonsilis Kronik :
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,pengaruh cuaca, kelelahan
fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
(Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )

4. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut.Amandel atau tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organismeyang berbahaya tersebut. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentukantibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadangamandel sudah kelelahan menahan infeksi atau
virus.Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis makajaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapatpembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear.Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang
berisi bercakkuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit,bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritusdisebut
tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadisatu maka terjadi
tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejalasakit tenggorokan ringan
hingga menjadi parah.Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya
sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapatmenyebabkan kesukaran menelan, panas,
bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit
pada sendi danotot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya
sakitpada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukarmenelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yangtidak menyenangkan
tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis
kronik terjadi karenaproses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoidterkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
digantijaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antarakelompok
melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses inimeluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketandengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertaidengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

5. Manifestasi Klinik
a. Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
 Nyeri tenggorok
 Nyeri menelan
 Demam
 Mual
 Anoreksia
b. Tanda dan gejala tonsilitis kronis adalah :
 Kelenjar limfa leher membengkak
 Edema faring
 Pembesaran tonsil
 Tonsil hiperemia
 Mulut berbau
 Otalgia ( sakit di telinga )
 Malaise
6. Pemeriksaan Penunjang,
 Laboratorium : lekosit meningkat,hemoglobin turun
 Usap tonsil untuk pemeriksaan sensitifitas obat

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan tonsillitis akut:
 Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari danobat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergidengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.
 Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
 kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obatnsimptomatik.
 Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
 Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
 Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosaatau terapi
konservatif tidak berhasil.Indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
 Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yan adekuat
 Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi
danmenyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
 Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil denga
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan
gangguan bicara.
 Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil,
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
 Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
 Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
 Otitis media efusa / otitis media supurataif.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )

8. Persiapan operasi
a. Perawatan pra Operasi :
 Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama dan
dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan sumber
infeksi.
 Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan
adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa
protrombin.
 Kaji adanya resiko perdarahan pada anak atau keluarga.
 Kaji status hidrasi.
 Siapkan anak secara khusus untuk menghadapi masa pascaoperasi.
 Jelaskan pada pasien tentang tindakan operasi bila perlu orientasikan
tempat.
 Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul seperti adanya perdarahan.
 Surat ijin operasi (informed concent).
b. Perawatan pasca operasi
 Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10.
 Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan.
 Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi beri posisi telungkup
atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan kesamping
untuk mencegah aspirasi.
 Jika perlu lakukan penghisapan apabila anak muntah,hindari trauma.
 Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali jika
perlu.
 Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu sampai 2 jam setelah
sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan
hati-hati.
 Tawarkan susu karena cairan itulah yang paling baik ditoleransi pada saat
ini, kemudian berikan es krim dan air dingin selama 12 sampai 24 jam
pertama bila anak tidak batuk.
 Berikan diit secara bertahap daric air,lunak sampai padat.
.
9. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
a. Abses pertonsil :
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
b. Otitis media akut :
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
c. Mastoiditis akut :
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
d. Laringitis :
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena
alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
e. Sinusitis :
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau15
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
f. Rhinitis :
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

F. PATOFLOW ( Terlampir )

III.ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
1. Biodata : Nama, umur, jenis kelamin.
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan utama :
 Klien biasanya mengeluh nyeri kepala.
 Nyeri menelan.
 Badan panas ( demam ).
 Tidak nafsu makan.
 Mengeluh nyeri sinus dan tenggorokan.
 Bersin – bersin.
 Hidung tersumbat.
b. Riwayat Penyakit dahulu :
 Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma.
 Klien sering menderita ISPA, faringitis berulang, otitis media.
 Mempunyai riwayat penyakit HT.
 Pernah menderita sakit gigi geraham.
 Klien mempunyai riwayat alergi.
c. Riwayat Keluarga :
 Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin berhubungan dengan penyakit klien sekarang.
d. Riwayat Psikososial :
 Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien ( cemas / sedih ).
 Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
3. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem respirasi, yang meliputi :
a. Tanda – tanda vital :
 Suhu : 38 – 39 oC, naik turun secara bertahap.
b. Inspeksi :
 Menunjukkan pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung, perdarahan.
 Mukosa hidung ; warna kemerahan, pembengkakan atau eksudat dan
polip hidung, yang mungkin terjadi pada rhenitis kronis.
 Tenggorokan tampak warna kemerahan,lesi.
 Pada tonsil dan faring, warna kemerahan, asimetris, adanya drainase,
ulserasi atau pembesaran.
 Respirasi : tampak kesulian bernafas, batuk non produktif kemudian
batuk keras dan produktif, erytema pada langit – langit yang keras
bagian belakang, tekak, peningkatan respirasi, ronchi dan crackles.
c. Palpasi :
 Sinus frontalis dan maksilaris ; ada nyeri tekan yang menunjukkan
inflamasi.
 Nodus limfe di leher ; apakah terjadi pembengkakan / pembesaran,
nyeri tekan.
 Didapatkan pembengkakan tonsil.
 Adanya demam.
d. Perkusi :
 Suara paru normal ( resonance ).
e. Auskultasi :
 Suara nafas vesikuler / tidak terdengan ronchi pada kedua sisi paru.
f. Nutrisi : adanya kesulitan menelan, menolak makan, nafsu makan
menurun.
g. Aktifitas : klien tampak lemas, iritabel.
h. Persepsi Sensori : daya penciuman klien terganggu karena hidung
tersumbat / buntu akibat pilek terus menerus ( purulen, serous,
mukopurulent ).
i. Neurologi : myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
j. Integritas ego : tampak cemas, khawatir.

