Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA KANKER SERVIKS

Oleh:

UMMU KUSUM

NIM. 012023243014

PROGRAM PROFESI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Kanker Serviks” telah

diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Profesi Pendidikan

Bidan Universitas Airlangga pada:

Hari :

Tanggal :

Surabaya, 2021

Mahasiswa

Ummu Kulsum

NIM. 012023243014

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Program Profesi Pendidikan Bidan

Euvanggelia Dwilda Ferdinandus,


S.Keb. Bd., M.Kes. _________________________
NIP. 198602242020073201

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya saya

dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Persalinan. Laporan

ini disusun untuk memenuhi tugas praktek Profesi dengan harapan dapat

memperdalam wawasan keilmuwan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bidan.

Dalam menyelesaikan laporan ini penulis telah banyak mendapat bantuan,

bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. DR. Budi Prasetyo, dr., Sp.OG (K) selaku ketua Program Studi

Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

2. Euvanggelia Dwilda Ferdinandus, S.Keb. Bd., M.Kes selaku pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan kepada mahasiswa Profesi Program

Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

3. Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi

kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya sadari

bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, Mei 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................iv
BAB 1..................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................................3
1.1 Tujuan......................................................................................................................3
1.2 Manfaat....................................................................................................................4
BAB 2......................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................5
2.1 Kanker Serviks.........................................................................................................5
2.1.1 Pengertian.........................................................................................................5
2.1.2 Epidemiologi....................................................................................................6
2.1.3 Etiologi.............................................................................................................6
2.1.4 Faktor Resiko...................................................................................................7
2.1.5 Tanda dan Gejala..............................................................................................9
2.1.6 Pencegahan.....................................................................................................11
2.1.7 Penegakan Diagnosa Kanker Serviks.............................................................13
2.1.8 Klasifikasi Kanker Serviks.............................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan..............................................................................................16
2.2 Konsep Asuhan Kebidanan pada Kanker Serviks dengan Manajemen Varney......19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................30

iv
v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia saat ini sedang mengalami transisi epidemiologi dimana terjadi

pergeseran beban Penyakit Menular (PM) ke Penyakit Tidak Menular (PTM)

(Humas Litbangkes, 2019), yang meliputi penyakit kardiovaskuler, stoke, kanker,

penyakit pernafasan kronis dan diabetes (WHO, 2015). Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) bekerjasama dengan Institute For

Health Metrics and Evaluation (IHME) mencatat telah terjadi peningkatan

transisi epidemiologi PM ke PTM dimana pada tahun 1990 sebesar 39,8%

menjadi 69,9% pada tahun 2017 (Humas Litbangkes, 2019).

Peningkatan transisi epidemiologi Penyakit Tidak Menular ini menjadi

faktor penyebab utama kematian di dunia dan di Indonesia (WHO, 2018c;

Humas Litbangkes, 2019). Sebanyak 41.000.000 jiwa atau setara dengan 71%

dari total kematian di seluruh dunia diakibatkan oleh PTM, dan dilaporkan

bahwa kanker merupakan penyebab kematian terbanyak kedua setelah penyakit

kardiovaskuler (WHO, 2018c).

Prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk (RISKESDAS,

2013; P2PTM, 2019) dan meningkat menjadi 1,8 per 1.000 penduduk pada tahun

2018 (RISKESDAS, 2018; P2PTM, 2019). Prevalensi kanker pada perempuan

lebih banyak jika dibandingkan dengan laki-laki, yaitu pada perempuan sebanyak

1
2

2,9 per 1.000 penduduk, sedangkan laki-laki 0,7 per 1.000 penduduk

(RISKESDAS, 2018). Kanker serviks merupakan jenis penyakit kanker

terbanyak kedua yang terjadi pada perempuan, serta kanker kedua yang paling

sering terjadi pada wanita usia 15 sampai 44 tahun di dunia dan di Indonesia

(WHO, 2014a; ICO/IARC, 2018).

Kejadian kanker serviks di Indonesia adalah 32.469 kasus yang

menyebabkan 18.279 kematian (ICO/IARC, 2018), yang artinya 56,29%

penderita kanker serviks berakhir dengan kematian. Di Jawa Timur, pada tahun

2019 angka kejadian kanker serviks dilaporkan lebih tinggi dibandingkan kanker

lain, yang mencapai 13.078 penderita (Kominfo Jatim, 2020).

Sekitar 90% kematian akibat kanker serviks terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Hal tersebut disebabkan karena penderita

kanker serviks seringkali datang pada stadium lanjut dimana pengobatan tidak

lagi dapat memberikan hasil yang maksimal yang mengakibatkan resiko

kematian semakin tinggi (WHO, 2018b). Kanker serviks merupakan penyakit

yang dapat yang dicegah dengan melakukan skrining/ deteksi dini kanker serviks.

Menurut WHO (2019), pencegahan sekunder kanker serviks dengan skrining dan

pengobatan pada lesi prakanker ditujukan bagi wanita berusia 30 tahun atau

lebih. Perjalanan alami kanker serviks menyebabkan skreening tersebut harus

difokuskan pada wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena lesi prakanker,

yaitu pada rentang usia 30 sampai 40 tahun, meskipun pada umumnya

perkembangan penyakit kanker ditemukan pada usia di atas 40 tahun (Blumenthal


3

and Mcintosh, 2008). Di Indonesia, sasaran skreening difokuskan pada wanita

usia 30-50 tahun (Permenkes, 2015). Bidan memiliki andil besar dalam

keberhasilan program deteksi dini kanker serviks di Indonesia karena profesi

bidan menjadi sumber daya tenaga kesehatan terbanyak di Indonesia pada tahun

2017 yaitu 146.734 orang. Bidan berperan meningkatkan edukasi, promosi

kesehatan dan advokasi tentang pentingnya skreening kanker serviks pada semua

perempuan usia 30-50 tahun yang sudah aktif secara seksual agar kanker serviks

ditemukan pada stadium dini, terutama jika mereka mempunyai gejala agar tidak

terjadi keterlambatan rujukan.

1.2 Tujuan

1.1 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif

pada kasus kanker serviks dengan menggunakan manajemen kebidanan dan

pendokumentasian asuhan menggunakan SOAP

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian data pada pasien dengan kasus kanker serviks

2) Identifikasi diagnosis kebidanan sesuai dengan prioritas

3) Mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial pada pasien dengan

kasus kanker serviks


4

4) Mengidentifikasi dan menentukan kebutuhan yang memerlukan

tindakan segera pada pasien dengan kasus kanker serviks

5) Merencanakan asuhan yang menyeluruh pada pasien dengan kasus

kanker serviks

6) Melaksanakan asuhan sesuai perencanaan pada pasien dengan kasus

kanker serviks

7) Melakukan evaluasi asuhan yang telah diberikan pada pasien dengan

kasus kanker serviks

1.2 Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan dari institusi secara

langsung dilapangan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien dengan

kasus kanker serviks

1.3.2 Bagi Lahan Praktik

Dapat dijadikan acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan

terutama dalam memberikan asuhan pada pasien dengan kasus kanker serviks

1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan

Bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta ketrampilan

terutama dalam asuhan kebidanan pada pasien dengan kasus kanker serviks
5
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Pengertian

Kanker adalah pertumbuhan sel secara tidak wajar atau secara tidak

terkontrol, sehingga dapat merusak jaringan yang berada disekitarnya serta dapat

menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya (WHO, 2013).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel secara tidak wajar atau secara

tidak terkontrol yang terletak pada leher rahim. Leher rahim merupakan bagian

paling bawah dari rahim, yaitu struktur berbentuk silinder yang terdiri dari

stroma dan epitel. Bagian Intravaginal, ectocervix, menjorok ke dalam vagina

dan dilapisi oleh epitel skuamosa. Saluran endoserviks memanjang dari os

internal di persimpangan dengan rahim ke os eksternal yang terbuka ke dalam

vagina dan dilapisi oleh epitel kolumnar. Hampir semua kasus karsinoma serviks

berasal dari zona transformasi dari mukosa ectoserviks dan mukosa endoserviks.

Zona transformasi adalah daerah persimpangan skuamokolumnar lama dan baru

(Bhatla, Aoki, et al., 2018).


7

Gambar 2. 1 Serviks (Sumber : WebMD, 2014).

