Anda di halaman 1dari 23

BAB V

SUBJEK PAJAK, OBJEK PAJAK DAN TARIF PAJAK


Tujuan Instruksional Umum.
Pembelajaran tentang subjek pajak, objek pajak dan tarif
pajak dengan tujuan agar mahasiswa peserta pembelajaran
mengetahui, mengerti dan memahami segala aspek berkaitan
dengan subjek pajak, objek pajak dan tarif pajak.

Tujuan Instruksional khusus.

Pembelajaran tentang subjek pajak, objek pajak dan tarif


pajak bertujuan agar mahasiswa :

1. Mengerti, memahami dan mampu menjelaskan segala


aspek subjek pajak
2. Mengerti, memahami dan mampu menjelaskan segala
aspek objek pajak;
3. Mengerti, memahami dan mampu menjelaskan segala
aspek tarif pajak.

Metode Pembelajaran.

Pembelajaran tentang pembagian pajak menggunakan metode


ceramah dan diskusi.

Lingkup Pembelajaran.

Pembelajaran tentang pembagian pajak meliputi subjek


pajak, objek pajak dan tarif pajak.

A. Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya
yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat
tinggal atau berkedudukan di Indonesia dan atau memperoleh

40
penghasilan atau harta benda di Indonesia. Subjek pajak baru
menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.

Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh


karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek
hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak.
Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat
menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu
ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

1. Subjek Pajak dari PPh (Pajak Penghasilan)

Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang


dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian
subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap.
Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1)   Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu


Kesatuan Menggantikan yang Berhak

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat


bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar
Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan dan juga jenjang
sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua
(nondicrimination).

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan


merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan menggantikan
mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan ahli warisan

41
tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan
yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilakasanakan,
demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.

2)   Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan


kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan
usaha.

3)   Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang


digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertepat tinggal di
Indonesia atau berada berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam dalam jangka waktu 12
bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.

Subjek PPh dibedakan antara Subjek pajak dalam negeri dan


subjek pajak luar negeri.

1)   Subjek pajak dalam negeri

Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang


secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau
bertempat kedudukan di Indonesia.

a)   Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang


pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak

42
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.

b)  Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di


Indonesia.

c)   Warisan yang belum terbagi menggantikan yang berhak.

2)   Subjek pajak luar negeri

a)  Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,


orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.

b)  Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,


orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

B. Wajib Pajak
Subjek pajak dalam negeri akan menjadi wajib pajak apabila
telah menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan subjek
pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak apabila menerima
penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau di peroleh
melalui Badan Usaha Tetatp Indonesia.

43
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan
Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban
pajaknya, antara lain :

1)  Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan


baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di Indonesia.

2)  Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan


penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib
Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan.

3)  Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat


Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai
sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam
suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan


merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat
pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak
tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya,
penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2A Undang-
Undang Tentang Pajak Penghasilan sebagai berikut :

44
1)  Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal
di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan
dimulai pada saat lahirkan, berakhir saat meninggal
dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya.

2)  Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat


kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak
subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan
berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi berkedudukan
di Indonesia.

3)  Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia


tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan
dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan
usaha melalui BUT di Indonesia, dimulai saat orang
pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap.

4)  Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat


tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dimulai
saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir

45
saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut.

5)  Untuk warisan yang belum terbagi, maka kewajiban


pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan,
yaitu pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan yang
belum terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan
tersebut mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya
pajak warisan tersebut setelah warisan selesai dibagi.

Beberapa ketentuan Undang-undang tentang Pajak


Penghasilan (PPh), yang mengatur tentang subjek pajak
penmghasilan yaitu :

1. Subjek Pajak Penghasilan (PPh), sebagaimana diatur


pada Pasal :

1) PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang
dipotong oleh :
a) Pemberi kerja yang membayar gaji, upah,
honorarium tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai.
b)  Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium tunjangan dan pembayara lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c)  Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan
uang pension dan pembayaran lain dengan nama
apapun dalam rangka pensiun.
d)  Badan yang membayar honorarium atau
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

46
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
e) Penyelenggara kegiatan yang melakukan
pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu
kegiatan
2) PPh Pasal 23
subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri
atau bentuk usaha tetap.
3)  PPh Pasal 26
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia.

2. Subyek Pajak Pertambahan Nilai.

Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).


Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang
melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai, termasuk pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22


Tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1988 serta Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun
1991, maka yang termasuk pengusaha kena pajak
sebagai subjek PPN yaitu :

a)    Pabrikan

47
b)   Importir
c)    Indentor
d)   Agen utama atau penyalur utama
e)    Pengusaha pemegang hak atau
menggunakan paten atau merek dagang
Barang Kena Pajak.
f)   Pedagang besar
g)   Eksportir
h)  Pedagang eceran beras
i)   Pemborong atau Kontraktor
j)   Pengusaha jasa bidang komunikasi
k)  Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
l)   Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur
jendral pajak

3. Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah
PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan
pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong
mewah.

4. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Subyek Pajak Bumi Bangunan
adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
kewajiban untuk melunasi Pajak Bumi Bangunan sesuai
dengan ketentuan undang-undang tentang Pajak Bumi
Bangunan.
Subjek Pajak Bumi Bangunan baru akan melunasi
utang PBB apabila subjek Pajak Bumi Bangunan tersebut

48
secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan
dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan.
Hak-hak atas bumi dan bangunan dalam Pajak Bumi
Bangunan adalah mengacu pada ketentuan Undang-
undang Agraria yaitu :
(a) Hak Milik;
(b) Hak Guna Bangunan;
(c) Hak Guna Usaha;
(d) Hak Pakai, dan
(e) Hak Pengelolaan.

Selain subjek pajak yang terlah dikemukakan,


terdapat beberapa subjek wajib pajak yang harus melunasi
pajak karena status kepemilikan objek yang tidak jelas,
yaitu :

1)   Subjek pajak (orang atau badan) yang


memanfaatkan atau menggunakan bumi dan
bangunan milik orang lain, bukan karena suatu
hak berdasarkan undang-undang atau bukan
karena perjanjian, maka (orang atau badan) yang
memanfaatkan atau menggunakan bumi dan
bangunana tersebut akan ditetapkan sebagai
wajib pajak.
2)  Suatu objek pajak ternyata masih dalam suatu
sengketa kepemilikan dipengadilan maka orang
atau badan yang memanfaatkan atau
menggunakan objek pajak tersebut yang akan
ditetapkan sebagai waib pajak.

49
3)  Subjek pajak dalam waktu lama berada diluar
wilayah letak objek pajak, sedangkan untuk
merawat objek pajak tersebut telah dikuasakan
kepada orang lain, maka orang atau badan yang
diberi kuasa akan ditunjuk sebagai wajib pajak.

5. Subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


(BPHTB)
Subyek  pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

C. Objek Pajak

Objek pajak adalah sesuatu yang dapat dikenakan pajak,


baik karena sifatnya maupun karena bentuk, dalam suatu
masa atau tahun pajak.
Objek pajak dapat dibedakan berdasarkan jenis pajak,
yaitu (1) objek pajak penghasilan, (2) objek pajak pertambahan
nilai; (3) objek pajak penjualan atas barang mewah; (4) objek
pajak bumi dan bangunan; (5) objek pajak bea perolehan atas
bumi dan bangunan; (6) objek pajak bea materai.

1. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek PPh adalah penghasilan yakni setiap


tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.

50
Menurut ketentuan Pasal 4 ayat 1 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah
diubahdengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
yang termasuk dalam penghasilan adalah :

1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan


pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang ini.
2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,
dan penghargaan.
3) Laba usaha.
4) Keuntungan karena penjualan atau karena
pengalihan harta.
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak.
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang.
7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen daari asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8) Royalty atau imbalan atas penggunaan hak.
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta.
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.

51
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13) Karena penilaian kembali aktiva
14) Premi asuransi Iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
wajib pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
15) Tambahan kekayaan netto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak
16)  Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
17)  Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengtur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
18)  Surplus Bank Indonesia.

2. Objek pajak Pertambahan Nilai (PPn)


Objek pajak Pertambahan Nilai berdasarkan
ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 adalah :
1) Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah
pabean yang dilakukan oleh pengusaha dengan
syarat :
a)  Barang berwujud atau tidak berwujud yang
diserahkan merupakan barang kena pajak
b)  Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
c)  Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan
usaha atau pekerjaannya.
2)   Impor barang kena pajak

52
3) Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di
dalam daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat
:
a)  Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena
pajak,
b)  Penyerahan yang dilakukan harus di dalam
daerah pabean,
c)  Penyerahan yang dilakukan harus dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4)  Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5)  Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
6) Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena
pajak.
7) Objek PPN sesuai ketentuan Pasal 16C Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1984 sebagaimana telah
diuah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 adalah kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan tidak di dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi
atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan
sendiri atau pihak lain.
8) Objek PPN sesuai ketentuan Pasal 16D undang-
Undang Nomor 8 tahun 1984 yang sebagaimana
telah diubah terakhir degan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva
oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang

53
PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.

3. Objek Pajak PPn BM

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang


Nomor 8 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1) Penyerahan barang kena pajak yang tergolong
mewah yang dilakukan oleh penguasaha yang
mengasilkan barang kena pajak yang tergolong
mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2)  Impor barang yang kena pajak yang tergolong
mewah.

4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang


menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan.
Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi
yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut
wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya.
Pengertian angunan adalah konstruksi teknik yang
ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh atau
perairan.

Bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :

1)   Bangunan tempat tinggal (rumah)


2)   Gedung kantor

54
3)   Hotel
4)   Pabrik
5)   Emplasemen dan lain-lain
Termasuk dalam pengertian bangunan yang
merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut di atas, seperti :
1) Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya
2) Hotel
3) Kolam renang
4) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan
gas, juga pipa minyak, fasilitas lain yang
memberikan manfaat.
Yang termasuk objek pajak bumi dan bangunan,
atak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah bangunan yang :
1) Digunakan semata-mata untuk melayani
kepentingan umum di bidang ibadah, social,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2)  Digunakan untuk kuburan, peninggalan
purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
3)  Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam,
hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan
tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
4)  Digunakan oleh perwakilan diplomatik,
konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik.

