Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH FORMULASI TERHADAP PROFIL DISOLUSI

I. Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa mampu memahami pengaruh formulasi sediaan obat
terhadap profil disolusi

II. Pendahuluan
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai proses
melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi dalam cairan
setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari sediaannya dan mengalami
disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis. [1]
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan
oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari
bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media
sekelilingnya. [2]
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh
ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah. [2] :
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul obat
pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh
obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini
dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar
melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta
absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan difusi,
molekul-molekul tersebut diganti dengan obat  yang dilarutkan dari permukaan
partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut. [3]
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika
obat diberikan  sebagai suatu larutan  dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat
yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus 
menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi  untuk suatu partikel obat
lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang
diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju
dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi
pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau
dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena
batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus
halus. [3]
1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif [1]:
1) Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan eneri utama dalam
menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi
yang cepat.
2) Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas
permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi
meningkat.

b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan [4] :


1) Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila
dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur
yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang
hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang
hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.
2) Efek eneri pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju
disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat
hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan
menambah laju disolusi

c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan:


Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi
proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran
granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh gaya kempa, pengaruh
penyimpanan pada laju disolusi. [1]

d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi:


1) Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai
pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan
sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium
disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga
menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan
penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.
2) Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju
disolusi bahan obat.
3) pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih
cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi.
Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat
generik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan
pembentukan garam yang larut.

e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji :


Beberapa eneri parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik
disolusi zat aktif. Faktor – eneri tersebut seperti sifat dan karakteristik media
disolusi, pH, lingkungan dan suhu sekeliling telah mempengaruhi daya guna
disolusi suatu zat aktif. [1]
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan dan kemudian absorpsi dalam tubuh
dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat
fisika kimia dan fisiologis dari system biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air,
ukuran molekul, bentuk eneric, ikatan protein, dan pKa adalah eneri-faktor fisika
kimia yang harus dipahami untuk sain system pemberian. [3]
Paracetamol dengan nama lain asetaminofen merupakan turunan para
aminofenol yang memiliki efek analgetik serupa silat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Merupakan
penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Penggunaan parasetamol mol
mempunyai beberapa yang dibandingkan dengan derivat asam salisilat yaitu tidak ada
efek iritasi lambung, gangguan pernapasan, gangguan keseimbangan asam basa.[5]
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan asam salisilat. namun penggunaan dosis tinggi dalam
waktu lama dapat menimbulkan efek samping methemoglobin dan hepatotoksik. [5]
Dalam bidang farmasi pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau
kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih medium pelarut yang
paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan
yang timbul pada waktu oembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. [5]
Sejumlah metode untuk menguji disolusi dari tablet dan granul secara in Vitro
dapat digunakan metode keranjang dan dayung. Uji hancur pada suatu tablet
didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi partikel-partikel kecil,
sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan berhubungan
dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya
menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur dibawah kondisi yang
ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan
melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu
uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju
absorpsi dari obat obat bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran
pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet. [3]
Bioekivalensi obat menjadi penting dikarenakan apabila obat orisinal dan obat
generik diberikan ke pasien dalam bentuk zat berkhasiat murni tanpa bahan tambahan
lain, bioekivalensi tidak akan menjadi masalah karena dapat dipastikan kedua obat
tersebut akan memberikan efek yang sama. Dalam praktiknya tidaklah seperti itu,
karena obat tidak hanya terdiri dari zat berkhasiat saja, melainkan dicampur dengan
bahanbahan lain. Di samping perbedaaan terhadap bahan tambahan, perbedaan dalam
proses pembuatan juga akan mempengaruhi suatu obat [6]
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya
larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak
menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang
ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih
banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi
obat atau kompleksasi [6]
Dalam bidang farmasi, laju disolusi sangat diperlukan karena menyangkut
tentang tentang waktu yang dibutuhkan untuk penglepasan obat dalam bentuk sediaan
dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat disolusinya maka makin cepat  pula
obat atau sediaan memberikan efek kepada tubuh [6]
III.Prosedur Kerja
Alat dan bahan
Bahan
a. HCl 0,1 N
b. Tablet parasetamol patent dan generik
Alat
a. Dissolution tester
b. Sprektofotometer UV Vis
c. Pipet ukur dan alat-alat gelas Iainnya
Cara Kerja
a. Masing-masing kelompok mengarnbil satu sampel uji dengan medium disolusi
yang telah ditetapkan
b. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetarnol Suat larutan standar
dengan konsentrasi 10 μg/mL, ukur serapannya pada 220-350 nm.
c. Pembuatan kurva kalibrasi
d. Buat larutan standar parasetamol dengan konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 μg/mL
dan ukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
e. Penentuan profil disolusi
Wadah penangas air pada alat disolusi diisi dengan air, panaskan hingga suhunya
mencapai 37°C. Tiga buah labu disolusi diisi dengan medium disolusi (HCl 0,1 N)
masing-masing sebanyak 900 mL. Setelah suhu waterbath sudah mencapai 37°C,
masing-masing 1 tablet parasetamol generic dan 1 tablet parasetamol paten
dimasukkan ke dalam 2 labu disolusi berisi medium disolusi, paddle diputar
dengan kecepatan 50 rpm. Sampling larutan disolusi dilakukan dengan cara dipipet
sebanyak 5 mL pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30. Setiap selesai sampling,
medium diganti dengan medium dari labu disolusi yang tidak diberi sampel tablet.
Semua sampel disolusi disimpan dalam vial untuk kemudian dilakukan penetapan
kadar parasetamolnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum. Kadar parasetamol yang terdisolusi per satuan waktu dihitung
menggunakan kurva kalibrasi dan disajikan dalam bentuk kurva waktu vs
persentase terdisolusi.
IV.Data
Obat PCT
Dosis 500 mg
Media 900 ml HCl 0,1 N
kadar maksimal dalam 555,5556 ppm
chamber

