Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Kompetensi Percobaan


Mahasiswa mampu menentukan kadar vitamin C dalam sampel minuman dengan metode
iodometri.

I.2. Tujuan Percobaan


Mahasiswa mampu:
1. Membuat larutan baku primer dan sekunder untuk titrasi iodometri.
2. Melakukan titrasi iodometri dan mengamati perubahan yang terjadi saat titrasi.
3. Menggunakan piknometer untuk menentukan densitas larutan.
4. Menghitung kadar vitamin C dalam minuman.

I.3. Tinjauan Pustaka


I.3.1 Sifat fisis Natrium Tiosulfat

Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap dalam
udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C. Larutannya
netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut
dalam etanol. Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida
menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu
rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat
diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji
menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan
hidroksokobalamin. Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya
menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti 37 beta-
merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan.

1
2

Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas.
Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya
akan masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul sendiri
pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama antidot lain
dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat diagnosis
intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap rokok. Natrium
tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk
dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak
jelas.

Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida.Antidot ini


diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan
oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut,
mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk anak-anak didasarkan pada berat
badan.

Asam tiosulfat tidak bisa dibentuk dengan menambahkan asam kedalam tiosulfat
karena adanya dekomposisi asam bebas ini di dalam air dalam campuran S, H2S, H2Sn,
SO2, dan H2SO4 ini bisa dibuat dengan menhilangkan air, dalam temperature rendah (-
780C). Dalam campuran garam-garam tiosulfat adalah stabil dan berasam. Tiosulfat
dibuat dengan mendidihkan alkali atau larutan sulfat nitrat dengan S dan juga oksidasi
polisulfida dengan udara .

Natrium tiosulfat pentahidrat (Na2SO2O3.5H2O) disebut dengan hypo berbentuk


kristal yang sample benar dan kurang atau tidak berwarna. Titik beku 48 0C mudah larut
dalam air dan larutannya digunakan untuk titrasi dalam analisis volumetri.

Natrium tiosulfat dalam induksi pemutihan untuk merusak Cl2 yang masuk,
setelah mereka masuk dalam kolom pemutihan, sama halnya natrium tiosulfat kadang-
kadang digunakan untuk memindahkan rasa dari minuman yang berklorinasi.

2
3

Natrium tiosulfat (Na2SO3) dapat dibuat dari H2SO4. H2SO4 adalah asam yang
sangat penting yang digunakan dalam induksi kimia. H2SO4 mencair pada suhu 10,50C
membentuk cairan kental. H2SO4 berikatan dengan hydrogen dan tidak bereaksi dengan
logam di dalam air untuk menghasilkan H2. H2SO4 menyerap air dan dapat menghasilkan
gas. Ion SO4- adalah tetrahedral, mempunyai panjang ikatan 1,49 Å, mempunyai rantai
pendek. Ikatan S – O memiliki 4 ikatan σ antar S dan O dan 2 ikatan π yang
didelokalisasi S dan 4 atom O. Asam tiosulfat H2SO3 .tidak dapat dibentuk dengan
menambahkan asam ke dalam tiosulfat karena pemisahan asam bebas dalam air ke dalam
campuran S, H2S, H2Sn, SO2 dan H2SO3.

H2S + SO3 → H2S2O3

Garam yang biasa disebut tiosulfat stabil dan berjumlah banyak. Tiosulfat dibuat dengan
memanaskan alkali/larutan sulfit dengan S dan juga dengan mengoksidasi polisulfida
dengan air seperti reaksi berikut :

Na2S2O3 + S → Na2S2O3

2NaS3 + 3O2 → 2Na2S2O3 +2S

Selain itu natrium tiosulfat dapat dibuat dari SO2 dengan reaksi sebagai berikut :

2S02(aq) + O2(g) → SO3(g)

Kemudian direaksikan dengan Na2SO3 dan H2O

2SO2 + Na2CO3 + H2O → 2NaHSO3 + CO2

produk (NaHSO3) direaksikan lagi dengan Na2CO3

2NaHSO3 + Na2CO3 → 2Na2SO3 + CO2 + H2O

terakhir Na2SO3 direaksikan dengan S dengan bantuan pemanasan.