2.1.2 Epidemiologi

Secara global, kanker serviks terus menjadi salah satu kanker yang paling

umum di kalangan perempuan, setelah kanker payudara, kolorektal, dan kanker

paru. Pada 2012, diperkirakan ada sekitar 569,847 kasus baru kanker serviks

dengan 311,365 kematian setiap tahunnya (Bray et al., 2018).

Angka kejadian kanker serviks sangat tinggi terutama di negara

berkembang, seperti di Indonesia. Kejadian kanker serviks di Indonesia adalah

32.469 kasus yang menyebabkan 18.279 kematian (ICO/IARC, 2018). Pada

tahun 2019, angka kejadian kanker serviks di Jawa Timur pada mencapai 13.078

penderita, lebih tinggi dari angka kejadian kanker payudara yaitu sebanyak

12.186 kasus (Kominfo Jatim, 2020). Sedangkan data di Poli Onkologi Satu

Atap (POSA) Kandungan RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2019 didapatkan 716

kasus baru kanker serviks dan merupakan kasus terbanyak ( 48,51%)

dibandingkan kanker ginekokologi lainnya (RSUD Dr. Soetomo, 2019b).


8

2.1.3 Etiologi

Kanker serviks terutama disebabkan oleh infeksi Human Papilloma

Virus (HPV) yang persisten (IARC, 2007; Johnson et al., 2019). Ada banyak

jenis HPV, namun hanya jenis HPV tertentu saja (WHO, 2019), yaitu 15 jenis

HPV (Bhatla, Aoki, et al., 2018) yang berisiko tinggi bertahan dan berkembang

menjadi kanker serviks (WHO, 2019).

Dilaporkan bahwa Infeksi HPV biasanya bersih tanpa intervensi dalam

beberapa bulan setelah paparan (WHO, 2019), dan sekitar 90% tidak terdeteksi

dalam 2 tahun (Bhatla, Aoki, et al., 2018) sehingga dianggap bersih (WHO,

2019). Hal ini dapat diperdebatkan apakah HPV benar-benar sudah mati atau

apakah tetap bertahan dalam sel basal dengan potensi terjadi reaktivasi di

kemudian hari. Pada infeksi HPV yang persisten, menunjukkan adanya DNA

HPV tipe spesifik yang sama pada pengambilan sampel setelah 6 – 12 bulan.

Hanya sepersepuluh dari semua infeksi HPV menjadi persisten dan dapat

berkembang menjadi lesi prakanker (Bhatla, Aoki, et al., 2018).

Dari perkiraan 530.000 kasus baru kanker serviks setiap tahunnya, HPV

16 dan HPV 18 menyebabkan 71% kasus kanker serviks, sedangkan HPV tipe

31, 33, 45, 52, dan 58 untuk 19% kasus kanker serviks (IARC, 2007).

2.1.4 Faktor Resiko

Yang berkontribusi menjadi faktor resiko kanker serviks adalah faktor

perilaku maupun faktor infeksi. Kontributor perilaku meliputi aktivitas seksual

dan faktor gaya hidup, sedangkan faktor infeksi disebabkan oleh virus HPV pada
9

orang yang aktif secara seksual. HPV tidak dipengaruhi oleh faktor genetik dan

diet (Johnson et al., 2019).

1) Faktor perilaku dan gaya hidup

a. Perilaku seksual

Perilaku seksual, meliputi: usia pada saat melakukan hubungan seksual

pertama kali dan jumlah pasangan seksual (Ribeiro et al., 2015).

Hubungan seksual pertama sebelum usia 16 tahun secara signifikan

dikaitkan dengan tes HPV positif (Ribeiro et al., 2015). Pada wanita

yang memiliki dua pasangan seksual, risiko akan meningkat 2 kali lipat

dan akan meningkat tiga kali lipat apabila memiliki ≥ 6 pasangan seksual

(Frumovitz et al., 2005).

b. Paritas.

Persalinan aterm pada usia kurang dari 18 tahun, kehamilan kembar, 4

kali kelahiran pervaginam, telah dikaitkan sebagai faktor risiko untuk

infeksi HPV dan atau kanker serviks (Vesco et al., 2011).

c. Merokok.

Merokok memberikan kontribusi terhadap risiko kanker serviks. Produk

tembakau menghancurkan sel DNA di leher rahim, yang dapat

berkontribusi pada perkembangan kanker serviks dan membahayakan

sistem kekebalan untuk melawan infeksi HPV sehingga berpotensi

menggandakan risiko terjadinya kanker serviks bila dibandingkan dengan

nonperokok (Collins et al., 2010).


10

d. Penggunaan jangka panjang kontrasepsi oral.

Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari 5 tahun dapat

meningkatkan resiko 1,9 kali lebih tinggi (Vesco et al., 2011).

2) Faktor Infeksi

a. Penyakit menular seksual dengan klamidia dan herpes genital dikaitkan

dengan peningkatan risiko infeksi HPV (Vesco et al., 2011).

b. Co-infeksi dengan Human Imunodeficiency Virus (HIV) dapat

melemahkan sistem kekebalan tubuh untuk mengontrol infeksi HPV

(Vesco et al., 2011).

c. Perempuan yang pernah mengalami Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS)

memiliki 2-3 kali lipat peningkatan risiko kanker serviks di masa depan

(Vesco et al., 2011).

2.1.5 Tanda dan Gejala

Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Gejala akan

timbul bila telah menjadi kanker invasif. Gejala-gejala kanker serviks menurut

WHO (2019) adalah:

1) Gejala pada stadium awal, umumnya adalah:

a. Perdarahan bercak yang tidak teratur.

b. Perdarahan diantara dua siklus menstruasi pada wanita usia reproduktif.

c. Perdarahan setelah berhubungan intim dan keputihan yang berbau.

2) Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi:

a. Nyeri pinggang, kaki atau perut bagian bawah.


11

b. Penurunan berat badan.

c. Lemah.

d. Kehilangan nafsu makan.

e. Keputihan yang berbau.

f. Ketidaknyamanan vagina.

g. Pembengkakan pada kaki atau kedua ekstremitas bawah.

Gejala lain yang lebih parah mungkin timbul pada tahap lanjut

tergantung pada metastasis organ.

Senada dengan WHO, Prawirohardjo dan Winkjosastro (2011)

mengemukakan mengenai tanda dan gejala kanker serviks. Tanda-tanda dini

kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda-tanda dini yang tidak

spesifik seperti sekret vagina yang agak berlebihan dan kadang-kadang disertai

dengan bercak perdarahan. Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan

pervaginam (pascasanggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan. Pada

penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk,

nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, buang air kecil atau

buang air besar yang sakit. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang,

edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.

Keluhan pada stadium lanjut secara fisik sering berkaitan dengan

penurunan kesehatan dan efek samping pengobatan, dan secara psikologis dapat

menyebabkan kekhawatiran tentang kematian dan sekarat, serta perubahan

hubungan dengan keluarga atau pendamping profesional yang mungkin dapat

menambah ketegangan (De Faye et al., 2006).


12

2.1.6 Intensitas nyeri

Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji intensitas nyeri yang

dirasakan wanita saat haid. Manuaba (2010) intensitas nyeri haid dibedakan

menjadi 3 yaitu :

1. Ringan. Nyeri haid ringan ditandai dengan terjadinya nyeri sejenak yang

dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat karena rasa nyeri bisa hilang

sendiri, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari.

2. Sedang. Nyeri haid sedang ditunjukkan dengan diperlukannya obat-obatan

untuk menghilangkan rasa sakit tetapi tidak perlu meninggalkan pekerjaan.

3. Berat. Nyeri haid berat ditandai dengan rasa sakit yang hebat sehingga tidak

mampu melakukan tugas haian, memerlukan istirahat, memerlukan obat

dengan intensitas tinggi.

Menurut Solehati dan Kosasih (2015) dan Judha (2012) intensitas nyeri

dapat diukur menggunakan beberapa skala atau pengukuran nyeri, diantaranya :

1. Visual Analog Scale (VAS)

Skala ini berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm. Ujung kiri skala

mengidentifikasi tidak ada nyeri (0) dan ujung kanan menandakan nyeri

yang berat (10). Diantara angka 0 dan 10 tidak diberikan angka-angka.

