Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KETAHANAN PANGAN

SUBSTITUSI SUMBER PROTEIN DAGING SAPI DENGAN SERANGGA

(Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pangan)

Bapak Dr.Ir.Mohamad Djali, SU

Disusun oleh:

Hayu Lesya Putri

(240210150075)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah, Tuhan Yang
Mahakuasa, karena berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah dengan judul Substitusi Sumber Protein Daging Sapi dengan
Serangga dengan baik. Karya tulis ilmiah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Teknologi Pangan.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari beberapa
pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir.Mohamad Djali, SU. yang telah memberi banyak informasi dan
pengetahuan baru kepada penulis,
2. Kedua orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung,
3. Rekan-rekan dan sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat,
4. Pihak lain yang berkontribusi dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kesalahan, tetap
saja ada yang kurang tepat. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar karya tulis ilmiah ini dapat lebih baik lagi. Penulis
berharap karya tulis ilmiah ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi
pembacanya.

Bandung, 8 Juni 2016

Hayu Lesya Putri

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1

1.2. Tujuan........................................................................................................1

BAB II. ISI...............................................................................................................2

2.1. Landasan Teori..........................................................................................2

2.2. Ulasan Materi............................................................................................2

BAB III. PENUTUP................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan daging sapi di Indonesia masih belum maksimal.
Hal tersebut terbukti dari banyak terjadi fenomena kurangnya pasokan daging sapi
di Indonesia yang kemudian menimbulkan berbagai efek seperti kelangkaan
daging, kenaikan harga, hingga kecurangan yang dilakukan oleh beberapa
produsen pangan yang menggunakan daging sapi sebagai bahan baku produknya.
Tidak hanya di Indonesia, kekurangan pasokan daging sapi juga terjadi di
berbagai negara di dunia. Peternakan sapi rupanya adalah salah satu sumber emisi
besar yang menghasilkan gas CO2 dalam jumlah yang besar sehingga menjadi
salah satu pendukung terjadinya pemanasan global.
Menghadapi masalah tersebut, berbagai upaya dilakukan oleh banyak
lembaga pangan di dunia untuk mengalihkan permasalahan stok daging dengan
berbagai alternatif, salah satunya adalah sumber protein berupa serangga.
Kandungan nutrisi pada serangga hampir mirip dengan kandungan nutrisi
pada daging sapi, sehingga dapat dijadikan serangga sebagai makanan pengganti
daging. Meskipun hal tersebut masih terasa tidak lazim dan tabu bagi beberapa
orang, namun rupanya beberapa masyarakat Indonesia telah mengonsumsi
beberapa jenis serangga seperti belalang dan jangkrik, terutama di Jawa Tengah
dan Jawa Timur, serta beberapa jenis ulat sagu di Indonesia bagian timur.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai pemberian
informasi kepada pembaca bahwa serangga dapat dijadikan sebagai substitusi dari
daging merah khususnya daging sapi yang sudah mulai berkurang dengan
berbagai pandangan ilmiah terkait hal tersebut.

1
BAB II
ISI
2.1. Landasan Teori
Indonesia memiliki berbagai keragaman budaya, termasuk makanan
tradisionalnya. Tak jarang, beberapa dari makanan tradisional tersebut
membutuhkan daging sapi sebagai bahan baku. Namun, permasalahan kemudian
muncul dengan mulai langkanya stok daging sapi di beberapa kota di Indonesia
akibat kurangnya jumlah produsen daging sapi disertai dengan tingginya
permintaan akan daging sapi. Hal tersebut kemudian memicu pada fenomena
kelangkaan daging, melambungnya harga daging, hingga beberapa produsen
makanan melakukan kecurangan dengan mengganti daging sapi dengan daging
babi atau daging tikus.

2.2. Ulasan Materi


Jumlah Daging Sapi Nasional
Persoalan ini sudah menjadi persoalan tingkat nasional, mengingat saat ini
kebutuhan konsumsi daging sapi nasional saat ini mencapai 653.000 ton atau
setara dengan 3.657.000 ekor sapi potong per tahun, sedangkan kapasitas produksi
daging sapi lokal hanya mencapai 406.000 ton atau 2.339.000 ekor sapi saja. Dari
data tersebut, jelas terlihat bahwa saat ini kebutuhan konsumsi daging sapi
nasional masih kekurangan pasokan sebesar 247.000 ton daging sapi atau setara
1.383.000 ekor sapi potong. Kekurangan tersebuh hanya bisa ditutupi jika setiap
triwulannya Pemerintah melakukan impor sebesar 250.000 ekor sapi feedloter
atau sapi penggemukan sehingga akan ada nilai tambahnya di industri
penggemukan sapi dalam negeri (Arifin, 2015).
Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan
populasi sapi potong sejak 2011. Pada tahun itu, jumlah sapi potong mencapai
16,73 juta ekor dan menyusut 15,3% menjadi 14,17 juta ekor pada 2012. Pada
tahun 2013, angka tersebut menurun kembali menjadi 12,32 juta ekor atau
kembali anjlok sebesar 13,05%. Terdapat dugaan bahwa depopulasi ini terjadi
akibat semakin banyakk induk sapi yang dipotong demi memenuhi kebutuhan sapi
dalam negeri. Sebagai gambaran, data Kementrian Pertanian mencatat bahwa

2
konsumsi sapi potong tahun 2014 mencapai 561,63 ribu ton, sapi lokal
berkontribusi 507,06 ribu ton dan impor sebesar 54,57 ribu ton. Sedangkan data
BPS menyebutkan bahwa konsumsi daging domestik mencapai angka 590 ribu
ton, yang artinya terdapat selisih angka sebesar 82,94 ribu ton daging sapi diantara
kedua data tersebut (Gumelar, 2015).