55
5)  Digunakan oleh badan atau perwakilan
organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

5. Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan


Bangunan (BPHTB)
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(PHTB), juga merupakan objek pajak yang disebut
Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan, meliputi :

1)  Pemindahan hak karena :


a.  Jual beli
b.  Tukar menukar
c.  Hibah
d.  Hibah wasiat
e.  Waris
f.   Pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lainnya
g.  Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h.  Penunjukan pembeli dalam lelang
i.   Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap
j.   Penggabungan usaha
k.  Peleburan usaha
l.    Pemekaran usaha
m.  Hadiah.

56
2)   Pemberian hak baru karena :
a. Kelanjutan pelepasan hak
b. Di luar pelepasan hak

Objek pajak atas Perolehan Hak Atas Tanah dan


Bangunan yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :

1) Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan


asas perlakuan timbal balik;
2)  Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan
dan atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum;
3)  Badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan keputusan Menteri
dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi
tersebut;
4)  Orang pribadi atau badan karena konversi hak
atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama;
5)  Orang pribadi atau badan karena wakaf
6)  Orang pribadi atau badan yang digunakan
untuk kepentingan ibadah.

6. Objek pajak Bea Materai

Objek pajak bea materai adalah dokumen,


berupa :
1)  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang
dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai

57
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan,
atau keadaan yang bersifat perdata.
2)  Akta notaris termasuk salinannya.
3)  Akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah
termasuk rangkapannya.
4)  Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
a. Yang menyebutkan penerimaan uang
b. Yang menyarankan pembukuan uang atau
penyimpanan uang dalam rekening bank
c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di
bank
d. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang
seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau
diperhitungkan.
5)  Surat berharga seperti wesel, promes, aksep,
dan cek
6) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan.
Dokumen yang tidak dikenakan Bea Materai
adalah :
1)  Dokumen yang berupa :
a)  Surat penyimpanan barang;
b)  Konosemen;
c)  Surat angkutan penumpang dan barang;
d)  Keterangan pemindahan yang dituliskan
diatas dokumen sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, angka 2, dan angka 3
e)    Bukti untuk pengiriman dan penerimaan
barang

58
f)  Surat pengiriman barang untuk dijual atas
tanggungan pengiriman
g)  Surat-surat lainnya yang dapat disamakan
dengan surat-surat sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 sampai angka 6.
2)  Segala bentuk ijazah
3)  Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang
tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-
surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu
4)  Tanda bukti penerimaan Uang Negara dari kas
Negara, kas Pemerintah Daerah dan Bank
5)  Kuiansi untuk semua jenis pajak dan untuk
penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu dari kas Negara, kas Pemerintah
Daerah dan Bank
6)  Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk
keperluan intern organisasi
7)  Dokumen yang menyebutkan tabungan
pembayaran uang tabungan kepada penabung
oleh bank koperasi dan badan-badan dan lainya
yang bergerak di bidang tersebut
8)  Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan
Jawatan Pegadaian.

D. TARIF PAJAK
Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan
dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak adalah tarif pajak

59
yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang
pajak.
Besarnya tarif dalam undang-undang pajak tidak selalu
ditentukan secara nilai persentase tetapi bisa dengan nilai
nominal, seperti diuraikan di bawah ini macam-macam tarif
pajak.
Tarif pajak diartikan sebagai dasar pengenaan besarnya
pajak yang harus dibayar oleh subjek pajak terhadap objek
pajak yang menjadi tanggungannya.

1. Tarif Progresif
Tarif Progresif adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajak juga semakin besar.

Contoh :

Tarif
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Pajak

Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%


Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35%
2. Tarif Degresif
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya
semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun
persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak
yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar
karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya

60
juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan
dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh :

Tarif
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Pajak

Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%


Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 15%

3. Tarif Proporsional
Tarif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak
yang menggunakan persentase tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar
pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh :
1. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan
tarif 10%
Jumlah Penjualan Tarif
Rp. 500.000,- 10%
Rp. 1.000.000,- 10%
Rp. 5.000.000,- 10%
Rp. 10.000.000,- 10%
1. Untuk PBB mengunakan tarif 0.5%
2. Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%

4. Tarif Tetap.

61
Tarif Tetap adalah tarif pemungutan pajak yang
besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
Tarif ini diterapkan dalam undang-undang Nomor
13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM). Tarif
digunakan adalah Bea Materai dengan nilai nominal
sebesar Rp 500 dan Rp 1.000.
Nilai nominal dalam perkembangannya selalu
berubah-ubah. Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1995
tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1.000 dan
Rp 2.000 yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun
2000 tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp 3.000 dan
6.000.
5. Tarif Advalorem
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang
dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu
barang.
Contoh :
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan besaran tarif
menggunakan prosentase.

6. Tarif Spesifik
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas
suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis
barang tertentu.
Contoh:
Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dengan besaran tarif
menggunakan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis
barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.

62

Anda mungkin juga menyukai