Klien kemudian diminta untuk menunjuk garis yang sesuai dengan nyeri

yang dirasakan. Penilaian hasil dilakukan dengan mengukur panjang jarak

dari awal garis sampai tanda yang diberikan oleh klien. Panjang jarak
13

tersebut merupakan indeks derajat nyeri. Skala VAS dapat dipersepsikan

sebagai berikut:

1 : tidak ada nyeri

1-2 : nyeri ringan

3-4 : nyeri sedang

5-6 : nyeri berat

7-8 : nyeri sangat berat

9-10 : nyeri buruk sampai tidak tertahankan

0 10

Tidak ada nyeri Nyeri berat

Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS)

2. Numerical Rating Scale (NRS)

Skala ini berbentuk garis hrizontal yang menunjukkan angka-angka dari 0-

10. Angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 10 menunjukkan nyeri

yang paling hebat. Skala ini merupakan garis panjang berukuran 10 cm,

dimana setiap 1 cm diberi tanda. Tingkat angka yang ditunjukkan oleh klien

dapat digunakan untuk menkaji efektivitas dari intervensi pereda nyeri.

Skala NRS dapat dipersepsikan sebagai berikut :


14

1 : tidak ada nyeri

1-3 : sedikit nyeri

3-7 : nyeri sedang

7-9 : nyeri berat

10 : nyeri yang paling hebat

Gambar 2.2 Numeric Rating Scale (NRS)

3. Faces Pain Rating Scale (FPRS)

FRPS merupaka skala nyeri dengan model gambar kartun dengan enam

tingkatan nyeri dan dilengkapi dengan angka dari 0 sampai dengan 5. Skala

ini biasanya digunakan untuk mengukur skala nyeri pada anak.

Pendiskripsian skala nyeri tersebut :

1 : tidak menyakitkan

2 : sedikit sakit

3 : lebih menyakitkan

4 : lebih menyakitkan lagi

5 : jauh lebih menyakitkan lagi

6 : benar-benar menyakitkan
15

Gambar 2.3 Faces Pain Rating Scale (FPRS)

2.1.7 Pencegahan

Pencegahan untuk mengendalikan kanker serviks menurut WHO (2019)

meliputi:

1) Pencegahan primer

Faktanya bahwa lebih dari 80% wanita dalam hidupnya akan memperoleh

setidaknya satu infeksi HPV berisiko tinggi. Puncak Prevalensi HPV terjadi

pada wanita berusia kurang dari 25 tahun, yang menunjukkan bahwa infeksi

terutama ditularkan melalui rute seksual yang menjadi bagian dari hubungan

seksual pertama kali. Dengan demikian, vaksinasi HPV profilaksis sebagai

strategi preventif harus diberikan pada perempuan sebelum inisiasi aktivitas

seksual, dan berfokus pada anak perempuan berusia 10 – 14 tahun (Bhatla,

Aoki, et al., 2018). Sedangkan WHO merekomendasikan pencegahan primer

dengan Vaksinasi HPV dilakukan pada anak perempuan berusia 9 – 14

tahun, sebelum mereka menjadi aktif secara seksual (WHO, 2019).

Intervensi preventif lainnya yang direkomendasikan untuk anak laki-laki

dan perempuan adalah:


16

a. Pendidikan tentang praktek seksual yang aman, termasuk menunda awal

aktivitas seksual.

b. Promosi dan penyediaan kondom bagi mereka yang sudah terlibat dalam

aktivitas seksual.

c. Peringatan tentang penggunaan tembakau, yang sering dimulai selama

masa remaja, dan yang merupakan faktor risiko penting untuk kanker

serviks dan lainnya.

d. Khitan pria.

2) Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dengan skrining dan pengobatan

pada lesi prakanker (Bhatla, Aoki, et al., 2018) yang ditujukan bagi wanita

berusia 30 tahun atau lebih (WHO, 2019).

Meskipun telah ada vaksin yang efektif, skrining akan tetap menjadi

prioritas untuk pencegahan kanker serviks selama beberapa dekade. Skrining

kanker serviks telah berhasil mencegah kanker dengan deteksi dan

pengobatan lesi prakanker, yaitu, high grade neoplasia intraepitel serviks

atau Cervical Intra-epithelial Neoplasia (CIN 2 dan 3) dan Adenocarsinoma

In-Situ (AIS). Beberapa strategi skrining serviks telah terbukti efektif. Tes

yang digunakan secara luas meliputi sitologi konventional (Pap smear),

sitologi berbasis cairan dan tes HPV, sedangkan di negara berpenghasilan

rendah dan menengah bisa dengan menggunakan, Inspeksi Visual Asam

asetat (IVA) (Bhatla, Aoki, et al., 2018).


17

Jika ditemukan lesi atau sel yang abnormal, WHO merekomendasikan

dilakukan cryotherapy (menghancurkan jaringan abnormal pada leher rahim

dengan pembekuan) dan LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure)

(WHO, 2019).

3) Pencegahan tersier

Pencegahan tersier berupaya meningkatkan angka kesembuhan, survival

rate, dan kualitas hidup dalam terapi kanker.

2.1.8 Penegakan Diagnosa Kanker Serviks

Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan biopsi serviks. Diagnosis

kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa anamnesis,

pemeriksaan fisik dan ginekologik, termasuk evaluasi kelenjar getah bening,

pemeriksaan panggul dan pemeriksaan rektal. Biopsi serviks merupakan cara

diagnosis pasti dari kanker serviks, sedangkan tes Pap dan/atau kuret endoserviks

merupakan pemeriksaan yang tidak adekuat. Pemeriksaan radiologik berupa foto

paru-paru, pielografi intravena atau CT-scan merupakan pemeriksaan pe-

nunjang untuk melihat perluasan penyakit, serta menyingkirkan adanya obstruksi

ureter (Prawirohardjo and Winkjosastro, 2011).

Penegakan diagnosa kanker serviks selalu disertai tantangan psikologis

(Khalil et al., 2015). Saat seseorang didiagnosis menderita kanker serviks,

umumnya mereka akan beranggapan bahwa penyakit kanker serviks yang

diderita merupakan kondisi penyakit kronis yang memiliki efek yang sangat tidak
18

menyenangkan bahkan menakutkan, mulai dari penurunan kondisi secara fisik

sampai pada kenyataan bahwa penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian

(Hopman and Rijken, 2014).

Saat fase awal terdiagnosis kanker serviks, saat muncul gejala hingga

penegakan diagnosa, pasien dihadapkan dengan sesuatu yang baru, situasi yang

tidak diketahuinya. Pemberian informasi saat penegakan diagnosis merupakan

momen yang sangat penting. Beberapa faktor yang memperburuk kondisi stress

psikologis pasien seperti kanker dengan prognosis yang buruk, kondisi hidup

yang sulit, situasi sosial, dan usia pasien masih muda, bahkan hingga terjadi

emosional trauma. Diagnosis dan pengobatan dapat berdampak pada isolasi

sosial dan pikiran akan kematian. Pasien seringkali merasa adanya suatu stigma.

Semua kondisi tersebut membetuk dan mempengaruhi penyesuaian dan

penerimaan diri terhadap penyakit kanker (Czerw et al., 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2017) menyatakan masalah yang

ditemukan di Poli Onkologi Satu Atap (POSA) RSUD. Dr Soetomo Surabaya

bahwa pasien kanker serviks pada periode awal terdiagnosa (0-3 bulan)

seringkali menunjukan sikap penolakan (denial), sikap tersebut mengakibatkan

pasien tidak kooperatif dengan rencana pengobatan.

2.1.9 Klasifikasi Kanker Serviks

Sebelumnya penentuan staging kanker serviks FIGO (The International

Federation of Gynecology and Obstetrics) hanya didasarkan terutama pada

pemeriksaan klinis dengan penambahan prosedur tertentu yang diperbolehkan


19

oleh FIGO, namun pada tahun 2018, penentuan staging telah direvisi oleh

Komite Onkologi Ginekologi FIGO dengan menambahkan pencitraan dan

temuan patologi (bila tersedia). Revisi staging FIGO ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 2. 1 Klasifikasi stadium klinis kanker serviks menurut FIGO (Bhatla, Aoki,

et al., 2018).

Jika ragu, stadium yang lebih rendah harus ditetapkan.