Kurva Kalibrasi
Absorbans
Kadar i
4 0,291
6 0,302
8 0,453
10 0,587
12 0,658
16 0,753

Profil Disolusi
Absorban Pengencera
Sampel waktu si n
paten 5 0,358 10
10 0,398 10
15 0,412 20
20 0,555 25
25 0,602 30
30 0,722 30
Generik 5 0,393 10
10 0,422 10
15 0,486 15
20 0,564 20
25 0,633 25
30 0,741 25
V. Analisis Data Dan Pembahasan
5.1 Analisis Data
A. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol
Blanko : HCl 0.1N
Sampel : Paracetamol paten dan generik
λ maks = 243 nm

B. Kurva Kalibrasi Larutan Standar


Pembuatan larutan baku 100 ppm = 100 μg/mL
 Penimbangan paracetamol : 500 mg
 Yang diambil : 10 mg
 Pelarut yang digunakan : HCl 0,1N
 Volume Pelarut : 900Ml
( 10 mg dilarutkan dalam 900 mL HCl 0.1N )
Dihasilkan Paracetamol 100 ppm

C. Pengenceran baku standar parasetamol


1. Konsentrasi 4 ppm dalam 100 ml

MxV=MxV

100 ppm x V = 4 ppm x 100 ml

V = 4 mL ad. 100 mL dengan aquadest

2. Konsentrasi 6 ppm dalam 100 ml

MxV=MxV

100 ppm x V = 6 ppm x 100 ml

V = 6 mL ad. 100 mL dengan aquadest

3. Konsentrasi 8 ppm dalam 100 ml


MxV=MxV

100 ppm x V = 8 ppm x 100 ml

V = 8 mL ad. 100 mL dengan aquadest

4. Konsentrasi 10 ppm dalam 100 ml

MxV=MxV

100 ppm x V = 10 ppm x 100 ml

V = 10 mL ad. 100 mL dengan aquadest

5.Konsentrasi 12 ppm dalam 100 ml

MxV=MxV

100 ppm x V = 12 ppm x 100 ml

V = 12 mL ad. 100 mL denga aquadest

6.Konsentrasi 16 ppm dalam 100 ml

MxV=MxV

100 ppm x V = 16 ppm x 100 ml

V = 16 mL ad. 100 mL dengan aquadest

D. Serapan Seri Data Kurva Kalibrasi


Konsentrasi Absorbansi
Hasil regresi:
(ppm)

