Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERCOBAAN III

GEN YANG DIPENGARUHI JENIS KELAMIN

NAMA : FEBBY FEBRIYANTY S

NIM : H041201017

HARI/TANGGAL : SABTU / 03 APRIL 2021

KELOMPOK : I (SATU)

ASISTEN : DIAN RAMADHANI

LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gen yang dipengaruhi oleh jenis kelamin adalah gen autosomal yang

membedakan anatara laki-laki dan perempuan karena dipengaruhi faktor

lingkungan internal yakni perbedaan kadar hormon kelamin antara laki-laki dan

perempuan. Sifat yang diturunkan oleh gen dikenal sebagai sifat menurun yang

dipengaruhi oleh jenis kelamin. Salah satu contoh sifat menurun pada manusia

yang dipengaruhi oleh jenis kelamin adalah panjang jari telunjuk (Maelita, 2019).

Rasio panjang jari telunjuk terhadap jari manis pada seseorang merupakan

suatu karakter atau sifat yang diwariskan melalui gen yang ekspresinya

dipengaruhi oleh jenis kelamin (sex influence gene). Panjang jari kedua atau

telunjuk (2D) dan jari keempat atau jari manis (4D) telah menjadi perhatian

beberapa ahli karena terkait perbedaan jenis kelamin. Rasio 2D terhadap 4D

untuk sebagian besar laki-laki ternyata lebih kecil daripada perempuan

(Purwaningsih, 2016).

Suryo menyatakan orang mempuyai jari telunjuk yang lebih pendek dari

jari manis, sedangkan stren menyatakan sifat menurun tersebut lebih banyak

ditemukan pada laki-laki disbanding perempuan. Karakter papnjang jati telunjuk

ditentukan oleh sepasang gen, yaitu gen T dan gen t. gen T adalah gen T yang

menentukan jari telunjuk sama tau lebih pendek dibandingkan dari jari manis,

sedangkan gen t yang menetukan jari telunjuk sama atau lebih panjang dari jari

manis (Agus, 2019). Berdasarkan hal diatas maka dilakukanlah percobaan untuk

mengetahui frekuensi fenotip dan genotip panjang jari telunjuk.


I.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui frekuensi fenotip dan genotip

panjang jari telunjuk.

I.3 Waktu Percobaan

Pada praktikum Gen yang Dipengaruhi Jenis Kelamin ini dilaksanakan

pada hari Sabtu tanggal 3 April 2021 pukul 10.00-12.00 WITA secara daring

melalui aplikasi zoom meeting.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Gen yang Terpaut Sex

Sebagian besar model analitik untuk ciri-ciri yang dipengaruhi jenis

kelamin mengasumsi efek seks aditif dengan memperlakukannya sebagai kovariat

dalam model atau menyesuaikannya terlebih dahulu. Ini mengarah pada efek

lingkungan dan efek yang terkait dengan ence pada g “Istilah” dalam benjolan.

Seks telah secara bergantian digunakan dengan gender yang bertentangan dengan

makna asli karakteristik biologis dan sosial perempuan dan laki-laki yang

keduanya memiliki konotasi biologis dan sosiologis. Seks cenderung lebih

memiliki konotasi sosial. Masalah adalah bahwa model analitis kemungkinan

besar mengabaikan interaksi seks dengan faktor genetik. Seks yang sangat

bergantung pada hormon yang mengendalikan tubuh secara keseluruhan

(Lee, 2016).

Gambar 2.1 Interaksi Gen (Lee, 2016)


Dengan demikian efek genetik yang dikaitkan dengan hormon

kemungkinan juga berikteraksi dengan efek gentik lainnya. Lebih lanjut,

lingkungn sosial yang berbeda ole gen-gen cpres berikteraksi dengan efek genetik.

Ini adalah alasan mengapa intraksi gen/ineraksi gen lingkungan dalam model

analitik. Interaksi gen jenis kelamin telah ditunjukkan pada hipertensi, skizofrenia,

rematik dan tingkat rekombinan. Pada titik evolusi pandangan, intraksi gen jenis

kelamin dapat dihasilkan oleh jenis kelamin. Seleksi spesifik atau antagonis

seksual. Namun demikian, interaksi gen jenis kelamin telah diabaikan sebagian

besar bahkan dalam studi dirancang untuk mengidentidikasi interaksi lingkungan

gen yang satu denga gen yang lainnya (Lee, 2016).

