Anda di halaman 1dari 30

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT DALAM

REFERAT
PERANAN TESTOSTERON PADA PROSES PENUAAN

Disusun oleh :
Jeniffer (01073270029)
Pembimbing :
dr Theo Audi Yanto, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN PERIODE JUNI –
AGUSTUS 2021
TANGERANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….2

BAB II ............................................................................................................................................. 5

2.1. Definisi ............................................................................................................................ 5

2.2. Epidemiologi .................................................................................................................. 5

2.3. Fisiologi ........................................................................................................................... 6

2.4. Peran Testosterone pada proses penuaan ................................................................. 10


2.4.1. Peran testosterone pada sistem musculoskeletal ....................................................... 10
2.4.2. Fungsi ereksi .............................................................................................................. 10
2.4.3. Libido ........................................................................................................................ 10
2.4.4. Peran testosterone terhadap komposisi tubuh............................................................ 11
2.4.5. Testosterone, diabetes, dan metabolic syndrome ...................................................... 12
2.4.6. Testosterone, penyakit kardiovaskular, aterosklerosis .............................................. 14
2.4.7. Peran testosterone terhadap eritropoiesis .................................................................. 15
2.4.8. Peran testosterone terhadap autoimmune disease...................................................... 15
2.4.9. Post-menopausal women ........................................................................................... 15
2.4.10. Peran testosterone terhadap kognisi ...................................................................... 16
2.4.11. Peran testosterone pada mood ............................................................................... 16

2.5. Sindrom Defisiensi testosterone ................................................................................. 16


2.5.1. Definisi ...................................................................................................................... 16
2.5.2. Manifestasi klinis....................................................................................................... 17
2.5.3. Klasifikasi .................................................................................................................. 17
2.5.4. Mekanisme defisiensi testosterone pada usia tua ...................................................... 18
2.5.5. Diagnosis ................................................................................................................... 20
2.5.6. Prognosis ................................................................................................................... 24
2.5.7. Terapi testosterone..................................................................................................... 25

BAB III ......................................................................................................................................... 28

BAB IV .......................................................................................................................................... 29

2
BAB I
PENDAHULUAN

Testosterone merupakan hormone primer pada pria yang berfungsi untuk meregulasi
diferensiasi jenis kelamin (seks), memproduksi karakteristik seks pria, spermatogenesis, dan
fertilitas. Testosterone juga berfungsi dalam meregulasi karakteristik seks sekunder pria yang
berperan dalam pertumbuhan dan persebaran pola rambut pada pria, prubahan vocal atau suara
yang semakin dalam, efek anabolic seperti pertumbuhan saat pubertas dengan meningkatkan
pertumbuhan jaringan pada lempeng epifisis serta menstimulasi protein untuk pertumbuhan otot
dan tulang.1

Testosterone selain bekerja dalam meregulasi diferensiasi seks pria, juga dapat bekerja di
berbagai organ lain seperti pada sumsum tulang untuk menstimulasi eritropoiesis, dapat juga
menempel pada reseptor di tulang untuk mencegah reapsorpsi dan meningkatkan kerja osteoblast,
meningkatkan masa otot, dan meningkatkan kognisi serta mood individu dengan menempel pada
reseptor di otak. Testosterone juga berperan dalam mengurangi obesitas, diabetes mellitus, dan
penyakit jantung.2

Proses penuaan merupakan sebuah proses normal fisiolois. Selama proses penuaan,
manusia mengalami modifikasi baik secara morfologis dan fungsional pada segala organ, jaringan
dan sel yang dapat menyebabkan menurunnya efisiensi fisiologis dan atrofi dari berbagai system
dan organ. Proses penurunan tersebut terjadi baik di kelenjar hipotalamus maupun kelenjar
pituitary dan juga terjadi pada gonad atau kelenjar kelamin.3 Ditemukan bahwa setelah usia 40
tahun, kadar testosteron pada laki-laki berkurang hingga 1-1.6% setiap tahunnya. Kadar sex
hormone binding globulim meningkat 1.3% setiap tahunnya dan kadar free testosterone menurun
2.8% setiap tahunnya

3
Akibat dari proses penuaan tersebut dapat terjadi penurunan dari testosterone yang biasa
disebut late-onset hypogonadism (LOH), age-related hypogonadism, andropause, PADAM
(Partial Androgen Deficiency in Aging Male), ADAM (Androgen Decline in the Aging Male), atau
TDS (Testosterone Deficiency Syndrome). Terdapat beberapa mekanisme yang dapat
menyebabkan terjadinya Late-Onset Hypogonadism. Pada pasien dengan penurunan kadar
testosterone dan memiliki gejala, dapat diberikan terapi testosteron.3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Testosterone merupakan hormone utama pria yang berfungsi dalam meregulasi diferensiasi
seks, memproduksi karakterisitik seks pria, spermatogenesis, dan fertilitas.1 Testosterone memiliki
peran penting pada Kesehatan seorang pria. Testosterone diproduksi pada usia gestasi 7 minggu
dan tetap tinggi selama gestasi. Saat perkembangan fetus, testosterone dan DHT dibutuhkan dalam
diferensiasi genital eksternal dan internal pada pria. Pada akhir gestasi, kadar testosterone akan
turun dan serum testosterone pada pria hanya meningkat sedikit daripada wanita. Setelah lahir,
kadar testosterone akan meningkat dan tetap lebih tinggi pada pria dan wanita hingga awal
pubertas. Pada usia pubertas, Testosterone digunakan untuk perkembangan karakteristik seks
sekunder, stimulasi fungsi dan perilaku seksual serta inisiasi dari produksi sperma. Kadar
testosterone meningkat pada pria dan mencapai kadar normal 10-35 nmol (300-1000 ng/dL) pada
usia 17 tahun. Kadar bioavailable testosterone akan tetap tinggi hingga usia dewasa 30-40 tahun
dan akan menurun kadarnya sebesar 1.2% setiap tahunnya. Pada pria dewasa, testosterone
berfungsi untuk mempertahankan massa dan kekuatan otot, distribusi lemak, massa tulang,
produksi sel darah merah, pola persebaran rambut pada pria, libido dan potensi dan
spermatogenesis. 4

