Oleh:
dr. Venny Herlena Permata Sari
NIP. 19920820 201903 2 003
0
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Daftar Isi................................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................2
2.1 Anatomi Jantung ..............................................................................2
2.2 Fisiologi Jantung...............................................................................7
2.3 Chronic Heart Failure........................................................................8
2.3.1 Definisi....................................................................................8
2.3.2 Klasifikasi...............................................................................9
2.3.3 Etiologi....................................................................................10
2.3.4 Patofisiologi............................................................................11
2.3.5 Diagnosis.................................................................................14
2.3.6 Penatalaksanaan .....................................................................20
2.3.7 Prognosis ................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan laporan kasus ini antara lain sebagai
berikut;
1. Dapat memberikan khasanah ilmu pengetahuan tentang Gagal Jantung.
2. Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk mendiagnosis serta melakukan
penatalaksanaan Gagal Jantutng bagi para tenaga medis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian kanan dan kiri jantung dipisahkan oleh septum yaitu septum interatrial di
antara kedua atrium, dan septum interventrikularis di antara kedua ventrikel. Di antara
atrium kanan dan ventrikel kanan terdapat katup yang memungkinan terjadinya
perpindahan darah antara atrium dan ventrikel (katup atrioventrikularis), yaitu katup
trikuspid dan diantara atrium kiri dan ventrikel kiri terdapat katup mitral (bicuspid).
Kedua katup tersebut menempel pada otot papilaris melalui chordae tendineae sehingga
4
katup mampu membuka dan menutup. Selain itu, di antaraventrikel dan
arteri besar terdapat katup semilunaris yaitu katup aorta di sisi kiri dan katup
pulmonal di sisikanan.
Terbuka dan tertutupnya katup jantung akan menghasilkan bunyi yang dapat
didengarkan melalui auskultasi menggunakan stetoskop sebagai bunyi
jantung. Bunyi jantung pertama (S1) dihasilkan pada awal sistol akibat
penutupan katup atrioventrikularis yaitu katup trikuspid dan mitral yang
terjadi saat kontraksi ventrikel dan terdengar paling keras di dekat apeks
jantung. Bunyi jantung kedua (S2) dihasilkan pada awal diastol akibat
penutupan katup semilunaris yaitu katup aorta dan pulmonal.10
5
Gambar 2.3 Pembuluh darah arteri dan vena di jantung dilihat dari permukaan
sternocostal
Gambar 2.4 Pembuluh darah arteri dan vena di jantung dilihat dari permukaan
6
diafragma
Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi yang disebut diastole dan
periode kontraksi yang disebut sistole. Ada 5 fase pada siklus jantung, pada
sistole terdapat fase isovolumetric ventricular contraction dan ventricular
ejection, sedangkan pada diastole terdapat isovolumetric ventricular
relaxation, ventricular filling, dan atrial contraction.
Pada fase isovolumetric ventricular contraction terjadi penutupan
katup mitral dan katup trikuspid yang menyebabkan suara jantung 1, pada
fase ini terjadi peningkatan tekanan intraventrikuler, sampai tekanan dalam
ventrikel kiri dan kanan masing-masing melampaui tekanan dalam aorta dan
arteri pulmonal.
Fase ventricular ejection, dengan terbukanya katup aorta dan
pulmonal, mulailah fase ini, puncak tekanan ventrikel kiri adalah sekitar 120
mmHg dan ventrikel kanan sekitar 25 mmHg.
Fase isovolumetric ventricular relaxation terjadi penutupan pada
katup pulmonal dan katup aorta yang menyebabkan suara jantung 2, seluruh
otot ventrikel berelaksasi, tekanan pada ventrikel akan menurun tajam. Fase
ini berakhir ketika tekanan pada ventrikel turun di bawah tekanan pada
atrium dan katup atrioventrikuler membuka.
Fase ventricular filling, secara umum darah yang terisi ke ventrikel
terjadi secara pasif karena adanya gaya gravitasi, akan tetapi hal ini hanya
terjadi sekitar 80%.
