Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

SINDROMA NEFRITIK
AKUT ET CAUSA GNAPS

Disusun oleh:
Muhammad Daffa Alfarid 04054822022094
Rofaqo Haqiqi 04084822023003

Pembimbing:
Dr. Hertanti Indah Lestari, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

SINDROMA NEFROTIK

Oleh:

Muhammad Daffa Alfarid 04054822022094


Rofaqo Haqiqi 04084822023003

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Mohammad Hoesin Palembang periode 10 Oktober –
13 November 2021.

Palembang, 5 November 2021

Pembimbing

dr. Hertanti Indah Lestari, Sp.A(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Sindroma Nefritik Akut et causa GNAPS”.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUP Mohammad Hoesin
Palembang. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada dr. Hertanti Indah Lestari, Sp.A(K) atas bimbingan yang telah diberikan.

Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi


penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, 5 November 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 5

BAB II LAPORAN KASUS............................................................................ 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 20

BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA ...……………………………………………………... 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa


oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri
kurang dari 2 gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit). 1-3 Etiologi SNA
sangat banyak, diantaranya kelainan glomerulopati primer (idiopati),
glomerulopati pasca infeksi, DLE, vaskulitis dan nefritis herediter (sindroma
Alport).3
SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan
glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada
seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu
streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau
saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1 – 2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1 – 3 minggu untuk infeksi kulit.4-6
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah sutu proses kompleks imun
dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun
yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat
melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui
aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.5-7
GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu
terhitung 10 – 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat
muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau
dewasa muda pada usia sekitar 4 – 12 tahun dengan puncak usia 5 – 6 tahun.
Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7 – 2 : 1. Tidak ada
predileksi khusus pada ras ataupun golongan tertentu.4-5
GNAPS merupakan penyakit ginjal supuratif tersering dengan manifestasi
klinis berupa penyakit yang ringan hingga asimtomatis, hanya sedikit sekali
dengan manifestasi klinis yang berat, dengan rasio 3 : 1. Mengingat insiden
GNAPS dengan manifestasi klinis yang jelas jarang ditemukan, maka diagnosis
dan terapi merupakan masalah penting untuk dibahas.4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : An. KAS
b. Umur : 13 tahun 2 bulan/ 18 Agustus 2008
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. BB : 35 kg
e. TB : 150 cm
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Kota Lahat
h. Dikirim oleh : RSUD Lahat
i. MRS tanggal : 21 Oktober 2021 pukul 20.00 WIB

II. ANAMNESIS
Tanggal : 1 November 2021 pukul 15.00 WIB
Diberikan oleh : Anak dan ibu kandung (alloautoanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama : Sesak
2. Keluhan Tambahan : Bengkak
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul bintil-bintil kemerahan,
beberapa buah seukuran biji kacang hijau pada tangan dan kaki. Bintil
kemudian berkembang menjadi lepuh berisi air, sebagian berisi nanah.
Bintil terasa gatal sehingga pasien menggaruknya. Bintil yang pecah
menjadi lecet dan timbul keropeng hitam diatasnya yang terasa nyeri. Pasien
berobat ke bidan dan diberi obat salep, pasien lupa nama obat, namun tidak
ada perbaikan.
1 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul bengkak pada mata hingga
seluruh wajah, perut dan kaki. Bengkak terlihat jelas terutama pada saat
bangun tidur pagi hari dan berkurang saat siang hari. Nyeri kepala tidak ada,
demam tidak ada, batuk tidak ada, nyeri perut tidak ada, mual ada, muntah
tidak ada, jantung berdebar-debar tidak ada. BAK berwarna kuning
kemerahan seperti teh dan BAB dalam batas normal. Tidak ada nyeri saat
BAK.
1 minggu SMRS pasien mengeluh timbul sesak terutama saat
beraktivitas, sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, sesak tidak memberat
ataupun membaik dengan perubahan posisi tubuh. Ibu pasien mengatakan
pasien terlihat lemah dan pucat. Bengkak masih ada. Keropeng dan bintil
pada kulit masih ada. Pasien kemudian berobat ke puskesmas di Lahat dan
dirujuk ke RSUD Lahat. Pihak RSUD Lahat merujuk pasien ke RSMH
untuk pengobatan penyakit kulit dan bengkak pada pasien.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa Kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Tempat : Bidan
Penolong : Bidan
Tanggal : 18 Agustus 2008
BB : 2,5 kg
PB : Ibu penderita lupa
Lingkar kepala : Ibu penderita lupa