2.2.Epidemiologi

Seiring bertambahnya usia, jumlah testosterone berkurang secara perlahan terutama setelah
usia 30 tahun. Hal-hal yang mempengaruhi turunya jumlah testosterone adalah faktor genetic,
jaringan lemak, dan kondisi komorbid. Ditemukan bahwa sebesar 7%-14% komunitas usia
menengah dan usia tua memiliki jumlah testosterone total puasa pagi yang rendah <250 ng/dL.
Proporsi laki-laki dengan testosterone rendah dan munculnya gejala seksual meningkat dari 0.1%
pada laki-laki usia 40-49 tahun hingga 5.1% pada usia 70-79 tahun. Kebanyakan laki-laki usia tua
yang memiliki testosterone yang rendah, memiliki kadar LH yang rendah (hipogonadisme

5
sekunder) dan beberapa memiliki elevasi LH (hipogonadisme sekunder). Hipogonadisme sekunder
paling sering disebabkan oleh kondisi komorbid dan obesitas, sedangkan hipogonadisme sekunder
disbabkan oleh meningkatnya usia.5
Pada menelitan lainnya ditemukan bahwa setelah usia 40 tahun, kadar testosteron pada
laki-laki berkurang hingga 1-1.6% setiap tahunnya. Kadar sex hormone binding globulim
meningkat 1.3% setiap tahunnya dan kadar free testosterone menurun 2.8% setiap tahunnya.6

2.3.Fisiologi

Testosterone bertanggung jawab dalam pembentukan primary sexual development dimana


terdiri dari penurunan testis, spermatogenesis, pembesaran penis dan testis, dan meningkatkan
libido. Testosterone berfungsi untuk meregulasi karakteristik sekunder laki-laki seperti pola
pertumbuhan rambut, perubahan suara dan beratnya suara, efek anabolic termasuk percepatan
pertumbuhan. Testosteron meningkatkan pertumbuhan jaringan dan lempeng epifisis lebih awal
dan menutup lempeng epifisis lebih lama dibandingkan perempuan. Testosterone juga
meningkatkan pertumbuhan otot dengan meningkatnya sintesis protein. Selain itu, testosterone
dapat menstimulasi erythropoiesis sehingga kadar hematrokit pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan.1

Kadar testosterone menurun seiring bertambahnya usia yang menyebabkan para laki-laki
memiliki ukuran testis yang mengecil, libido yang menurun, densitas tulang dan massa otot yang
menurun, meningkatnya produksi lemak, dan menurunnya eritropoiesis yang dapat menyebabkan
anemia.1

6
Gambar 1. Aksis Hipotalamus – Hipofisis – testis

Aksis hipotalamik-pituitari-gonadal memiliki peran penting dalam meregulasi kada


testosterone. Hipotalamus mengeluarkan GnRH yang turun ke system portal
hypothalamohypohyseal menuju ke pituitary anterior. Pituitary anterior akan mengeluarkan
luetinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). LH dan FSH akan mengalir di
darah dan menempel pada reseptor di gonad. LH bekerja pada sel Leydig untuk meningkatkan
produksi testosterone. Testosterone membatasi sekresi nya melalui negative feedback. Kadar
testosterone yang tinggi di darah memberikan feedback ke hipotalamus untuk menekan sekresi
dari GnRH dan feedback ke pituitary anterior supaya tidak responsive terhadap stimulus GnRH.1

Testosterone disintesis di sel Leydig pada testis dan Sebagian kecil diproduksi oleh korteks
adrenal. Testosterone diproduksi melalui 5 reaksi enzimatik yang mengubah kolestrol menjadi

7
testosterone. Sintesis Testosterone di regulasi oleh leutinizing hormone (LH) yang merupakan
gonadotropin hormone yang disekresikan dari kelenjar pituitary.4

Sepanjang hidup reproduktif laki-laki, hipotalamus mengeluarkan GnRH setiap 1 sampai


3 jam. Kadar FSH dan LH mencapai puncak pada saat pubertas dan tetap konstan hingga usia 30
tahun. Setelah itu kadar FSH dan LH akan menurun secara perlahan. Sel Leydig pada testis akan
mengubah kolestrol menjadi testosterone menggunakan dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
androstenedione. Androstenedione di ubah menjadi testosterone menggunakan enzim 17 beta-
hydroxysteroid dehydrogenase. Mayoritas testosterone akan berikatan dengan plasma protein
seperti sex hormone binding globulin (SHBG) dan albumin. Sebagian kecil free testosterone di
darah akan menempel dan bekerja pada vesikula seminalis, tulang, otot, dan kelenjar prostat.
Testosterone dan dihydrotestosterone dapat menempel pada reseptor di sel untuk meregulasi
ekspresi protein.1

8
Gambar 2. Biosintesis kolestrol

Kolestrol berasal dari sintesis asetat walaupun bentuk preform Sebagian dari cadangan
intrasel maupun ekstrasel yang berasal dari LDL di sirkulasi darah. Sebagai tambahan, biosintesis
testosterone dan dihydrotestosterone Sebagian kecil juga berasal dari perkusor DHEA yang
dikeluarkan oleh adrenal. 7

Testosterone yang sudah diproduksi menempel pada reseptor androgen dan secara tidak
langsung melalui aromatisasi estrogen menjadi estradiol dan menempel pada reseptor estrogen
untuk memberikan efek biologis. Pada laki-laki 95% testosterone di sirkulasi berasal dari sekresi
testis, sedangan pada perempuan Adrenal androgen merupakan perkusor androgen yang utama.
Testosterone menempel pada SHBG dengan afinitas tinggi. SHBG berfungsi untuk uptake
testosterone melalui reseptor membrane SHBG menggunakan G protein dan cyclic AMP.7