Fase atrial contraction, pada fase ini atrium berkontraksi
memaksimalkan darah masuk ke ventrikel yang belum sepenuhnya masuk
ke ventrikel pada saat darah masuk secara pasif.6
7
Gambar 2.4 Fisiologi jantung
2.3.1 Definisi
Gagal Jantung adalah suatu sindrom klinik yang kompleks yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak nafas saat istirahat atau saat beraktifitas,
kelelahan, edema, dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.14
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala yang
khas seperti; sesak napas, pembengkakan pergelangan kaki dan kelelahan
yang dapat disertai dengan tanda tanda seperti; tekanan vena jugularis yang
tinggi, radang pada paru dan edema perifer. Hal hal tersebut dapat
disebabkan oleh kelainan jantung struktural dan /atau fungsional yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan / atau peningkatan tekanan
intrakadiak saat istirahat atau selama stress.5
Chronic Heart Failure perlu dibedakan dari Acute Heart Failure
dimana gagal jantung kronik merujuk kepada kegagalan jantung yang secara
relatif lebih stabil tetapi dengan kondisi simptomatik, dalam beberapa kasus
dipertimbangkan sebagai compensated heart failure.10
2.3.2 Klasifikasi
8
Klasifikasi berdasarkan fraksi ejeksi
2. Kelas II, terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas.
9
palpitasi atau sesak.
4. Kelas IV, tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.13
2.3.3 Etiologi
Etiologi dari CHF itu sendiri dapat dibedakan dalam kelompok yang
terdiri dari kerusakan kontraktilitas ventrikel, peningkatan afterload, serta
kerusakan relaksasi dan pengisian ventrikel (kerusakan pengisian diastolik).
2.3.4 Patofisiologi
10
Gambar 2.5 Patofisiologi Gagal Jantung
1. Mekanisme Frank-Starling
11
pengosongan ventrikel kiri dan menjaga aliran curah jantung.
2. Perubahan Neurohormonal
Hal ini terjadi karena tekanan darah adalah produk dari curah
jantung (cardiac output,CO) dan resistensi perifer total (total
peripheral resistance, TPR). Kenaikan TPR disebabkan oleh
mekanisme kompensasi yang hampir dapat menyeimbangkan
penurunan CO dan pada tahap awal dari gagal jantung, menjaga TD
yang normal. Selain itu, pengaktifan neurohormonal akan menyebabkan
retensi garam dan air, yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
intravaskular dan preload ventrikel kiri, yang kemudian akan
memaksimalkan volume sekuncup melalui mekanisme Frank-Starling.
12
menghasilkan tekanan sistolik yang tinggi untuk mengatasi afterload
yang berlebihan (misalnya pada stenosis aorta atau hipertensi).
Peningkatan dinding yang berkelanjutan (bersamaan dengan perubahan
akibat neurohormonal dan sitokin) akan merangsang perkembangan
hipertrofi miokard dan perubahan matriks ekstraseluler.
2.3.5 Diagnosis
1. Manifestasi Klinis5
Gejala
Typical
Sesak nafas
Ortopneu
Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
Toleransi aktivitas yang berkurang
Cepat lelah
Bengkak di pergelangan kaki
Less Typical
Batuk di malam hari
13
Mengi/wheezing
Rasa kembung/begah
Nafsu makan menurun
Perasaan bingung (terutama pada lansia)
Depresi
Palpitasi
Dizziness
Sinkop
Bendopnea
Tabel 2.1 Gejala Gagal Jantung
Tanda
Spesific
Peningkatan TVJ
Refluks Hepatojugular
Suara jantung S3 (gallop)
Apex jantung bergeser ke lateral
Less Spesific
BB bertambah ( > 2 kg/minggu)
BB menurun (pada stadium lanjut)
Kaheksia
Murmur jantung
Edema perifer
Krepitasi pulmonal
Efusi pleura
Takikardi
Denyut nadi ireguler
Takipnea
Cheyne stokes repiration
Hepatomegali
Asites
Ekstremitas dingin
Oliguria
Narrow pulse pressure
Tabel 2.2 Tanda gagal jantung
14
