Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA


HIPERTENSI DI PUSKESMAS WONGSOREJO
KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2020

Oleh:
KADEK TRISNA DAMAYANTI
NIM: 2017.02.067

PROGRAM STUDI S1KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA


HIPERTENSI DI PUSKESMAS WONGSOREJO
KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2020

Oleh:
KADEK TRISNA DAMAYANTI
NIM: 2017.02.067

PROGRAM STUDI S1KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Hipertensi (tekanan dara tinggi) adalah suatu keadaan dimana sesorang


mengalami peningkatan tekanan di atas normal yang di tunjukkan dengan angka
sistolik dan angka diastolik pada pemeriksaan tensi darah dengan menggunakan alat
pengukur tekanan darah. (Herlambang,2013).Berdasarkan American Heart Assosiation
(AHA),2017 tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan tekanan darah yang
mengalir melalui pembuluh darah secara konsisten dalam keadaan yang tinggi dengan
sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg.Terdapat faktor resiko yang dapat
meningkatkan tekanan darah yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti riwayat
keluarga,usia yang semakin tua,jenis kelamin ,ras dan penyakit gagal ginjal kronis
sedangkan yang dapat dimodifikasi yaitu kurang aktivitas ,diet yang tidak sehat
,obesitas,minum alkohol yang terlalu banyak ,apnea tidur,kolestrol tinggi,merokok dan
setres (AHA,2017). Stress merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang dengan
ancaman finansial, emosional, mental dan sosial terhadap suatu perubahan di
lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam
(Pandji Anoraga, 2015).
Menurut WHO (World Health Oganization) jumlah penderita hipertensi akan
terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah pada 2025
mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. WHO
menyebutkan negara dengan ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi
sebesar 40% sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang posisi
puncak penderita hipertensi, yaitu sebesar 40%, kawasan Asia Tenggara 36% dan
Amerika sebesar 35%. Hipertensi di kawasan Asia telah membunuh 1.5 juta orang
setiap tahunnya. Menurut World Health Organization mengungkapkan bahwa stres
akan menjadi ancaman utama bagi kesehatan manusia pada tahun 2020. Stres
memberikan kontribusi sebanyak 50-70% terhadap munculnya penyakit metabolik
dan hormonal, hipertensi, kanker, infeksi, penyakit kardiovaskular, penyakit kulit,
dan lain sebagainya (Musradinur, 2016).
Di Indonesia penderita hipertensi cukup tinggi dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 pengukuran pada penduduk berumur ≥ 18 tahun mencapai
34,1%, sedangkan hipertensi menurut diagnosis dokter mencapai 8,4% dan dari hasil
diagnosis dokter atau minum obat antihipertensi mencapai 8,8 % dari 8,8% penderita
hipertensi 54,4% penderita meminum obat secara rutin, sedangkan 32,3% minum obat
dengan tidak rutin dan 13,3% penderita hipertensi tidak meminum obatnya. Dari hasil
pengukuran tersebut prevalansi hipertensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan
Selatan mencapai 44,1%, kemudian prevalansi hipertensi terbanyak kedua berada pada
Provinsi Jawa Barat mencapai 39% sedangkan prevalansi penderita hipertensi di
provinsi Jawa Timur mencapai 34,1% (Rikesdas, 2018).

Setres merupakan faktor yang paling mempengaruhi tekanan darah ,hal tersebut
terjadi karena mengalami perubahan yang bersifat normal ,fisik dan
mental.Penurunan fungsi biologis dari aspek saling berhubungan seperti perubahan
fisik,perubahan psikologis dan sosial apabila tidak dapat dilalui dengan baik akan
menghambat aktivitas yang akan menyebabkan setressor hingga mengakibatkan
setres (Moradi et al,2015).Menurut American Institute of Stress,tidak ada hubungan
yang pasti ditemukan antara setres dengan hipertensi ,tetapi tingkat setres jangka
panjang telah ditemukan menjadi prediktor kuat dari hipertensi.Stres diduga
berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah serta merupakan faktor terjadinya
hipertensi. Stres yaitu suatu reaksi tubuh dan psikis terhadap tuntutan-tuntutan
lingkungan kepada seseorang. Reaksi tubuh terhadap stres misalnya berkeringat
dingin, napas sesak, dan jantung berdebar-debar,reaksi psikis terhadap stres yaitu
frustasi, tegang, marah, dan agresi (Saam dan Wahyuni, 2013). Hubungan antara
stress dengan terjadinya hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan
dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hipertensi akan muncul pada
orang yang sering stres dan mengalami ketegangan pikiran yang berlarut-larut
(Muawanah, 2012)

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menstabilkan atau mencegah terjadinya


stress pada penderita hipertensi yaitu tetap berfikir positif terhadap penyakitnya,
melakukan aktivitas fisik, latihan jasmani seperti: olahraga sepeda, jogging, senam,
melakukan meditasi atau relaksasi seperti: yoga, melatih pernafasan, melakukan
kegiatan positif atau hobi yang menenangkan, mendengarkan musik terapi, dan
keluarga juga sangat berperan dalam hal ini untuk memberikan motivasi atau
dukungan sehingga diharapkan mampu mengurangi beban pikiran penderita dan dapat
meningkatkan kualitas hidupnya (Setyoadi, 2014).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan
Tingkat Setres Dengan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas
Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai


berikut “Adakah Hubungan Tingkat Setres Dengan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui ada hubungan tingkat setres dengan tekanan darah pada


penderita hipertensi di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi tahun
2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas


Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi 2020.
2. Mengidentifikasi tingkat stress pada penderita hipertensi di Puskesmas
Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi 2020.
3. Menganalisa hubungan tingkat setres dengan tekanan darah pada penderita
hipertensi di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi 2020.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tekanan Darah

2.1.1 Pengertian

Tekanan darah adalah daya dorong darah keseluruh dinding pembuluh darah

pada permukaan yang tertutup.Tekanan darah timbul dari adanya tekanan arteri

yaitu tekanan yang terjadi pada dinding arteri.Tekanan arteri terdiri dari tekanan

sistolik, tekanan diastolik, tekanan pulsasi, dan tekanan arteri rata-rata. Pada

pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi

diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), sementara angka yang lebih

rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik) (Tarwoto, dkk, 2009).

Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah yang mengalir pada

arteri yang terjadi pada saat ventrikel jantung berkontraksi, besarnya sekitar 100-

140 mmHg.Tekanan diastolik yaitu tekanan darah pada dinding arteri pada saat

jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90 mmHg (Tarwoto, dkk, 2009).

2.1.2 Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Joewono (2013) tekanan darah biasanya diukur secara tidak

langsung dengan sphygmomanometer air raksa pada posisi duduk atau

terlentang.Pada saat mengukur tekanan darah, perhatian utama harus ditunjukkan

pada hal-hal berikut:

1. Sebelum pengukuran penderita istirahat beberapa menit di ruangan yang

tenang.
2. Ukuran manset lebar 12-13 cm serta panjang 35cm, ukurannya lebih kecil

pada anak-anak dan lebih besar pada orang gemuk (ukuran sekitar 2/3 lengan).

3. Diperiksa pada fosa cubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang antara iga IV).

4. Tekanan darah dapat diukur pada keadaan duduk atau terlentang.

5. Tekanan darah dinaikkan sampai 30 mmHg (4,0 kPa) diatas tekanan sistoik

(palpasi), kemudian turunkan 2 mmHg/detik (0,3 kPa/detik) dan dimonitor

diatas brakhialis.

6. Tekanan sistolik adalah tekanan pada saat terdengar suara korotkoff I

sedangkan tekanan diastolic pada saat korotkoff V menghilang, bila suara

tetap terdengar, dipakai patokan korotkoff IV (muffling sound).

7. Pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila

terdapat penyakit pembuluh darah perifer.

8. Perlu pengukuran pada posisi duduk atau terlentang dan berdiri untuk

mengetahui ada tidaknya hipotensi postural terutama pada orang tua, diabetes

mellitus dan keadaan lainnya yang menimbulkan hal tersebut.

2.1.3 Mekanisme pemeliharaan Tekanan Darah

Pemeliharaan tekanan darah agar tidak terlalu tinggi ataupun terlalu

rendah merupakan faktor yang penting, beberapa sistem terlibat dalam

pengontrolan tekanan darah yaitu jantung, arteri, ginjal, berbagai hormon,

enzim dan juga sistem saraf (Elsanti, 2009).

Untuk mengatur aliran darah yang datang dari jantung, arteri dilapisi otot

halus yang memungkinkan arteri mengembang dan mengerut pada saat darah

mengalir, makin lentur arteri semakin sedikit tahanannya terhadap aliran darah
sehingga sedikit tenaga dibebankan pada dindingnya, jika arteri kehilangan

kelenturannya atau terjadi penyempitan maka tahanan terhadap aliran darah

meningkat dan diperlukan tenaga yang lebih besar untuk memompa darah

keseluruh tubuh. Peningkatan tenaga ini dapat berperan pada kenaikan tekanan

darah (Elsanti, 2009).

Ginjal mengatur jumlah natrium dan volume air yang beredar dalam

tubuh. Natrium bersifat menahan air, jadi makin tinggi kadar natrium dalam

tubuh, semakin banyak pula kandungan air dalam darah kita. Kelebihan air ini

dapat meningkatkan tekanan darah, selain itu kelebihan natrium dapat

menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan sistem susunan saraf pusat

dibarengi denganhormon, enzim dan zat-zat kimia lain juga mempengaruhi

tekanan darah (Elsanti, 2009).

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Pengertian

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat yang

mendunia.Dimana hipertensi dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit

jantung, stroke, gagal ginjal kronik, kematian premature, dan kecacatan (WHO,

2013). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistoliknya sama dengan

atau lebih dari 140 mmHg, atau tekanan darah diastoliknya sama dengan atau

lebih dari 90 mmHg (WHO, 2014).Tekanan darah sendiri diarikan sebagai

besarnya tenaga yang dihasilkan oleh darah saat bergerak melawan dinding

pembuluh darah (Guyton, 2012).


Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh

darah meningkat secara kronis, hal tersebut dapat terjadi karena jantung

bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan

nutrisi tubuh (Riskesdas, 2013). Hipertensi adalah keadaan peningkatan

tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target

seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah

jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung) (Bustan, 2007).

Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal

adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥165/95 mmHg dinyatakan

sebagai hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut

borderline hypertension (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut

tidakmembedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, hipertensi

berdasarkan penyebab dan hipertensi berdasarkan tekanan darah

1. Hipertensi berdasarkan penyebab

a. Hipertensi primer atau esensial

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute

(NHLBI),Hipertensi primer atau esensial adalah jenis yang paling

umum dari hipertensi. Jenis hipertensi ini cenderung terjadi pada

seseorang selama bertahun-tahun seumur hidupnya (NHLBI,

2015).Hipertensi esensial didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak


diketahui penyebabnya.Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari

seluruh kasus hipertensi (Yogiantoro, 2010).