9
2.4.Peran Testosterone pada proses penuaan

2.4.1. Peran testosterone pada sistem musculoskeletal

Reseptor androgen terdapat pada kondrosit di lempeng pertumbuhan tulang, osteoblast dan
osteosit. Androgen menyebabkan apoptosis dari osteoclast dan mengurangi resorpsi tulang.
Mekanismenya adalah dengan aromatisasi menjadi estradiol oleh enzim aromatase yang
mengaktifkan estrogen reseptor pada tulang, menurunkan resorpsi, dan meningkatkan densitas
mineral tulang.2 Testosterone, melalui konversi menjadi DHT via 5-α-reductase akan menstimulasi
aktivitas dari osteoblast.2 Testosterone memiliki asosiasi dengan vitamin D yang berperan dalam
homeostasis kalsium. Testosterone juga meningkatkan fungsi otot. Apabila disertai dengan
Latihan kekuatan, maka testosterone memiliki peran dalam meningkatkan massa otot.8

Pada penelitian sebelumnya menuntjukan bahwa rendahnya kadar testosterone dapat


meningkantakn resiko fraktur pada tulang. Setelah diberikan testosterone secara IM ditemukan
dapat meningkatkan densitas tulang dan menurunya resoprsi tulang. Penelitian lain juga
menyatakan bahwa testosterone dapat meningkatkan densitas tulang pada usia tua yang
kekurangan testosterone.9

2.4.2. Fungsi ereksi

Testosterone berperan dalam ereksi dengan cara membentuk nitric oxide. NO yang
diproduksi dari saraf penile menstimulasi guanylate cyclase yang mengkatalisasi transformasi dari
cyclic GMP. Cyclic GMP akan menyebabkan vasodilatasi dan ereksi. Pemecahan cyclic GMP
menjadi GMP dimediasi oleh enzim phosphodiesterase type-5 yang menyebabkan dan
mempertahankan ereksi. 2

2.4.3. Libido

Testosterone memiliki efek yang siknifikan terhadap lbido, ketertarikan dan peningkatan
gairah seksual. Pada laki-laki dapat meningkatkan ketertarikan pada seks seperti pemikiran,

10
fantasi, masturbasi, dan hubungan seksual itu sendiri akibat konsekuensi dari peningkatan
testosterone. 2

2.4.4. Peran testosterone terhadap komposisi tubuh

Reseptor estrogen, progesterone, dan androgen terdapat pada jaringan adiposa. Hormone
seks steroid dapat bekerja melalui mekanisme genomic dan nongenomic pada jaringan lemak.
Hormone seks steroid dapat mengaktivasi lipase dan menyebabkan lipolysis dari jaringan lemak.
Pada phosphoinositide cascade, diasilgliserol, dan inositol 1,4,5 trifosfat akan membentuk second
messenger yang mengaktifkan protein kinase C dan dapat mengontrol proliferasi dan diferensiasi
jaringan adiposa. Testosterone dapat meregulasi myogenic lineage dan menghambat diferensiasi
menjadi adipogenic lienac melaui jalur yang dimediasi oleh reseptor androgen. Testosterone juga
menghambat uptake dari trigliserida dan aktivitas dari lipoprotein lipase dan menyebabkan
turunnya trigliserida pada jaringan lemak. 10,11

Laki-laki usia tua cenderung kehilangan masa otot dan terjadi peningkatan masa lemak
dalam bentuk lemak visceral maupun lemak sentral. Testosterone memiliki peranan dalam
perkembangan penumpukan lemak tersebut. Turunya testosterone dapat menurunkan massa bebas
lemak dan kekuatan otot. Dan saat diberikan testosterone, terjadi penurunan masa lemak di setiap
meningkatan dosis testosterone.10 Testosterone yang rendah dapat mengubah ukuran adiposity dan
fenotip resistensi insulin dan dapat diatasi dengan androgen.2

11
Gambar 4. Testosterone dan Komposisi Tubuh

2.4.5. Testosterone, diabetes, dan metabolic syndrome

Kriteria sindrom metabolic membutuhkan adipositas sentral dengan lingkar pinggan >94
cm, ditambah dengan 2 dari kriteria berikut: meningkatnya trigliserida, menurunnya kolestrol
HDL, hipertensi dan resistensi insulin. 2

Testosterone yang rendah dapat meningkatkan kejadian metabolic syndrome dan diabetes.
Obesitas menjadi perantara antara testosterone yang rendah dan resistensi insulin, diabetes, serta
penyakit kardiovaskular.

Mekanisme terjadinya diabetes dan sindrom metabolic adalah melalui hipotesis siklus
hypogonadal-obesitas-adipositokin. Jaringan adiposa mengandung konsentrasi aromatase yang
tinggi sehingga peningkatan lemak menyebabkan meningkatnya kadar aromatase. Bersamaan

12
dengan resistensi insulin, profil lemak yang tinggi, dan meningkatnya kadar leptin. Peningkatan
aromatase dapat memetabolisme testosterone menjadi estrogen. Estrogen mensupresi sekresi
gonadotropin sehingga mengurangi kadar testosterone dan meninduksi akumulasi dari lemak
visceral. Leptin yang tinggi dapat bekerja pada pituitary untuk menekan keluarnya gonadotropin
dan memperparah hypogonadism.2,10
Testosterone meningkatkan miosit dan menghambat pembentukan adiposity dari stem sel
pluripotent sehingga meningkatkan masa otot, dan apabila terjadi kekurangan testosterone akan
meningkatkan masa lemak. Testosterone meningkatkan jumlah reseptor beta-adrenergic yang
dapat menyebabkan lipolysis dan berkurangnya sintesis dari asam lemak.12
Testosterone menghambat aktivitas lipoprotein lipase. Lipoprotein lipase merupakan
enzim yang memecah trigliserida di darah menjadi asam lemak yang udah diserap oleh sel lemak,
dan diubah lagi menjadi trigliserida untuk disimpan. Aromatase yang tinggi juga meningkatkan
jumlah adiposity dan deposisi lemak dan menyebabkan rendahnya testosterone.12
Estradiol dan adipositokin tumour necrosis factor α (TNFα), interleukin-6 (IL6) dan leptin
dapat menghambat hypothalamic—pituitary—testicular axis dan menyebabkan hypogonadotropic
hypogonadism. Aromatase yang meningkat dapat menekan sekresi GnRH oleh testosterone.12