2. Riwayat Makanan
Jumlah Kalori
Menu
Umur Frekuensi Per Porsi Per
Cara Penyajian URT gram
Hari
Selama 20 100 g 70 kkal
0–6 840
ASI eksklusif menit setiap 2
bulan kkal
jam
6 – 12 716
bulan Nasi Tim 2 kali sehari 1 mangkuk kecil 100 g 173 kkal kkal
Menu Wortel 2 kali sehari 1 potong sedang 15 g 4 kkal
utama Kentang 2 kali sehari 1 buah kecil 75 g 50 kkal
Ikan kuah 2 kali sehari 1 potong bag. badan 80 g 80 kkal
Bubur Promina 2 kali sehari 1 mangkuk kecil 150 g 80 kkal
Snack ASI Setiap 4 jam 100 g 70 kkal
Susu
12 – 24
bulan Nasi 2 kali sehari 1 centong plastik 60 gr 80 kkal
Menu Tahu goreng 2 kali sehari 1 potong kecil 20 gr 70 kkal
utama Tempe goreng 2 kali sehari 1 potong 50 gr 100 kkal
Wortel, kentang, 2 kali sehari 1 sendok sayur 30 gr 9 kkal
kuah (sayur sop)
Sayur Bayam 2 kali sehari 1 sendok sayur 15 g 6 kkal 1.064
Bening 1 kali sehari 4 buah besar 40 g 140 kkal kkal
Snack Biskuit 1 kali sehari 1 buah sedang 50 g 44 kkal
Pisang 1 kali sehari 5 buah 10 bh =
Anggur 120 g 40 kkal
1 kali sehari 1 buah sedang 5 bh = 60 30 kkal
Jeruk Setiap 6 jam g 70 kkal
Susu ASI 60 g
24 bulan
Menu Nasi 2 kali sehari 1 centong plastik 60 g 80 kkal
utama Tahu goreng 2 kali sehari 1 potong kecil 20 g 70 kkal
Tempe goreng 2 kali sehari 1 potong 50 g 100 kkal
Ikan kuah 2 kali sehari 1 potong badan 80 g 80 kkal
1.438
Roti 2 kali sehari 1 buah roti manis 75 g 225 kkal
kkal
Snack Pisang 2 kali sehari 1 buah sedang 50 g 44 kkal
Susu Formula 2 kali sehari 3 sendok takar susu 1 sendok
Susu Botol 240 ml = 5,4 g 120 kkal
3 sendok
= 16,2 g
3–9
tahun Nasi 2 kali sehari 2 centong plastik 120 g 160 kkal
Menu Telur dadar goreng 2 kali sehari 1 butir 60 g 128 kkal
utama Ikan mujair goreng 2 kali sehari 1 ekor kecil 25 g 40 kkal
Sayur sop (wortel, 2 kali sehari 1 sendok sayur 30 g 9 kkal
kentang) 3 kali sehari 1 bungkus 1 80 kkal
Ciki 1 kali sehari 3 buah bungkus
Snack Pisang rebus = 15 g 210 kkal 1.166
1 kali sebulan 1 kotak kecil 1 bh = 60 42 kkal kkal
Susu cair kotak 6 kali sehari 6 gelas sedang g 0 kkal
Susu / Air putih 3 bh =
Minum 180 g
125 cc
1 gelas =
195 ml
6 gelas =
1170 ml

3. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 √ (setelah anak lahir)
BCG √ (1 bulan)
DPT 1 √ (2 bulan) DPT 2 √ (3 bulan) DPT 3 √ (4 bulan)
Hep B 1 √ (2 bulan) Hep B 2 √ (3 bulan) Hep B 3 √ (4 bulan)
Hib 1 √ (2 bulan) Hib 2 √ (3 bulan) Hib 3 √ (4 bulan)
Polio 1 √ (1 bulan) Polio 2 √ (2 bulan) Polio 3 √ (3 bulan)
Campak √ (9 bulan) Polio 4 √ (4 bulan)

Kesan : Imunisasi dasar lengkap.