Hipertensi esensial dapat diklasifikasikan sebagai benigna dan

maligna.Hipertensi benigna bersifat progresif lambat, sedangkan

hipertensi maligna adalah suatu keadaan klinis dalam penyakit

hipertensi yang bertambah berat dengan cepat sehingga dapat

menyebabkan kerusakan berat pada berbagai organ.Organ sasaran

utama keadaan ini adalah jantung, otak, ginjal, dan mata.Hipertensi

maligna dapat diartikan sebagai hipertensi berat dengan tekanan

diastolik lebih tinggi dari 120 mmHg (Masriadi, dkk, 2016).

b. Hipertensi sekunder atau non esensial

Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain atau

penggunaan obat-obatan tertentu. Jenis ini biasanya sembuh setelah

penyebabnya diobati atau dihilangkan (NHLBI, 2015).

Jenis hipertensi sekunder sering sekali dapat diobati.Apapun

penyebabnya tekanan arteri naik karena terjadi peningkatan curah

jantung.Peningkatan resistensi pembulu sistemik atau

keduanya.Peningkatan curah jantung sering sekali di sertai penambahan

volume darah dan aktivasi neurohumonal di jantung.Hipertensi

sekunder sudah diketahui penyebabnya seperti disebabkan oleh

penyakit ginjal (parenkim ginjal), renovaskular endoktrin (gangguan

aldosteronisme primer), kehamilan (preeklampsia), sleep apnea dan

obat-obatan (Widyanto Triwibowo, 2013).


2. Hipetensi berdasarkan tekanan darah

Berdasarkan The Seventh Report of The Joint National Committee

onPrevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure (JNC7, 2009) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi

menjadi kelompok normal, pre-Hipertensi, Hipertensi derajat 1, dan derajat

2.

Table 2.1 klasifikasi tekanan darah menurutThe Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7, 2009).
Klasifikasi Tekanan Tekanan
tekanan darah darah sistolik darah diastolic
(mmHg) (mmHg)
Normal 120-129 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100
Hipertensi sistolik ≥140 <90
terisolasi

Sementara itu, ESH (Europian Society of Hypertension)

dan ESC (Europian Society of Cardiology) tahun 2013 juga

memakai batasan sebagai berikut untuk mengetahui tingkat keparahan

penyakit hipertensi berdasarkan TDS dan TDD (Mancia, dkk, 2013).


Tabel 2.2 klasifikasi tekanan darah menurut ESH (Europian Society of Hypertension)
dan ESC (Europian Society ofCardiology) tahun 2013
Klasifikasi Sistolik Diastoli
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84

Normal tinggi 130-139 85-89

Hipetensi derajat1 140-159 90-99


Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 >180 ≥110
Hipertensi terisolir ≥140 <90

2.2.3 Faktor Resiko Hipertensi

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin

tuaseseorangsemakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40

tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur,

risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi

dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian

sekitar 50% diatas umur 60 tahun (Sugiharto, 2009). Penderita hipertensi

pada umumnya adalah yang berusia 40 tahun keatas namun pada saat ini

hipertensi juga dapat terjadi pada usia subur (15-49 tahun). Persentase

hipertensi di Indonesia pada usia subur (15-49 tahun) adalah sebanyak

28,2% dari jumlah prevalensi hipertensi di Indonesia (Kemenkes RI,

2013).Hal ini disebabkan karena semakin bertambanya usia elastisitas


arteri mengalami penurunan menjadi lebih kaku dan kurang mampu

merespon tekanan darah. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

sistolik, karena dinding pembuluh darah tidak mampu beretraksi (kembali

ke posisi semula) dengan kelenturan yang sama saat terjadi penurunan

tekanan darah (Kozier et.al., 2011).

b. Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria

lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan

rasio sekitar 2,29untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk

kenaikan tekanan darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang

cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan

wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada

wanita tinggi.Bahkan setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada

wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria

yangdisebabkankarenahilangnya perlindungan hormone

estrogen(Kemenkes RI, 2013).

c. Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)

juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi

primer (esensial). Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor

lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita


hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan

garam dan renin membran sel (Marliani, 2009).

2. Faktor yang dapat diubah

a. Konsumsi garam

Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda.Pada beberapa orang,

baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka

mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah

sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak

natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya

hipertensi (Elsanti, 2009).

b. Kebiasaan merokok

Walaupun merokok bukan sebagai penyebab utama naiknya tekanan

darah, tidak perlu diragukan bahwa bobot bukti klinis dan laboratorium

menentang kebiasaan itu karena merupakan satu faktor penyokong bagi

timbulnya hipertensi. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon

monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah

dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan

proses aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2009).

c. Aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita

kelebihan berat badan (Elsanti, 2009). Dengan berolahraga secara teratur

dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan


darah dan juga dapat mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam

ke dalam tubuh (Dalimartha, 2008).

d. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi

tekanan darah. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup yaitu

kebiasaan merokok, kebiasaan minum alcohol dan kebiasaan melakukan

aktivitas fisik seperti olah raha. Hasil Rikesdas tahun 2013 dalam Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) menyatakan bahwa

penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi) cenderung tinggi pada

pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan.

Tingginya resiko terkena hipertensi pada pendidikan yang rendah,

kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada seseorang

yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau lambat

menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas kesehatan

sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup sehat (Anggara dan

Prayitno, 2013).

e. Penggunaan kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode dalam program

Keluarga Berencana (KB) yang diperuntukan untuk pasangan usia subur

dalam upaya mengatasi pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus

meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan jenis dan cara pemakaiannya

terdapat 4 macam kontrasepsi hormonal yaitu kontrasepsi pil, kontrasepsi


suntikan, implant, dan alat kontrasepsi dalam rahim yang mengandung

hormon esterogen (Kemenkes RI, 2014).

f. Setress

2.2.4 Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi.Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan

(Masriadi, dkk, 2016).Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi

bukan merupakan pertanda pasti dari penyakit hipertensi. Hipertensi merupakan

tanda peringatan yang serius dimana dibutuhkan perubahan gaya hidup.

Hipertensi dapat membunuh secara diam- diam (silentkiller) dan sangat penting

bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darahnya(WHO, 2013).