Dimorfisme seksual ini sudah terlihat sejak individu masih usia janin

Salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran jari ini adalah hormon seks prenatal

yaitu testosteron dan estrogen. Hormon ini akan mempengaruhi kerja dua buah

gen yaitu HOXA dan HOXD yang berperan dalam mengendalikan panjang jari

seseorang. Kadar testosteron atau androgen yang rendah, estrogen prenatal tinggi

biasanya akan menyebabkan jari telunjuk lebih panjang daripada jari manis atau

sebaliknya kadar testosteron atau androgen yang tinggi dan estrogen prenatal

rendah, menyebabkan jari telunjuk lebih pendek dari jari manis

(Purwaningsih, 2014).

Sensitivitas terhadap reseptor androgen juga berkorelasi dengan rasio

2D:4D dan reseptor androgen yang berkorelasi dengan rasio 2D:4D atau panjang

jari telunjuk, dikode oleh kelipatan trinukleotida (CAG)n. Laki-laki yang lebih

sensitif terhadap reseptor androgen memiliki sifat lebih maskulin dan berkorelasi

positif dengan rasio 2D:4D dan (CAG)n (Manning et al., 2003). Selain itu falang

dan metakarpal ke kedua juga ikut berkontribusi pada variasi rasio 2D:4D.
Metakarpal dua juga membedakan rasio 2D:4D laki laki dan perempuan. Rasio

laki-laki lebih kecil daripada perempuan, sehingga kebanyakan lakilaki memiliki

panjangjari telunjuk lebih pendek daripada jari manis (Purwaningsih, 2014).

Gambar 2.2 Gen yang Dipengaruhi Jenis Kelamin (Purwaningsih, 2014).

Gambar 2.3 Gen Yang Dipengaruhi Jenis Kelamin (Purwaningsih, 2014)

Rasio 2D:4D ini dapat dihubungkan dengan kecenderungan penyakit

tertentu, seperti penyakit jantung koroner terutama pada laki-laki (Fink, 2016).

Hal ini berhubungan dengan kadar testosteron prenatal. Perempuan yang memiliki

rasio 2D:4D rendah ada kecenderungan mengalami migrain dan sakit kepala

(tension type headache), tetapi tidak pada laki-laki (Xie, 2015). Rasio 2D:4D

berhubungan dengan kecenderungan munculnya penyakit kanker, seperti kanker


testis dan kanker prostat pada laki-laki, kanker serviks dan kanker payudara pada

perempuan, serta kanker lambung (Hopp, 2014). Rasio 2D:4D dapat digunakan

sebagai penanda paparan hormon seks prenatal, sedangkan pada usia dewasa,

tidak ada hubungan yang nyata antara kadar homon seks dengan rasio 2D:4D,

baik pada pria maupun wanita (Purwaningsih, 2014).

II.1.1 Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom X

Gen–gen yang terdapat pada kromosom Y adalah gen-gen yang selalu dan

hanya melekat pada kromosom X, gen ini dapat ditemukan pada individu yang

berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, dimana rasio gen yang melekat

pada kromosom X wanita lebih besar dibanding pada laki-laki. Percobaan yang

pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai gen pada kromosom X

dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia menyilangkan lalat D.

melanogaster jantan bermata putih dengan betina bermata merah. Dari hasil

persilangan tesebut diketahui bahwa individu betina ini dikatakan bersifat

homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang hanya membawa sebuah

kromosom X akan menghasilkan dua macam gamet yang berbeda, yaitu gamet

yang membawa kromosom X dan gamet yang membawa kromosom Y. Individu

jantan ini dikatakan bersifat heterogametic (Lee, 2016).

II.1.2 Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Y

Gen –gen yang terdapat pada kromosom Y adalah gen-gen yang selalu dan hanya

melekat pada kromosom Y, gen ini hanya ditemukan pada individu yang berjenis

kelamin laki-laki. Gen rangkai kelamin dapat dikelompok berdasarkan atas

macam kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin

pada umumnya dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai

kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-

linked genes). Di samping itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada
kromosom X tetapi memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini

dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely sex-linked genes)

(Lee, 2016).

II.2 Gen yang Diubah oleh Sex

Pada bahasan gen yang ekspresinya diubah oleh seks (sex influeced gene),

akan dibicarakan gen-gen yang dalam memberikan eksprasinya pada fenotip dapat

diubah oleh seks. Gen-gen ini dapat terletak pada autosom maupun pada

kromosom kelamin. Jika gen tersebut terdapat pada autosom, maka laki-laki dan

perempuan dapat diharapkan akan dapat menerima gen tersebut dengan frekuensi

yang sama, sehingga masing-masing seks mempunyai peluang yang sama besar

untuk menunjukkan diwarisakannya gen tertentu.