4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Kawin
Umur : 23 tahun
Pendidikan : Ibu : SMP, Ayah : SMP
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada

5. Riwayat Perkembangan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 5 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 14 bulan
Berbicara : 12 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia
6. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal pemeriksaan: 1 November 2021

2.3.1 Status Generalis


- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis/E4V5M6
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 36,7°C
- SpO2 : 99%
2.3.2 Data Antropometri
- Berat Badan : 35 kg
- Tinggi Badan : 150 cm

2.3.3 Status Gizi


- BB / U : 35/47 x 100% = 74,5% (berat badan kurang)
- TB/ U : 150/158 x 100% = 95% (tinggi badan baik)
- LiLA : 21 cm (gizi baik)
- IMT : 15,5 (dibawah persentil 10 = gizi kurang)
- BB/TB : 35/41 x 100% = 85,5% (gizi kurang)
- Kesan : Gizi kurang perawakan normal

2.3.4 Pemeriksaan Fisik Spesifik


- Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : Normal
Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva pucat
(+), sklera ikterik (-) Edema palpebra(+)
Hidung : Sekret (-) Napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa mulut kering (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
- Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpaasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : HR: 90 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
- Lipat paha : Pembesaran KGB (-)
- Genitalia dan anus : Tidak diperiksa
- Ekstremitas superior : Akral hangat, palmar pucat (-), CRT <2 detik
- Ekstremitas inferior : Akral hangat, edema pretibial (+)

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Motorik :

Tabel 1. Pemeriksaan Fungsi Motorik 1 November 2021

Tungkai Lengan

Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus N N N N

Klonus - -

Refleks fisiologis N N N N

Refleks patologis - - - -
Fungsi sensorik : Normal
Fungsi nervi kraniales : Normal
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II,III,IV (-), Kernig sign (-)

2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Oktober 2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,4 12,0-14,4 g/dl Menurun
Eritrosit (RBC) 3,48 4,40-4,48 x106/mm3 Menurun
Leukosit (WBC) 6,81 4.5-13.5 x103/mm3 Normal
Trombosit(PLT) 259 217-497x103/uL Normal
Hematokrit 27 37-41% Menurun
MCV 81,6 81-95 Fl Normal
MCH 30 25-29 pg Meningkat
MCHC 37 29-31 g/Dl Meningkat
RDW-CV 16,40 11-15 % Meningkat
KIMIA KINIK
Albumin 2,6 3,8-5,4 g/dL Menurun
Ureum 86 16,6-48,5 mg/dL Meningkat
Kreatinin 5,67 0,39-0,73 mg/dL Meningkat
Kalsium (Ca) 6,0 9,2-11,0 mg/dL Menurun
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 139 135-155 mEq/L Normal
Kalium (K) 3,1 3,4-5,5 mEq/L Normal
Klorida (Cl) 105 96-106 mmol/L Normal

2.5 DAFTAR MASALAH


1. Edema
2. BAK berwarna kuning tua
3. Gizi kurang
4. Bintil kemerahan disertai keropeng
2.6 DIAGNOSIS BANDING
1. Sindrom Nefritik Akut + AKI stage 4 + Pioderma + gizi kurang
2. Sindrom Nefrotik + gizi kurang
3. Gizi buruk dengan edema
2.7 DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Nefritik + AKI stage 4 + Pioderma + gizi kurang

2.8 TATALAKSANA
-

- DIET
Perbaikan nutrisi: Asuhan Nutrisi Pediatrik

Status Antropometri
 BB (kg) : 35 kg
 TB (cm) : 150 cm
 IMT (kg/m2) : 35 / (1,5 x 1,5) = 15,5
 Usia Tinggi : 12 tahun
 BB ideal : 47 kg
 BB/U : 35/47 x 100% = 74,5% (berat badan kurang)
 TB/U : 150/158 x 100% = 95% (tinggi badan baik)
 BB/TB : 35/41 x 100% = 85,5% (gizi kurang)
 IMT/U : 15,5/18,5 x 100% = 83,8%% (gizi kurang)
 Status Gizi : gizi kurang perawakan normal
 Perawakan : Astenikus