2.2.5 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi lain seperti DM, kolesterol yang

tinggi, kelebihan berat badan atau obesitas, dan gangguan kognitif lain (WHO,

2013). Beberapa komplikasi akibat hipertensi antara lain:

1. Penyakit jantung

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan pembuluh darah

secara terus-menerus meningkat. Semakin tinggi tekanan dalam pembuluh

darah semakin sulit untuk jantung memompa darah ke dalam pembuluh

darah.Jika dibiarkan tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan serangan

jantung dan pembengkakan jantung yang pada akhirnya menjadi penyakit

gagal jantung (WHO, 2013).

2. Gangguan pada ginjal

Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi

hipertensi berat. Tingginya tekanan darah membuat pembuluh darah dalam

ginjal menyempit dan akhirnya menyebabkan pembuluh darah

rusak.Akibatnya fungsi kerja ginjal menurun hingga dapat mengalami

penyakit gagal ginjal.Diketahui bahwa diabetes dan hipertensi bertanggung

jawab terhadap proporsi ESRD (endstage renal disease) yang paling besar

(Price dan Wilson, 2010).

3. Ganguan pada otak (stroke)

Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan

pembuluh sulit meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen,

biasanya ini terjadi secara mendadak dan menyebabkan kerusakan otak.

Gangguan penyakit yang bisa terjadi adalah serangan iskemik otak sementara

(transient ischaemic attack). Tekanan di dalam pembuluh darah juga bisa


menyebabkan darah merembes keluar dan masuk ke dalam otak, hal itu dapat

menyebabkan stroke (WHO, 2013).

4. Diabetes mellitus

DM adalah gangguan kesehatan berupa kumpulan gejala yang

disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan ataupun

resistensi insulin. Salah satu faktor risiko penyakit DM terutama DM tipe 2

adalah penyakit hipertensi.Dua pertiga penderita DM menderita hipertensi

(Bustan, 2008).

2.2.6 Upaya Pencegahan Hipertensi

1. Pencegagan primordial

Pencegahan hipertensi secara primordial adalah upaya pencegahan

munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak

adanya faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan

memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan

terjadinya hipertensi mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup,

dan faktor lainnya, misalnya menciptakan kondisi sehingga masyarakat

merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat

mampu bersikap positif terhadap bukan perokok, merubah pola konsumsi

masyarakat yang sering mengonsumsi makanan cepat saji (Sianipar, 2014).

Pendidikan masyarakat adalah masyarakat harus diberi informasi

mengenai sifat, penyebab, dan komplikasi hipertensi, cara pencegahan, gaya

hidup sehat, dan pengaruh faktor risiko kardiovaskular lainnya. Sasaran


pencegahan tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda dan

remaja, dengan tidak mengabaikan orang dewasa (WHO, 2011).

2. Penegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan awal sebelum seseorang

terkena penyakit hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko

hipertensi terutama kepada kelompok yang beresiko tinggi (Bustan,2007).

Adapun upaya pencegahan primer untuk hipertensi antara lain:

a. Mengatur pola makan

Faktor risiko dapat dihindari dengan cara menjauhi makan makanan

berlemak dan mengandung banyak garam. American Heart Association

menyarakan konsumsi garam sebanyak satu sendok teh per hari.Sementara

kebutuhan lemak sangat kecil, disarankan kurang dari 30% dari konsumsi

kalori setiap hari.Lemak tersebut dibutuhkan untuk menjaga organ tubuh

tetap berkerja dan berfungsi dengan baik (Dalimartha, 2008).

b. Tingkatkan mengkonsumsi potasium dan magnesium

Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah

satufaktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar

merupakan sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut (Dalimartha, 2008).

Buah-buahan dan sayuran mengandung serat, zat-zat gizi, bebas lemak dan

rendah kalori.Juga fitokimia yaitu zat-zat yang membantu mengurangi

risiko penyakit kardiovaskuler serta beberapa jenis kanker. Menggantikan

makanan berlemak dan berkalori tinggi dengan sayuran dan buah-buahan


adalah salah satu cara mudah untuk memperbaiki pola makan tanpa

mengurangi jumlah yang dimakan (Elsanti, 2009).

c. Makan-makanan jenis padi-padian

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal

Clinical Nutrition ditemukan bahwa pria yang mengonsumsi

sedikitnyasatu porsi sereal dan jenis padi-padian per hari mempunyai

kemungkinan yang sangat kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung.

Semakin banyak konsumsi padi-padian, semakin rendah risiko penyakit

jantung koroner, termasuk terkena hipertensi.Mengonsumsi roti gandum

dan makan beras tumbuh atau beras merah merupakan salah satu langkah

penting menurunkan tekanan darah dan menghindari komplikasi akibat

dari hipertensi (Dalimartha, 2008).

d. Tingkatkan aktivitas

Aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan

darahsebab membuat jantung lebih kuat. Aktivitas fisik yang teratur dapat

menurunkan tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Setelah beraktivitas

tekanan darah kita untuk sementara akan menjadi rendah. Latihan aerobik

merupakan aktivitas fisik yang paling efektif untuk mengendalikan

tekanan darah. Suatu aktivitas fisik disebut aerobik jika menyebabkan

peningkatan kemampuan jantung, paru-paru dan otot, yang berarti pula

peningkatan kebutuhan akan oksigen. Beberapa contoh bentuk aerobik

yang lazim dilakukan antara lain joging, berjalan kaki, bersepeda, dan

berenang (Dalimartha, 2008).


e. Berhenti merokok dan hindari konsumsi alcohol

Dengan berhenti merokok, tekanan darah sebenarnya hanya akan

turunbeberapa poin saja. Namun berhenti merokok tetaplah penting bagi

kesehatan.Alasannya adalah dapat meningkatkan efektifitas obat dan

mengurangi risiko komplikasi dari penyakit hipertensi.Fakta

menunjukkan, mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan

tekanan.Peminum berat yang mengubah kebiasaanya menjadi peminum

sedang dapat mengalami penurunan tekanan sistolik sebesar 5 mmHg dan

tekanan diastolik sebesar 3 mmHg.Penurunan tekanan darah lebih banyak

lagi yaitu sebesar kira-kira 10 mmHg untuk tekanan sistolik dan 7 mmHg

untuk tekanan diastolik dapat dicapai bila pengurangan penggunaan

alkohol dikombinasikan dengan makanan yang bergizi (Elsanti, 2009).