20

a. Pencitraan dan patologi dapat digunakan, jika tersedia, untuk melengkapi

temuan klinis, dan dibandingkan dengan ukuran tumor dan luasnya,

dalam semua tahapan.

b. Keterlibatan pembuluh darah/limfatik tidak mengubah stadium. Tingkat

lesi lateral tidak lagi dipertimbangkan.

c. Penambahan notasi r (pencitraan) dan p (patologi) untuk menunjukkan

temuan yang digunakan untuk mengalokasikan kasus ke tahap IIIC.

Contoh: jika pencitraan menandakan pelvis. Sumber : Bhatla, Berek, et

al. (2018).

2.1.10 Survival Rate Kanker Serviks

Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun memberi tahu Anda berapa persen

orang yang hidup setidaknya 5 tahun setelah kanker ditemukan. Tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun untuk semua orang dengan kanker serviks adalah

66%.

Namun, tingkat kelangsungan hidup dapat bervariasi berdasarkan faktor-

faktor seperti ras, etnis, dan usia. Untuk wanita kulit putih, tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun adalah 71%. Untuk wanita kulit hitam, tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun adalah 58%. Untuk wanita kulit putih yang lebih

muda dari usia 50, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 78%. Untuk

wanita kulit hitam berusia 50 tahun ke atas, tingkat kelangsungan hidup 5

tahun adalah 46%.

Statistik kelangsungan hidup bervariasi berdasarkan faktor-faktor ini:

Jenis kanker Stadium periode Waktu Usia kanker


21

Tingkat kelangsungan hidup tergantung pada banyak faktor, termasuk

stadium kanker serviks yang didiagnosis. Ketika terdeteksi pada tahap awal,

tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk penderita kanker serviks invasif

adalah 92%. Sekitar 44% orang dengan kanker serviks didiagnosis pada tahap

awal. Jika kanker serviks telah menyebar ke jaringan atau organ sekitarnya

dan /atau kelenjar getah bening regional, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun

adalah 58%. Jika kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang jauh, tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun adalah 17% (Cancer Net, 2021).

2.1.11 Penatalaksanaan

Pengobatan kanker serviks selalu disertai tantangan psikologis (Khalil et

al., 2015). Pengobatan kanker serviks tergantung pada stadium penyakit (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2015). Program pengobatan kanker serviks

dapat berupa tindakan pembedahan, radioterapi, kemoterapi maupun paliatif

(WHO, 2019). Program pengobatan kanker serviks baik pembedahan, radioterapi

dan kemoterapi telah diketahui memiliki toksisitas dan efek samping. Berbagai

literatur mengemukakan efek negatif pada fisik dan fungsi psikologis yang

memunculkan sikap penolakan pasien (Czerw et al., 2017), oleh karena itu

diperlukan perawatan paliatif yang dilakukan sejak awal perjalanan penyakit

yang diintegrasikan dengan terapi lain untuk lebih memahami dan mengelola

distress akibat komplikasi klinis (WHO, 2014c).

Program pengobatan kanker serviks meliputi:

1) Operasi
22

Pembedahan dengan konisasi dan histerektomy. Konisasi dilakukan pada

kanker stadium 0 atau karsinoma insitu. Histerektomy bisa dilakukan pada

kanker servik stadium I sampai stadium IIA. Kanker serviks IIA dengan

batas sampai ke vagina bagian atas mungkin bias dilakukan histerektomi

radikal dan pembedahan kelenjar getah bening panggul namun dengan

konsultasi para ahli (WHO, 2014b). Tata laksana selanjutnya tergantung dari

faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi

atau kemoterapi (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2) Radioterapi

Pengobatan dengan sinar berenergi tinggi ( seperti sinar X) untuk membunuh

sel-sel kanker atau menyusutkan tumor. Radiasi bersamaan dengan

kemoterapi adalah mode utama pengobatan kanker serviks stadiumII dan III.

Pada stadium IV radioterapi dilakukan sebagai tindakan paliatif untuk

mengurangi keluhan penderita (WHO, 2014b; Komite Penanggulangan

Kanker Nasional, 2015).

3) Kemoterapi

Penatalaksanaan kanker serviks utama adalah kemoterapi. Kemoterapi

memiliki dampak yang nyata dalam berbagai bidang kehidupan antara lain

dampak terhadap fisik dan psikologis (Ambarwati and Wardani, 2015).

Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel

kanker, diberikan melalui infus ke pembuluh darah atau per oral. Radiasi

bersamaan dengan kemoterapi adalah mode utama pengobatan kanker


23

serviks stadium II dan III. Pada stadium IV kemoterapi dilakukan sebagai

tindakan paliatif untuk mengurangi keluhan penderita (WHO, 2014b;

Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Efek samping dari kemoterapi berupa (Hidayat, 2013):

a. Depresi sumsum tulang

Depresi sumsum tulang belakang dapat menyebabkan leukopenia,

trombositopenia dan anemia dengan derajat yang bervariasi.

b. Reaksi gastrointestinal

Gangguan pencernaan yang disebabkan oleh beberapa obat kemoterapi

dapat menyebabkan mual dan muntah yang dapat berlangsung singkat

atau lama. Obat-obatan kemoterapi juga dapat menyebabkan ulserasi

mukosa mulut dan diare.

c. Reaksi alergi

Reaksi alergi yang dapat muncul seperti: mengigil, demam, syok

anafilaktik dan udem.

d. Kemoterapi dapat menimbulkan alopesia, melanosis dengan derajat

bervariasi, biasanya dapat pulih spontan setelah obat dihentikan.

e. Kemoterapi dapat menimbulkan sindroma tangan-kaki (eritroderma

palmar-plantar).

4) Perawatan Paliatif

Perawatan Paliatif adalah suatu pendekatan yang meningkatkan kualitas

hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan
24

penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan pemulihan

penderitaan dengan cara identifikasi dini dan penilaian yang sempurna serta

pengobatan nyeri dan masalah lainnya, baik fisik, psikososial dan spiritual

(WHO, 2014c). Perawatan paliatif juga merupakan elemen penting dari

manajemen kanker untuk menghilangkan rasa sakit dan penderitaan karena

penyakit, yang tersebut meliputi (WHO, 2014c):

a. Memberikan bantuan untuk menghilangkan rasa nyeri dan gejala distress

lainnya.

b. Menegaskan bahwa kehidupan dan menghadapi kematian adalah proses

yang normal.

c. Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian.

d. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien

e. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien agar dapat hidup

seaktif mungkin sampai kematian.

f. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga mengatasi

penyakit pasien dan kesedihan mereka sendiri.

g. Menggunakan pendekatan tim untuk menangani kebutuhan pasien dan

keluarga mereka, termasuk konseling saat berduka, jika diperlukan.

h. Dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, dan mungkin juga membawa

dampak positif dalam perjalanan penyakit.

i. Dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, diintegrasikan dengan terapi

lain yang dimaksudkan untuk memperpanjang hidup, seperti kemoterapi


25

atau terapi radiasi, dan mencakup pemeriksaan yang diperlukan untuk

lebih memahami dan mengelola distress akibat komplikasi klinis.

2.2 Konsep Asuhan Kebidanan pada Kanker Serviks dengan Manajemen

Varney

2.2.1`Data Subyektif

1. Identitas.

a. Umur

Perjalanan alami kanker serviks pada wanita yang mempunyai resiko

tinggi terkena lesi prakanker, yaitu pada rentang usia 30 sampai 40

tahun, meskipun pada umumnya perkembangan penyakit kanker

ditemukan pada usia di atas 40 tahun (Blumenthal and Mcintosh, 2008).

b. Agama : mengetahui keyakinan klien, dan pada umumnya selain islam

dengan pasangan tidak disunat meningkatkan risiko terjadi kanker

serviks.

c. Pendidikan

Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada

peningkatan kemampuan berfikir sehingga memermudah penyampaian

asuhan dan komunikasi pada pasien (Depkes RI, 2002).

d. Pekerjaan : untuk mengetahui pengaruh aktifitas terhadap kesehatan

klien.

e. Alamat
26

Jarak fasilitas kesehatan yang terlalu jauh dan sulit dijangkau membuat

masyarakat enggan untuk ke fasilitas kesehatan (Masita et al., 2014).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pasien dalam pengobatan

pada kasus kanker serviks adalah pasien yang tinggal jauh (≥100km)

dari fasilitas kesehatan spesialistik (Berraho et al., 2012).