B. Diagnosa Keperawatan
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan
akibat proses inflamasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan, adanya
iritasi jalan nafas akibat infeksi.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
5. Defisit volume cairan b.d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis
( berkeringat banyak ) berkaitan dengan demam.
6. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat akibat kesulitan menelan.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
8. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan dilakukannya
pembedahan.
9. Kurangnya pengetahuan mengenai penyakitnya b.d kurang terpaparnya
informasi.
C. Intervensi

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan akibat proses
inflamasi

NOC NIC RASIONAL


 Klien tidak a. Kaji suara paru, frekuensi a. Suara paru tidak bersih,
ada gangguan nafas, kedalaman dan usaha frekuensi nafas yang
saat istirahat nafas dan produksi meningkat adalah
maupun sputum.Monitor frekuensi. indikator adanya
aktifitas b. Pantau saturasi oksigen gangguan pada ventilasi.
berat. dengan oksimetri nadi. b. Saturasi yang menurun
 Frekuensi c. Pantau status kesadaran menunjukan suplay
pernafasan ( tingkat kesadaran, gelisah oksigen menurun
normal (16- dan konfusi ). dijaringan.
20x / menit) d. Peningkatan frekuensi c. Penurunan kesadaran
 Bunyi nafas pemantauan pada saat klien merupakan indikator
klien saat tampak somnolent. meningkatkan kadar
auskultasi e. Observasi terhadap CO2 dan suplay O2 ke
tidak ada sianosis, terutama otak menurun.
ronchi / membran mukosa mulut. d. Adanya sumbatan jalan
whezing. f. Identifikasi kebutuhan nafas membutuhkan
klien terhadap intervensi yang tepat
kemungkinan pemasangan dengan mejaga
jalan nafas. kepatenan jalan nafas.
g. Auskultasi suara nafas, h. Alas bantu pernafasan
tandai area penurunan atau mmbantu klien
hilangnya ventilasi dan mempertahankan
adanya bunyi nafas kepatenan jalan nafas.
tambahan. i. Teknik nafas yang benar
h. Jelaskan pada keluarga meningkatkan ventilasi
tentang kemungkinan sehingga proses difusi
penggunaan alat bantu dapat terjadi.
yang diperlukan ( oksigen, j. Pemeriksaan AGD
nebulezer, ventilator non inikator menunjukan
invasif ). peningkatan kadar C02
i. Ajarkan pada klien tehnik dalam darah dan evaluasi
bernafas dan relaksasi. terhadap kemajuan
j. Tindakan Kolaborasi : asidosis respiratori,
 Konsultasikan dengan bronkodilator membuka
dokter tentang jalan nafas, mukolitik
pentingnya pemeriksaan mengencerkan jalan
AGD an penggunaan nafas.
alat bantu nafas sesuai
dengan hasil pemeriksaa
 Pemberian obat – obatan
:bronkodilator,
mukolitik.
2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan, adanya
iritasi jalan nafas akibat infeksi.