3. Pencegahan sekunder

Pola hidup dengan managemen stres atau hindari lingkungan stres,

berhenti merokok, dan mengonsumsi vitamin.Melakukan diagnosis dini yaitu

screening, pemeriksaan periodik tekanan darah dimana perjalanan

hipertensinya yaitu hipertensi ringan, sedang, dan berat (Bustan, 2009).

Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak Menular

(Posbindu PTM) adalah wadah pengendalian penyakit tidak menular di

Indonesia yang merupakan upaya monitoring dan deteksi dini faktor risiko

penyakit tidak menular di masyarakat. Sejak mulai dikembangkan pada tahun


2011 Posbindu-PTM pada tahun 2013 telah berkembang menjadi 7.225

Posbindu di seluruh Indonesia. Usaha peningkatan pengendalian penyakit

tidak menular diharapkan status awal prevalensi hipertensi pada tahun 2013

sebesar 25,8% mengalami penurunan dengan target 23,4% pada tahun 2019

(Kemenkes RI, 2015).

4. Pencegahan tersier

Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi ditegakkan

berdasarkan data anamnese (konsultasi dokter), pemeriksaan jasmani,

pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan penunjang. Pada 70-80%

kasus hipertensi esensial, didapat riwayat hipertensi didalam keluarga,

walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi

esensial.Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka

dugaan hipertensi esensial lebih besar (Dalimartha, dkk, 2008).

2.3 Konsep Stress

2.3.1 Definisi Stress

Stress merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang dengan ancaman

finansial, emosional, mental dan sosial terhadap suatu perubahan di lingkungannya

yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Pandji Anoraga,

2015).

Stress merupakan tanggapan (penilaian) yang menyeluruh dari tubuh seorang

individu terhadap setiap tuntutan yang datang kepadanya. Stress berkaitan dengan

kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau situasi yang menekan. Kondisi ini

mengakibatkan perasaan cemas, marah dan frustasi (Priyoto, 2014).


Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stress

merupakan ketidakseimbangan yang terjadi antara permintaan dan kemampuan

individu dalam menanggapi suatu tekanan atau masalah sehingga menimbulkan respon

yang negatif baik secara fisiologi maupun perilaku.

3.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stress

1. Faktor Usia

Semakin bertambahnya usia khususnya pada usia lebih dari 40 tahun kinerja otak

kita mulai menurun. Ini berkaitan dengan selubung mielin (myelin sheath), salah

satu bagian yang penting dari sel saraf otak. Perubahan fase-fase tersebut di atas,

untuk sebagian individu dapat menyebabkan kecemasan dan stress (Catshade,

2015.)

2. Jenis Kelamin

Stress umumnya lebih sering menyerang pada perempuan. Perempuan lebih sering

terpajan dengan stressor lingkungan dan batas ambangnya lebih rendah jika

dibandingkan laki-laki. Stress pada perempuan juga berkaitan dengan ketidak

seimbangan hormon estrogen dan progesteron sehingga perempuan berada pada

resiko yang lebih besar gangguan stress dan kecemasan pada usia lebih awal dari

pada laki-laki (Christina W, dkk. 2016).

3. Pekerjaan

Bekerja merupakan bentuk perilaku hidup aktif yang dapat mencegah terjadinya

stress. Pekerjaan yang dimiliki individu perlu disesuaikan dengan kemampuan fisik
dan psikisnya. Pekerjaan yang terlalu berat dapat memberikan beban tersendiri pada

individu dan dapat menimbulkan stress. (Pei dan Hui, 2009).

4. Pendidikan

Semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin luas wawasan yang dimiliki.

Faktor pendidikan mendukung pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal, sebab

dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatu hal (Notoadmojo,

2015).

5. Lama menderita penyakit

Kesetabilan pada koordinasi organ-organ pada tubuh manusia atau mahluk hidup

lainnya dapat berpengaruh pada kesehatan jasmaninya. Semakin lama menderita

suatu penyakit maka akan dapat menimbulkan suatu komplikasi dan berdampak

pada psikis individu selanjutnya dapat mengakibatkan kecemasan dan stress

(Christina W, dkk. 2016).

3.2.3 Gejala – Gejala Stress

Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stress dapat berupa

tanda-tanda berikut ini :

1 Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan lembab, merasa

panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih tidak beralasan, sakit

kepala, salah urat dan gelisah

2 Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, gelisah, salah paham, tidak berdaya,

kehilangan semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya.

3 Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan, menjadi lekas panik,

kurang percaya diri, penjengkel.


Menurut Brahman, gejala stress dapat berupa tanda-tanda sebagai berikut :

1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teratur, sakit kepala, sembelit, adanya

gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal.

1. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung, terlalu sensitif, gelisah dan

cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis.

2. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit

berkonsentrasi, suka melamun, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

3. Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya pada orang lain, sering mengingkari janji,

suka mencari kesalahan orang lain, menutup diri, mudah menyalahkan orang lain.