2. Alasan kunjungan

Alasan kunjungan dapat berupa rujukan dan faskes primer atau dari rumah

sakit lain, atas keluhan ibu, follow up.

3. Keluhan Utama

Gejala-gejala kanker serviks menurut WHO (2019) adalah:

1) Gejala pada stadium awal, umumnya adalah:

a. Perdarahan bercak yang tidak teratur.

b. Perdarahan diantara dua siklus menstruasi pada wanita usia

reproduktif.

c. Perdarahan setelah berhubungan intim dan keputihan yang berbau.

2) Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi:

a. Nyeri pinggang, kaki atau perut bagian bawah.

b. Penurunan berat badan.

c. Lemah.

d. Kehilangan nafsu makan.

e. Keputihan yang berbau.

f. Ketidaknyamanan vagina.
27

g. Pembengkakan pada kaki atau kedua ekstremitas bawah.

Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam

(pascasanggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan (Prawirohardjo and

Winkjosastro, 2011). Jika perdarahan terjadi terus menerus maka dapat

terjadi anemia (Andrijono, 2010).

4. Riwayat Menstruasi

Siklus : Tidak teratur, karena perdarahan diluar siklus yang

diterjadi.
Perdarahan : Menstruasi akan lebih panjang dan jumlah perdarahan

lebih banyak, terjadi perdarahan pasca coitus.


Flour albus : Keputihan berbau busuk.
Disminorhea : Dismonorhea sekunder dengan derajat nyeri bervariasi.
5. Riwayat obstetric

Persalinan aterm pada usia kurang dari 18 tahun, kehamilan kembar, 4 kali

kelahiran pervaginam, telah dikaitkan sebagai faktor risiko untuk infeksi

HPV dan atau kanker serviks (Vesco et al., 2011)

6. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan

resiko 1,9 kali lebih tinggi (Vesco et al., 2011).

7. Riwayat Kesehatan Klien

Penyakit menular seksual seperti HIV, klamidia dan herpes genital dikaitkan

dengan peningkatan risiko infeksi HPV (Vesco et al., 2011).


28

Perempuan yang pernah mengalami Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS)

memiliki 2-3 kali lipat peningkatan risiko kanker serviks di masa depan

(Vesco et al., 2011).

8. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat kanker dan tumor dalam keluarga seperti mioma, kanker

serviks, kanker ovarium, kista, dan sebagainya.

9. Pola Kebiasaan yang Mempengaruhi Kesehatan

Personal hygiene : kondisi perdarahan terus menerus jika tidak dijaga

kebersihan maka akan menambah jalan infeksius bakteri. Berapa banyak

pembalut yang telah digunakan juga menjadi evaluasi dalam menghitung

jumlah perdarahan.

Seksual : Gejala kanker serviks salah satunya adalah perdarahan saat/habis

coitus.

Nutrisi : kebiasaan mengkonsumsi makanan berpengawet dan kurang makan

sayur, buah dan serat.

10. Gaya Hidup

Pasien perokok pasien/pasif (misal suami merokok) dapat meningkatkan 2x

lipat risiko kanker. Alkohol dapat memperberat keadaan pasien. Pasien dan

stadium berat mungkin terjadi keterbatasan dalam melakukan aktivitas

(disabilitas) (Kemenkes RI, 2016).

11. Data Psikososial

Pasien penderita kanker yang baru/sudah mengetahui informasinya akan

mengalami berbagai jenis emosi kewalahan/overwhelemed,


29

penyangkalan/denial, marah, takut dan khawatir, berharap, stres dan

kecemasan, kesedihan dan depresi, merasa bersalah/berdosa, kesepian,

bersyuku dan mampu mengatasi emosinya (NIH, 2020). Dukungan keluarga

juga perlu dikaji.

Usia pada saat melakukan hubungan seksual pertama kali dan jumlah

pasangan seksual (Ribeiro et al., 2015). Hubungan seksual pertama sebelum

usia 16 tahun secara signifikan dikaitkan dengan tes HPV positif (Ribeiro et

al., 2015). Pada wanita yang memiliki dua pasangan seksual, risiko akan

meningkat 2 kali lipat dan akan meningkat tiga kali lipat apabila memiliki ≥

6 pasangan seksual (Frumovitz et al., 2005).

2.2.2 Data Obyektif

1) Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum : mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, cukup,

buruk, tingkat kesadaran dan keadaan emosional (Romauli, 2011). Pasien

kanker serviks didapati keadaan umum cukup.

b. Kesadaran : Pasien kanker serviks didapati kesadaran komposmentis.

c. Skala nyeri : skala VAS, NRS, FPRS

d. Tanda-tanda vital :

Normalnya:
Tekanan darah : 90/60 – 120/80 mmHg,
Suhu : 36,5-37,5 C
Pernapasan : 16-24 kali/menit
Denyut nadi : 60-100 kali/menit
(Kurniarum, 2016)
30

TD : Melihat faktor risiko hipertensi/hipotensi. Hipertensi jika TD >

140/90 mmHg (Romauli, 2011). Hipotensi Jika terjadi syok

hipovolemik
Suhu : Terjadi peningkatan suhu jika terjadi reaksi alergi terhadapobat

kemoterapi, terjadi proses infeksi


Nadi : Jika terjadi syok hipovolemik karena perdarahan maka nadi akan

melemah.
RR : Jika terjadi metastasis paru maka RR akan cepat > 24x/menit. Dan

dibutuhkan terapi O2 8-10 lt/mnt.


2) Pemeriksaan fisik

Kepala dan : Rambut rontok, penampakan wajah klien dapat

wajah baik/lemah/merasakan nyeri, konjuctiva mungkin

tampak pucat (karena anemia)


Abdomen : Teraba massa jika sudah metastase
Genitalia : Adakah perdarahan, cairan keputihan, berbau busuk
3) Pemeriksaan penunjang

Biopsy untuk menegakkan histopatologi stadium dari kanker serviks.

Darah lengkap untuk melihat terjadi anemia tau tidak akibat dari perdarahan

yang terjadi. Nilai eritrosit wanita dewasa : Hb 11,5-15,5 gr/dl, hemotokrit

(PCV) 36-48%, eritrosit 3,9-5,6 x 1012/L, volume sel rata-rata (MCV) 80-95

fl, hemoglobin sel rata-rata (MCH) 27-34 pg.

Foto thoraks, BNO-IVP, sistoskopi, rektoskopi, Ct-scan optimal, MRI, bone

survey terutama jika ditemukan jauhnya metastase.

2.2.3 Interpretasi Data

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah

berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.


31

Pada langkah ini Bidan menganalisa data dasar yang diperoleh pada langkah

pertama, menginterpretasikan secara logis sehingga dapat dirumuskan diagnosa

dan masalah.

Contoh : Diagnosa : PAPAH .....WUS/PUS/Klimaterium/

perimenopause/menopause dengan ca.serviks stadium .......

Masalah : perdarahan, anemi, nyeri pinggang dan perut, nyeri

berkemih, gangguan fungsi ginjal, inkontensia urin (akibat post

histerektomi), tungkai bengkak, gangguan mobilisasi, hilang

kesadaran karena syok hipovolemik.

Mual, muntah, rambut rontok, konstipasi, eritroderma palmar-plantar

akibat efek samping kemoterapi.

Masalah emosional seperti stress, ansietas, dan depresi dapat terjadi

2.2.4 Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan mengantisipasi

penanganannya

Bidan mengantisipasi masalah potensial berdasarkan diagnosa masalah yang

sudah diidentifikasi.

Mengidentifikasi Kebutuhan Segera

Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh Bidan atau dokter sesuai

dengan kondisi klien untuk menyelamatkan jiwa.