A = 0,107

B =0.0429

Persamaan Kurva Baku


Paracetamol:
4 0.291

6 0.302

8 0.453

10 0.587

12 0.658

14 0.753

Kurva Kalibrasi
0.8
f(x) = 0.04 x + 0.11
A 0.7 R² = 0.95
B 0.6
S
O 0.5
R Absorbansi
0.4
B Linear (Absorbansi)
A 0.3
N 0.2
S
I 0.1
0
0 4 8 12 16
Konsentrasi (ppm)

E. Profil Disolusi Parasetamol


Kadar
Kadar
Samp Wakt Absorban Pengencera (mg) %Disolu
Terkorek
el u si n dalam si
si (mg)
900 mL
5 0,358 10 52,7 52,7 10,5
10 0,398 10 61,0 61,4 12,3
15 0,412 20 128,0 128,7 25,7
Paten
20 0,555 25 235,0 236,3 47,3
25 0,602 30 311,5 313,3 62,7
30 0,722 30 387,1 389,2 77,8
5 0,393 10 60 60 12
Generi 10 0,422 10 66,1 66,5 13,3
15 0,486 15 119,3 119,9 24,0
k 20 0,564 20 191,7 192,8 38,6
25 0,633 25 275,9 277,4 55,5
30 0,741 25 332,5 334,4 66,9

Perhitungan

Kadar = C X V X Fp

Vol . pipet larutan disolusi


Fk = ( ) x ( kadar menit sebelumnya)
Volume HCl

( Kadar+ Fk )
% terdisolusi = x 100 %
Dosis

Dosis = Kekuatan Obat

1.PATEN
 Kadar (mg/ml)
 Menit 5
y = 0,0429x + 0,107
Serapan (A ) = 0,358
Konsentrasi C = ( A – 0,107 ) / 0,0429
= ( 0,358 - 0,107) / 0,0429
= 5,85 μg/mL
Kadar = C * V * FP
= (5,85 * 0,001 mg/mL ) * 900mL* 10
= 52,7 mg

Faktor Koreksi = (V diambil / V disolusi) * kadar menit sebelumnya

= ( 5 mL / 900 mL) * 0mg

= 0 mg

Kadar Terkoreksi = kadar + fk

= 52,7 mg + 0

= 52,7 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) * 100%


= ((52,7 mg + 0mg) / 500 mg) *100%

= 10,5 %

 Menit 10

y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A ) = 0,398

Konsentrasi C = ( A – 0,107) / 0,0429


= (0,398 - 0,107) / 0,0429
= 6,78 μg/mL

Kadar = C * V * FP

= (6,78 * 0,001 mg/mL ) * 900mL* 10


= 61 mg

Faktor Koreksi = (V diambil / V disolusi) * kadar menit sebelumnya

= ( 5 mL / 900 mL) * 52,7 mg


= 0,29 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 61mg + 0,29

= 61,3 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) * 100%


= ((61mg + 0,29 ) / 500 mg) *100%

= 12,3 %

 Menit 15

y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A ) = 0,412

Konsentrasi C = ( A – 0,107) / 0,0429


= (0,412- 0,107) / 0,0429
= 7,11 μg/mL
Kadar = C * V * FP
= (7,11 * 0,001 mg/mL ) * 900mL* 20 = 128 mg

Faktor Koreksi = (V diambil / V disolusi) * kadar menit sebelumnya

= ( 5 mL / 900 mL) * 61 mg

= 0,34 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 128mg + 0,34

= 128,3mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) * 100%


= ((128mg + 0,34) / 500 mg) *100%

= 25,7 %

 Menit 20

y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A ) = 0,555
Konsentrasi C = ( A – 0,107) / 0,0429
= (0,555- 0,107) / 0,0429
= 10,44 μg/mL
Kadar = C * V * FP
= (10,44 * 0,001 mg/mL ) * 900mL* 25
= 235 mg

Faktor Koreksi = (V diambil / V disolusi) * kadar menit sebelumnya

= ( 5 mL / 900 mL) * 128 mg

= 0,71 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 235mg + 0,71

= 235,7 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) * 100%


= ((235mg + 0,71) / 500 mg) *100%

= 47,1 %

 Menit 25
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A ) = 0,602
Konsentrasi C = ( A – 0,107) / 0,0429
= (0,602- 0,107) / 0,0429
= 11,54 μg/mL
Kadar = C * V * FP
= (11,54 * 0,001 mg/mL ) * 900mL* 30
= 311,5 mg