13
Gambar 5. Testosterone dan Metabolic Syndrome

2.4.6. Testosterone, penyakit kardiovaskular, aterosklerosis

2.4.6.1.Vasodilatasi
Testosterone berfungsi dalam vasodilatasi, meningkatkan relaksasi vascular
melalui endothelial independent non-genomic means via Classical AR. Testosterone
menghambat voltage operated calcium channel (VOCCs) dan aktivasi potassium channel
(KCs) pada sel otot polos. Selain itu, testosterone dapat menghambat influx kalsium
melalui store-operated calcium channels (SOCCs) dengan menghilangkan respon terhadap
prostaglandin (PGF2α). Testosterone meningkatkan regulasi ekspresi dari endothelial
nitric oxide synthase (eNOS) dan enzim yang berfungsi dalam mensintesis nitric oxide
(NO). NO Menyebabkan relaksasi dari sel otot polos dan memicu vasodilatasi.2

2.4.6.2.Vasokonstriksi
Testosterone menyebabkan vasokonstriksi dengan bekerja sebagai antagonis dari
vasodilator adenosin sehingga meningkatkan resistensi vascular, berkompetisi dengan
vasodilator lain, tetapi mekanisme yang konkrit belum disebutkan.13

2.4.6.3.Cardioprotection
Testosterone dapat memberikan proteksi terhadap jantung melalui reperfusi organ
apabila terdapat oklusi vascular. Selain itu, ukuran infract lebih ditemukan lebih kecil pada
yang diberikan testosterone dibandingkan yang tidak. Menurunnya kadar testosterone
berperan dalam meningkatnya ketebalan dari intima media yang dapat menyebabkan
atherosclerosis. Testosterone memiliki peranan penting dalam pencegahan penyakit
jantung coroner.13

2.4.6.4.Coronary artery disease

14
Terdapat hubungan antara derajat penyempitan arteri coroner dan berkurangnya
jumlah testosterone. Ditemukan bahwa setelah pemberian testosterone secara intrakoroner
memberikan efek dilatasi pada arteri coroner. Ditemukan juga bahwa laki-laki dengan
testosterone yang rendah mengalami aterosklerosis premature, meningkatnya jaringan
lemak visceral, hyperinsulinemia, dan meningkatnya faktor resiko untuk terjadi infarct dari
miokard. Pada penelitian sebelumnya juga ditemukan bahwa laki-laki dengan peningkatan
BMI memiliki penurunan kadar testosterone dan kadar HDL.2

2.4.7. Peran testosterone terhadap eritropoiesis

Testosterone merupakan stimulant hematopoiesis pada sumsum tulang dan dapat


meningkatkan hematokrit. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa 14 dari 15 pasien anemia
2
memiliki free testosterone yang rendah. Testosterone meningkatkan eritropoiesis dengan cara
meningkatkan kadar hormone EPO dengan mengubah “set point” produksi EPO, supresi hepcidin,
dan mengurangi kadar Fe dengan cara meningkatkan penggunaan Fe.14

2.4.8. Peran testosterone terhadap autoimmune disease

Androgen memiliki kemampuan untuk menekan respon imun secara hormonal dan selular
dan bekerja sebagai agen anti-inflamatori.

2.4.9. Post-menopausal women

Pada wanita usia tua, terjadi penurunan fungsi ovarium karena menopause. Hal ini
menyebabkan turunnya kadar estrogen dan testosterone di darah. Ovarium berperan penting dalam
mensekresi testosterone sebesar 50%. Pada pasien post-menopause atau yang ovariumnya
diangkat menunjukan gejalan penurunan libido. Pemberian terapi testosterone dapat meningkatkan
libido, densitas mineral tulang dan meningkatkan energi, kekuatan, motivasi serta mood.2

15
2.4.10. Peran testosterone terhadap kognisi

Di otak terdapat reseptor androgen. Testosterone diubah menjadi dihydrotestosterone


(DHT) dan estradiol oleh 5-α-reductase and aromatase di otak. Hormone steroid dapat
meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan kelangsungan hidup neuron. Testosterone dapat
meningkatkan perfusi secara spesifik pada area brodman 8 dan 24 yang berperan dalam rencana
strategi, higher motor action, perilaku kognitif, perilaku emosional, dan kesadaran dan memori.
Pada penelitian sebelumnya juga ditemukan bahwa terdapat peningkatan beta amyloid yang dapat
memicu terjadinya Alzheimer dan dikatakan juga bahwa pada wanita dan pria dengan penyakit
Alzheimer memiliki konsentrasi SHBG yang meningkat dan free androgen yang menurun.2,15

Pada penelitian sebelumnya oleh Azad et al menemukan bahwa setelah diberikan 3-5 minggu
terapi testosterone, tampak perfusi serebral meningkat pada bagian otak tengah dan girus superior
frontal pada orang dengan hipogonadisme saat dilihat menggunakan CT scan.15

2.4.11. Peran testosterone pada mood

Mekanisme testosterone dalam meningkatkan mood masih belum jelas, tetapi terdapat bukti yang
dapat menunjukan testosterone dapat meningkatkan mood. Menggunakan Beck’s Depression
Inventory, ditemukan skor depresi semakin parah seiring bertambahnya usia bersamaan dengan
turunnya kadar testosterone. Bukti lain adalah saat diberikan terapi testosterone pada individu yang
mengalami depresi, mengurangi Hamilton Depression rating scale and the Clinical Global
Impression severity rating. Lalu pada individu yang mengalami hipogonad, mendapatkan
perbaikan gejala setelah diberikan konsentrasi testosterone.2