Na2SO3 + S → Na2S2O3

3
4

(febri.blogspot.com)

I.3.1 Sifat fisis Asam Sulfat


Rumus molekul = H2SO4
Massa molar = 98,08 g/mol
Penampilan = cairan bening, tak berwarna, tak berbau
Densitas = 1,84 g/cm3, cair
Kelarutan dalam air = tercampur penuh
Keasaman (pKa) =3

Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan melepaskan
SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%. Asam sulfat 98% lebih stabil
untuk disimpan, dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98%
umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi asam
sulfat yang digunakan untuk berbagai keperluan:

• 10%, asam sulfat encer untuk kegunaan laboratorium,


• 33,53%, asam baterai,
• 62,18%, asam bilik atau asam pupuk,
• 73,61%, asam menara atau asam glover,
• 97%, asam pekat.

Terdapat juga asam sulfat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H2SO4 tidaklah
murni dan seringkali berwarna, namun cocok untuk digunakan untuk membuat pupuk.
Mutu murni asam sulfat digunakan untuk membuat obat-obatan dan zat warna.

Apabila SO3(g) dalam konsentrasi tinggi ditambahkan ke dalam asam sulfat,


H2S2O7 akan terbentuk. Senyawa ini disebut sebagai asam pirosulfat, asam sulfat
berasap, ataupun oleum. Konsentrasi oleum diekspresikan sebagai %SO3
(disebut %oleum) atau %H2SO4 (jumlah asam sulfat yang dihasilkan apabila H2O
ditambahkan); konsentrasi yang umum adalah 40% oleum (109% H2SO4) dan 65% oleum
(114,6% H2SO4). H2S2O7 murni terdapat dalam bentuk padat dengan titik leleh 36 °C.

4
5

Asam sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak, dan oleh karenanya pada
zaman dahulu ia dinamakan 'minyak vitriol'.

Reaksi dengan air

Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan asam ke


dalam air daripada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah
daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air
ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan dapat mendidih dan bereaksi dengan
keras. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan ion hidronium:

H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-


HSO4- + H2O → H3O+ + SO42-

Karena hidrasi asam sulfat secara termodinamika difavoritkan, asam sulfat adalah
zat pendehidrasi yang sangat baik dan digunakan untuk mengeringkan buah-buahan.
Afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah kuat sedemikiannya ia akan memisahkan atom
hidrogen dan oksigen dari suatu senyawa. Sebagai contoh, mencampurkan pati
(C6H12O6)n dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan karbon dan air yang terserap
dalam asam sulfat (yang akan mengencerkan asam sulfat):

(C6H12O6)n → 6n C + 6n H2O

Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan kertas.
Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon yang akan terlihat seperti
efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih dramatis terjadi apabila asam sulfat
ditambahkan ke dalam satu sendok teh gula. Seketika ditambahkan, gula tersebut akan
menjadi karbon berpori-pori yang mengembang dan mengeluarkan aroma seperti
karamel.

5
6

Reaksi lainnya

Sebagai asam, asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan basa, menghasilkan


garam sulfat. Sebagai contoh, garam tembaga tembaga(II) sulfat dibuat dari reaksi antara
tembaga(II) oksida dengan asam sulfat:

CuO + H2SO4 → CuSO4 + H2O

Asam sulfat juga dapat digunakan untuk mengasamkan garam dan menghasilkan
asam yang lebih lemah. Reaksi antara natrium asetat dengan asam sulfat akan
menghasilkan asam asetat, CH3COOH, dan natrium bisulfat:

H2SO4 + CH3COONa → NaHSO4 + CH3COOH

Hal yang sama juga berlaku apabila mereaksikan asam sulfat dengan kalium
nitrat. Reaksi ini akan menghasilkan asam nitrat dan endapat kalium bisulfat. Ketika
dikombinasikan dengan asam nitrat, asam sulfat berperilaku sebagai asam sekaligus zat
pendehidrasi, membentuk ion nitronium NO2+, yang penting dalam reaksi nitrasi yang
melibatkan substitusi aromatik elektrofilik. Reaksi jenis ini sangatlah penting dalam
kimia organik.

Asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan logam via reaksi penggantian tunggal,
menghasilkan gas hidrogen dan logam sulfat. H2SO4 encer menyerang besi, aluminium,
seng, mangan, magnesium dan nikel. Namun reaksi dengan timah dan tembaga
memerlukan asam sulfat yang panas dan pekat. Timbal dan tungsten tidak bereaksi
dengan asam sulfat. Reaksi antara asam sulfat dengan logam biasanya akan menghasilkan
hidrogen seperti yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini. Namun reaksi dengan
timah akan menghasilkan sulfur dioksida daripada hidrogen.

Fe (s) + H2SO4 (aq) → H2 (g) + FeSO4 (aq)


Sn (s) + 2 H2SO4 (aq) → SnSO4 (aq) + 2 H2O (l) + SO2 (g)

Hal ini dikarenakan asam pekat panas umumnya berperan sebagai oksidator,
manakala asam encer berperan sebagai asam biasa. Sehingga ketika asam pekat panas

6
7

bereaksi dengan seng, timah, dan tembaga, ia akan menghasilkan garam, air dan sulfur
dioksida, manakahal asam encer yang beraksi dengan logam seperti seng akan
menghasilkan garam dan hidrogen.

(wikipedia.org)

I.3.3 Sifat fisis Iodin


Larutan iodin (I2) memerlukan suatu standardisasi yang berulang kali sebab
larutan iodin (I2) ini tidak stabil. Ketidakstabilan larutan iodin ini (I2) dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
1. penguapan iodin (I2).
2. reaksi iodin (I2) dengan karet, gabus, dan bahan organik lain yang
mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap.
3. oksidasi oleh udara pada pH rendah yang juga dipercepat oleh adanya
pengaruh suhu dan panas.
Untuk mengatasi ketidakstabilan larutan iodin (I2), maka larutan hendaknya
disimpan dalam botol berwarna gelap dan diletakkan pada tempat yang sejuk. Selain itu
larutan juga sebaiknya dihindarkan dari kontak dengan berbagai bahan organik maupun
gas yang mereduksi seperti SO2 dan H2S.
Titrasi iodimetri dapat dilakukan tanpa perlu adanya suatu indikator dari luar
sebab warna iodin (I2) yang dititrasi akan lenyap bila titik akhir tercapai. Untuk
konsentrasi 5 × 10-6 M iodin (I2) masih tepat dapat dilihat dengan menggunakan mata dan
memungkinkan penghentian titrasi apabila kelebihan hanya senilai satu tetes iodin (I2)
0,05 M. Namun dalam proses titrasi penentuan titik akhir akan lebih jelas apabila amilum
ditambahkan ke dalam larutan iodin (I2) sebagai indikator. Adanya amilum dalam larutan
akan menyebabkan terbentuknya suatu kompleks berwarna biru tua yang masih akan
terlihat jelas walaupun jumlah iodin (I2) sangat sedikit sekali. Mekanisme pembentukan
kompleks antara amilum dan iodin (I2) masih belum diketahui, namun ada pemikiran
bahwa molekul iodin tertahan di permukaan β -amylose, suatu konstituen dari amilum.
Pada titik akhir, iodin (I2) yang terikat pada amilum tersebut akan hilang bereaksi dengan

7
8

titran sehingga warna biru yang terbentuk akan hilang secara mendadak dan perubahan
warnanya tampak sangat jelas.
(Harjadi,1993)
I.3.4 Sifat fisis Amilum
Rumus molekul = (C6H10O5)n
Penampilan = bubuk putih
Densitas = 1.5 g/cm3
Kelarutan dalam air = tidak

Amilum merupakan gabungan dari dua polisakarida, yaitu amilosa dan


amilopektin. Secara umum, amilum memiliki rumus kimia (C6H10O6)n. Dalam rumus
kimia amilum, n menunjukkan jumlah keseluruhan monomer-monomer glukosa yang
banyaknya kurang lebih 100. Amilum banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan hijau,
akar umbi seperti kentang, akar sayur-mayur seperti wortel, dan benih-benih seperti beras
serta gandum. Karena hal inilah amilum tidak mempunyai rumus molekular secara pasti.
Amilopektin adalah 80-90% komponen penyusun amilum yang banyak terdapat
dalam tumbuh-tumbuhan. Amilopektin merupakan polimer glukosa yang bercabang dan
tidak dapat larut dalam air.