 Kebutuhan Nutrisi
 Kalori RDA (sesuai usia tinggi)
= 70 kkal/kgBB x 43
= 3010 kkal/hari
• Karbohidrat
220 gram (PMK No. 28 tahun 2019)
60% total kalori = 1806 kkal
• Protein
25 gram (PMK No. 28 tahun 2019)
15% total kalori = 451,5 kkal
• Lemak
50 gram (PMK No. 28 tahun 2019)
45% total kalori = 1354,4 kkal
 BMR
= 19,49w + 1.303H + 414,9
= 19,49 (43) + 1303 (150) + 414,9
= 838,07 + 195,45 + 414,9
= 1448,42 kkal/hari

 Rute pemberian: Oral


 Jenis dan frekuensi formula/makanan: Makanan padat polimerik protein
cukup, lemak low saturated, dan rendah garam.
 Pemantauan: Pemantauan penerimaan makanan anak, efek samping, dan
kenaikan berat badan
2.9 MONITORING
- Tanda vital
- Pemantauan edema
- Efek samping

2.10 EDUKASI

- Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit yang diderita,


tatalaksana dan prognosis pasien
- Memberitahu kepada orang tua untuk memberi anak makan makanan
rumah dan minum air putih yang cukup (1,5 L per hari)

2.11 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam/malam

2.12 FOLLOW UP
Selasa, 2 November 2021

S : bengkak mulai berkurang, nyeri perut (+) muntah (-)


O:
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis/E4V5M6
- Tekanan Darah : 100/60 mmHg
- Nadi : 90x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36,6°C
- SpO2 : 99%
- Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : Normal
Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva
pucat (-), sklera ikterik (-) Edema palpebra(+)
Hidung : Sekret (-) Napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa mulut kering (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
- Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpaasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : HR: 90 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
Murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
- Lipat paha : Pembesaran KGB (-)
- Genitalia dan anus : Edema skrotum (+)
- Ekstremitas superior : Akral hangat, palmar pucat (-), CRT <3
detik
- Ekstremitas inferior : Akral hangat, edema pretibial (+)
A:

- Sindrom Nefrotik + gizi kurang

P:
Non-Farmakologi
- Edukasi mengenai penyakit
- Asuhan Nutrisi Pediatrik
- Minum 1500 ml
Farmakologi
- Methyl predinisolon 16 mg – 16 mg – 8 mg
- Furosemid 2 x 20mg
- Albumin 25% 100 ml
- Callos 2 x 500 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Definisi Glomerulonefritis dapat dibagi menjadi tiga yaitu :


Glomerulonefritis akut merupakan keadaan timbulnya hematuria,
proteinuria secara mendadak, adanya sel darah merah pada urin, edema
dan hipertensi dengan atau tanpa oligouri. Glomerulo nefritis timbul
setelah infeksi grup beta hemolyticus Streptococcus. Gejala klnik muncul
1-2 minggu xetelah faringitis akibat Streptococcus atau 3 -6 minggu
setelah infeksi pyoderma3,4
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi
dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis.5
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan
adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel
glomerulus akibat proses imunologik (Travis dan Glauser).5

2. Epidemiologi

Insidensi GNA pada keadaan epidemi adalah 10% sebelumnya menderita


faringitis, 25% sebelumnya menderita impetigo. Pada suatu studi di
Amerika Serikat didapatkan penyebab GNA PS yang lebih dominan
adalah faringitis.4

GNA PS banyak terjadi pada negara-negara berkembang seperti Afrika,


India Barat, dan Timur Tengah, dipengaruhi oleh status nutrisi,
penggunaan antibiotik profilaksis, dan potensi dari Streptokokus.4
Mortalitas pada penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada
predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita.
GNA PS sering terjadi pada anak usia 2-12 tahun. 5% terjadi pada usia
kurang dari 5 tahun.4

3. Etiologi

Sebagian besar (75%) , glomerulonefritis akut pasca streptokokus pasca


streptokocus timbul setelah infeksi saluran nafas ats, yang disebabkan oleh
kuman streptococcus beta hemolitikus grup A tipe 1,3,4,12,18,25,49
sedangkan tipe 2,49,55,56,57,dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari
setelah infeksi streptococcus , timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman
streptococcus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terhadinya
glomerulaonefritis akut pasca streptococcus berkisar 10-15%. 6
Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat
untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri
pada asel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer
karbohirat grup A, mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu
alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut- rambut pada
permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut
bersifat rematogenik atau nefritogenik.5