NOC NIC RASIONAL


Dalam waktu a. Bantu klien mengidentifikasi a. Tekhnik distraksi,
1x24 jam nyeri tindakan kenyamanan yang relaksasi atau
berkurang efektif seperti distraksi, kompres dingin
sampai hilang. relaksasi, atau kompres air mengalihkan
hangat / dingin. perhatian klien.
b. Bantu klien lebih untuk lebih b. Tindakan pengalihan
fokus pada aktivitas bukan dapat membantu
pada nyeri dan rasa tidak klien utuk tidak
nyaman dengan melakukan terfokus pada
pengalihan melalui televisi, nyerinya.
radio, tape, dan interaksi c. Suasana yang
dengan pengunjung. nyaman tidak
c. Kendalikan faktor lingkungan menambah beban
yang dapat mempengaruhi klien sehingga tidak
respons klien terhadap meningkatkan stresor
ketidaknyamanan misalnya : klien.
suhu ruangan, pencahayaan, d. Analgesik memblok
dan kegundahan. reseptor nyeri
d. Pemberian obat analgesik sehingga respons
untuk mengurangi atau nyeri tidak
menghilangkan rasa nyeri. dipersepsikan.

3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi :

NOC NIC RASIONAL


 Tidak terjadi a. Pantau suhu klien minimal a. kenaikan suhu klien
peningkatan 2 jam sekali,sesuai dengan dapat terpantau.
suhu tubuh. kebutuhan. b. Kenaikan suhu klien
 Suhu tubuh b. Gunakan matras dingin dan tidak terjadi.
dalam batas mandi dengan c. Asupan cairan yang
normal menggunakan air hangat cukup akan
(36ºc-37ºc). untuk mengatasi gangguan menggantikan cairan
suhu tubuh, jika perlu. yang keluar oleh
c. Anjurkan asupan cairan penguapan karena
oral sedikitnya 2 liter / hari. panas.
d. Ajarkan klien dan keluarga d. Membantu
dalam mengukur suhu memandirikan klien dan
untuk mencegah dan keluarga dalam
mengenali secara dini mengenali tanda-tanda
hipertermia dini hipertermi.
e. Kolaborasi dengan dokter e. Merangsang
untuk pemberian obat anti hipotalamus sehingga
piretik / analgetik terjadi vasodilatasi
antipiretik. pembuluh darah dan
terjadi penurunan suhu
tubuh.

4. Defisit volume cairan b.d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis


( berkeringat banyak ) berkaitan dengan demam.

NOC NIC RASIONAL


 Intake cairan a. Meningkatkan keseimbangan a. Peningakatan suhu
adekuat 2 – 3 elektrolit dan mencegah dan akan meningkatkan
liter sehari. mencegah komplikasi akibat dari evaporasi sehingga
 Tidak kadar elektrolit serum yang tidak kebutuhan vairan
terdapat normal atau yang tidak akan meningkat.
tanda – tanda diharapkan. b. Cairan intravena
dehidrasi. b. Memberikan dan memantau diperlukan apabila
 Suhu tubuh cairan obat intravena. kebutuhan intake
dalam batas c. Membantu atau menyediakan peroral kurang.
normal (36ºc asupan makanan dan cairan dalam c. Peningkatan suhu
- 37ºc). diet seimbang. meningkatkan
d. Ajarkan keluarga tentang cara metabolisme
memantau asupan dan haluaran sehingga kebutuhan
cairan misalnya dengan pispot kalori juga
atau urinal. meningkat.
e. Hitung kebutahan cairan harian e. Penggantian caira
berdasarkan berat badan dan yang hilang
kehilangan cairan harus segera mengurangi
diganti sesuai jumlah yang hilang. dehidrasi dan
f. Pastikan klien minum dalam membantu
jumlah yang cukup dalam jadwal menurunkan suhu.
yang rutin bahkan. jika klien tidak f. Kebutuhan cairan
merasa haus, yang cukup dapat
g. Pantau asupan dan haluaran menggantikan
cairan dengan cermat. kebutuhan cairan
yang hilang akibat
penguapan.

5. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat akibat kesulitan menelan.
NOC NIC RASIONAL
Dalam waktu 3x24 a. Berikan informasi yang tepat a. Informasi yang tepat
jam tidak terjadi tentang kebutuhan nutrisi dan akan menambah
ketidakseimbanga bagaimana memenuhinya. wawasan klien sehingga
n nutrisi kurang b. Ajarkan klien dan kelurga tentang klien mudah untuk di
dari kebutuhan makanan yang bergizi dan tidak ajak kerjasama
tubuh. mahal. (kooperatif).
c. Diskusikan dengan ahli gizi b. makanan yang bergizi
dalam menentukan kebutuhan akan mempercepat
protein klien yang mengalami proses pemenuhan Gizi.
ketidakadekuatan asupan protein c. Asupan yang tepat akan
dan kehilangan protein. memenuhi kebutuhan
d. Diskusikan dengan dokter klien.
kebutuhan suplai nafsu makan, d. Rencana parentral nutrisi
makanan pelengkap, pemberian diperlukan apabila
makanan melalui selang, atau kebutuhan secara oral
nutrisi parenteral total agar tidak bisa dipenuhi
asupan kalori yang adekuat apat dengan adekuat.
dipertahankan. e. Intervensi yang tepat
e. Rujuk kedokter untuk dalam pemberian nutrisi
menentukan penyebeb ganguan akan mempercepat
nutrisi. proses penyembuhan
klien.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.