2.5.Sindrom Defisiensi testosterone


2.5.1. Definisi
Sindroma defisiensi testosterone atau yang bisa juga disebut sebagai Late-Onset
Hypogonadism, age-related hypogonadism, andropause, PADAM (Partial Androgen

16
Deficiency in Aging Male), ADAM (Androgen Decline in the Aging Male), or TDS
(Testosterone Deficiency Syndrome) memiliki faktor yang bertanggung jawab terhadap
jumlah testosterone pada usia tua.3

Age-related hypogonadism didefinisikan secara klinis dan biokimia adalah


penyakit usia tua dimana jumlah serum testosterone dibawah normal dari parameter
referensi orang muda sehat dengan gejala defisiensi testosterone dan disertai dengan
gangguan atau penurunan kualitas hidup serta efek merugikan dari system organ multiple.3

2.5.2. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis defisiensi testosterone dibagi menjadi:
• Seksual: menurunnya libido, disfungsi erektil, menurunnya frekuensi pada pagi hari,
menurunnya kinerja seksual
• Somatic: meningkatnya lemak visceral, menurunnya masa otot, kekuatan, kehilangan energi,
menurunnya aktivitas fisik, menurunnya densitas mineral tulang, anemia, flushes, menurunya
rambut pada wajah, ketiak, dan pubis.
• Psikologikal: depresi, perubahan mood, iritabilitas, kesulitan dalam berkonsentrasi, insomnia
atau gangguan tidur.16

2.5.3. Klasifikasi

Testosterpone diporduksi oleh sel Leydig dan diregulasi oleh HPG axis melalui porduksi LH.
Kegagalan pada keseimbangan HPG axis akan menyebabkan defisiensi testosterone. Defisiensi
testosterone dibagi menjadi:17
• Hypogonadism primer (hypergonadotropic hypogonadism): terjadi saat kadar serum
testosterone rendah dan kadar LH meningkat yang menunjukan disfungsi pada testis. Penyebab
tersering adalah infeksi testis, pengobatan kanker testis, kemoterapi, toksin lingkungan,
orchiectomy, trauma, atrofi testis idiopatik, genetic seperti klinefelter’s syndrome atau
kelainan anatomi seperti varicoceles.
• Hipogonadisme sekunder (hypogonadotropic hypogonadism): terjadi saat kadar testosterone
rendah dan kadar LH juga rendah yang menunjukan disfungsi pada hipotalamus atau pituitary.

17
hipogonadisme sekunder disebabkan karena produksi gonadotropin yang berkurang. Penyebab
hipogonadisme sekunder adalah kallmann syndrome, hypopituitarism akibat radiasi, infeksi,
trauma, dan hiperprolaktinemia dari adenoma pituitary.
• Hipogonadisme campuran (late-onset hypogonadism/age related hypogonadism): terjadi saat
kadar testosterone rendah dan kadar gonadotropin variable, tergantung yang mana yang lebih
dominan, primary atau secondary hypogonadism. paling sering terjadi pada usia tua karena
kadar LH pada usia tua dapat menurun. Kadar sel Leydig pada testis juga dapat menurun dan
sensitivitas sel Leydig terhadap HPG axis juga dapat menurun. LH pulse juga berkurang dan
menyebabkan penurunan sekresi GNRH. Total serum testosterone akan menurun seiring
pertambahan umur, tetapi pengurangan terbanyak biasanya adalah bioavailable testosterone
bisa sebesar 50% pada usia 75.17

2.5.4. Mekanisme defisiensi testosterone pada usia tua

Penyebab turunya testosterone pada usia tua adalah karena jumlah sel Leydig yang
menurun. Ditemukan bahwa jumlah sel Leydig menurun sebesar 44% pada laki-laki yang berusia
50-76 tahun dibandingkan dengan laki-laki yang berusia 20-48 tahun. Kapasitas sekresi dari testis
juga lebih rendah pada laki-laki tua dibandingkan yang muda. Penurunan sel Leydig juga dapat
disbabkan pada individu dengan atherosclerosis dan terjadinya perubahan degenerative pada sel
Leydig. SHBG meningkat seiring bertambahnya usia menyebabkan meningkatnya uptake dari
testosterone dan menyebabkan jumlah free testosterone menurun.

Selain itu, obesitas dengan BMI >30 kg/m2 juga memiliki peran dalam rendahnya kadar
testosterone seiring bertambahnya usia. Meningkatnya masa lemak visceral biasanya memuncak
pada usia 65 tahun dan berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi sitokin dan resistensi
insulin yang dapat mendisrupsi hypothalamic pituitary. Penyakit kronik seperti penyakit jantung
dan diabetes mellitus tipe 2 menyebabkan meningkatnya sitokin pro-inflammatory yang juga dapat

18
mendisrupsi hipotalamus dan menyebabkan rendahnya kadar testosterone. Penyebab lain yang
jarang terjadi berupa penggunaan statin dan defisiensi vitamin D.18

Seiring bertambahnya usia, jumlah sekresi GnRH oleh generator di hipotalamus terganggu
sehingga dapat menyebabkan turunya kadar LH dan menyebabkan turunnya stimulasi dari sel
Leydig. Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa dengan stimulasi maksimal dari LH,
Testosterone yang diproduksi berjumlah lebih sedikit. Jumlah sel Leydig tidak berkurang
melainkan sel Leydig tidak merespon terhadap LH.19 Normalnya sel Leydig mensintesis hormone
testosterone dari kolestrol melalui LH yang menempel pada reseptor LH di testis dan produksi
cAMP. Lalu kolestrol akan berpindah dari cadangan intrasel masuk ke mitokondria dan mengubah
kolestrol menjadi pregnolone oleh C27 cholesterol side-chain memotong sitokrom enzim P450
11A1 pada inner mitochondrial membrane (IMM), serta transformasi pregnenolone secara
enzimatik di reticulum endoplasma halus. Kolestrol ditransportasikan ke IMM dengan 2 protein
yaitu steroidogenic acute regulatory protein (STAR) and translocator protein (18-kd TSPO). Pada
sel Leydig yang menua, terjadi kurangnya reseptor LH pada testis, produksi cAMP, transport
STAR & TSPO, dan berkurangnya ensim steroidogenic pada mitokondria serta reticulum
endoplasma halus.19