Faktor Koreksi = (V diambil / V disolusi) * kadar menit sebelumnya

= ( 5 mL / 900 mL) * 235mg

= 1,31 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 311,5 mg + 1,31

= 312,8 mg
% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) * 100%
= ((311,5 mg + 1,31) / 500 mg) *100% = 62,6%

 Menit 30

y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A ) = 0,722
Konsentrasi C = ( A – 0,107) / 0,0429
= (0,722- 0,107) / 0,0429
= 14,34 μg/mL
Kadar = C * V * FP
= (14,34 * 0,001 mg/mL ) * 900mL* 30
= 387,1 mg
Faktor Koreksi = (V diambil / V disolusi) * kadar menit sebelumnya

= ( 5 mL / 900 mL) * 311,5

= 1,73 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 387,1 mg + 1,73

= 388,8 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) * 100%


= ((387,1 mg + 1,73) / 500 mg)

= 77,8%

2. GENERIK
 Kadar(mg/ml)
 Menit 5
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A) = 0.393


Konsentrasi (C) = A –0,107 / 0,0429
= 0,393 –0,107 /0,0429
= 6,67 μg/ml
Kadar = C x V x FP
= (6,67 x 0.001 mg/mL) x 900 mL x 10
= 60 mg

Faktor koreksi (fk) = (V diambil / V disolusi) x kadar menit sebelumnya

= (5 ml / 900 ml) * 0mg

= 0 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 60 mg + 0 mg

= 60 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) x 100%


= ((60 mg + 0 mg) / 500 mg) x100%

= 12 %

 Menit 10
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A) = 0.422

Konsentrasi (C) = A –0.107 / 0.0429


= 0.422 –0.107 /0.0429
=7.34μg/mL
Kadar = C x V x FP
= (7.34x 0.001 mg/mL) x 900 mL x 10
= 66,1 mg

Faktor koreksi (fk) = (V diambil / V disolusi) x kadar menit sebelumnya

= (5 ml / 900 ml) * 60 mg = 0,33 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk


= 66,1 mg + 0,33mg

= 66,4 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) x 100%


= ((66,1 mg + 0,33mg) / 500 mg) x100%

= 13,3%
 Menit 15
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A) = 0.486


Konsentrasi (C) = A –0.107 / 0.0429
= 0.486 –0.107 /0.0429
= 8.83 μg/mL

Kadar = C x V x FP
= (8.83 x 0.001 mg/mL) x 900 mL x 15
= 119.3 mg

Faktor koreksi (fk) = (V diambil / V disolusi) x kadar menit sebelumnya

= (5 ml / 900 ml) * 66.1mg

= 0,37 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 119.3 mg + 0.37 mg

=119.6mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) x 100%


= ((119.3 mg + 0.37 mg) / 500 mg) x100% = 23,9 %
 Menit 20
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A) = 0.564


Konsentrasi (C) = A –0.107 / 0.0429
= 0.564–0.107 /0.0429
=10.65 μg/mL
Kadar = C x V x FP
= (10.65 x 0.001 mg/mL) x 900 mL x 20
= 191,7 mg

Faktor koreksi (fk) = (V diambil / V disolusi) x kadar menit sebelumnya

= (5 ml / 900 ml) * 119.3 mg

= 0,66 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 191,7 mg + 0.66 mg=192,4 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) x 100%


= ((191,7 mg + 0.66mg) / 500 mg) x100%

= 38,5 %

 Menit 25
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A) = 0,633


Konsentrasi (C) = A –0.107 / 0.0429
=0,633–0.107 /0.0429
=12.26 μg/mL
Kadar = C x V x FP
= (12.26 x 0.001 mg/mL) x 900 mL x 25 = 275,9 mg
Faktor koreksi (fk) = (V diambil / V disolusi) x kadar menit sebelumnya

= (5 ml / 900 ml) * 191,7 mg

= 1.07 mg

Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 275,9mg + 1.07 mg

=276,9 mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) x 100%


= ((277.60mg) / 500 mg) x100%

= 55,4 %
 Menit 30
y = 0,0429x + 0,107

Serapan (A) = 0,741

Konsentrasi (C) = A –0.107 / 0.0429


=0,741–0.107 /0.0429
=14.78 μg/mL
Kadar = C x V x FP
= (14.78 x 0.001 mg/mL) x 900 mL x 25
= 332,5 mg