3.2.4 Sumber-Sumber Stress

1. Lingkungan

Lingkungan mengirim rangsangan (stimulus) secara terus-menerus selama

manusia hidup yang memerlukan penyesuaian, seperti : perubahan cuaca (terlalu

panas atau terlalu dingin), terlalu ramai atau terlalu banyak orang, kemacetan lalu

lintas, terlalu sempit, aturan yang berlaku (sekolah, tempat kerja, masyarakat dan

rumah), sikap orang lain (suami, istri, anak, tetangga, sekolah dan pekerjaan),

kurang dukungan (teman, keluarga, masyarakat), kurang diterima di keluarga,

tempat kerja, masyarakat dan teman bermain.

2. Fisiologis Tubuh

Tubuh berubah fisik menurut situasi atau proses yang dialami tubuh, misalkan

: pertumbuhan yang cepat pada masa remaja, menopause pada wanita, proses

menjadi tua, penyakit, kecelakaan, kemunduran kekuatan otot, kemunduran fungsi


organ-organ tubuh, nutrisi yang buruk, gangguan metabolisme dan gangguan

hormonal.

3 Pikiran

Otak mengartikan perubahan yang kompleks pada lingkungan dan tubuh akan

menetapkan hasil berupa respon, misalnya : ketakutan pada hal-hal tertentu, frustasi

pada masalah yang dihadapi, perasaan negatif (rasa bersalah dan tidak tahu cara

mengatasinya), masalah keuangan, pengeluaran diluar kemampuan. Menghadapi

soal-soal ujian dan pekerjaan yang tertunda.

4 Kejadian Sehari-hari

Kejadian hidup sehari-hari baik gembira maupun sedih juga dapat

menimbulkan stress yang berdampak pada tubuh seperti : menikah atau mempunyai

anak, putus cinta atau jatuh cinta, kehilangan sahabat, kehilangan orang yang

dicintai, tempat kerja atau pindah rumah, emigrasi atau evakuasi, masalah-masalah

pribadi dan hubungan seksual.

5 Diri Pribadi (Individu)

Dengan perubahan atau pengalaman dan kondisi pada diri sendiri juga dapat

menimbulkan stress, misalnya : riwayat pendidikan, riwayat demografi, agama,

suku atau bangsa, kepribadian (sifat, karakter, watak), genetik atau keturunan,

bercita-cita terlalu tinggi, tidak mampu menghadapi kondisi,


.

3.2.5 Tingkat Stress

Tingkatan stress dapat dibagi menjadi empat (Potter Perry, 2005; Psychology

Foundation Of Australia, 2010), yaitu :

1. Stress Normal

Stress normal yang merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Misalnya

merasakan detak jantung yang lebih keras setelah beraktivitas, kelelahan setelah

mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian.

2. Stress Ringan

Stress ringan adalah stresor yang dihadapi seseorang secara teratur, seperti

terlalu banyak tidur, kemacetan lalulintas, kritikan dari atasan. Situasi ini hanya

bertahap beberapa menit atau jam. Bagi mereka sendiri, stressor ini bukan resiko

signifikan untuk timbul gejala. Namun demikian, stressor ringan yang banyak

dalam waktu singkat dapat meningkatkan resiko penyakit. Gejala dari stress

ringan adalah : kulit dingin dan berkeringat, tekanan darah normal, jantung

berdebar-debar dan otot tegang.

3. Stress Sedang

Situasi stress ini berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai

beberapa hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja,

anak yang sakit. Biasanya stress ringan ditandai dengan : perubahan pola makan,

tekanan darah meningkat, pernafasan meningkat, gangguan pencernaan dan letih,

4. Stress Berat
Situasi stress ini bisa berlangsung beberapa minggu samapi beberapa

tahun, seperti perselisihan perkawinan secara terus menerus, kesulitan finansial

yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan makin

lama situasi stress, makin tinggi resiko stress yang ditimbulkan. Stress ini sangat

berbahaya bila tidak ditangani karena dapat merusak dan membahayakan fisik

serta bisa menyebabkan kram otot, diare kronis dan kelemahan fisik.

5. Stress Sangat Berat

Situasi stress ini lebih mengarahkan ke depresi. Hal ini bisa dikatakan

sudah sangat parah. Apabila situasi ini berjalan terus-menerus tanpa adanya proses

penyembuhan, maka hal ini bisa menyebabkan resiko terhadap penyakit.

3.2.6 Penatalaksanaan Stress

Penatalaksanaan stress adalah suatu strategi yang memfasilitasi kemampuan

klien untuk menghadapi stress yang dihadapi orang-orang dalam masyarakat sekarang

ini secara efektif. Penatalaksanaan stress ini menekankan partisipasi aktif klien guna

mengembangkan keterampilan dalam mengelola stress. Penatalaksanaan stress

melibatkan identifikasi stressor yang ada, mengevaluasi efektivitas mekanisme koping

yang ada dan mengembangkan mekanisme koping yang lebih efektif (Keliat, 2014).

Aspek penting dari penatalaksanaan stress adalah kemampuan klien

mengatasinya. Koping adalah usaha untuk menguasai suatu kondisi yang dianggap

berbahaya, mengancam, menimbulkan konflik, atau menantang. Kemampuan klien

untuk mengatasi situasi tertentu dipengaruhi oleh karakteristik personal, sumberdaya

yang tersedia, situasi, dan pola koping klien yang dikembangkan. Karakteristik

personal yang mempengaruhi koping meliputi tahap perkembangan, nilai dan tujuan
personal, kepercayaan mengenai diri, peran, dan tanggung jawab. Persepsi klien

terhadap situasi serupa adalah juga termasuk karakteristik individual yang

mempengaruhi koping (Keliat,2014).