NOC NIC RASIONAL


 Klien bebas dari a. Kaji tanda dan gejala a. Mengenali dini
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. tanda-tanda infeksi.
infeksi. (Kolor, b. Pertahankan tehnik aseptik b. Mencegah infeksi
Dolor, Rubor, dengan Cuci tangan silang.
Tumor, sebelum dan sesudah c. Mengurangai
Fungsiolesa) tindakan keperawatan. infeksi.
 Jumlah leukosit c. Batasi jumlah pengunjung e. Mencuci tangan
dalam batas bila diperlukan. salah satu cara
normal (5-10 ribu d. Jaga kebersihan lingkungan untuk mengurangi
/ mm3) dengan benar setelah jumlah kuman
dipergunakan masing – ditangan.
masing klien. f. Antibiotik untuk
e. Ajarkan tindakan higiene membunuh
seperti cuci tangan. mikroorganisme.
f. Berikan terapi antibiotik.

7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan dilakukannya


pembedahan.

NOC NIC RASIONAL


Dalam waktu a. Jelaskan semua pemeriksaan a. Klien dan keluarga
1x24 jam dan pengobatan kepada klien mengerti semua prosedur
kecemasan dan keluarga. pengobatan (keluarga dan
klien tidak b. Minimalkan rasa cemas, klien kooperatif) sehingga
terjadi sampai nyeri, firasat atau ketakutan kecemasan berkurang.
teratasi. yang berhubungan dengan b. Meninimalakan
perkiraan sumber bahaya kecepasan adalah usaha
yang tidak teridentifikasi. untuk meningkatkan kerja
c. Membantu klien beradaptasi sama sehingga tindakan
dengan persepsi stresor, keperawatan bisa
perubahan, atau ancaman terlaksana dengan sesuai
yang mengganggu. prosedur.
d. Sering berikan c. Penerimaan tentang
penguatanpositif bila klien kondisi adalah usaha
mendemontrasikan perilaku untuk mengurangi
yang dapat menurunkan atau kecemasan.
mengurangi cemas. d. Penguatan yang positif
e. Anjurkan keluarga klien akan meningkatkan rasa
supaya tetap bersama klien percaya diri.
selama menghadapi situasi e. Dukungan orang terdekat
baru atau ketika klien merasa akan mengurangi
sangat cemas. kecemasan.

8. Kurangnya pengetahuan mengenai penyakitnya b.d kurang terpaparnya


informasi.

NOC NIC RASIONAL


Dalam waktu a. Berikan informasi kepada a. Informasi yang tepat
1x30 menit klien dan keluarga dapat menambah
kurang mengenai penyakit faktor pengetahuan klien
pengetahuan pencetus pencegahan serta dan keluarga tentang
klien dapat pengobatan. penyebab, gejala, dan
teratasi. b. Berikan kesempatan kepada cara mengatasi nya
klien dan keluarga untuk (HE terlampir).
menanyakan hal-hal yang
tidak klien ketahui tentang
keadaan nya.

D. Evaluasi
1. Jalan nafas klien efektif.
2. Bebas dari rasa nyeri.
3. Bebas dari demam.
4. Nutrisi terpenuhi.
5. Pengetahuan klien bertambah tentang penyakit ISPA, penatalaksanaan dan
pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA
Afiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telingga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC.

Soemantri Irman, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada


pasien dengan Gangguan sistem pernafasn, Jakarta : Salemba Medika.

Manurung Santa, et all, 2014. Gangguan Siatem Pernafasan Akibat Infeksi, cet.2.
Jakarta : TIM

Ignativicius, D.D., Workman, M. L., Misler, M.A. ( 2006 ). Medical Surgical Nursing.
th
Across the Health Care Continum.5 edition.Philadelphia : W.B. Saunders
Company.

Anda mungkin juga menyukai