Gambar I.1. Struktur Amilopektin


Amilosa adalah polimer linear dari glukosa. Amilosa dapat terbentuk dari beribu-
ribu unit glukosa. Dalam rumus molekul amilosa, n menyatakan banyaknya jumlah sub
unit-sub unit glukosa. Pada umumnya n berjumlah sekitar 300 sampai 3000. Amilosa
merupakan 10-20 % komponen penyusun dari amilum.

8
9

Gambar I.2. Struktur Amilosa

Pada saat titrasi, penambahan amilum harus dilakukan ketika mendekati titik
akhir titrasi, yaitu ketika iodin (I2) dalam larutan tinggal sedikit dan ditandai dengan
terbentuknya pewarnaan kuning muda pada larutan. Hal ini bertujuan agar amilum tidak
membungkus iodin (I2) dan menyebabkannya sukar lepas kembali sehingga menyebabkan
warna biru sukar lenyap dan titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Amilum dapat
membungkus iodin (I2) karena amilum merupakan suatu polimer yang tersusun atas
monomer-monomer sehingga berat molekulnya yang besar dapat membungkus iodin (I2)
yang berat molekulnya relatif kecil. Apabila amilum ditambahkan pada saat jumlah iodin
(I2) masih banyak sekali maka iodin (I2) dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian
ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.

Gambar I.3. Kompleks Amilum dan Iodin

Terjadinya reaksi reduksi-oksidasi (redoks) juga banyak sekali berhubungan


dengan hal biologi, sebagai contohnya adalah sel-sel yang ada dalam tubuh memperoleh
energi melalui reaksi redoks. Selain itu banyak pula unsur-unsur penting yang
mengalami proses oksidasi atau reduksi, seperti vitamin C yang dapat juga mengalami
proses oksidasi.

9
10

(Harjadi,1993)
I.3.5 Sifat fisis Vitamin C
Vitamin C yang dikenal dengan nama asam askorbat (ascorbic acid) juga
memiliki beberapa nama kimia, yaitu L-Ascorbic acid, L-xyloascorbic acid, 3-oxo-L-
gulofuranolactone, dan L-3-ketothreohexuronic acid lactone, 2,3-didehydro-L-threo-
hexano-1, 4-lactone, L-threohex-2-enonic gamma acid, dan lakton.
Dalam istilah perdagangan biasanya vitamin C disebut juga sebagai Asco-Caps-
1000, Asco-Caps-500, Ester-C, C-Time, C-Tym, Sunkist Vitamin C, Dull-C, Mega-C,
atau C-Max. Vitamin C atau asam askorbat merupakan asam organik yang kaya akan
antioksidan, bentuknya dapat berupa kristal atau serbuk dengan warna putih atau kuning
menyala. Konsentrasi dari vitamin C biasanya dapat ditentukan dengan metode titrasi
yang menggunakan beberapa bahan pengoksidasi, antara lain :
• Iodin (I2), dengan menggunakan indikator amilum. Iodin (I2) akan bereaksi
dengan vitamin C dan apabila semua vitamin C sudah habis bereaksi maka satu tetes
kelebihan iodin (I2) dapat menimbulkan pewarnaan biru tua karena terbentuknya
kompleks antara iodin (I2) dengan amilum.
• N-bromosuccinimide (NBS). N-bromosuccinimide merupakan pengoksidasi yang
paling jarang digunakan. N-bromosuccinimide akan mengoksidasi vitamin C dengan
adanya kalium iodida (KI) serta amilum sebagai indikator.
Kelebihan setetes N-bromosuccinimide akan menyebabkan iodin (I2) terlepas dari
kalium iodida (KI) dan terbentuklah kompleks antara iodin (I2) dengan amilum yang
berwarna biru.

O O
N

Br

Gambar I.4. Struktur N-bromosuccinimide

• 2,6-dichlorophenol-indophenol (DCPIP). DCPIP akan berwarna merah ketika


dimasukkan ke dalam larutan yang memiliki suasana asam. Ketika direaksikan

10
11

dengan vitamin C, warna dari DCPIP akan hilang kemudian warna merah menyala
akan terbentuk apabila vitamin C dalam larutan telah habis bereaksi. Warna merah
yang menyala inilah yang menjadi penunjuk akhir pada titrasi.