Usia tua yang bertambah bersamaan dengan penyakit kronik dapat mengganggu regulasi
hipotalamus terhadap fungsi testis, penurunan dan disfungsi sel Leydig, serta aterosklerosis dari
pembuluh darah testis. Hal tersebut dapat mengurangi testosterone di darah.7

Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa seiring bertambahnya usia, Stres oksidatif
juga akan semakin meningkat. Stres oksidatif yang meningkat dapat menghancurkan DNA sel,
protein, dan lemak. Steroidogenesis juga dapat memproduksi ROS. Ditemukan bahwa supresi
steroidogenesis dapat mencegah penurunan kemampuan sel Leydig dalam memproduksi
testosterone.19

Pada perempuan, ovarium dan intracrine berfungsi dalam mengeluarkan dan meregulasi
testosterone. Setelah menopause, produksi testosterone pada ovarium semakin berkurang.
Produksi androstenedione (A4) and dehydroepiandrosterone (DHEA) yang dapat di konversikan

19
menjadi testosterone dan estrogen di sel perifer mulai berkurang. Selain itu, kelenjar adrenal yang
merupakan sumber utama perkusor hormone DHEA, DHEA sulfat, A4 and androstene-3β, 17β-
diol (5-diol) juga berkurang seiring bertambahnya umur pada umur 30-70 tahun.20

2.5.5. Diagnosis

Diagnosis defisiensi testosterone pada lanjut usia adalah dengan adanya gejala klinis dan
rendahnya kadar serum testosterone. Gejala klinis yang muncul dapat dibagi menjadi gejala
seksual dan non-seksual. Gejala seksual seperti penurunan libido, berkurangnya frekuensi seksual,
dan berkurangnya frekuensi atau rigiditas ereksi. Gejala non-seksual adalah lemas, energi yang
berkurang, konsentrasi menurun, dan gangguan mood, depresi. Tanda yang muncul dapat berupa
obesitas, penurunan kekuatan dan masa otot, osteoporosis, hot flashes, dan anemia ringan. Pada
pemeriksaan fisik ditemuka atrofi testis, asimetri testis, varicoceles, penile plaques, penurunan
rambut pubis, ginekomastia, obesitas visceral, menurunnya volume prostat.17 Untuk menentukan
seseorang yang terjangkit late onset hypogonadism, maka perlu dilakukan pengisian kuesioner
qADAM (Quantitative Androgen Deficiency in the Aging Male). Kuesioner ADAM terdiri dari
10 pertanyaan dengan skala likert dari 1-5 yang merepresentasikan ada tidaknya gejala dengan 5
mempresentasikan tidak ada gejala, dan 1 mempresentasikan gejala maksimal. Skor total antara
10 hingga 50 dengan hasil 10 yang paling simptomatik dan 50 paling asimtomatik.21

20
Gambar 6. Kuesioner Kuantitatif ADAM (Androgen Deficiency in the Aging Male).

Kuesioner lain yang dapat digunakan adalah kuesioner ADAM (Androgen Deficiency in
the Aging Male) dengan jawaban ya atau tidak. Apabila jawaban ya berada pada skor 1 atau 7,
atau setidaknya 3 dari pertanyaan lain, maka berarti terdapat penurunan kadar testosterone.22

Androgen deficiency in ageing males (ADAM) questionnaire


1.Do you have a decrease in libido (sex drive)?

2.Do you have a lack of energy?

3.Do you have a decrease in strength and/or endurance?

21
4.Have you lost height?

5.Have you noticed a decreased enjoyment of life?

6.Are you sad and/or grumpy?

7.Are your erections less strong?

8.Have you noticed a recent deterioration in your ability to play sports?

9.Are you falling asleep after dinner?

10.Has there been a recent deterioration in your work performance?

Pada lansia dengan gejala dan tanda defisiensi testosterone harus dikonfirmasi dengan hasil
laboratorium. Testosterone diproduksi oleh LH di gonad dan dapat berbentuk free testosterone,
bound testosterone atau yang menempel pada protein dan bioavailable testosterone yang
merupakan testosterone yang menempel secara longgar pada protein dan dapat melepaskan diri
dari protein untuk menjadi free testosterone. Sisanya menempel secara ketat pada sex hormone
binding globulin dan tidak aktif.17 Pengambilan kadar testosterone disarankan pada jam 7-11 pagi
karena variasi diurnal dan dilakukan setidaknya 2 kali pada 2 hari yang berbeda. Selain itu,
pengambilan darah juga harus dilakukan saat puasa karena makanan dapat menurunkan kadar
testosterone. Metode pemeriksaan yang paling banyak digunakan adalah formula kalkulasi yang
mengestimasi free dan available testosterone. Dinyatakan defisiensi testosterone apabila kadar free
testosterone <220-345 pmol/l atau apabila <150-350 ng/dL dan Total testosterone <15 nmol/l atau
kurang dari 280-1100 ng/dL.7,17

Free testosterone merepresentasikan 2-3% dari total testosterone. Total testosterone diukur
menggunakan immunoassay atau mass spectrometry. Baku emas pemeriksan defisiensi
testosterone adalah equilibrium dialysis dengan mengukur free testosterone. Jarang dilakukan
karena mahal rumit dan jarang ada di kebanyakan laboratorium. Pemeriksaan lain dapat
menggunakan Vermeulen calculation method, menggunakan total testosterone, SHBG, dan
albumin. Serum FSH dan LH juga berguna untuk membedakan hipogonadisme primer, sekunder,

22
dan yang terkompensasi. Serum prolactin, TSH, vitamin D, dan estrogen dapat berguna untuk
mencari etiologi.7,17

Metode Deskripsi Kekuatan Kelemahan


Radiolabeled Murah, tersedia di Hasil lebih rendah
Direct Assay/RIA testosterone analog is berbagai tempat, dari hasil equilibrium
(Analog T) added to unextracted cepat dialysis.
sample
3H-T added to Gold-standard Mahal, tergantung
sample, free and dari TT assay
Equilibrium Dialysis
bound separated and
percentage calculated
Lebih murah, Tergantung dari
Automated
Calculated Free T menyerupai akurasi variabel,
established equations
(paling banyak equilibrium dyalisis beberapa equations
using TT, albumin
digunakan) yang tersedia tidak
and SHBG
terstandarisasi.