4. Kuman streptokokus

Sistem penentuan serotipe grup A streptokokus dibuat menurut abjad


berdasarkan jenis polisakarida dinding sel (Lancefield group) atas dasar
reaksi presipitin protein M atau reaksi aglutinin protein T dinding sel.
Disebut sebagai streptokokus grup A karena dinding sel terdiri dari
polisakarida polimer l-ramnose dan N-asetil-D-glukosamin dengan rasio
2:1. 5
Polisakarida grup A ini mengadakan ikatan ke peptidoglikan yang disusun
dari N-asetil-D-glukosamin, N-asetil-Dmuraminic acid, dan tetrapeptida
asam d-glutamat, serta d- dan l-lisin pada dinding sel. Streptokokus grup
A, B, C, D, dan G merupakan grup yang paling sering ditemukan pada
manusia. Streptococcus beta haemolyticus grup A merupakan bentuk
yang paling virulen. 5
Streptokokus grup A disebut juga dengan Streptokokus piogenes, dan
termasuk kelompok Streptococcus beta haemolyticus yang dapat
menyebabkan GNAPS dan demam reumatik. Pada kuman streptokokus
grup A ini, telah diidentifikasi sejumlah konsituen somatic dan produk
ekstraselular, namun peranannya dalam patogenesis GNAPS belum
semuanya diketahui. 5

Gambar 1. Diagram skematik Streptococcus pyogenes

(Dikutip dan modifikasi dari Killian, 2005) 5

5. Patofisiologi

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus merupakan penyakit immune-


mediated yang berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut dan infeksi
kulit oleh kuman Streptokokus grup A strain nefritogenik. Berbagai
macam kandungan streptokokus atau produknya bersifat antigenik dan
dapat menyebabkan proses imunopatologis yang menimbulkan
glomerulonefritis, tetapi mekanisme yang pasti sebagai penyebab
kerusakan ginjal masih diperdebatkan5
Apabila pasien yang terinfeksi Streptococcus beta haemolyticus grup A
nefritogenik memberikan reaksi terhadap antigen streptokokus dengan
membuat antibodi. Reaksi antigen antibodi ini terjadi dalam sirkulasi atau
in

situ dalam glomerulus, menyebabkan reaksi inflamasi yang menimbulkan


kerusakan ginjal. Reaksi ini dipicu oleh aktivasi plasminogen menjadi
plasmin oleh streptokinase dan diikuti oleh aktivasi komplemen,
pengendapan kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus, dan ikatan
antibodi antistreptokokus dengan molekul protein ginjal (mimicry protein)
yang mirip antigen streptokokus.5
Terdapat dua dasar mekanisme terjadinya glomerulonefritis Pertama,
antibodi dapat mengikat baik ke struktural komponen glomerulus atau
materi yang tidak intrinsik untuk glomerulus tetapi ada karena
karakteristik fisikokimia. yang terbaik contoh antigen nephritogenic
struktural adalah Goodpasture autoantigen, yang telah
diidentifikasi di membran basal glomerulus sebagai dua diskontinyu epitop
dalam domain noncollagenous dari sebuah 3 rantai kolagen tipe IV. Pada
pasien dengan lupus eritematosus sistemik, histone-DNA kompleks, yang
dapat mengikat permukaan sel glomerulus dan membran
basement, adalah antigen yang bisa menjadi target anti-DNA antibodi.8
Kedua, beredar antigen-antibodi kompleks membentuk, clearance
melarikan diri oleh retikuloendotelial sistem, dan disimpan di glomerulus.
Sejumlah antigen eksogen dan endogen telah diidentifikasi dalam sirkulasi
kompleks imun dan terlibat dalam patogenesis glomerulonefritis
manusia.8
GNA PS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus
grup A strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap
antigen yang menyerang. GNA PS merupakan kelainan kompleks