Gambar I.5. Reaksi DCPIP dengan vitamin C

Vitamin C mudah larut di dalam air dan berperan sebagai pelindung tubuh dari
peradangan dan penyakit. Vitamin C dituliskan dengan rumus kimia C6H8O6, dengan
rumus bangun:

Gambar I.6. Struktur Vitamin C

11
12

Vitamin C juga merupakan zat pereduksi yang dapat ditetapkan dengan metode
iodimetri. Dalam titrasi iodimetri Asam askorbat akan mengalami oksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat dengan reaksi:

Gambar I.7. Reaksi Oksidasi Asam Askorbat

Dalam titrasi iodometri yang dilakukan terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan pada saat titrasi berlangsung, antara lain :
1. Kesalahan akibat oksigen. Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi
terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi ion iodida menjadi I2, reaksinya adalah:
O2 + 4 I- + 4H+ → 2 I2 + 2 H2O

2. Pada pH tinggi muncul bahaya lain, yaitu bereaksinya iodium (I2) yang terbentuk
dengan air, dengan reaksi:
I2 + H2O → HOI + I- + H+
4 HOI + S2O32- + H2O → 2 SO42- + 4 I- + 6 H+
3. Pemberian amilum terlalu awal.
4. Banyak reaksi analat dengan kalium iodida (KI) yang berjalan agak lambat.
Karena itu sering kali harus ditunggu sebelum dititrasi, tetapi bila ditunggu terlalu
lama terdapat kemungkinan iodium (I2) menguap.
(Harjadi,1993)
I.3.6 Piknometer
Massa jenis suatu larutan memiliki hubungan dengan berat jenis (specific gravity).
Berat jenis adalah perbandingan antara massa jenis larutan dengan massa jenis air murni.

12
13

Jika volume larutan dan volume air sama, maka berat jenis akan menjadi perbandingan
antara massa larutan dan massa air murni. Berat jenis tidak memiliki satuan, sedangkan
gram mg
memiliki satuan, seperti /L atau /mL. Dalam banyak percobaan, massa jenis larutan
yang tidak diketahui diukur dengan sebuah alat yang bernama piknometer.
Piknometer terdiri atas dua bagian yaitu botol kaca dan sumbat botol. Bagian
bawah piknometer merupakan sebuah botol dengan volume yang dapat secara teliti
ditentukan dari massa larutan dalam piknometer yang diukur pada suhu tertentu. Sumbat
botol merupakan tutup kapiler berbentuk pipa dengan kaca yang dibekukan pada bagian
bawahnya. Ukuran kaca yang dibekukan pada bagian bawah sumbat sama dengan ukuran
leher botol. Dalam penentuan massa jenis suatu larutan diperlukan data massa piknometer
kosong, massa piknometer yang berisi air murni, dan massa piknometer yang berisi
larutan.

Gambar I.8. Piknometer


(Harjadi,1993)

I.3.7 Titrasi redoks


Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi empat macam berdasarkan macam titran
yang digunakan. Empat macam titran yang dapat digunakan dalam titrasi redoks antara
lain :
1. natrium tiosulfat (Na2S2O3). Titrasi redoks yang menggunakan natrium tiosulfat
(Na2S2O3) sebagai titran disebut iodometri tidak langsung.
2. iodin (I2). Titrasi redoks yang menggunakan iodin (I2) sebagai titran disebut
iodometri langsung atau iodimetri.
3. suatu oksidator kuat, contohnya: kalium permanganat (KMnO4), kalium dikromat
(K2Cr2O7), dan serium tetravalen [Ce(IV)].
4. suatu reduktor kuat, contohnya: khrom (II) dan titanium (III).
(Underwood, 1990)
I.3.8 Titrasi Iodometri