Diagnosa potensial: kanker metastase ke organ lain

Masalah potensial: perdarahan berat, anemia, kematian

2.2.5 Intervensi / Menyusun Rencana Asuhan


32

Pada langkah ini asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah

sebelumnya. Rencana asuhan yang dapat diberikan pada kasus pranikah

dengan rencana tidak menunda kehamilan adalah sebagai berikut :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu


R/ Pasien harus diberikan informasi secara singkat namun jelas, cara
penyampaian juga harus caring dan peka karena pasien kanker serviks
membutuhkan dukungan emosional yang baik ketika mengetahui keadaan
dirinya (Slevin et al., 1996)
2. Lakukan asuhan pada masalah yang dialami ibu

Masalah Penanganan
a. Edukasi Pasien informasi dan instruksi tentang nyeri dan
penanganan serta didorong berperan aktif dalam penanganan
nyeri
b. Lakukan manajamen nyeri
c. Optimalkan pengembalian mobilisasi dengan modifikasi
aktifitas aman dan nyaman dengan atau tanpa alat bantu jalan
dan atau dengan alat fiksasi eksternal serta dengan pendekatan
Nyeri psikososial-spiritual
d. Kolaborasi terapi medikamentosa sesuai prinsip tatalaksana
nyeri WHO (level 4) dan WHO analgesic ladder (level 2) oleh
dokter
e. Kolaborasi terapi Non Medikamentosa Modalitas Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi seperti Trans Electrical Nerve
Stimulation (TENS) oleh dokter

Lakukan pemasangan kateter


R/ Pemasangan kateterisasi intermiten adalah gold standard.
Inkontensia Melakukan edukasi pasien dan keluarga untuk melakukan
urin program kateterisasi intermiten mandiri di rumah, dengan
prinsip sseptik dengan frekuensi kateterisasi 4-6 kali
sehari.
Tungkai a. Edukasi pencegahan timbulnya edema dan atau
bengkak peningkatan edema
b. Reduksi edema dengan manual lymphatic drainage (MLD)
33

dan kompresi eksternal, serta kompresi garmen dengan


balutan/stocking
c. Kolaborasi dengan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
terapi gerak/ aktivitas motorik dan latihan pernafasan
d. Lakukan pembalutan pada limfedema dengan Deep Vein
Thrombosis (DVT) tungkai
a. Jika nyeri tatalaksana medikamentosa &
nonmedikamentosa sama seperti diatas
b. Limfedema tungkai dengan atau tanpa Deep Vein
Thrombosis seperti diatas
Gangguan c. Tirah baring lama dengan impending/sindrom dekondisi,
mobilisasi kelemahan umum dan fatigue
d. Pelihara kemampuan fisik dengan latihan aerobik bertahap
sesuai kemampuan fisik yang ada, pelihara kestabilan
emosi antara lain dengan cognitive behavioral therapy
(CBT)
a. Beri asuhan yang caring dan peka
Gangguan b. KIE keluarga agar memberi dukungan kepada ibu
emosional c. Beri dukunagn emosiaonal kepada pasien
d. Kolaborasi dengan psikiatri
3. Observasi tanda-tanda vital
R/ Pasien sedang yang dirawat dikakukan pemeriksaan ttv untuk mengetahui
perkembangan/progress perawatan, terutama pasien yang dirawat jenis
intermediet dilakukan observasi ttv tiap 4 jam dan total setiap 2 jam sekali
4. Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dalam pemberian
terapi obat-obatan maupun tindakan sesuai kondisi pasien
5. Kolaborasi dengan ahli gizi
R/ Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker,
perlu mendapat terapi nutrisi adekuat dimulai dari skrining gizi, dan apabila
hasil skrining abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan dengan diagnosis
serta tatalaksana nutrisi umum dan khusus
6. Anjurkan ibu untuk melakukan aktivitas ringan/latihan aerovik ringan
34

R/ Pasien kanker penting untuk melihara kemampuan fisik dengan latihan


aerobik bertahap sesuai kemampuan fisik yang ada agar tetap melatih
mobilisasinya (mencegah disabilitas)
7. Bantu ibu melakukan personal hygiene
R/ Pasien tidak mampu melakukan personal hygiene sehingga perlu kita ajarkan
untuk rutin mandi, sikat gigi, dan menjaga kebersihan genitalia/kita bantu ibu
membersihkan dirinya
8. Beri dukungan emosional kepada ibu
R/ Pasien kanker dapat mengalami gangguan emosional akibat rasa takut akan
penyakitnya. Bidan dapat mengajak keluarganya untuk memberi dukungan
pada klien, petugas kesehatan dalam memberi pelayanan dilakukan dengan
caring dan peka, mendengarkan keluh kesah pasien, memberi kalimat
penyemangat. Pelihara kestabilan emosi dapat dilakukan dengan cognitive
behavioral therapy (CBT)
9. Kolaborasi dengan psikiatri dalam penanganan gangguan emosional
R/ Pasien dengan gangguan emosional yang berat seperti stres berat, kecemasan
berat, dan depresi dapat dikonsulkan ke psikiatri untuk penanganan lebih
lanjut. Gangguan emosional yang berat dapat memperburuk quality of life dari
pasien tersebut.
10. Melakukan pendokumentasian.
2.2.6 Pelaksanaan Rencana Asuhan / Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh pada langkah 5 dilaksanakan secara

efisien dan aman. Pelaksanaan bisa dilaksanakan secara efisien dan aman.

2.2.7 Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan apakah benar-benar telah terpenuhi

sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan

diagnosa. Dapat dilakukan pengulangan kembali proses manajemen dengan


35

benar terhadap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau

merencanakan kembali yang belum terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, E., Boulton, M. and Watson, E. (2009) ‘The information needs of partners
and family members of cancer patients: A systematic literature review’, Patient
Education and Counseling, 77(2), pp. 179–186. doi: 10.1016/j.pec.2009.03.027.
Ambarwati, W. N. and Wardani, erlinda kusuma (2015) ‘Respons dan koping pasien
penderita kanker servik terhadap efek kemoterapi’, jurnal Ners, 10(1), pp. 48–60.
Bae, H. and Park, H. (2015) ‘Sexual function, depression, and quality of life in
patients with cervical cancer’, Supportive Care in Cancer, 24(3), pp. 1277–1283. doi:
10.1007/s00520-015-2918-z.
Baldacchino, D. (2015) ‘Spiritual care education of health care professionals’,
Religions, 6(2), pp. 594–613. doi: 10.3390/rel6020594.
Baptista, P. C. P., Merighi, M. A. B. and Freitas, G. F. de (2011) ‘Th e study of the
phenomenology as one way of access for the improvement of the nursing assistance.’,
Cultura de los Cuidados. Revista de Enfermería y Humanidades, 15(29), pp. 9–15.
doi: 10.7184/cuid.2011.29.02.
Berraho, M. et al. (2012) ‘Sociodemographic factors and delay in the diagnosis of
cervical cancer in Morocco’, Pan African MedicalJournal, 8688, pp. 1–8.
Bhatla, N., Berek, J., et al. (2018) ‘Abstracts of the XXII FIGO World Congress of
Gynecology & Obstetrics’, in International journal of gynaecology and obstetrics:
the official organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics. Rio
De Jenairo, pp. 43–991. doi: 10.1002/ijgo.12584.
Bhatla, N., Aoki, D., et al. (2018) ‘Cancer of the cervix uteri’, 143, pp. 22–36. doi:
10.1002/ijgo.12611.
Blumenthal, P. D. and Mcintosh, N. (2008) Cervical Cancer Prevention Guidleine
for Low Resourse Settings.
Bowman, K. F. et al. (2003) ‘Appraisal of the cancer experience by older long-term
survivors’, Psycho-Oncology, 12(3), pp. 226–238. doi: 10.1002/pon.630.
36