Pada koping terdiri dari pola koping langsung dan tidak langsung. Pola koping

tidak langsung adalah tindakan-tindakan untuk mengurangi kecemasan yang

disebabkan oleh situasi tertentu, tanpa adanya perubahan situasi. Pola koping langsung

adalah tindakan-tindakan yang berhadapan dengan situasi khusus. Keduatipe koping

tersebut sama-sama bermanfaat, akan tetapi pola koping tidak langsung lebih bersifat

sementara dan pada akhirnya tidak mengubah situasi (Keliat,2014).

Contoh pola koping tidak langsung dan ola koping langsung (Keliat,2014)

adalah :

1. Pola koping tidak langsung

1) Berjalan

2) Berenang

3) Teknik relaksasi

4) Meditasi

5) Rekreasi dengan orang lain

6) Berbicara dengan teman

7) Berdoa

8) Menghadiri layanan agama

2. Pola koping langsung

1) Menggunakan keterampilan pemecahan masalah untuk mengatasi situasi

2) Mencari informasi dan menggunakannya dalam tindakan


3) Menetapkan batasan untuk diri dan orang lain

4) Menggunakan teknik asertif

5) Mengubah atau memodifikasi situasi

Sementara menurut Setyoadi (2014) menyebutkan bahwa penatalaksanaan

yang sangat efektif adalah dengan tekhnik terapi. Ada beberapa teknik terapi yang

bisa digunakan untuk mengurangi stress, antara lain:

1. Terapi kognitif

Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek, berorientasi pada masalah saat ini, dan

bersifat individu yang bertujuan untuk meredakan gejala-gejala penyakit serta

membantu klien agar dapat mempelajari cara yang efektif untuk mengatasi masalah

yang menyebabkan stress.

2. Terapi musik

Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik dimana

tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi,

kognitif, dan sosial bagi individu. Jenis musik yang digunakan adalah disesuaikan

dengan keinginan tiap individu, seperti musik klasik, keroncong, orchestra, atau

musik-musik modern.

3. Terapi spiritual

Terapi spiritual adalah terapi pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh

klien yang bertujuan untuk memperkuat mentalitas dan konsep diri klien,

mengembalikan persepsi yang buruk mengenai pandangannya, serta dapat

menurunkan stress.

4. Terapi relaksasi nafas dalam


Relaksasi nafas dalam adalah pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau

perlahan, berirama, dan yang nyaman dengan memejamkan mata. Teknik relaksasi

ini merupakan metode untuk

mengurangi ketegangan, mengurangi rasa nyeri, mendapatkan perasaan yang

tenang dan nyaman, mengurangi kecemasan serta mengurangi stress

3.2.7 Cara Pengukuran Stress

Tingkat stress adalah penilaian dari berat ringannya stress yang dialami

seseorang. Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond (2008). Psychometric Properties of The

Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri dari 42 item. DASS adalah

seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif

dari depresi, kecemasan dan stress. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur

secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untu proses lebih lanjut untuk

pemahaman, pengertian dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari status

emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stress. DASS dapat

digunakan baik itu oleh kelompok atau individu dengan tujuan penelitian.

Tingkatan stress pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, dan

sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42

(DASS 42) terdiri dari 42 item mencakup :

1. Skala depresi terdapat pada pertanyaan nomor : 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31,

32, 37, 38, 42

2. Skala kecemasan terdapat pada pertanyaan nomor : 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28,

30, 36, 40, 41


3. Skala stress terdapat pada pertanyaan nomor : 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32,

33, 35, 39

Penelitian ini hanya memilih kuesioner yang mengukur tentang stress yaitu

sejumlah 14 pertanyaan. Dan item stress dari pertanyaan Depression Anxiety

Stress Scale 42 (DASS 42) yaitu :

1) Sering marah-marah karena hal kecil/sepele

2) Mulut terasa kering.

3) Berfikiran buruk terhadap suatu kejadian

4) Nafas menjadi lebih cepat atau bahkan sulit untuk bernaafas

5) Merasa pesimis/tidak bisa lagi dalam suatu kegiatan

6) Bereaksi berlebihan pada suatu kondisi

7) Kelemahan pada anggota tubuh

8) Merasa sulit untuk relaksasi atau santai

9) Cemas berlebihan dalam mengatasi masalah, namun bisa lega jika hal/masalah itu

berakhir

10) Pesimis

11) Mudah merasa kesal

12) Merasa lemah karena banyak menghabiskan energi akibat cemas

13) Merasa sedih dan murung diri

14) Tidak sabaran

15) Kelelahan

16) Kehilangan minat dalam banyak hal, misal: makan ambulasi, sosialisasi dll.

17) Merasa harga diri rendah


18) Mudah tersinggung

19) Berkeringat, misal: yangan berkeringat tanpa stimulasi oleh cuaca maupun latihan

fisik

20) Ketakutan tanpa alasan yang jelas

21) Merasa hidup tidak berharga

22) Sulit untuk beristirahat

23) Kesulitan dalam menelan

24) Tidak dapat menikmati hal-hal yang dilakukan

25) Perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi lebih cepat tanpa stimulasi oleh

latihan fisik.