13
14

Dalam titrasi iodometri tidak langsung, larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) perlu
distandardisasi terlebih dahulu. Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) perlu distandardisasi
terlebih dahulu sebab kestabilan larutan ini dipengaruhi oleh pH rendah (<5), sinar
matahari, dan adanya daya bakteri yang memanfaatkan sulfur (S). Pada pH yang rendah
(<5), kestabilan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) akan terganggu sebab S2O32- akan
mengalami penguraian. Reaksi penguraian S2O32- terjadi menurut reaksi: S2O32- + H+ 
HS2O3-  HSO3- + S ↓ .
Reaksi penguraian yang terjadi pada S2O32- ini berjalan lambat, maka kesalahan
pada waktu titrasi tidak perlu dikuatirkan. Selain disebabkan adanya reaksi penguraian
S2O32-, ketidakstabilan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) juga dipengaruhi oleh adanya
aktivitas dari bakteri pemakan belerang. Aktivitas dari bakteri pemakan belerang ini
menyebabkan terjadinya perubahan S2O32- menjadi SO3-, SO42-, dan S↓. S ini tampak
sebagai endapan koloidal yang membuat larutan menjadi keruh. Untuk mencegah
aktivitas dari bakteri, pada pembuatan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hendaknya
digunakan air yang sudah dididihkan atau dapat pula ditambahkan pengawet seperti
khloroform, natrium benzoat, atau HgI2.
Natrium tiosulfat yang umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O
apabila dititrasikan dengan iodin (I2), maka iodin (I2) akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-)
menjadi ion tetrationat (S4O62-). Pengoksidasian ini berlangsung menurut reaksi: I2 + 2
S2O32- → 2 I- + S4O62-. Reaksi yang terjadi ini berjalan cepat sampai selesai dan tidak
menimbulkan reaksi sampingan yang lain. Jika reaksi antara tiosulfat (S2O32-) dan iodin
(I2) ini berlangsung pada larutan dengan pH > 9 maka tiosulfat (S2O32-) akan teroksidasi
secara parsial menjadi sulfat yang akan berlangsung sesuai dengan reaksi: 4 I2 + S2O32- +
5H2O → 8 I- + 2SO42- + 10 H+. Sedangkan pada larutan yang netral atau sedikit asam,
reaksi oksidasi tiosulfat (S2O32-) menjadi sulfat (SO42-) tidak akan muncul terlebih lagi
apabila iodin (I2) dipergunakan sebagai titran.
Untuk standardisasi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) terdapat sejumlah
substansi yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku primer, namun iodin murni (I2)
jarang dipergunakan. Hal ini disebabkan karena iodin (I2) murni mudah menguap
sehingga penimbangannya harus dilakukan dalam botol yang tertutup. Kesulitan
penanganan iodin (I2) inilah yang membuatnya menjadi tidak praktis apabila digunakan

14
15

sebagai bahan baku primer. Dalam standardisasi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
biasanya dipergunakan suatu agen pengoksidasi kuat seperti kalium dikromat (K2Cr2O7),
kalium iodat (KIO3), dan kalium bromat (KBrO3) yang akan membebaskan iodin (I2) dari
iodida (I-).
Kalium iodat (KIO3) apabila dititrasi dengan iodin (I2) pada larutan asam maka
ion iodida (I-) yang ada dalam larutan akan dioksidasi menjadi iodin (I2), dengan reaksi:
IO3- + 5 I- + 6 H+ → 3 I2 + 3 H2O. Dalam pengoksidasian ini, reaksi iodat (IO3-) berjalan
cukup cepat tetapi reaksi ini juga membutuhkan sedikit kelebihan ion hidrogen (H+)
untuk menyelesaikan reaksi. Kelemahan kalium iodat (KIO3) sebagai bahan baku primer
adalah berat ekivalen yang dimiliki rendah. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan pada
saat menimbang, petunjuk-petunjuk yang biasanya ada mensyaratkan penimbangan
sebuah sampel yang besar, pengenceran di dalam labu volumetri, dan menarik mundur
alikuot. Alikuot merupakan satu porsi sampel yang diambil dari labu volumetri dengan
menggunakan pipet.
Penambahan H2SO4 bertujuan untuk membentuk iodium (I2), dan juga agar iodium
(I2) yang terbentuk tidak bereaksi dengan air. Selain penambahan larutan asam sulfat,
ditambahkan pula amilum. Kegunaan dari penambahan amilum ini adalah agar pengamatan
terhadap titik akhir menjadi lebih jelas. Amilum dan I2 dapat membentuk suatu kompleks
berwarna biru tua yang terlihat jelas sekali, sekalipun I2 tinggal sedikit. Penambahan
amilum harus dilakukan pada saat iodium sudah hampir habis. Hal ini ditandai dengan
warna larutan menjadi kuning muda.
Alasan mengapa amilum ditambahkan pada saat iodium sudah hampir habis adalah
agar amilum tidak membungkus iodium. Jika amilum membungkus iodium, akan
menyebabkan warna biru sulit sekali lenyap, dan titik akhir tidak kelihatan tajam lagi.
Selain itu jika iodium (I2) masih banyak, iodium akan menguraikan amilum sehingga
perubahan warna pada titik akhir akan menjadi terganggu.
Iodin (I2) merupakan agen pengoksidasi yang jauh lebih lemah apabila
dibandingkan dengan kalium permanganat (KMnO4), Serium (IV), dan kalium dikromat
(K2Cr2O7) tetapi di lain pihak ion iodida (I-) merupakan agen pereduksi yang termasuk
kuat, sebagai contoh ion iodida (I-) merupakan pereduksi yang lebih kuat dibandingkan
dengan ion Fe2+. Karena itu dalam proses iodimetri, iodin (I2) digunakan sebagai agen