Bray, F. et al. (2018) ‘Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of


incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries’, CA: A Cancer
Journal for Clinicians, 68(6), pp. 394–424. doi: 10.3322/caac.21492.
Buckman, R. A. (2005) ‘Breaking Bad News: the S-P-I-K-E-S Strategy’, Elsevier.
doi: http://dx.doi.org/10.1016%2FS1548-5315(11)70867-1.
Burnette, C. E. et al. (2018) ‘American Indian Women Cancer Survivor ’ s Needs and
Preferences : Community Support for Cancer Experiences’. Journal of Cancer
Education.
Cancer.net. Cervical Cancer: Statistics. https://www.cancer.net/cancer-types/cervical-
cancer/statistics. Di Akses tanggal 06 Mei 2021
Chen, P. Y. and Chang, H. C. (2012) ‘The coping process of patients with cancer’,
European Journal of Oncology Nursing. Elsevier Ltd, 16(1), pp. 10–16. doi:
10.1016/j.ejon.2011.01.002.
Collins, S. et al. (2010) ‘Cigarette smoking is an independent risk factor for cervical
intraepithelial neoplasia in young women: A longitudinal study’, European Journal
of Cancer. Elsevier Ltd, 46(2), pp. 405–411. doi: 10.1016/j.ejca.2009.09.015.
Czerw, A. I. et al. (2017) ‘Pain , acceptance of illness , adjustment to life with cancer
and coping strategies in prostate cancer patients’, Arch Med Sci. doi:
10.5114/aoms.2016.58458.
Deshmukh, R. D. et al. (2018) ‘ScienceDirect Social support a key factor for
adherence to multidrug- resistant tuberculosis treatment’, Science Direct.
Tuberculosis Association of India, 65(1), pp. 41–47. doi: 10.1016/j.ijtb.2017.05.003.
Dewi, P. F., Franz, Y. and Kahija, L. (2018) ‘Pengalaman Menderita Kanker
Payudara Sebuah Interpretative Phenomenological Analysis’, Empati, 7(1), pp. 202–
214.
Dimatteo, M. R. (2004) ‘Social Support and Patient Adherence to Medical
Treatment : A Meta-Analysis’, 23(2), pp. 207–218. doi: 10.1037/0278-6133.23.2.207.
Draper, A. K. (2004) ‘The principles and application of qualitative research’,
Proceedings of the Nutrition Society, 63(4), pp. 641–646. doi: 10.1079/pns2004397.
Fauziah, R. N. (2016) KECEMASAN PADA PENDERITA KANKER,
eprints.ums.ac.id. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available at:
http://eprints.ums.ac.id/43931/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf.
De Faye, B. J. et al. (2006) ‘Stress and coping with advanced cancer’, Palliative and
Supportive Care, 4(3), pp. 239–249. doi: 10.1017/s1478951506060317.
Ferrandina, G. et al. (2012) ‘Quality of life and emotional distress in early stage and
37

locally advanced cervical cancer patients: A prospective, longitudinal study’,


Gynecologic Oncology. Elsevier Inc., 124(3), pp. 389–394. doi:
10.1016/j.ygyno.2011.09.041.
Frumovitz, M. et al. (2005) ‘Quality of life and sexual functioning in cervical cancer
survivors’, Journal of Clinical Oncology, 23(30), pp. 7428–7436. doi:
10.1200/JCO.2004.00.3996.
Gall, L. T. et al. (2009) ‘A longitudinal study on the role of spirituality in response to
the diagnosis and treatment of breast cancer’, J Behav Med, pp. 174–186. doi:
10.1007/s10865-008-9182-3.
Given, B. A. and Charles, W. (2001) ‘Family Support in Advanced Cancer’, CA A
Cancer Journal for Clinicians, 51(4), pp. 213–231. doi: 10.3322/canjclin.51.4.213.
Gyenwali Deepak, Jitendra, P. and Sharad, R. O. (2013) ‘Factors Associated with
Late Diagnosis of Cervical Cancer in Nepal’, Asian Pacific Journal of cancer
prevention, 14(7), pp. 4373–4377.
Hanprasertpong, J. et al. (2017) ‘Fear of cancer recurrence and its predictors among
cervical cancer survivors’, Journal of Gynecologic Oncology, 28(6), pp. 1–11. doi:
10.3802/jgo.2017.28.e72.
Harding, T. and Whitehead, D. (2016) ‘Analysing data in qualitative research
Thomas’, Journal of the American Veterinary Medical Association.
Hasya, A. H. (2017) ‘Jatiasih Hospital By Means of the Application of the Healing’.
Hidayat, Y. M. (2013) Prinsip Dasar Kemoterapi, Bandung Controversies and
Consensus in Obstetrics & Gycenology. Edited by A. D. et al Anwar. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Hodges, L. J., Humphris, G. M. and Macfarlane, G. (2005) ‘A meta-analytic
investigation of the relationship between the psychological distress of cancer patients
and their carers’, Social Science and Medicine, 60(1), pp. 1–12. doi:
10.1016/j.socscimed.2004.04.018.
Hopman, P. and Rijken, M. (2014) ‘Illness perceptions of cancer patients:
relationships with illness characteristics and coping Petra’, Psycho-Oncology,
24(June 2014), pp. 11–18. doi: 10.1002/pon.3591.
Humas Litbangkes (2019) Beban Ganda Penyakit Mengancam Indonesia, Humas
Litbangkes Kemkes. Available at: http://www.litbang.kemkes.go.id/beban-ganda-
penyakit-mengancam-indonesia/ (Accessed: 27 February 2020).
IARC (2007) INTERNATIONAL AGENCY FOR RESEARCH ON CANCER IARC
Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans VOLUME 90
Human Papillomaviruses, Iarc Monographs On The Evaluation Of Carcinogenic
38

Risks To Humans. Available at: http://scholar.google.com/scholar?


hl=en&btnG=Search&q=intitle:Monographs+on+the+Evaluation+of+Carcinogenic+
Risks+to+Humans+VOLUME+90+Human+Papillomaviruses#0.
ICO/IARC (2018) ‘Inonesia: Human Papillomavirus and Related Cancers, Fact Sheet
2018 I. Key data on HPV and HPV-related cancers’, pp. 6–7.
Jafari, Najmeh et al. (2013) ‘Spiritual therapy to improve the spiritual well-being of
iranian women with breast cancer: A randomized controlled trial’, Evidence-based
Complementary and Alternative Medicine, 2013. doi: 10.1155/2013/353262.
Jefford, M. et al. (2013) ‘Implementing improved post-treatment care for cancer
survivors in England, with reflections from Australia, Canada and the USA’, British
Journal of Cancer. Nature Publishing Group, 108(1), pp. 14–20. doi:
10.1038/bjc.2012.554.
Johnson, C. A. et al. (2019) ‘Cervical Cancer: An Overview of Pathophysiology and
Management’, Seminars in Oncology Nursing. Elsevier Inc., 35(2), pp. 166–174. doi:
10.1016/j.soncn.2019.02.003.
KBBI (2019) https://kbbi.web.id/alam-2. Available at: https://kbbi.web.id/alam-
2%0A2 (Accessed: 16 March 2020).
Kemenkes RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018]. Available at: http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf.
Khalil, J. et al. (2015) ‘Impact of cervical cancer on quality of life: beyond the short
term (Results from a single institution)’, Gynecologic Oncology Research and
Practice. Gynecologic Oncology Research and Practice, 2(1), pp. 2–7. doi:
10.1186/s40661-015-0011-4.
Kim, S. H. et al. (2010) ‘Prevalence and predictors of anxiety and depression among
cervical cancer survivors in Korea’, International Journal of Gynecological Cancer,
20(6), pp. 1017–1024. doi: 10.1111/IGC.0b013e3181e4a704.
Kominfo Jatim (2020) Serviks dan Payudara, Dominasi Kanker di Jawa Timur.
Available at: http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/serviks-dan-payudara-
dominasi-kanker-di-jawa-timur- (Accessed: 27 February 2020).
Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2015) ‘Panduan Penatalaksanaan Kanker
Serviks’, in. Jakarta.
Kralik, D., Price, K. and Telford, K. (2010) ‘The meaning of self-care for people with
chronic illness’, Journal of Nursing and Healthcare of Chronic Illness, 2(3), pp. 197–
204. doi: 10.1111/j.1752-9824.2010.01056.x.
Kusnanto, Guntarlin, S. and Arisandi, D. N. (2007) ‘Admission Orientation
39

Menurunkan Stres Pasien Awal Masuk Rumah Sakit ( Admission Orientation


Reduces the Level Stress of Early Hospitalized Patients )’.
Kusumaningrum, T. et al. (2016) ‘PERAN KELUARGA DAN KUALITAS HIDUP
PASIEN KANKER SERVIKS (The Role of Family and Quality of Life in Patients
with Cervical Cancer)’, Jurnal Ners, 11(1), pp. 112–117. Available at:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=467836&val=7436&title=PERAN KELUARGA DAN KUALITAS HIDUP
PASIEN KANKER SERVIKS.
Kusumawardani, N. et al. (2015) Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan. 1st edn.
Edited by Karnodihardjo. Sleman, Yogyakarta: PT.Kanisius.
Linnet Olesen, M. et al. (2015) ‘The psychosocial needs of gynaecological cancer
survivors: A framework for the development of a complex intervention’, European
Journal of Oncology Nursing. Elsevier Ltd, 19(4), pp. 349–358. doi:
10.1016/j.ejon.2015.01.007.
Mapp, T. (2008) ‘Understanding phenomenology: the lived experience’, British
Journal of Midwifery. doi: https://doi.org/10.12968/bjom.2008.16.5.29192.
McEwen, B. S. (2009) ‘stress mediators’, 583, pp. 174–185. doi:
https://dx.doi.org/10.1016%2Fj.ejphar.2007.11.071.
Muslim, M. (2015) ‘MANAJEMEN STRES UPAYA MENGUBAH KECEMASAN
MENJADI SUKSES’, Esensi, 18(2).
Myers Virtue, S. et al. (2015) ‘Emotion episodes during psychotherapy sessions
among women newly diagnosed with gynecological cancers’, Psycho-Oncology,
24(9), pp. 1189–1196. doi: 10.1002/pon.3737.
Ningsih, N. S. (2011) PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENGALAMAN
PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PERAWATAN PALIATIF PADA ANAK
DENGAN KANKER DI WILAYAH JAKARTA. Universitas Indonesia. Available at:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20281893-T Ningning Sri Ningsih.pdf.
Novaes, H. M. D. et al. (2015) ‘Annual national direct and indirect cost estimates of
the prevention and treatment of cervical cancer in Brazil’, Clinics, 70(4), pp. 289–
295. doi: 10.6061/clinics/2015(04)12.
Overcash, J. et al. (2018) ‘Factors associated with poor sleep in older women
diagnosed with breast cancer’, Oncology Nursing Forum, 45(3), pp. 359–371. doi:
10.1188/18.ONF.359-371.
P2PTM, D. J. (2019) ‘Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular’, in.
Jakarta.
Paice, J. A. et al. (2007) ‘Global efforts to improve palliative care: the International
40

End-of-Life Nursing Education Consortium Training Programme’, Journal of


Advanced Nursing. doi: 10.1111/j.1365-2648.2007.04475.x.
Permenkes (2015) ‘Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Kanker Payudara Dan Kanker Leher Rahim’.
Pizarro, J. G. (2014) Qualitative Research: Definition and Principles. Available at:
https://simplyeducate.me/2014/11/16/qualitative-research-definition-and-principles-5/
.
Prawirohardjo, S. and Winkjosastro, H. (2011) Ilmu Kandungan. 3rd edn. Edited by
Anwar. Mochamad. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pringle, J. et al. (2011) ‘Interpretative phenomenological analysis: A discussion and
critique’, Nurse Researcher, 18(3), pp. 20–24. doi: 10.7748/nr2011.04.18.3.20.c8459.
Ribeiro, A. A. et al. (2015) ‘HPV infection and cervical neoplasia: Associated risk
factors’, Infectious Agents and Cancer. Infectious Agents and Cancer, 10(1), pp. 1–7.
doi: 10.1186/s13027-015-0011-3.
RISKESDAS (2013) ‘Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013’, in.
RISKESDAS (2018) ‘Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar’, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, pp. 1–100. doi: 1 Desember 2013.
Rosenzweig, M. Q. (2012) ‘Breaking bad news : A guide for effective and empathetic
communication’, The Nurse Practitioner. doi:
https://dx.doi.org/10.1097%2F01.NPR.0000408626.24599.9e.
RSUD Dr. Soetomo (2019a) Pusat Pengembangan Layanan Kanker. Available at:
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/pplk/ PUSAT (Accessed: 16 March 2020).
RSUD Dr. Soetomo (2019b) ‘Rekapitulasi Data Pasien Baru POSA Tahun 2019’.
Setola, N. et al. (2019) ‘The Impact of the Physical Environment on Intrapartum
Maternity Care: Identification of Eight Crucial Building Spaces’, Health
Environments Research and Design Journal, 12(4), pp. 67–98. doi:
10.1177/1937586719826058.
Smaldone, M. C. and Uzzo, R. G. (2013) ‘The Kubler-Ross model, physician distress,
and performance reporting’, Nature Reviews Urology. Nature Publishing Group,
10(7), pp. 425–428. doi: 10.1038/nrurol.2013.76.
Suhardin, S., Kusnanto and Krisnana, I. (2016) ‘ACCEPTANCE AND
COMMITMENT THERAPY ( ACT ) MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP
PASIEN KANKER ( Acceptance and Commitment Therapy Improve the Quality of
Life Patients Suffering Cancer ) Saverinus Suhardin *, Kusnanto *, Ilya Krisnana *
Program Studi Pendidikan Ners’, Jurnal Ners, 1(1), pp. 1–10. doi:
41

http://dx.doi.org/10.20473/jn.v11i1.1341.
Susanti, E. (2017) GAMBARAN PENERIMAAN PASIEN AWAL TERDIAGNOSA
KANKER SERVIKS DI POLI ONKOLOGI SATU ATAP (POSA) RSUD
DR.SOETOMO SURABAYA. Universitas Airlangga.
Ulrich, R. et al. (2004) ‘Role Of The Physical Environment In The Hospital Of The
21st Century’, Center for Health Design, 439(September), p. 69. Available at:
https://www.healthdesign.org/system/files/Ulrich_Role of Physical_2004.pdf.
Ussher, J. M. et al. (2015) ‘Perceived causes and consequences of sexual changes
after cancer for women and men : a mixed method study’, BMC Cancer, pp. 1–18.
doi: 10.1186/s12885-015-1243-8.
Vesco, K. K. et al. (2011) ‘Review Annals of Internal Medicine Risk Factors and
Other Epidemiologic Considerations for Cervical OF’, Annals of Internal Medicine,
(14), pp. 698–705.
WebMD (2014) https://www.webmd.com/women/picture-of-the-cervix#1 © 2014
WebMD, LLC. All rights reserved. Available at:
https://www.webmd.com/women/picture-of-the-cervix#1 (Accessed: 2 March 2020).
Weis, J. (2003) ‘Support groups for cancer patients’, pp. 763–768. doi:
10.1007/s00520-003-0536-7.
WHO (2013) Cancer. Available at: https://www.who.int/topics/cancer/en/ (Accessed:
7 March 2020).
WHO (2014a) Cancer Country Profiles: Indonesia, Cancer Country Profiles.
Available at: https://www.who.int/cancer/country-profiles/idn_en.pdf (Accessed: 27
February 2020).
WHO (2014b) Comprehensive Cervical Cancer Control. 2nd edn, Geneva. 2nd edn.
Geneva.
WHO (2014c) Palliative care. Available at:
https://www.who.int/ncds/management/palliative-care/introduction/en/ Palliative.
WHO (2015) Non Communicable Diseases. Available at:
https://www.who.int/gho/ncd/en/Noncommunicable Diseases (Accessed: 27 February
2020).
WHO (2018a) Cancer. Available at: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/cancer (Accessed: 7 March 2020).
WHO (2018b) Cervical cancer.
WHO (2018c) Noncommunicable diseases. Available at: https://www.who.int/news-
42

room/fact-sheets/detail/noncommunicable-diseases (Accessed: 27 February 2020).


WHO (2019) Human papillomavirus and cervical cancer, Journal of Obstetrics and
Gynaecology. Available at: https://www.who.int/en/news-room/fact-
sheets/detail/human-papillomavirus-(hpv)-and-cervical- cancer (Accessed: 7 March
2020).
Widuri, E. (2012) PENGARUH TERAPI PENERIMAAN DAN KOMITMEN
(ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY/ACT) TERHADAP RESPON
KETIDAKBERDAYAAN KLIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUP FATMAWATI.
Universitas Indonesia.
Wood, A. W. et al. (2014) ‘Mindful Caring : Using Mindfulness-Based Cognitive
Therapy with Caregivers of Cancer Survivors Survivors’, Journal of Psychosocial
Oncology, (January 2015), pp. 37–41. doi: 10.1080/07347332.2014.977418.
Zwingmann, C. et al. (2006) ‘Positive and Negative Religious Coping in German’,
29(6). doi: 10.1007/s10865-006-9074-3.

Anda mungkin juga menyukai