Tetapi apabila gen itu terdapat pada kromosom X, maka kromosom

tersebut akan diwariskan dengan menurut pola bersilang. Artinya gen yang

terletak pada kromosom X itu tidak mungkin diwariskan oleh seorang ayah

langsung kepada anak laki-lakinya. Ekspresi dari beberapa gen yang diketahui

terletak di autosom dapat dibatasi atau dipengaruhi oleh seks dari seorang yang

memilikinya (Lee, 2016).

II.2.1 Gen yang Dibatasi Sex

Gen yang dibatasi oleh jenis kelamin tampak pada kromosom tertentu dan

diturunkan pada kedua jenis kelain dengan cara sama, tetapi hanya terekspresi

pada salah satu pada jenis kelamin saja. Salah satu contoh yang paling umum

yaitu pada kelainan hipertrichosis.


Gambar 2.4 Contoh Gen yang Dibatasi Jenis Kelamin (Sumathi, 2017)

Gambar 2.5 Contoh Gen yang Dibatasi Jenis Kelamin (Sumathi, 2017)

Hipertrichosis adalah kondisi yang digunakan untuk peningkatan rambut

pada setiap bagian tubuh secara berlebihan. Hipertrikosis dapat berupa temuan

yang terisolasi atau dikaitkan dengan kelainan lain. Oleh karena itu, diagnosis

hipertrikosis yang tepat ke dalam klasifikasi yang pasti sangat penting. Rambut

yang berlebihan dapat menyebabkan masalah kecantikan, ketidaknyamanan

kosmetik, mengakibatkan beban stress emosional yang serius, penting jika luas.

Pilihan treameut terbatas, dan hasil perwatan mungkin tidak selalu memuaskan.

Oleh karena itu, pasien harus diberitahukan dengan tepat tentang opsi perawatan

yang tersedia. Pilihan perawatan yang tersedia saat ini termasuk prosedur

kosmetik seperti pemutihan, pemangkasan, mencukur, mencabut, waxing,

depilatory kimia dan pencukuran bulu serta laser. Hair removal mealui laser

adalah metode yang paling menjanjikan untuk hair removal jangka pendek

(Sumathi, 2017).

II.2.2 Gen yang Dipengaruhi Sex

Beberapa konsepsi Mendel terbukti benar, dan tetap diterima demikian

hingga saat ini, tetapi ada pula konsepsi Mendel yang terbukti tidak benar, kurang

tepat, ataupun perlu disempurnakan. Kesimpulan utama Mendel atas dasar

percobaan persilangan juga perlu disempurnakan, sekalipun ide dasarnya tetap


berlaku. Upaya evaluasi yang dilakukan ini akan memungkinkan kita untuk

memahami berbagai hal tentang genetika Mendel lebih proporsional

(Natsir, 2013).

Tanda-tanda adanya pautan sebenarnya sudah terlihat pada laporan

persilangan dihibridisasi tanaman ercis (Pisum sativum) yang dikemukakan oleh

W. Bateson dan R.C Punnet pada tahun 1906 (Gardner, 2016). Akan tetapi hasil

percobaan persilangan itu gagal diintrepetasikan oleh mereka bahwa ada pautan.

T. H Morgan dan Sutton adalah yang pertama kali mengintrepetasikan hasil

percobaan persilangan itu dengan benar tentang adanya pautan (Natsir, 2013).

Dewasa ini sudah jelas diketahui bahwa semua faktor (berapa pun

jumlahnya) yang terdapat pada satu kromosom yang sama akan cenderung terpaut

satu sama lain selama pembelahan reduksi pada meiosis dan faktor-faktor itu

dikatakan membentuk satu pautan. Dengan demikian pautan linkage

sesungguhnya merupakan keadaan yang normal, faktor-faktor yang terdapat pada

satu kromosom memang terangkai satu sama lain (melalui ikatan kimia). Dalam

hubungan ini pula jelas terlihat bahwa jumah pautan pada makhluk hidup diploid

adalah sebanyak jumlah pasangan kromosom (Natsir, 2013).

Temuan tentang pautan inipun pada dasarnya mempertegas lagi konsepsi

kita bahwa faktor-faktor (gen) adalah bagian dari kromosom, dan dalam rumusan

lain temuan ini memperkokoh teori pewarisan kromosom. Fenomena pautan yang

disadari oleh kenyataan bahwa faktor (gen) adalah bagian dari kromosom, akan

merupakan perangkat alat evaluasi kita terhadap hukum pemisahan Mendel dan

hukum pilihan bebas Mendel yang mula-mula (Natsir, 2013).