26) Merasa hilang harapan dan putus asa

27) Mudah marah

28) Mudah panik

29) Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu mengganggu

30) Takut diri terhambat oleh tugas-tugas yang tidak bisa dilakukan

31) Sulit untuk antusias dalam banyak hal

32) Sulit untuk mentoleransi gangguan-gangguan terhadap yang sedang dilakukan

33) Berada dalam keadaan tegang

34) Merasa tidak berharga

35) Tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi anda untuk menyelesaikan

hal yang dilakukan

36) Merasa takut

37) Tidak ada harapan untuk masa depan


38) Merasa hidup tidak berarti

39) Mudah gelisah, khawatir

40) Mudah gelisah

41) Badan gemetaran

42) Sulit untuk menuangkan ide dalam melakukan sesuatu

Tabel 2.3 Skor Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42):

Depresi Ansietas Stress


Normal 0-9 0-7 0-14
Ringan 10-13 8-9 15-18
Sedang 14-20 10-14 19-25
Berat 21-27 15-19 26-33
Sangat berat >28 >20 >34

3.4 Hubungan tingkat setress dengan hipertensi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi yang dapat berujung pada terjadinya morbiditas dan mortalitas diduga
menjadi salah satu mekanisme dari buruknya dimensi kesehatan fisik dengan hipertensi. Pada
beberapa studi lain menyebutkan, individu dengan hipertensi dilaporkan mengalami gejala-
gejala seperti jantung berdebar-debar lebih cepat sakit kepala, depresi, cemas, merasa tertekan
dan mudah lelah. Gejala-gejala ini dilaporkan dapat mempengaruhi tingkat stress seseorang
pada berbagai dimensi terutama dimensi mental .Pasien dengan hipertensi juga harus
mengkonsumsi obat seumur hidupnya untuk mencegah berbagai macam komplikasi yang dapat
timbul.Hal ini memberikan dampak psikologisyang kurang baik terhadap pasien.
(Theodorou,Mamas et al, 2011). Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas (Triyanto,2014).

Gejala yang timbul dari fisik antara lain : jantung berdebar-debar lebih cepat, tidak
teratur, pernafasan lebih cepat dan pendek, berkeringat, muka merah, sulit tidur,
sakit kepala, gangguan pencernaan dan lain sebagainya, sedangkan gejala yang
timbul dari mental antara lain menarik diri, depresi, merasa tertekan, kehilangan
kesadaran, kecemasan, tak bisa rileks, bingung, kemarahan, kekecewaan, overaktif
dan agresif (Saputri, 2010).

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Dampak yang dari
Faktor resiko terjadinya HIPERTENSI hipertensi:
hipertensi: (peningkatan
1. gagal jantung
1.Faktor resiko yang tekanan darah
2. stroke
sistolik ≥140
tidak dapat diubah 3. gagal ginjal
mmHg dan
4. pengaruh terhadap
a. Umur tekanan darah kualitas hidup
b. Jenis kelamin diastolik ≥90
mmHg)
c. Keturunan
(genetik)
2.Faktor resiko yang
Hasil pengukuran
dapat diubah
tekanan darah sistolik
a. Obesitas STRES
dan tekanan darah
b. Konsumsi garam diastolik
c. Aktivitas fisik
d. Kebiasaan
merokok 1. normal
2. ringan
3. sedang
4. berat
5. sangat berat
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Bagan 3.1 : Hubungan Tingkat Stres Dengan Tekanan Darah Pada Penderita

Hipertensi Di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.

Kerangka konseptual merupakan abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan agar membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel

(baik variabel yang diteliti maupun tidak) (Nursalam, 2013).

3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan jawaba sementara terhadap rumusan masalah atau pertanyaan

peneliti (Nursalam,2013).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Hubungan Tingkat Stres Dengan Tekanan

Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi Tahun

2020.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Bangun. (2008). Enslikopedia Keperawatan. Jakarta: EKG
Bustan, M.N., 2007. Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2 Rineka Cipta,. Jakarta
Damayanti, Deni.2013. Panduan Lengkap Menyusun Proposal, Skripsi, Disertasi. Yogyakarta;
Alaska
Depkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Data Riskesdas.
http://www.depkes.go.id/resources//download/info- diakses 22 Desember 2018
Elsanti S. 2009. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolestrol, Stroke, Hipertensi & Serangan Jantung.
Yogyakarta: Araska
Garnadi, Y (2012). Hidup Nyaman Dengan Hipertensi. Jakarta: Agromedia
Joewono, S.2003. Ilmu Penyakit Jantung.Airlangga Universitas Press. Surabaya
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakata: Balitang Kemenkes Ri.
http://www.depkes.go.id/download. diakses 22 Desember 2018
Larasati, T.A. (2012). Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RS Abdul moeloek
Provinsi Lampung. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Universitas Lampung, Vol. 2,
No.2, 17-20
Marliani L, dkk. 2007. 100 Question & Answers Hipertens. Jakarta: PT Elex Media
Martha, Karina (2012), Panduan Cerdas Mengatasi Hipertensi, Yogyakarta; Araska
Masriadi. (2016). Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans info Media
Muljad Budisetio. (2011). Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi pada Penderita Usia Dewasa.
Nofitri. (2009). Kualitas Hidup Penduduk Dewasa di Jakarta. http://www.lontar.ui.ac.id diakses
22 Dsember 2018
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta:
Salemba Medika
Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 4. 162-181
Organization WH. A global brief on Hypertension: silent killer, global public health crises
(World HealthDay 2013). Geneva: WHO.2013.
http://scholar.unand.ac.id/22316/3/2.%2520.pdf diaskses 22 Desember 2018
Organization WH. Global physical activity questionnaire (GPAQ) analysis guide. Geneva:
World Health Organization. 2014. http://scholar.unand.ac.id/22316/3/2.%2520.pdf
diaskses 22 Desember 2018

Raudatussalamah & Fitri, A. (2012). Psikologi Kesehatan. Pekanbaru: Al-Mujtahadah Press


2018
Sugiyono. (2017). Bandung : Alfabeta: Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta : Graha Ilmu

Udjianti WJ. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika


WHO. (2016). The World Health Organization Quality Of Life Assessment (WHOQOL):
Development and General Psychometric Properties.Soc. sci. Med.Vol 46,
No.12,Pp.1569-1582. GreatBritain
Widyanto, F.C dan Triwibowo, C. (2013). Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini, Jakarta: Trans
Info Media
Yogiantoro, Muhammad. 2010. Hipertensi Essensial: Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. FKUI.
Jakarta, pp:1079

Anda mungkin juga menyukai