23
Gambar 6. Diagnosis TDS
2.5.6. Prognosis

Dibandingkan dengan individu dengan normal testosterone, resiko mortalitas lebih tinggi
sebesar 2 kali lipat dengan kadar testosterone <2.5 ng/ml dan 3 kali lipat lebih tinggi pada pasien
dengan gejala seksual.3

24
2.5.7. Terapi testosterone
Target pengobatan testosterone adalah meringankan gejala dan mencapai kadar eugonadal
dari testosterone yaitu 14-17.5 nmol/L. karena banyaknya variasi di setiap individu, target lebih
dipentingkan ke berkurangnya gejala.16 Terapi testosterone yang aman dan efektif adalah
testosterone dalam bentuk transdermal, intramuscular, dan buccal. Bentuk transdermal dan buccal
diberikan setiap hari sekali sedangkan bentuk intramuscular diberikan setiap 3-12 minggu.18
Konsumsi terapi testosterone oral tidak direkomendasikan karena langsung metabolism pertama
di hati walaupun memiliki absorpsi saluran pencernaan yang baik. Penggunaan oral testosterone
juga meningkatkan resiko toksisitas hepar dan mengurangi kadar HDL. Testosterone oral dapat
memicu hepatotoksisitas melalui cholestasis, hepatitis, adenoma, dan peliosis. Contoh obat
testosterone oral adalah testosterone undecunoate.7,17

Terapi testosterone memiliki efek samping yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan
pada usia muda karena berkurangnya kapasitas dalam memetabolisme testosterone dan tingginya
juga penyakit komorbid pada orang tua.17

Pada wanita dapat diberikan testosterone patch 300 ug pada wanita yang sudah menopause
baik dengan operasi atau menopause natural. Testosterone juga dapat diperikan pada wanita
menopause yang kekurangan estrogen dengan dosis 300 ug. Pada wanita yang belum menopause
tidak perlu menggunakan terapi testosterone karena manfaat yang diberikan sangat minmal. 20

Manfaat terapi testosterone.


• Fungsi seksual: terapi testosterone dapat meningkatkan gejala seksual dan fungsi seksual
dengan total konsentrasi testosterone <12 nmol/l. tetapi tidak ada efek pada laki-laki dengan
gonad normal.
• Kualitas hidup: terapi testosterone dapat mengurangi gejala depresi pada pasien dengan
defisiensi testosterone.
• Frailty: terapi testosterone dapat meningkatkan fungsi fisik. Terapi testosterone 10 mg/hari
yang diberikan pada pasien dengan total testosterone <12.0 nmol/l pada usia 65 tahun dapat
meningkatkan kekuatan otot

25
• Kesehatan tulang dan metabolic: pada metaanalisis ditemukan bahwa terapi testosterone secar
intramuscular meningkatkan densitas mineral tulang sebesar 8%.18
• Testosterone mengurangi mortalitas pada AIDS (AIDS wating) dengan meningkatkan berat
badan melalui peningkatan otot dan peningkatan nafsu makan.

Indikasi penggunaan terapi androgen adalah untuk mengembalikan paparan androgen pada
individu (laki-laki) dengan androgen yang berkurang yang disebabkan oleh hipogonadisme
patologis dibandingkan dengan laki-laki yang eugonad. Androgen dapat digunakan untuk
menangani anemia karena gagal sumsum tulang belakang atau gagal ginjal, osteoporosis pada
pasien bila terpai estrogen di kontraindikasikan, kanker payudara dengan reseptor estrogen positif,
angioedema erediter, dan penyakit imunologi, pulmologi, dan penyakit otot lainnya.7

Kontraindikasi dari penggunaan testosterone adalah eritrositosis (hematocrit >52%) kanker


prostat, kanker payudara, obstructive sleep apnea, gagal jantung tidak terkontrol, gejala saluran
kemih dengan international prostate symptom score >19 dan keinginan fertilitas. Testosterone
dapat meningkatkan kadar hemoglobin dengan mensupresi hepsidin. Testosterone menyebabkan
kenaikan hemoglobin sebesar 1 g/dl dan hematokrit sebesar 3% sehingga meningkatkan resiko
eritropoiesis 3 kali lipat. Selain itu terapi testosterone meningkatkan prostate specific antigen
(PSA).18

Efek samping atau kerugian dari terapi testosterone adalah sikap agresif, meningkatnya
resiko pelisitemia dan embolisme, meningkatnya resko tromboemoli dan kejadian kardiovaskular,
meningkatnya volume dan prostate specific antigen level. Kejadian kanker berulang atau progresi
kanker yang cepat serta atrofi testis dan gangguan pada pembentukan sperma.16 Peningkatan
hematokrit dapat mendorong platelet sehingga lebih dekat ke dinding pembuluh darah dan
menyebabkan platelet menempel pada dinding pembuluh darah karena efek adesif yang dimediasi
oleh menempelnya vWF dan kolagen.23

26
Formulasi Dosis
Buccal 1 tablet (30 mg) applied every 12 hours
Nasal 1 actuation in each nostril 3 times a day (33
mg/day)
Subdermal 150–450 mg implanted SQ every 3–6 months
Transdermal 4 mg/day applied at night
AndroGel 50 mg applied to shoulders, upper arms, or
abdomen once daily in the morning
Gel fortesta 40 mg applied to thighs once daily in the
morning