Populasi Manusia
Saat ini, populasi dunia mencapai tujuh triliun dan diperkirakan pada
tahun 2060 akan terus meningkat hingga mencapai 9,5 triliun sehingga akan
banyak sekali orang dan terus bertambah setiap menitnya. Namun, saat ini bukan
lagi masalah populasi manusia yang bertambah. Salah satu hal yang paling
penting untuk dicari solusinya adalah tingginya jumlah populasi manusia di dunia
juga diikuti dengan semakin naiknya permintaan akan daging mentah. Permintaan
daging akan berlebih hingga dua kali lipat pada tahun 2050.

Lingkungan
Memproduksi daging sapi, ayam, dan daging lainnya sebenarnya tidak
efisien dan memicu berbagai masalah. Berikut adalah beberapa angka statistik
yang membuat peternakan daging ala barat adalah sesuatu yang berbahaya dan
banyak menghasilkan polusi.
 Menurut FAO (2013), produksi daging dapat menyebabkan 5% dari gas
emisi CO2 secara global, 40% polusi gas menthan, serta 40% dari berbagai
gas oksida nitrogen.
 Produksi daging membutuhkan empat kali lipat makanan untuk
memproduksi jumlah daging yang sama (dibandingkan dengan serangga)
(Dossey, 2013)
 30% babi, 35% ayam, 45% daging sapi, dan 5% daging kambing tidak
dapat dikonsumsi (Kaiser, 2011)
 Protein hewani membutuhkan seratus kali lipat air dibanding protein dari
biji-bijian (Anonim, 2013)

3
Dengan hasil tersebut, produksi daging sebenarnya tidak ideal untuk
dijadikan sebagai sumber protein. Terutama kondisi saat ini memungkinkan jika
akan terjadi permintaan yang berkali lipat pada masa waktu dekat ini. (Day, 2015)
Mengkonsumsi daging sebenarnya sangat tidak baik bagi lingkungan.
Manusia saat ini membantai sekitar 1600 mamalia dan unggas setiap detik untuk
makan. Angka tersebut adalah setengah juta kehidupan setiap tahun, ditambah
jutaan ikan, crustaceae dan mollusc. Total biomassa dari seluruh stok kehidupan
dunia sudah hampir dua kali lipat dari kemanusiaan itu sendiri. Saat pertanian
yang menjadi sumber pangan hanya 4% dari permukaan Bumi yang dapat
digunakan (tanah yang tidak tertutup oleh es atau air atau bebatuan). Daging pula
mengambil tujuh kali lipat lahan sebagai lahannya untuk tumbuh. Sementara
dunia harus segera memenuhi kebutuhan pangan bagi banyak orang untuk
beberapa dekade kedepan. Jika daging diproduksi dua kali lipat, hingga tahun
2040an, sapi, babi, kambing, dan ayam akan “bertanggung jawab” atas setengah
dari efek perubahan iklim selain mobil, truk, maupun pesawat terbang (Hanlon,
2012).

Solusi
Berdasarkan berbagai sudut pandang masaah tersebut, salah satu solusi
yang dapat ditawarkan adalah substitusi daging sapi sebagai sumber protein
dengan serangga. Konsumsi serangga mungkin sudah menjadi bagian dari
beberapa budaya, namun kebanyakan konsumen barat akan menolak pemikiran
untuk memakan makanan yang terbuat dari hewan berkaki 6 tersebut. Meskipun
demikian, makanan potensial terbuat dari serangga tersebut kaya protein. Negara-
negara Uni Eropa dan agensi pangan nasional mendukung rencana untuk makanan
yang di dalamnya terkandung serangga. Rata-rata serangga menyediakan nilai gizi
yang mirip dengan nilai gizi pada daging dalam hal kandungan kalori dan protein,
serta jauh lebih murah dan pada umumnya mengandung sedikit lemak. Banyak
serangga yang juga kaya akan nutrisi seperti kalsium, niasin, protein, zat besi,
kalium, hingga vitamin B. Dengan demikian, Agensi Keamanan Pangan United
Kingdom mengindikasi tahun lalu bahwa penggunaan keseluruhan atau sebagian
bagian dari protein serangga dapat menjadi kemungkinan yang sangat berpotensi