Adanya konsepsi gen yang dipengaruhi oleh sex pertama kali ditemukan

oleh T.H Morgan dan C.B Bridger pada tahun 1910. Temuan ini diperoleh saat
mempelajari penyimpangan dari hasil (keadan) yang diharapkan. T. H Morgan

memiliki suatu strain Drosophila melanogaster yang bermata putih dan ternyata

strain tersebut sudah tergolong galur murni. Namun demikian jika strain bermata

putih disilangkan dengan strain berwarna merah, ternyata turunan yang muncul

tidak sesuai dengan yang seharusnya berdasarkan kebakaan Mendel

(Corebima, 2003). Pada penelitian ini sifat-sifat yang merupakan pautan kelamin

adalah warana mata (mata merah (strain normal) dan mata putih (strain white))

sedangkan warna tubuh (normal dan black) bukan merupakan pautan kelamin

(Natsir, 2013).

Selain gen-gen autosomal demikian itu dikenal pula gen-gen yang terdapat

di dalam kromosom kelamin. Peristiwa ini dinamakan rangkai kelamin (Inggris:

“sex linkage”). Gen–gen yang terdapat/ terangkai pada kromosom kelamin

dinamakan gen terangkai kelamin (Inggris: “sex-linked genes”). Berhubung

dengan itu dapat dibedakan gen terangkai-X (Inggris: “X-linked gene”), ialah gen

yang terangkai pada kromosom-X dan gen terangkai-Y (Inggris: “Y-linked gene”),

yang terangkai pada kromosom Y (Suryo, 2013).

Salah satu contoh dari gen yang terpaut jenis kelamin ini adalah penyakit

buta warna. Buta warna merupakan penyakit kelainan pada mata yang ditentukan

oleh gen resesif pada kromosom seks, khususnya terpaut pada kromosom X atau

kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon warna dengan semestinya.

Istilah buta warna atau colour blind sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan,

karena seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh warna. Akan

lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya melihat warna tertentu saja atau

colour vision deficiency (Dhika, 2014).


Penderita buta warna terdapat lebih banyak pada laki-laki dibandingkan

dengan perempuan, dengan persentase masing-masing 5-8% laki-laki dan 0.5%

perempuan. Sebagian besar orang menganggap buta warna bukan merupakan

suatu masalah yang serius, sehingga sering diabaikan meskipun dapat

mengganggu pekerjaan (Dhika, 2014).

Masalah yang dirasakan oleh penderita buta warna adalah kesulitan

mengenali warna tertentu atau tidak bisa melihat warna tertentu. Tingkatan buta

warna dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu: 1) Anomali Trikomat: Suatu

keadaan dimana tiga jenis sel kerucut tetap ada, tetapi satu diantaranya tidak

normal atau tidak berfungsi dengan baik. 2) Dikhromat: keadaan ketika satu dari

tiga sel kerucut tidak ada. 3) Monokhromat: Monokromasi adalah kondisi retina

mata yang mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Monokromasi

ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna

(Dhika, 2014).
BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat tulis menulis.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah jari telunjuk dan jari

manis kepunyaan sendiri.

III.2 Cara Kerja

Cara kerja pada percobaan ini adalah:

1. Dibuat garis horizontal yang jelas pada halaman lembar praktikum.

2. Diletakkan tangan kana atau tangan kiri di atas lembaran praktikum sehingga

ujung jari telunjuk tepat menyinggung garis horizontal tersebut.