27
BAB III
KESIMPULAN

Testosterone merupakan hormone primer pada pria yang berfungsi untuk meregulasi
diferensiasi jenis kelamin (seks), memproduksi karakteristik seks pria, spermatogenesis, dan
fertilitas. Testosterone juga berfungsi dalam meregulasi karakteristik seks sekunder pria yang
berperan dalam pertumbuhan dan persebaran pola rambut pada pria, prubahan vocal atau suara
yang semakin dalam, efek anabolic seperti pertumbuhan saat pubertas dengan meningkatkan
pertumbuhan jaringan pada lempeng epifisis serta menstimulasi protein untuk pertumbuhan otot
dan tulang.1

Testosterone selain bekerja dalam meregulasi diferensiasi seks pria, juga dapat bekerja di
berbagai organ lain seperti pada sumsum tulang untuk menstimulasi eritropoiesis, dapat juga
menempel pada reseptor di tulang untuk mencegah reapsorpsi dan meningkatkan kerja osteoblast,
meningkatkan masa otot, dan meningkatkan kognisi serta mood individu dengan menempel pada
reseptor di otak. Testosterone juga berperan dalam mengurangi obesitas, diabetes mellitus, dan
penyakit jantung.2

Seiring bertambah usia, maka terjadi penurunan jumlah sel Leydig sehingga menyebabkan
turunnya kadar testosterone. Selain itu, Steroid Hormone Binding Globulin (SHBG) meningkat
dapat menyebabkan meningkatnya uptake dari testosterone sehingga kadar testosterone turun.
Fungsi hipotalamus dalam mengeluarkan GnRH juga menurun sehingga menyebabkan turunnya
stimulasi sel leyding dan tidak bisa memproduksi testosterone.

Dinyatakan bahwa defisiensi testosterone adalah rendahnya kadar testosterone dari batas
referensi dan disertai dengan adanya gejala klinis defisiensi testosterone. Terapi testosterone
diindikasikan pada individu dengan defisiensi testosterone dan tidak direkomendasikan pada
pasien dengan testosterone dengan kadar yang normal karena tidak akan mencegah terjadinya
penurunan testosterone akibat dari penuaan.

28
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Nassar GN, Leslie SW. Physiology, Testosterone. StatPearls. 2018.


2. Bain J. The many faces of testosterone. Clinical interventions in aging. 2007.
3. Dudek P, Kozakowski J, Zgliczynski W. Late-onset hypogonadism. Przeglad
Menopauzalny. 2017.
4. Catharyn T Liverman. Testosterone and Aging. 2004;
5. Bhasin S. Testosterone replacement in aging men: An evidence-based patient-centric
perspective. Journal of Clinical Investigation. 2021.
6. Erenpreiss J, Fodina V, Pozarska R, Zubkova K, Dudorova A, Pozarskis A. Prevalence of
testosterone deficiency among aging men with and without morbidities. Aging Male.
2021;
7. Handelsman DJ. Use, Misuse, and Abuse of Androgens. In 2017.
8. Tyagi V, Scordo M, Yoon RS, Liporace FA, Greene LW. Revisiting the role of
testosterone: Are we missing something? Rev Urol. 2017;
9. Stanworth RD, Jones TH. Testosterone for the aging male; current evidence and
recommended practice. Clinical Interventions in Aging. 2008.
10. Fui MNT, Dupuis P, Grossmann M. Lowered testosterone in male obesity: Mechanisms,
morbidity and management. Asian Journal of Andrology. 2014.
11. Saad F, Gooren LJ. The role of testosterone in the etiology and treatment of obesity, the
metabolic syndrome, and diabetes mellitus type 2. J Obes. 2011;
12. Muraleedharan V, Jones TH. Review: Testosterone and the metabolic syndrome.
Therapeutic Advances in Endocrinology and Metabolism. 2010.
13. Kloner RA, Carson C, Dobs A, Kopecky S, Mohler ER. Testosterone and Cardiovascular
Disease. Journal of the American College of Cardiology. 2016.
14. Bachman E, Travison TG, Basaria S, Davda MN, Guo W, Li M, et al. Testosterone
induces erythrocytosis via increased erythropoietin and suppressed hepcidin: Evidence for
a new erythropoietin/hemoglobin set point. Journals Gerontol - Ser A Biol Sci Med Sci.
2014;

29
15. Jung HJ, Shin HS. Effect of Testosterone Replacement Therapy on Cognitive
Performance and Depression in Men with Testosterone Deficiency Syndrome. World J
Mens Health. 2016;
16. Morales A, Bebb RA, Manjoo P, Assimakopoulos P, Axler J, Collier C, et al. Diagnosis
and management of testosterone deficiency syndrome in men: Clinical practice guideline.
CMAJ. 2015;
17. McBride JA, Carson CC, Coward RM. Testosterone deficiency in the aging male.
Therapeutic Advances in Urology. 2016.
18. Ahern T, Wu FCW. New horizons in testosterone and the ageing male. Age Ageing. 2015;
19. Zirkin BR, Tenover JL. Aging and declining testosterone past, present, and hopes for the
future. Journal of Andrology. 2012.
20. R. B. Testosterone therapy for reduced libido in women. Ther Adv Endocrinol Metab.
2010;
21. Mohamed O, Freundlich RE, Dakik HK, Grober ED, Najari B, Lipshultz LI, et al. The
quantitative ADAM questionnaire: A new tool in quantifying the severity of
hypogonadism. Int J Impot Res. 2010;
22. Dandona P, Rosenberg MT. A practical guide to male hypogonadism in the primary care
setting. International Journal of Clinical Practice. 2010.
23. Kroll MH, Michaelis LC, Verstovsek S. Mechanisms of thrombogenesis in polycythemia
vera. Blood Rev. 2015;

30

Anda mungkin juga menyukai