imun, namun mekanisme interaksi antara antigen dan antibodi tidak


diketahui. Kompleks imun yang mengandung antigen streptokokus ini
mengendap pada glomerulus. Ukuran komplek streptokokus-
imunoglobulin adalah 15 nm (streptokokus 10 nm dan imunoglobulin 5
nm). Sedangkan ukuran pore membrana basalis pada anak dan dewasa
adalah 2-3 nm dan 4- 4,5 nm. Oleh karena itu GNA PS banyak terjadi pada
anak-anak daripada dewasa.8
Semua bentuk GNA PS dimediasi oleh proses imunologis. Baik imunitas
humoral maupun imunitas seluler. Imunitas seluler GNA PS dimediasi
oleh pembentukan kompleks antigen-antibodi streptkokus yang bersifat
nefritogenik dan imun kompleks yang bersirkulasi. Proses terjadinya
adalah stretokokus yang bersifat nefritogenik memprodksi protein dengan
antigen determinan khas. Antigen deteriminan ini memiliki afinitas
spesifik terhadap glomerulus normal.8
Antigen ini kemudian akan berikatan pada glomerulus. Sekali berikatan
antigen ini akan mengaktifkan komplemen secara lansung melalui
interaksi dengan properdin. Komplemen yang telah teraktivasi ini akan
menyebabkan timbul mediator inflamasi dan kemudian timbul inflamasi.8
Antigen nefritogenik lainnya adalah zymogen (nephritic strain- associated
protein NSAP) dan nephritis plasmin binding protein (NAP1r). NSAP ini
ditemukan pada biosi ginjal pasien dengan GNA PS dan tidak ditemukan
pada bentuk lain GNA maupun demam rematik. NAP1r juga ditemukan
pada biopsi renal awal pasien GNA PS. Setelah NAP1r ini
berikatan dengan glomerulus dan menyebabkan pembentuk plasmin yang
diaktivasi oleh streptokinase yang kemudian beikatan dengan NAP1r.
Akibat ikatan ini membran basal glomerular menjadi rusak secara
langsung. NAP1r juga akan mengaktivasi komponen melalui jalur
alternatif dan menyebabkan terkumpulnya sel PMN dan makrofag dan
terjadi inflamasi setempat.8
Mekanisme lainnya adalah kompleks nonimun, yang pertama adalah
hipersensitifitas tipe lambat. Pertama, terjadi proliferasi pada endotel, hal
ini akibat infiltrasi leukosit PMN dan monosit dan makrofag merupakan
sel efektornya. Infiltrasi makrofag ini dimediasi oleh komplemen dan sel T
helper.8
Kedua, adanya protein stretokokus M dan eksotoksin pirogenik yang
bersifat superantigen. Hal ini menyebabkan aktivasi sel Tmasif dan
pelepasan limfokin seperti IL1 dan IL6.8
Ketiga, IgG autologus akan bersifat antigenic dan menyebabkan
pementukan cryoglobulin. Cryoglobulin,factor rematik akan menjadi
superantigen.8
Permukaan utama protein streptokokus grup A adalah protein M
membentang dari dinding sel, yang memungkinkan bakteri untuk melawan
fagositosis. Tubuh mampu mengatasi hambatan ini dengan M protein
antibodi spesifik. proses ini juga menganugerahkan perlindungan terhadap
berikutnya Infeksi dengan organisme yang sama tipe M.9
1. Klasifikasi

Klasifikasi Glomerulonefritis5

1. Kongenital atau Herediter Sindrom Alport


Sindrom nefrotik kongenital (tipe Finlandia) Hematuria Familial
Sindrom nail patella

2. Didapat

Primer/idiopatik

Glomeruosnefritis Proliferatif mesangial Glomerulonefritis


membranoproliferatif tipe I,II,III Glomerulopati membranosa, nefropati
IgA
Glomerulonefritis progresif cepat, glomerulonefritis proliferatif difus
Sekunder
a. Akibat Infeksi

Glomerulonefritis pasca streptokokus, hepatitis B, endokarditis bakterial


subakut
Nefritis Pirau, Glomerulonefritis pasca pneumokokus, sifilis kongenital,
malaria
Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS

b. Berhubungan dengan penyakit multisistem

Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom


hemolitik uremik
Diabetes Melitus, Sindrom Goodpasture, Amiloidosis, Penyakit kolagen
vaskular

c. Obat

Penisilamin, Captopril Trimetadion, Litium , Merkuri


d. Neoplasia

Leukemia, Limfoma, Karsinoma

e. Lain-lain

Nefropati refluks, penyakit sel sabit.