3. Dicatat jari mana yang lebih panjang.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Data Kelompok

Tabel IV.1 Data Terpaut Sex

Genotipe Laki-Laki Perempuan

LL Jari Telunjuk Pendek Jari Telunjuk Pendek

Ll Jari Telunjuk Pendek Jari Telunjuk Panjang

ll Jari Telunjuk Panjang Jari Telunjuk Panjang

Tabel IV.2 Data Kelompok

No. Nama Sex Fenotipe

1 Yunika Nur Insani XX Jari Telunjuk Pendek

2 Melati Reski Wulandari XX Jari Telunjuk Pendek

3 Gilang Ramadhan XY Jari Telunjuk Pendek

4 Muh. Jamil Ilma XY Jari Telunjuk Pendek

5 Natalia Katappanan XX Jari Telunjuk Pendek

6 Hasnawati XX Jari Telunjuk Panjang

7 Rahmawati XX Jari Telunjuk Panjang

8 Samuel Ferdinan Parinding XY

9 Eka Purnama Sari XX Jari Telunjuk Pendek

10 Herlia Nur XX Jari Telunjuk Pendek

11 Diah Ayu Pratiwi XX Jari Telunjuk Panjang

12 Risda XX Jari Telunjuk Pendek


13 Dhea Sagita XX Jari Telunjuk Panjang

14 Febby febriyanty S XX Jari Telunjuk Pendek

IV. 2 Pembahasan

Percobaan yang dilakukan membahas tentang gen yang dilakukan yang

dipengaruhi jenis kelamin.Gen yang ekspresinya yang di pengaruhi oleh jenis

kelamin adalah sifat yang tampak tanpa kedua macam seks, tetapi pada salah

satu seks ekspresinya lebih besar dari pada untuk seks lainnya atau dengan kata

lainnya gen - gen tersebut dominannya bergantung dari dua jenis kelamin. Salah

satu contoh dari gen yang dipengaruhi jenis kelamin adalah panjang jari telunjuk.

Dalam suatu sumber dijelaskan rasio panjang jari telunjuk terhadap jari

manis pada seorang merupakan suatu karakter atau sifat yang diwariskan melalui

gen yang yang ekspresinya di pengaruhi oleh jenis kelamin (sex influence gen).

Panjang jari kedua atau telunjuk (2D) dan jari keempat atau jari manis (4D) telah

menjadi perhatian beberapa ahli karena terkait perbedaan jenis kelamin. Rasio 2D

terhadap 4D untuk sebagian besar laki – laki ternyata lebih kecil daripada

perempuan sehingga timbullah perbedaan antara keduanya.

Berdasarkan data kelompok yang di peroleh, dapat diketahui bahwa

kebanyakan perempuan mempunyai jari telunjuk pendek. Hal ini karena gen

dominan memperlihatkan pengaruhnya pada individu perempuan. Akan tetapi,

dalam keadaan homozigot refesif, pengaruh dominan itu tidak akan menampakkan

diri dalam fenotipe. Jari telunjuk pendek disebabkan oleh gen yang dominan pada

orang laki – laki (genotipe LL atau Ll) dan telunjuknya panjang itu memiliki gen

yang resesif dengan genotipe LL, sedangkan telunjuk panjang mempunyai

genotipe Ll atau ll.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

IV. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dengan mengukur panjang

jari telunjuk terhadap jari manis dapat diketahui bahwa kebanyakan laki-laki dan

perempuan mempunyai jari telunjuk pendek dan hanya satu orang perempuan

yang mempunyai jari telunjuk panjang. Hal ini dikarenakan gen dominan

memperlihatkan pengaruhnya pada individu laki-laki maupun perempuan. Akan

tetapi, dalam keadaan homozigotik resesif, pengaruh dominan itu tidak akan

menampakkan diri dalam fenotipe.

IV.2 Saran

IV. 2.1 Saran untuk Laboratorium

Praktikum dilaksanakan secara daring sehingga saya tidak mengetahui

bagaimana kondisi laboratorium.

IV. 2. 2 Saran untuk Asisten

Sebaiknya asisten mempertahankan ketegasan di setiap praktikum dan

waktu respon lebih ditambah lagi supaya praktikan dapat memaksimalkan

jawabannyaa sehingga tidak gagal respon.

IV. 2. 3 Saran untuk Praktikum

Praktikum berjalan dengan lancer meskipun dilaksanakan secara daring

namun tidak mengurangi esensi dari praktikum itu sendiri. Beberapa kendala

seperti terkait jaringan merupakan hal biasa, semoga kedepannya praktikum bisa

berjalan dengan lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Maelita, R. 2019. Penuntun Praktikum Genetika. Laboratorium Genetika ITB


Press: Bandung.

Dhika, R.,V., Ernawati, Desi, A. 2014. Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode
Ishihara Pada Smartphone Android. Jurnal Pseudocode. 1(1): 51-59.

Lee, C. 2016. Analytical Models For Genetics of Human Traits Influenced By


Sex. Current Genomics. 17(5): 439-443.

Natsir, N., A. 2013. Fenomena Pautan Kelamin Pada Persilangan Drosophila


Melanogaster Strain N♂ X W♀ Dan N♂ X B♀ Beserta Resiproknya.
Jurnal Biology Science & Education. 2(2): 160-169.

Purwaningsih, E. 2016. Insidensi Panjang Jari Telunjuk Terhadap Jari Manis


(Rasio 2D:4D) Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitar
YARSI Angkatan 2013-2014. Jurnal Kedokteran Yarsi. 24(1): 001-
008.

Sumathi, K., Sai Krishna, G., Komal Krishna, T. 2017. Werewolf Syndrome–An
Orphan Genetic Disorder. Int J Pharma Res Health Sci. 5(2): 1623-
1626.

Suryo. 2013. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai