Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan mandat
yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Lebih lanjut dalam Batang Tubuh UUD 1945 diamanatkan pentingnya pendidikan bagi
seluruh warga negara seperti yang tertuang dalam Pasal 28B Ayat (1) yaitu bahwa setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) yang mengamanatkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia,
bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan dasar
sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek aksara digunakan sebagai variabel dalam
menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan
ekonomi. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pembangunan pendidikan nasional yang akan dilakukan dalam kurun waktu 2004 – 2009 telah
mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Pendidikan Untuk Semua
(Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on the right of child) dan Millenium Development Goals
(MDGs) serta World Summit on Sustainable Development yang secara jelas menekankan pentingnya
pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan
kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan
sosial.
A. PERMASALAHAN
Tingkat Pendidikan Penduduk Relatif Masih Rendah. Berbagai upaya pembangunan
pendidikan termasuk Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicanangkan pada tahun
1994 dilaksanakan untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia. Namun demikian
sampai saat ini tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah. Sampai dengan tahun 2003 rata-
rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun dan proporsi
penduduk berusia 10 tahun keatas yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) keatas
masih sekitar 36,2 persen. Sementara itu angka buta aksara penduduk usia 15 tahun keatas masih
sebesar 10,12 persen (SUSENAS 2003). Kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi
persaingan global dan belum mencukupi pula sebagai landasan pengembangan ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge based economy). SUSENAS 2003 menunjukkan bahwa Angka Partisipasi
Sekolah (APS) – rasio penduduk yang bersekolah menurut kelompok usia sekolah – untuk penduduk
usia 7-12 tahun sudah mencapai 96,4 persen, namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru mencapai
Bagian IV.27 – 1
81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru mencapai 51,0 persen. Data tersebut
mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 19,0 persen anak usia 13-15 tahun dan sekitar 49,0
persen anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah baik karena belum/tidak pernah sekolah
maupun karena putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Masyarakat miskin menilai bahwa pendidikan masih terlalu mahal dan belum memberikan
manfaat yang signifikan atau sebanding dengan sumberdaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu
pendidikan belum menjadi pilihan investasi. Meskipun SPP telah secara resmi dihapuskan oleh
Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran
lain di luar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku
menjadi faktor penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Beban
masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya menjadi lebih berat apabila anak mereka turut
bekerja membantu orangtua.
Fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan menengah
pertama dan yang lebih tinggi belum tersedia secara merata. Fasilitas pelayanan pendidikan di
daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan yang masih terbatas menyebabkan sulitnya anak-anak
terutama anak perempuan untuk mengakses layanan pendidikan. Selain itu, fasilitas dan layanan
pendidikan khusus bagi anak-anak yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga belum tersedia secara memadai.
Bagian IV.27 – 2
Kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan
kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh (1) ketersediaan pendidik yang
belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) kesejahteraan pendidik yang masih
rendah, (3) fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, dan (4) biaya operasional pendidikan
belum disediakan secara memadai.
Hasil survei pendidikan yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004
menunjukkan bahwa belum semua pendidik memiliki kualifikasi pendidikan seperti yang disyaratkan.
Proporsi guru sekolah dasar (SD) termasuk sekolah dasar luar biasa (SDLB) dan madrasah ibtidaiyah
(MI) yang berpendidikan Diploma-2 keatas adalah 61,4 persen dan proporsi guru sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) yang berpendidikan Diploma-3 keatas sebesar 75,1
persen. Kondisi tersebut tentu belum mencukupi untuk menyediakan pelayanan pendidikan yang
berkualitas. Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs dan pendidikan menengah yang mencakup sekolah
menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah (MA) yang
menggunakan sistem guru mata pelajaran banyak pula terjadi ketidaksesuaian antara pelajaran yang
diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru. Di samping itu kesejahteraan pendidik baik secara
finansial maupun non finansial dinilai masih rendah pula. Hal tersebut berdampak pula pada
terbatasnya SDM terbaik yang memilih berkarir sebagai pendidik.
Pada tahun 2004 sekitar 57,2 persen gedung SD/MI dan sekitar 27,3 persen gedung SMP/MTs
mengalami rusak ringan dan rusak berat. Hal tersebut selain berpengaruh pada ketidaklayakan dan
ketidaknyamanan proses belajar mengajar juga berdampak pada keengganan orangtua untuk
menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah tersebut. Pada saat yang sama masih banyak pula
peserta didik yang tidak memiliki buku pelajaran. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku
setiap tahun ajaran baru selain semakin memberatkan orangtua juga menyebabkan inefisiensi karena
buku-buku yang dimiliki sekolah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh siswa.
Sejak dilaksanakannya desentralisasi pada tahun 2001, biaya operasional sekolah terutama
sekolah negeri yang semula dialokasikan melalui belanja rutin pemerintah pusat telah dialokasikan
langsung ke daerah sebagai bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU). Namun demikian sampai
dengan tahun ajaran 2004/2005 masih terdapat sebagian kabupaten/kota yang tidak mengalokasikan
anggaran untuk biaya operasional sekolah dan sebagian besar lainnya mengalokasikan dalam jumlah
yang belum memadai.
Pendidikan non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja
(transition from school to work) maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat dan diarahkan
terutama untuk meningkatkan kecakapan hidup dan pembinaan profesionalisme serta kompetensi
Bagian IV.27 – 3
vokasional belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Selain itu, format dan kualitas
pendidikan non formal juga belum memungkinkan untuk digunakan sebagai pengganti pelajaran
yang relevan di satuan pendidikan formal.
Pembangunan pendidikan selama lima tahun terakhir (2000-2004) mendapat prioritas tertinggi
dalam pembangunan nasional yang ditunjukkan oleh penyediaan anggaran pembangunan dengan
porsi terbesar dibandingkan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Dengan amandemen
UUD 1945 dan ditetapkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengamanatkan agar dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan minimal 20 persen dari APBD, serta
mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, anggaran pendidikan pada tahun 2004 mendapat porsi yang lebih besar lagi.
Namun demikian anggaran tersebut baru mencapai 21,5 persen dari anggaran pembangunan
keseluruhan atau 6,6 persen dari APBN yang dibelanjakan oleh pemerintah pusat. Anggaran tersebut
juga belum termasuk anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah daerah melalui APBD. Pemerintah
dan pemerintah daerah juga belum mampu menyediakan pelayanan pendidikan dasar secara cuma-
cuma.
B. SASARAN
Sasaran pembangunan pendidikan sampai dengan tahun 2009 adalah meningkatnya akses
masyarakat terhadap pendidikan dan meningkatnya mutu pendidikan. Sasaran tersebut ditetapkan
dengan mempertimbangkan proyeksi peningkatan jumlah penduduk dan perubahan struktur
penduduk sampai dengan tahun 2009 (Tabel 1).
Bagian IV.27 – 4
Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah dan Sasaran Jumlah Peserta
Didik Menurut Jenjang Pendidikan
(ribu orang)
Tahun Ajaran
KOMPONEN
2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 2008/09 2009/10
Jumlah Penduduk
- Usia 0-3 Tahun 16.256,6 16.374,3 16.370,2 16.363,0 16.350,9 16.335,2
- Usia 4-6 Tahun 11.859,4 11.561,4 11.697,9 11.828,4 11.955,0 12.076,3
- Usia 7-12 Tahun 25.308,6 25.144,0 24.835,7 24.528,3 24.218,6 23.910,0
- Usia 13-15 Tahun 13.033,7 13.100,7 12.934,1 12.769,1 12.603,9 12.440,2
- Usia 16-18 Tahun 12.651,6 12.601,6 12.725,1 12.845,0 12.961,3 13.073,7
- Usia 19-24 Tahun 25.112,5 25.306,6 25.318,1 25.324,5 25.322,5 25.311,9
- Usia 15 Tahun Keatas 149.956,8 152.961,4 155.816,6 158.707,2 161.638,2 164.605,0
- Total Jumlah Penduduk 216.415,1 219.141,8 221.654,5 224.196,0 226.766,6 229.366,7
Secara lebih rinci sasaran pembangunan pendidikan antara lain ditandai oleh:
Bagian IV.27 – 5
ii. Meningkatnya angka melanjutkan lulusan SMP/MTs/Paket B ke jenjang pendidikan
menengah menjadi 90,00 persen sehingga jumlah siswa baru kelas I dapat ditingkatkan
dari sekitar 2,36 juta siswa pada tahun ajaran 2004/05 menjadi 3,30 juta siswa pada
tahun ajaran 2009/10;
iii. Menurunnya rata-rata lama penyelesaian pendidikan dengan menurunkan angka
mengulang kelas jenjang pendidikan menengah menjadi menjadi 0,19 persen;
c. Meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan tinggi yang
antara lain diukur dengan meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi menjadi 18,00
persen dengan jumlah mahasiswa menjadi sekitar 4,56 juta;
d. Meningkatnya proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia dini;
e. Menurunnya angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun keatas menjadi 5 persen pada
tahun 2009;
f. Meningkatnya akses orang dewasa untuk mendapatkan pendidikan kecakapan hidup;
g. Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk
antara wilayah maju dan tertinggal, antara perkotaan dan perdesaan, antara daerah maju dan
daerah tertinggal, antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta antara penduduk laki-
laki dan perempuan.
3. Meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan yang antara lain diukur
dengan:
a. Meningkatnya efektivitas pendidikan kecakapan hidup pada semua jalur dan jenjang
pendidikan;
b. Meningkatnya hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan
teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat.
4. Meningkatnya efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan yang antara lain diukur
dengan:
a. Efektifnya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah;
b. Meningkatnya anggaran pendidikan baik yang bersumber dari APBN maupun APBD sebagai
prioritas nasional yang tinggi didukung oleh terwujudnya sistem pembiayaan yang adil,
efisien, efektif, transparan dan akuntabel;
c. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan;
d. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan termasuk
otonomi keilmuan.
C. ARAH KEBIJAKAN
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap
Pendidikan yang Lebih Berkualitas akan dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan sebagai berikut:
Bagian IV.27 – 6
1. Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun untuk mewujudkan
pemerataan pendidikan dasar yang bermutu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk memenuhi hak dasar warga negara. Untuk itu upaya penarikan kembali siswa
putus sekolah dan lulusan SD termasuk SDLB, MI dan Paket A yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan SMP/MTs/Paket B serta upaya menurunkan angka putus sekolah harus
dioptimalkan;
2. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara melalui peningkatan
intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional
yang didukung dengan upaya penurunan angka putus sekolah khususnya pada kelas-kelas awal
jenjang SD/MI atau yang sederajat serta mengembangkan budaya baca untuk menghindari
terjadinya buta aksara kembali (relapse illiteracy), dan menciptakan masyarakat belajar;
3. Meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan menengah jalur formal dan non formal
baik umum maupun kejuruan untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah
pertama sebagai dampak keberhasilan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun, dan penyediaan tenaga kerja lulusan pendidikan menengah yang berkualitas dengan
meningkatkan relevansi pendidikan menengah dengan kebutuhan tenaga kerja;
4. Meningkatkan perluasan dan mutu pendidikan tinggi termasuk menyeimbangkan dan
menyerasikan jumlah dan jenis program studi yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan
pembangunan dan untuk menghasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan pasar kerja serta
peningkatan dan pemantapan peran perguruan tinggi sebagai ujung tombak peningkatan daya
saing bangsa melalui penciptaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan
seni;
5. Meningkatkan perluasan pendidikan anak usia dini dalam rangka membina, menumbuhkan dan
mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal agar memiliki kesiapan untuk
memasuki jenjang pendidikan selanjutnya;
6. Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan
pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi kebutuhan pendidikannya
melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus
sekolah dan warga masyarakat lainnya yang ingin meningkatkan dan atau memperoleh
pengetahuan, kecakapan/keterampilan hidup dan kemampuan guna meningkatkan kualitas
hidupnya;
7. Menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok masyarakat dengan
memberikan akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat
terjangkau oleh layanan pendidikan seperti masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di
wilayah perdesaan, terpencil dan kepulauan, masyarakat di daerah konflik, serta masyarakat
penyandang cacat;
8. Menyelenggarakan pendidikan alternatif di wilayah konflik dan bencana alam yang diikuti
dengan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana yang rusak termasuk penyediaan
pendidik dan tenaga kependidikan, serta penyiapan peserta didik untuk dapat mengikuti proses
belajar mengajar;
9. Menyelenggarakan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa;
10. Mengintensifkan pelaksanaan sosialisasi pentingnya pendidikan untuk semua kepada seluruh
kelompok masyarakat serta pelaksanaan advokasi bagi pengambil keputusan untuk memberi
perhatian besar pada pembangunan pendidikan;
11. Mengembangkan kurikulum baik nasional maupun lokal yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni serta perkembangan global,
Bagian IV.27 – 7