4
untuk dijadikan sebagai sumber protein, pemerintah Inggris pun sudah lama
memiliki wacana untuk mulai mengonsumsi serangga. Uni Eropa juga akan
menghabiskan dana hingga tiga milyar Poundsterling untuk penelitian mengenai
potensi serangga sebagai alternatif sumber protein secara global. “Pada
prinsipnya, terdapat tiga cara serangga dapat dikonsumsi. Pertama adalah
keseluruhan serangga. Saat hendak dimakan, kita dapat mengetahui bahwa
makanan tersebut adalah serangga. Kedua, serangga yang telah diproses menjadi
semacam bubuk atau pasta. Ketiga, serangga yang sudah di ekstrak seperti isolasi
protein”, ujar Harmke Klunder dari Wagenigen University Belanda yang baru-
baru ini melakukan studi terhadap potensi protein serangga. Namun, banyak ahli
pangan lainnya yang memberi perhatian lebih jika serangga bisa jadi disamarkan
atau digunakan sebagai bagian dari hibrida produk daging seperti daging burger
yang ditambahkan protein serangga untuk konsumen barat khususnya (Gray,
2012).

5
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Indonesia menghadapi suatu permasalahan mengenai kelangkaan stok
daging sapi. Hal ini rupanya juga terjadi di banyak negara di dunia. Populasi
manusia yang terus meningkat diikuti dengan populasi sapi potong yang justru
semakin menurun membuat dunia harus segera mencari alternatif dari sumber
protein tersebut. Selain itu, peternakan hewan pedaging juga sebenarnya tidak
ramah lingkungan dan memicu hampir separuh dari emisi global hingga saat ini.
Salah satu alternatif yang paling ramah lingkungan, tersedia dalam jumlah yang
besar, serta membutuhkan dana dan waktu pembudidayaan yang tidak besar
adalah serangga. Kandungan nutrisi yang terdapat pada serangga ternyata tidak
jauh berbeda dengan daging sapi pada umumnya. Terlebih lagi, kandungan kalori
yang cukup dan mengandung jumlah lemak yang tidak banyak membuat serangga
adalah alternatif yang tepat sebagai sumber protein pengganti daging sapi.

3.2. Saran
Beberapa permasalahan selanjutnya adalah masih banyak masyarakat yang
menganggap bahwa mengonsumsi serangga adalah suatu hal yang tidak lazim
sehingga diperlukan suatu pengolahan yang baik untuk serangga sehingga saat
dikonsumsi, serangga tidak kehilangan nutrisinya, serta bentuk serangga tidak lagi
terlihat sehingga tidak menghilangkan selera makan konsumen.

6
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Eating Insects : Good for You, Good for The Environment.
Terdapat pada: http://theconversation.com/eating-insects-good-for-you-
good-for-the-environment-14337. Diakses pada tanggal 8 Juni 2016
Arifin, Sandi. 2015. Menelisik Kelangkaan Daging Sapi. Terdapat pada :
http://www.neraca.co.id/article/57818/menelisik-kelangkaan-daging-
sapi. Diakses pada tanggal 7 Juni 2016.
Day, A.C. 2015. Insect as A Protein Alternative. Terdapat pada:
http://4ento.com/2015/01/26/insects-as-a-protein-alternative/. Diakses
pada tanggal 7 Juni 2016.
Dossey, A. T. 2013. Why Insects Should Be in Your Diet. Terdapat pada :
http://www.the-scientist.com/?articles.view/articleNo/34172/title/Why-
Insects-Should-Be-in-Your-Diet/. Diakses pada tanggal 8 Juni 2016.
Gerber, P.J., Steinfeld, H., Henderson, B., Mottet, A., Opio, C., Dijkman, J.,
Falcucci, A. & Tempio, G. 2013. Tackling climate change through
livestock – A global assessment of emissions and mitigation opportunities.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome.
Gray, Nathan. 2012. Meating The Demand: The Future of Meat Replacement
Proteins. Terdapat pada : http://www.foodnavigator.com/Science/Meating-
the-demand-The-future-of-meat-replacement-proteins. Diakses pada
tanggal 7 Juni 2016.
Gumelar, Galih. 2015. Tambah Populasi, Menko Darmin Instruksikan Impor
Indukan Sapi. Terdapat pada :
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150828084316-92-
75070/tambah-populasi-menko-darmin-instruksikan-impor-indukan-sapi/.
Diakses pada tanggal 7 Juni 2016.
Hanlon, Michael. 2012. Fake Meat: Is Science Fiction On The Verge of
Becoming Fact?. Terdapat pada:
https://www.theguardian.com/science/2012/jun/22/fake-meat-scientific-
breakthroughs-research?CMP=twt_gu. Diakses pada tanggal 7 Juni 2016.
Kaiser, Tiffany. 2011. Insects Could be the Western World’s Newest Meat
Source. Terdapat pada :
http://www.dailytech.com/Insects+Could+be+the+Western+Worlds+New
est+Meat+Source/article20959.htm. Diakses pada tanggal 8 Juni 2016

iv

Anda mungkin juga menyukai