Berdasarkan kriteria Framingham, dapat dilihat pedoman klinis gagal
jantung meliputi:
Kriteria Mayor
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea atau orthopnea
Distensi vena leher
Ronki basah
Edema paru akut
Kardiomegali
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
Edema tungkai bawah
Dyspnea on exertion
Hepatomegali
Batuk pada malam hari
Efusi pleura
Takikardia ( > 120 x/menit)
Tabel 2.3 Kriteria Framingham
15
Edema perifer Distensi vena jugularis
Nyeri di kuadran kanan atas Hepatomegali
Edema perifer
Tabel 2.4 Gejala dan tanda gagal jantung kiri dan kanan
2. Pemeriksaan penunjang
a. EKG
Adanya gambaran abnormal pada elektrokardiografi (EKG)
meningkatkan kemungkinan diagnosis gagal jantung, tetapi memiliki
spesifisitas yang rendah. Beberapa kelainan pada EKG memberikan
informasi tentang etiologi (misalnya infark miokard), dan temuan pada EKG
mungkin memberikan indikasi untuk terapi (misalnya antikoagulasi untuk
AF, pacing untuk bradikardia, CRT jika kompleks QRS diperluas). HF
jarang terjadi pada pasien dengan EKG normal (sensitivitas 89%). Oleh
karena itu, penggunaan EKG secara rutin sangat disarankan untuk
menyingkirkan HF. 5
b. Foto Toraks
Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung dan tanda-tanda
bendungan paru. Apabila telah terjadi edema paru, dapat ditemukan
gambaran kabut di daerah perihiler, penebalan interlobar fissure (Kerley's
line). Kasus yang berat dapat ditemukan efusi pleural.1
c. Pemeriksaan Laboratorium
16
d. Peptida Natriuretik
e. Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah tes yang paling berguna dan tersedia secara luas
17
pada pasien dengan dugaan gagal jantung untuk menegakkan diagnosis.
Ini memberikan informasi langsung tentang volume ruang jantung, fungsi
sistolik dan diastolik ventrikel, ketebalan otot jantung, fungsi katup dan
hipertensi pulmonal. 5
Informasi yang diberikan oleh evaluasi klinis yang cermat dan tes yang
disebutkan di atas akan memungkinkan diagnosis kerja awal dan rencana
perawatan pada kebanyakan pasien. Tes lain umumnya diperlukan hanya
jika diagnosis tetap tidak pasti (misalnya jika gambar ekokardiografik
kurang optimal atau diduga ada penyebab gagal jantung yang tidak biasa).
5
18
Gambar 2.6 Algoritma Diagnosis Gagal Jantung
2.3.6 Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Non-Farmakologi
a. Edukasi pasien mengenai gagal jantung dan strategi pengobatannya
untuk meningkatkan ketaatan pasien berobat sehingga menurunkan
morbiditas, mortalitas dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi. Edukasi pasien dalam upaya
untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap rejimen dan
intervensi medis, seperti panggilan telepon, pengingat, dan perawat di
19
rumah, untuk membantu pasien mengingat untuk minum obat.
Edukasi pasien dalam memahami tanda dan gejala yang
mengkhawatirkan, seperti sesak napas, kelelahan yang berlebihan,
kaki / pergelangan kaki bengkak, dll.
b. Konseling diet tentang natrium (2-3 gr / hari; <2 gram / hari pada
gagal jantung sedang sampai gagal jantung berat) dan pembatasan
cairan <2 L / hari dipertimbangkan pada pasien dengan gejala berat
disertai hiponatremia (serum Na < 130 mEq / L).
c. Perubahan gaya hidup sehat (diet tinggi serat dengan sayuran;
olahraga teratur dalam jumlah yang dapat ditoleransi di bawah
pemantauan program rehabilitasi jantung; mengonsumsi alkohol
dalam jumlah sedang dan tidak merokok); terutama, penelitian
terbaru telah menganjurkan pentingnya latihan olah raga untuk pasien
gagal jantung melalui peningkatan pengiriman O2 otot rangka,
sekaligus memperbaiki efisiensi mitokondria dan kontraktil.
d. Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan
dosis diuretik atas pertmbangan dokter. Dan Pengurangan berat badan
pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
e. Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung
berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor
penurunan angka kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan terakhir
berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai
retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi
pasien harus dihitung dengan hati-hati.8
2. Tatalaksana Farmakologi
20
Tujuan pengobatan pada pasien gagal jantung adalah memperbaiki klinis,
kapasitas fungsional dan kualitas hidup, mengurangi kebutuhan rawat inap dan
mengurangi mortalitas. 5
Gambar 2.7 Algoritma Tatalaksana pada pasien gagal jantung simptomatik dengan
fraksi ejeksi berkurang (HFrEF)
21
inap untuk pada gagal jantung. ACE inhibitors mengurangi efek maladaptif
dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron kronis, termasuk
mengurangi retensi natrium dan air, vasokonstriksi, dan hipertrofi jantung
dan fibrosis. Dari hasil penelitian, angiotensin reseptor blocker (ARB)
belum menunjukkan penurunan angka kematian yang konsisten. Oleh
karena itu, ARB dianggap sebagai pilihan kedua, dan diindikasikan hanya
pada pasien yang tidak toleran terhadap ACE inhibitors.7
Pengobatan harus dimulai segera setelah diagnosis, dengan dosis
terendah. Titrasi dengan menaikkan dosis disarankan jika tekanan darah
sistolik 90 mmHg atau lebih, dan harus mempertimbangkan juga gejala pada
pasien. Jika gejala hipotensi terjadi, vasodilator lain harus dikurangi atau
dihentikan terlebih dahulu dan, asalkan pasien tidak sesak, diuretik harus
dikurangi atau dihentikan sebelum mengurangi dosis inhibitor ACE. Fungsi
ginjal yang sedikit memburuk (penurunan hingga 30% dari perkiraan laju
filtrasi glomerulus secara umum masih dapat diterima. Peningkatan kecil
kalium bisa terjadi, tetapi dosis ACE inhibitors harus dikurangi setengahnya
jika konsentrasi kalium melebihi 5,5 mmol / L. Jika ACE-i menyebabkan
batuk kronis, pengobatan dapat diganti ke ARB setelah penyebab batuk lain
telah disingkirkan seperti edema paru atau penyakit paru-paru yang
mendasari. 5
Beta Blockers
Beta blocker adalah terapi lini pertama penting lainnya untuk gagal
jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi. Diberikan bersamaan dengan
ACE inhibitor, dapat terjadi penurunan absolut 4,3% (penurunan relatif
24%) pada semua penyebab kematian pada gagal jantung. Beta blocker
mengurangi kebutuhan oksigen miokard, melindungi dari iskemia, memiliki
efek antiaritmia, dan mengurangi kematian jantung mendadak. Hanya beta
blockers yang sudah terbukti efektif untuk gagal jantung yang harus
digunakan. Ini adalah bisoprolol, carvedilol, extended-release metoprolol
succinate, dan nebivolol jika pasien berusia lebih dari 70 tahun (karena obat
ini hanya dievaluasi pada orang tua). 7
Semua pasien dengan gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang
22
berkurang harus diberikan beta blocker. Mulailah segera setelah pemberian
ACE inhibitor, setelah pasien stabil secara klinis dan euvolemik. Pada
awalnya gejala gagal jantung bisa memburuk sehingga dosis terkecil harus
digunakan. Lakukan titrasi hingga dosis target atau dosis maksimum yang
dapat ditoleransi pasien. Denyut jantung, tekanan darah dan gejala kongesti
harus ditinjau ulang setelah setiap titrasi. 5
Kontraindikasi absolut untuk beta blocker termasuk atrioventricular
block derajat kedua atau ketiga. Jika ini terjadi, terapi pacu jantung atau
sinkronisasi ulang jantung harus dipertimbangkan untuk memungkinkan
terapi lanjutan. Asma hanyalah kontraindikasi relatif. Penyakit paru
obstruktif kronik harus dinilai dengan tes fungsi paru sebelum memutuskan
untuk tidak memberikan beta blocker. Jika tidak ada reversibilitas jalan
napas yang signifikan, pasien seharusnya dapat mentolerir beta blocker.