regional, nasional dan lokal termasuk pengembangan kinestetika dan integrasi pendidikan
kecakapan hidup untuk meningkatkan etos kerja dan kemampuan kewirausahaan peserta didik;
12. Mengembangkan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan multikultural guna
menumbuhkan wawasan kebangsaan dan menyemaikan nilai-nilai demokrasi dengan cara
memantapkan pemahaman nilai-nilai pluralisme, toleransi, dan inklusif dalam rangka
meningkatkan daya rekat sosial masyarakat Indonesia yang majemuk, dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa;
13. Memantapkan pendidikan budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk etika
dan estetika sejak dini di kalangan peserta didik, dan pengembangan wawasan kesenian,
kebudayaan, dan lingkungan hidup;
14. Menyediakan materi dan peralatan pendidikan (teaching and learning materials) terkini baik yang
berupa materi cetak seperti buku pelajaran maupun yang berbasis teknologi informasi dan
komunikasi dan alam sekitar;
15. Meningkatkan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya dengan
mempertimbangkan peningkatan jumlah peserta didik dan ketepatan lokasi, serta meningkatkan
kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih mampu mengembangkan
kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka dalam melaksanakan tugas pengajaran;
16. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan, alat bantu pembelajaran, fasilitas pendidikan, standar kompetensi, penunjang
administrasi pendidikan, alat bantu manajemen satuan pendidikan, dan infrastruktur
pendidikan;
17. Mengembangkan sistem evaluasi, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan
penilaian pendidikan dalam rangka mengendalikan mutu pendidikan nasional pada satuan
pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan, serta evaluasi terhadap
penyelenggara pendidikan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional;
18. Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan desentralisasi
pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan secara
efektif dan efisien, transparan, bertanggung jawab, akuntabel serta partisipatif yang dilandasi
oleh standar pelayanan minimal serta meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan
setempat;
19. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan termasuk dalam
pembiayaan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat serta dalam
peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan;
20. Menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip adil, efisien, efektif, transparan dan
akuntabel termasuk penerapan pembiayaan pendidikan berbasis jumlah siswa (student-based
financing) dan peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD guna melanjutkan usaha-usaha pemerataan dan penyediaan layanan pendidikan yang
berkualitas;
21. Meningkatkan penelitian dan pengembangan pendidikan untuk penyusunan kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas,
jangkauan dan kesetaraan pelayanan, efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan
termasuk untuk mendukung upaya mensukseskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun yang bermutu.
Bagian IV.27 – 8
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut diatas, langkah-langkah yang akan ditempuh
dijabarkan ke dalam program-program pembangunan dan kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut :
Program ini bertujuan agar semua anak usia dini baik laki-laki maupun perempuan memiliki
kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan tahap-
tahap perkembangan atau tingkat usia mereka dan merupakan persiapan untuk mengikuti pendidikan
jenjang sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bertujuan
untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman
Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, jalur pendidikan non-
formal berbentuk Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang
sederajat, dan jalur informal yang berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan, dalam rangka membina, menumbuhkan dan mengembangkan
seluruh potensi anak secara optimal agar memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan
selanjutnya.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar
yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun non-formal yang mencakup SD
termasuk SDLB, MI, dan Paket A serta SMP, MTs, dan Paket B, sehingga seluruh anak usia 7–15
tahun baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh pendidikan, setidak-tidaknya sampai
jenjang sekolah menengah pertama atau yang sederajat.