Faktor koreksi (fk) = (V diambil / V disolusi) x kadar menit sebelumnya

= (5 ml / 900 ml) * 275.9 mg

= 1.53 mg
Kadar terkoreksi = kadar + fk

= 332,5 mg + 1.53 mg =334.1mg

% Disolusi = ((kadar + fk) / kekuatan obat) x 100%


= ((332,5 mg + 1.53 mg) / 500 mg) x100%

= 66,8 %

Kurva Plot Antara % Disolusi Terhadap Waktu Pada Tablet Paracetamol Paten
Dan Obat Generik
1. Obat Paten
% Disolusi Paten
90
80 77.8
70
60 62.6
% Disolusi 50 47.1 % Disolusi Paten
40
30
25.7
20
10 10.5 12.3
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Sampling (menit)

2. Obat Generik

% Disolusi Generik
80
70 66.8
60
55.4
50
& Disolusi

40 38.5 % Disolusi Generik


30
23.9
20
12 13.3
10
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Sampling (menit)

Kurva Keduanya
Uji Disolusi Terbanding
90
80
70
60
% Disolusi

50 % Disolusi Paten
40 % Disolusi Generik
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Sampling ( menit)

5.2. Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-
zat aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi
kontak dengan cairan tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji profil disolusi terhadap tablet paracetamol
paten dan generic. Tujuannya untuk mengetahui apakah obat paten dan generik
dengan formula yang berbeda memiliki profil disolusi yang berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat yaitu
temperatur, viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisa, dan sifat
permukaan zat.
Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet yaitu tablet
yang ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di dalam lambung akan dipecah,
mengalami disintegrasi menjadi granul-granul yang kecil yang terdiri dari zat-zat
aktif dan zat-zat tambahan yang lain. Granul selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan
zat-zat aktifnya akan larut dalam cairan lambung atau usus, tergantung di mana tablet
tersebut harus bekerja.
Agar suatu obat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan menghasilkan efek
terapeutik, obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur yang baik dan laju
disolusi yang relatif cukup cepat. Dalam percobaan ini, dilakukan uji disolusi
terhadap tablet paracetamol paten dan generik
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan
disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah.
Uji disolusi dapat digunakan untuk menentukan persentasi ketersediaan obat
dalam sirkulasi sistemik pada waktu tertentu, hal ini berhubungan dengan bio-
availabilitas yang dapat menjadi parameter efikasi (kemanjuran) dan mutu suatu
produk obat. 
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk  sediaan
padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting karena
ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut  ke
dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Ada tiga kegunaan uji disolusi yaitu menjamin keseragaman satu batch,
menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan Uji disolusi
diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi
persyaratan keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur dan penetapan
kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi,
karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet.
Alat yang digunakan pada uji disolusi kali ini berbentuk dayung yaitu Paddle 50
rpm. Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini menentukan panjang
gelombang maksimum dari paracetamol dengan menggunakan spektrofotometri uv
visible.Panjang gelombang maksimum paracetamol ditentukan dengan melihat pada
panjang gelombang berapa absorbansinya maksimum,dan didapatkan panjang
gelombang maksimum untuk paracetamol yaitu 243 nm.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dari larutan paracetamol dengan
berbagai konsentrasi dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada λ
maksimum paracetamol yaitu 243 nm Dalam percobaan ini dibuat variasi konsentrasi
zat sebesar 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 16 ppm. Serbuk paracetamol
diambil sebanyak 100 mg lalu dilarutkan di dalam air sebanyak 100 ml untuk
memperoleh konsentrasi sebesar 100 ppm. Dari konsentrasi sebesar 100 ppm tersebut
kemudian dilakukan pengenceran hingga diperoleh variasi konsentrasi yang
diinginkan.
Setelah semua variasi konsentrasi selesai dibuat maka dilakukan pengukuran
serapan/absorbansi dengan spektroskopi sinar UV. Saat pengukuran sampel dengan
spektrofotometer ultraviolet, kuvet yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu.
Pertama, kuvet diisi dengan aquadest, lalu disesuaikan nilai absorbansinya hingga
menunjukkan angka nol. Tujuan melakukan kalibrasi adalah untuk menghindari
kesalahan perhitungan konsentrasi. Kuvet dibilas dengan larutan yang akan dihitung
konsentrasinya sebanyak tiga kali, sehingga kuvet hanya berisi larutan uji tanpa
pengotor. Adanya pengotor dapat menyamarkan perhitungan konsentrasi karena
pengotor dapat memberikan absorbansi. Sebelum dimasukkan ke dalam
spektrofotometer ultraviolet, kuvet dibersihkan menggunakan kertas tissue bersih.
Jika tidak dibersihkan, mungkin pengotor yang berasal dari praktikan, seperti uap air 
dapat menempel pada kuvet dan memberikan absorbansi, sehingga hasil akhir
absorbansi dapat keliru.
Pengukuran dilakukan pada λ maksimum supaya dihasilkan serapan yang
maksimum juga. Untuk melakukan pengukuran dengan metode spektrofotometri UV,
sampel dimasukkan ke dalam kuvet. Alat spektrofotometri yang digunakan memiliki
dua tempat kuvet (double beam). Kuvet pertama berfungsi untuk tempat blanko.
Kuvet kedua berfungsi untuk tempat sampel. Sampel kemudian diukur absorbansinya.
Pengukuran absorbansi hendaknya dimulai dari sampel yang konsentrasinya kecil
agar tidak mempengaruhi pengukuran konsentrasinya lainnya. Setiap akan mengganti
sampel dengan konsentrasi yang berbeda, kuvet hendaknya dibilas dengan larutan
sampel agar tidak ada sisa sampel yang sebelumnya yang dapat mempengaruhi nilai
dari absorbansi.
Setelah dilakukan pengukuran absorbansi dengan berbagai variasi konsentrasi
senyawa baku, maka dari data yang ada dibuat persamaan regresi linearnya.
Persamaan regresi linear yang didapat dari hasil pengukuran adalah Y = 0,107 +
0,0429 X . Persamaan regresi linear yang didapat ini nantinya digunakan untuk
mencari konsentrasi tablet paracetamol paten dan generik yang telah diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV.
Pada uji profil disolusi ini diakukan pengujian terhadap kadar paracatemol
paten dan generik. Pada etiket dicantumkan berat parasetamol sebanyak 500 mg
Tablet Paracetamol paten dan generik kemudian diuji disolusi dengan alat
disolusi dengan menggunakan paddle 50 RPM. Sebanyak 1 tablet paracetamol
dimasukkan ke dalam alat yang diisi larutan HCl 0,1 N sebanyak 900 ml, dan tablet
paracetamol generik dimasukkan ke dalam tabung yang lain diisi diisi larutan HCl 0,1
N sebanyak 900 ml . Alat paddle 50 rpm kemudian dijalankan dan rpm di set pada
angka 50 RPM pada suhu 37oC, kemudian pada menit ke 5, 10, 15,20,25 dan 30
menit dilakukan sampling dengan alat penghisap sebanyak 5 ml. Sampling
dimasukkan ke dalam botol vial untuk kemudian diukur  absorbansinya.Setiap setelah
penyamplingan volume yang diambil diganti lagi dengan penambahan media
disolusinya yaitu HCl 0,1 N sebanyak 5 ml.Volume media disolusi harus dijaga tetap
di 900 ml sampai akhir penyamplingan.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dari sampling menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis),hasil absorbansi yang didapat diplotkan ke dalam
persamaan regresi linier untuk dicari konsentrasi pada masing-masing sampling untuk
tablet paracetamol paten dan generik. Hasil yang didapat untuk tablet paracetamol
paten adalah konsentrasi pada menit 5 sebesar 5,85 µg,pada menit 10 sebesar 6,78
µg; pada menit 15 sebesar 7,11 µg ; pada menit 20 sebesar 10,44 µg; pada menit 25
sebesar 11,54 µg dan pada menit 30 sebesar 14.34 µg.Untuk tablet paracetamol
generic didapatkan konsentrasinya pada menit 5 sebesar 6,67 µg,pada menit 10
sebesar 7,34 µg; pada menit 15 sebesar 8,83 µg ; pada menit 20 sebesar 10,65 µg;
pada menit 25 sebesar 12,26 µg dan pada menit 30 sebesar 14,78 µg.
Kemudian dilakukan juga pengukuran kadar terhadap tablet paracetamol paten
dan generik,.Hasil yang didapat untuk tablet paracetamol paten adalah kadar pada
menit 5 sebesar 52.74 mg ; pada menit 10 sebesar 61,49 mg; pada menit 15 sebesar
128,68 mg ; pada menit 20 sebesar 233,58 mg; pada menit 25 sebesar 313,68 mg dan
pada menit 30 sebesar 389,2 mg
Untuk tablet paracetamol generik adalah kadar pada menit 5 sebesar 60,0 mg ;
pada menit 10 sebesar 66,5 mg; pada menit 15 sebesar 119,9 mg ; pada menit 20
sebesar 192,8 mg; pada menit 25 sebesar 277,4 mg dan pada menit 30 sebesar 334,4
mg
Konsentrasi yang didapat menunjukkan peningkatan dari menit ke menit karena
semakin lama tablet akan hancur dan bercampur dengan media pelarut dan meningkat
konsentrasinya.
Hasil dari kadar tablet paracetamol paten dan generik dari menit ke menit
digunakan untuk menentukan % disolusi dari tablet paracetamol paten dan generik
dari menit ke menit.
Dari hasil perhitungan didapatkan % disolusi untuk tablet paracetamol paten
yaitu pada menit 5, 10,5% ; pada menit 10, 12,3%; pada menit 15, 25,7%; pada
menit20, 47,3%; pada menit 25, 62,7% dan pada menit 30, 77,8%.
Untuk tablet paracetamol paten yaitu pada menit 5, 12% ; pada menit 10,
13,3%; pada menit 15, 24,0%; pada menit20, 38,6%; pada menit 25, 55,5% dan pada
menit 30, 66,9%.
Dari hasil % disolusi tablet paracetamol paten dan generik,dapat disimpulkan
bahwa tablet paracetamol paten dan generic dengan formula yang berbeda memiliki
kecepatan disolusi yang berbeda,dimana tablet paracetamol paten disolusinya lebih
cepat dibandingkan tablet paracetamol generik.Perbedaan kecepatan disolusi ini akan
berpengaruh terhadap efek terapeutik dari tablet paracetamol,dimana tablet
paracetamol paten efek terapeutiknya akan lebih cept dibandingkan dengan tablet
paracetamol generik.