Biasanya dampak terapi beta blocker pada tes fungsi paru minimal dan
tanpa relevansi klinis.7
Dosis harus dinilai kembali jika terjadi kemunduran klinis atau denyut
jantung di bawah 50 kali/menit. Seperti ACE-i, hipotensi asimtomatik tidak
memerlukan perubahan terapi. Jika bergejala, pertimbangkan untuk
mengurangi vasodilator lain terlebih dahulu, atau dosis diuretik apa pun jika
tidak ada kemacetan, sebelum memutuskan untuk mengurangi dosis beta
blocker. Bisoprolol dan metoprolol memiliki efek vasodilatasi yang lebih
sedikit dan dapat ditoleransi dengan lebih baik jika tekanan darah berada di
ambang batas, namun efek vasodilatasi tambahan dari carvedilol dapat
mengimbangi perburukan awal gagal jantung.7
Mineralocorticoid/aldosterone receptor antagonists
Antagonis aldosteron meningkatkan kelangsungan hidup di seluruh
spektrum gagal jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi. Terdapat
penurunan absolut 11% (30% relatif) pada kematian pada gagal jantung
parah, penurunan absolut 7,6% (37% relatif) pada kematian dan rawat inap
kardiovaskular pada gagal jantung ringan, dan penurunan absolut 2,3%
(15% relatif) pada kematian pada pasien dengan gagal jantung setelah infark
miokard. Antagonis aldosteron memblokir efek merugikan dari aktivasi
23
aldosteron, yang meliputi reabsorpsi natrium dan air, dan fibrosis
kardiovaskular. Obat ini sangat jarang digunakan dan harus ditambahkan
pada ACE-i dan beta blockers pada semua pasien yang tetap bergejala.7
Dapat terjadi hiperkalemia serius, terutama pada pasien dengan
gangguan ginjal. Kalium serum harus dipantau secara ketat, pada satu
minggu dan satu, dua dan tiga bulan setelah memulai atau meningkatkan
dosis, kemudian setiap tiga bulan hingga 12 bulan, dan kemudian empat
bulanan setelahnya. Dosis awal dapat dikurangi setengahnya jika terdapat
diabetes atau gangguan ginjal. Dosis harus dikurangi setengahnya jika
kalium melebihi 5,5 mmol / L, dan dihentikan jika lebih dari 6,0 mmol/L.
Ginekomastia dapat terjadi pada pria, tetapi lebih jarang terjadi pada
eplerenon dibandingkan dengan spironolakton. 5
Diuretics
Loop diuretik digunakan oleh sebagian besar pasien pada tahap tertentu
untuk mengontrol gejala gagal jantung. Obat ini harus digunakan sebagai
tambahan untuk penghambat ACE dan penghambat beta pada pasien dengan
gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang berkurang jika disertai gejala
kongesti. Diuretik seringkali dapat dikurangi jika dosis penghambat
neurohormonal ditingkatkan.8
Dosis kecil tiazid atau diuretik hemat kalium dapat ditambahkan ke
furosemid (frusemid) atau bumetanide untuk waktu yang singkat. Ini
memiliki efek diuretik sinergis untuk pasien dengan edema perifer yang
resisten terhadap pengobatan dengan diuretik loop. Fungsi ginjal dan kalium
perlu diawasi secara ketat.7
Angiotensin receptor neprilysin inhibitor (ARNI)
Sacubitril dengan valsartan adalah kombinasi baru yang terbukti lebih
unggul dari enalapril, dengan pengurangan absolut kematian kardiovaskular
dan rawat inap gagal jantung sebesar 4,7% (pengurangan relatif 20%) .
Sacubitril adalah penghambat neprilysin. Ini menghambat degradasi peptida
vasoaktif termasuk peptida natriuretik, sehingga meningkatkan efek
menguntungkannya seperti vasodilatasi dan diuresis. Kombinasi tersebut
mengurangi tonus simpatis, aldosteron dan fibrosis miokard dan hipertrofi.7
24
Sacubitril dengan valsartan dapat menggantikan ACE inhibitor atau
ARB jika gejalanya menetap meski sudah mendapat terapi medis yang
optimal. Kombinasi ini dapat menjadi terapi pilihan pertama di masa
mendatang, mengingat kemanjurannya. Namun, saat ini harus digunakan
ketika pasien telah distabilkan dengan ACE inhibitor, beta blocker dan
antagonis aldosteron.7
Angioedema sebelumnya (karena sebab apapun) merupakan
kontraindikasi. Masa pencucian ACE-I dalam 36 jam merupakan
persyaratan mutlak untuk mengurangi risiko angioedema. Kombinasi
tersebut menurunkan tekanan darah lebih kuat dan karena itu dapat
menyebabkan hipotensi. Hal ini membaik seiring waktu, tetapi dapat diatasi
dengan mengurangi dosis vasodilator lain atau mengurangi separuh dosis
awal sakubitril dengan valsartan. 5
Ivabradine
Denyut jantung istirahat yang meningkat merupakan penanda risiko
kardiovaskular. Ivabradine mengurangi denyut jantung dengan menghambat
nodus sinus, dan menghasilkan pengurangan absolut 5% (relatif 18%) dalam
risiko mortalitas kardiovaskular atau gagal jantung rawat inap. Obat ini
digunakan pada gagal jantung dengan ritme sinus saat ejeksi ventrikel kiri
fraksi kurang dari 35% sebagai tambahan untuk penghambat ACE,
antagonis aldosteron dan penghambat beta yang dapat ditoleransi secara
maksimal jika denyut jantung setidaknya 77 denyut per menit. Dan Ini juga
dapat digunakan jika pasien tidak dapat mentolerir penghambat beta.