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dititikberatkan pada (1) peningkatan
partisipasi anak yang belum mendapatkan layanan pendidikan dasar terutama melalui penjaringan
anak-anak yang belum pernah sekolah pada jenjang SD termasuk SDLB/MI/Paket A dan
Bagian IV.27 – 9
peningkatan angka melanjutkan lulusan SD termasuk SDLB/MI/Paket A ke jenjang
SMP/MTs/Paket B atau bentuk lain yang sederajat, (2) mempertahankan kinerja pendidikan yang
telah dicapai terutama dengan menurunkan angka putus sekolah dan angka mengulang kelas, serta
dengan meningkatkan kualitas pendidikan; dan (3) penyediaan tambahan layanan pendidikan bagi
anak-anak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah.
Bagian IV.27 – 10
3. PROGRAM PENDIDIKAN MENENGAH
Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan
menengah yang bermutu dan terjangkau bagi penduduk laki-laki dan perempuan melalui jalur formal
maupun non-formal, yang mencakup SMA, SMK, MA, dan Paket C. Program pendidikan
menengah didorong untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama secara
signifikan sebagai dampak positif pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun,
serta penguatan pendidikan vokasional baik melalui sekolah/madrasah umum maupun kejuruan dan
pendidikan non-formal guna mempersiapkan lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan
tinggi untuk masuk ke dunia kerja.
Bagian IV.27 – 11
8. Penerapan manajemen berbasis sekolah dan masyarakat yang memberi wewenang dan
tanggungjawab pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam
mengembangkan institusinya dan meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan
setempat;
9. Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk
memilih pendidikan sesuai kualitas yang diinginkan;
10. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, pembiayaan, dan
pengelolaan pembangunan pendidikan menengah, dan peningkatan pemahaman masyarakat
mengenai pentingnya pendidikan menengah baik umum maupun kejuruan bagi anak laki-laki
maupun anak perempuan;
11. Penyiapan pelaksanaan Program Pendidikan 12 Tahun terutama untuk daerah-daerah yang
APK SMP/MTs/Paket B telah mencapai 95% atau lebih; dan
12. Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan pendidikan menengah sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.
Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan tinggi
baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan yang mencakup program pendidikan diploma,
sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas yang bermutu tinggi dan
relevan terhadap kebutuhan pasar kerja, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya,
dan seni sehingga dapat berkontribusi secara optimal pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan daya saing bangsa.
Bagian IV.27 – 12
8. Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian, dan
pengabdian pada masyarakat yang antara lain ditujukan untuk peningkatan kesesuaian
pendidikan tinggi dengan kebutuhan masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan,
penerapan otonomi keilmuan yang mendorong perguruan tinggi melaksanakan tugasnya sebagai
pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas serta
diversifikasi bidang penelitian di lingkungan perguruan tinggi;
9. Peningkatan kerjasama perguruan tinggi dengan dunia usaha, industri dan pemerintah daerah
untuk meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja dan
pengembangan wilayah, termasuk kerjasama dalam pendidikan dan penelitian yang
menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni, dan pemanfaatan hasil penelitian
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bangsa;
10. Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk
memilih pendidikan sesuai kualitas yang diinginkan; dan
11. Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan pendidikan tinggi sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.
Program ini bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan baik untuk laki-laki maupun
perempuan sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal guna
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non-
formal meliputi pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan untuk penduduk dewasa, pendidikan
keluarga, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik secara lebih luas dan bervariasi.
Bagian IV.27 – 13
6. Penyediaan biaya operasional pendidikan dan/atau subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau
imbal swadaya bagi satuan pendidikan non-formal termasuk subsidi atau beasiswa bagi peserta
didik yang kurang beruntung;
7. Pemberian kesempatan pelaksanaan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri dan kelompok;
8. Penyediaan informasi pendidikan yang memadai yang memungkinkan masyarakat untuk
memilih pendidikan non-formal sesuai dengan minat, potensi, dan kebutuhan;
9. Peningkatan pengendalian pelaksanaan pendidikan kesetaraan untuk menjamin relevansi dan
kesetaraan kualitasnya dengan pendidikan formal; dan
10. Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan pendidikan non formal sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi.