15
16

pengoksidasi, sedangkan dalam proses iodometri ion iodida (I-) digunakan sebagai agen
pereduksi.
Dalam titrasi iodometri tidak langsung atau iodimetri, analat akan dioksidasi oleh
iodin (I2), sehingga iodin (I2) akan tereduksi menjadi ion iodida (I-), dengan reaksi: Ared +
I2  Aoks + I-. Dalam proses pembuatannya, iodin (I2) merupakan zat padat yang sukar
larut dalam air, yaitu hanya 0,0013 mol per liter pada suhu 25°C tetapi sangat mudah larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Oleh karena itu, kalium iodida (KI)
digunakan sebagai pelarut dalam proses pembuatan larutan iodin (I2).
Pada metode ini, larutan KIO3 yang dititrasi dimasukkan dalam iodine flask agar
I2 yang dihasilkan dari proses titrasi tidak menguap dan juga agar larutan tidak teroksidasi
dengan udara karena oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi.
Oksigen mengoksidasi iodide menjadi I2 :
Reaksi : O2 + 4I- + 4H+ → 2I2 + 2H2O
(Underwood, 1990)
Pada saat proses pembuatan larutan iodin (I2), biasanya kelebihan kalium iodida
(KI) ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan menurunkan keatsirian
(kecenderungan untuk menguap) iodin (I2). Iodin (I2) menjadi mudah larut dalam kalium
iodida (KI) karena iodin (I2) akan membentuk kompleks triiodida (I3-) dengan ion iodida
(I-), menurut reaksi: I2 + I- → I3- (Harijadi, 1993). Triiodida merupakan anion yang terdiri
atas tiga buah atom iodin (I2). Triiodida akan berwarna kuning dalam larutan dengan
konsentrasi yang tinggi dan berwarna coklat dalam larutan dengan konsentrasi yang
rendah.
Pada titrasi pembakuan I2 dengan larutan Na2S2O3 dan titrasi penetapan kadar
vitamin C tidak perlu ditambahkan asam sulfat karena larutan iodine tidak stabil pada pH
rendah.
Pada titrasi larutan sampel dengan larutan iodin, amilum harus ditambahkan pada
awal titrasi agar titik akhir terlihat jelas, dimana pada titik akhir titrasi akan terjadi
perubahan warna menjadi biru tua. I2 yang digunakan sebagai titran akan bereaksi terlebih
dahulu dengan vitamin C, karena iodine lebih mudah bereaksi dengan vitamin C dari pada
bereaksi dengan amilum. Hal ini disebabkan karena iodine merupakan oksidator yang tidak
terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat saja yang dapat dititrasi.

16
17

Setelah vitamin C habis bereaksi dengan I2, barulah I2 bereaksi dengan amilum dan
membentuk kompleks biru tua.
Analisa vitamin C dengan metode iodometri memiliki kelebihan yaitu prossedur
analisa yang mudah dilakukan, tidak membutuhkan waktu yang lama, instrument yang
dibutuhkan cukup sederhana, perhitungan hasil analisa dapat langsung didapatkan.
Namun, analisa dengan iodometri ini memiliki kekurangan dalam melakukan
analisa vitamin C yang diperoleh kurang akurat karena penggunaan standart Na2S2O3
tidak stabil dalam waktu yang lama.
(Underwood, 1990)

17

Anda mungkin juga menyukai