Ivabradine hanya dapat digunakan pada irama sinus. Ini tidak
mempengaruhi tekanan darah, konduksi intrakardiak atau kontraktilitas
miokard. Ini dapat menyebabkan gejala visual yang tidak berhubungan
dengan kerusakan retina, dan yang biasanya hilang secara spontan. Hentikan
ivabradine jika fibrilasi atrium berkembang.7
Digoxin
Digoxin berguna untuk mengontrol gejala gagal jantung pada ritme
sinus, tetapi hanya setelah terapi dengan ACE inhibitor, beta blocker,
antagonis aldosteron dan diuretik telah dioptimalkan. Ini adalah inotropik
positif yang lemah dan meningkatkan tonus vagus. Pada fibrilasi atrium,
25
digoksin memperlambat denyut jantung dengan mengurangi konduksi nodus
atrioventrikular. Digoxin tidak meningkatkan kelangsungan hidup, tetapi
dapat mengurangi rawat inap yang berhubungan dengan gagal jantung dan
memperbaiki gejala. Digoxin harus digunakan dengan dosis rendah dalam
ritme sinus. Toksisitas digoksin dapat terjadi akibat fungsi ginjal yang
memburuk atau dehidrasi, dengan gejala yang paling umum termasuk mual,
muntah, dan kantuk. Digoxin mungkin juga berguna untuk mengontrol
denyut dalam pengobatan fibrilasi atrium pada gagal jantung. 5
Hydralazine plus isosorbide dinitrate (H-ISDN)
Hidralazin dosis tinggi merupakan vasodilator arteri. Isosorbide
dinitrate sebagian besar merupakan venodilator. Kombinasi tersebut dapat
digunakan dengan beta blockers jika pasien tidak toleran terhadap ACE-i
dan ARB.7
26
Tabel 2.5 Dosis Obat pada tatalaksana gagal jantung
27
kelangsungan hidup. Karen fungsi kontraksi normal, maka inotropik tidak
memiliki peran terapi pada sindrom ini.10
2.3.7 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
28
7. Hopper, I. and Eaton, K. 2017, Chronic Heart Failure, NCBI. doi:
https://doi.org/10.18773/austprescr.2017.044.
8. Inamdar, A, A. and Inamdar, A, C. 2016, Heart Faiure: Diagnosis,
Management anf Utilization, NCBI. doi:
https://doi.org/10.3390/jcm5070062.
9. Kementerian kesehatan RI 2018, 'HASIL UTAMA RISKESDAS 2018',
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI.
10. Lily, L. 2016, Pathophysiology of Heart Disease. 6th edn. Wolters
Kluwer, Philadelphia.
11. Lofstrom, U., Hage, C., Savarese, G., Donal, E., Daubert, C, J., Lund, H,
L. and Linde, C. 2019, 'Prognostic impact of Framingham heart failure
criteria in heart failure with preserved ejection fraction', NCBI. doi:
https://dx.doi.org/10.1002%2Fehf2.12458.
12. Netter, Frank H. Atlas Human of Anatomy. 6th edition. Elsevier. 2014
13. Perhimpunan Dokter Spesialis and Kardiovaskular Indonesia 2015,
'Pedoman tatalaksana gagal jantung', Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.
14. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014
29