VI. Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang di lakukan maka dapat di tarik kesimpulan :
1. Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat
aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak
dengan cairan tubuh.
2. Agar suatu obat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan menghasilkan efek
terapeutik, obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur yang baik dan laju
disolusi yang relatif cukup cepat
3. Tablet paracetamol paten dan generik dengan formula yang berbeda memiliki
kecepatan disolusi yang berbeda, tablet paracetamol paten disolusinya lebih cepat
dibandingkan tablet paracetamol generik
4. Perbedaan kecepatan disolusi dari tablet paracetamol paten dan generik
berpengaruh terhadap efek terapeutik dari tablet paracetamol, tablet paracetamol
paten efek terapeutiknya akan lebih cepat dibandingkan dengan tablet paracetamol
generik.

6.2 Saran
1. Memahami setiap langkah kerja dari uji profil disolusi tablet paracetamol
2. Memahami cara perhitungan dalam uji profil disolusi tablet paracetamol
3. Memahami prinsip kerja alat yang digunakan dalam uji profil disolusi tablet
paracetamol
4. Menanyakan hal yang tidak dimengerti pada dosen atau asisten labor

DAFTAR PUSTAKA
[1] Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar Dasar
Praktis. Jakarta : EGC ; 2010.
[2] Amir Syarif, dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.Jakarta : Gaya Baru ; 2007.
[3] Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata.Farmasi Fisika 2. Edisi 3. Jakarta : UI
Press ; 1993.
[4] Shargel, L., Andrew B.C. Yu. Biofarmasetikadan Farmakokinetika Terapan.
Edisi 2. Siti Sjamsiah. Surabaya : Airlangga University Press ; 1988.
[5] Gunawan S.G. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI ; 2007.
[6] Tuti Sri Suhesti, Eka Prasasti Nur Rachmani. Disolusi Terbanding Tablet
Asetaminofen Produk Generik Berlogo dan Produk Bermerek. Acta Pharmaciae
Indonesia.Acta Pharm Indo.2018;6(2) 60-5.

Anda mungkin juga menyukai