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas, kompetensi dan
profesionalisme pendidik baik laki-laki maupun perempuan pada satuan pendidikan formal dan non
formal, negeri maupun swasta, untuk dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran
dengan menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan
dialogis, menilai hasil pembelajaran, dan melakukan pembimbingan dan pelatihan, melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mempunyai komitmen secara profesional dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan, dan (2) meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas,
kompetensi dan profesionalisme tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan
pada satuan pendidikan.
Bagian IV.27 – 14
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Pelaksanaan evaluasi pendidikan kedinasan terhadap kebutuhan tenaga kerja kedinasan dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan kedinasan; dan
2. Pengembangan standar pendidikan kedinasan sesuai standar profesi.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya baca, bahasa, sastra Indonesia dan
daerah dalam masyarakat termasuk peserta didik dan masyarakat umum guna membangun
masyarakat berpengetahuan, berbudaya, maju dan mandiri.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan kualitas penelitian dan
pengembangan pendidikan guna mendukung perumusan kebijakan dalam memecahkan
permasalahan/kendala pembangunan pendidikan nasional.
Bagian IV.27 – 15
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
1. Penyediaan data dan informasi pendidikan yang memperhatikan aspek wilayah, sosial ekonomi
dan gender sebagai dasar perumusan kebijakan pembangunan pendidikan nasional;
2. Pengembangan jaringan pendataan dan informasi pendidikan secara lintas sektor dan
antarjenjang pemerintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota;
3. Pelaksanaan penelitian dan pengkajian kebijakan pendidikan nasional secara berkelanjutan serta
penyebarluasan hasil penelitian dan kebijakan yang dilakukan untuk mendukung proses
perumusan kebijakan pembangunan pendidikan;
4. Pengembangan jaringan penelitian secara lintas sektor serta lintas wilayah dan daerah termasuk
dengan perguruan tinggi dan semua jenjang pemerintahan dari tingkat pusat sampai
kabupaten/kota;
5. Pengembangan kurikulum pendidikan yang berdiversifikasi sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional dalam rangka membangun jati diri bangsa yang berwawasan kebangsaan, bermartabat
dan berdaya saing, serta mengembangkan jaringan kurikulum untuk mendukung diseminasi dan
pemantauan pelaksanaan kurikulum 2004;
6. Pengembangan inovasi pendidikan yang tidak hanya terbatas pada inovasi proses belajar
mengajar tetapi juga inovasi pengelolaan pendidikan agar lebih efisien dan efektif;
7. Pengembangan dan penerapan sistem evaluasi dan penilaian pendidikan yang handal dalam
rangka meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan, termasuk pengembangan jaringan
sistem ujian pada jalur formal dan non formal, bank soal nasional, penilaian di tingkat kelas
(classroom assessment), dan pengembangan sistem akreditasi dan sertifikasi;
8. Pengembangan konsepsi pembaruan sistem pendidikan nasional dan memasyarakatkan
teknologi dan program pendidikan yang inovatif;
9. Pengembangan kerjasama internasional dalam bidang penelitian dan pengembangan
pendidikan;
10. Peningkatan kualitas lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan termasuk peningkatan
kualitas sumberdaya manusianya melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik gelar maupun
non gelar.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga di pusat dan daerah,
mengembangkan tata pemerintahan yang baik (good governance), meningkatkan koordinasi antartingkat
pemerintahan, mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan
pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
pendidikan.
Bagian IV.27 – 16
5. Peningkatan produktivitas dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya yang dialokasikan untuk
pembangunan pendidikan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota dan di tingkat satuan
pendidikan;
6. Peningkatan efektivitas peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah,
serta pembentukan Badan Nasional Sertifikasi dan Profesi (BNSP) untuk meningkatkan
kompetensi lulusan;
7. Pengembangan sistem pengelolaan pembangunan pendidikan, sistem kendali mutu dan jaminan
kualitas yang dapat merespon era globalisasi bidang pendidikan;
8. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi pendidikan, termasuk pengembangan
televisi pendidikan nasional;
9. Pengembangan kerjasama regional dan internasional dalam membangun pendidikan;
10. Pengembangan dan penerapan sistem pengawasan pembangunan pendidikan termasuk sistem
tindak lanjut temuan hasil pengawasan terhadap setiap kegiatan pembangunan pendidikan
termasuk pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan.
Bagian IV.27 – 17