6. Manifestasi Klinis

Anamnesis

Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis,


tonsilitis, atau pioderma.
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnese10:

1. Periode laten

a. Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset


pertama kali muncul gejala.
b. Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi
tenggorok dan 3-6 minggu setelah infeksi kulit
c. Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis
biasanya merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
2. Urin berwarna gelap

a. Merupakan gejala klinis pertama yang timbul


b. Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke
membran basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
3. Edema periorbital

a. Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya


tampak jelas saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak
pada sore hari.
b. Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti
dispneu dapat timbul.
c. Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.

d. Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan


ginjal.

4. Gejala nonspesifik

a. Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan


anoreksia, muncul pada 50% pasien.
b. 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.

c. Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

Pemeriksaan Fisik

Adanya gross hematuri (urin yang berwarna seperti teh), dengan atau
tanpa edema (paling mudah terlihat edema periorbital atau mata tampak
sembab), pada kasus yang agak berat dapat timbul gangguan fungsi ginjal
biasanya berupa retensi natrium dan urin. Gejala lain yang muncul tidak
spesifik. Bila disertai dengan hipertensi, dapat timbul nyeri kepala.
Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN destruktif) dapat timbul
proteinuria masif (sindrom nefrotik), edema anasarka atau asites, dan
berbagai gangguan fungsi ginjal yang berat.

1. Sindrom Nefritis Akut

a. Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan


atau tanpa klinis GNA PS.
b. 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua
manifestasi akut nefritik sindrom
2. Edema

a. Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke
dokter.

b. Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi


natrium dan urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air
ini menyebabkan terjadinya edema.
3. Hipertensi

a. Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang
lebih besar.
b. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.

c. Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk


progresifitas ke arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
d. Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.

e. Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam


plasma meningkat.
f. Aktivitas renin dalam plasma rendah.

g. Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit


neurologis.
4. Oliguria

a. Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.

b. Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.

c. Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.

5. Hematuria

a. Muncul secara umum pada semua pasien.

b. 30% gross hematuria.

6. Disfungsi ventrikel kiri

a. Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi


perikardium dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
b. Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala
perdarahan pulmonal.
Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O
meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca
streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus
tidak memproduksi

streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih daro
90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.5
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat
berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun terdapat bukti adanya infeksi
streptokokus, hal tersebut belum bdapat memastikan bahwa
glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabka karena infeksi
streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.2
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid
dinucleotidase (anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B
positif setelah faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu
puncaknya pada satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan.1
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50
dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan
GNA PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal
dalam 3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset 8,11
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien
bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik

GN mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna.


Adanya hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjujjan adanya
gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga hierfosfatemi dan Ca
serum yang menurun.1,11
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria
muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit,
granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih
terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik
didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di
RS. Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin
dapat bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun
klinis sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya
menghilang dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-
range dan proteinuria berat memiliki prognosis buruk.1,2
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia
normositik normokrom.5
b) Pemeriksaan Pencitraan5

a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.

b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.


c) Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang


menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang
menetap, dan terjadi sindrom nefrotik.Biopsi ginjal dilakukan dengan
sonografi USG

pada hari keempat perawatan di rumah sakit. Di bawah mikroskop cahaya


evaluasi, spesimen biopsi ginjal menunjukkan banyak glomeruli, yang
semuanya difus dan hypercellular dengan berbagai tingkat infiltrasi
polimorfonuklear neutrofil dan agregat fibrin / platelet,
Dalam penilaian mikroskop elektron, ada berbentuk kubah atau api
berbentuk elektron-padat subendothelial granular deposito (punuk) 5,12
Indikasi Relatif1 :

a. Tidak ada periode laten dianara infeksi streptokokus dan GNA

b. Anuria

c. Perubahan fungsi ginjal yang cepat

d. Kadar komplemen serum yang normal

e. Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus

f. Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal

g. GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu


h. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut1 :

a. GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu

b. Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu

c. Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan

d. Proteinuria menetap dalam 6 bulan

7. Diagnosis

Diagnosis Glomerular nefritis akut ditegakkan berdasarkan adanya riwayat


infeksi Streptokokus β hemolitikus grup A sebelumnya (7-14 hari). Bila
tidak didapatkan kultur positif, dapat dikonfirmasi dengan peningkatan
titer antistreptolisin O (ASTO) atau peningkatan antibodi antistreptokokus
lainnya.13
8. Diagnosa Banding1 Sindrom Nefrotik Nefropati IgA Nefritis lupus
Nefritis Henoch Schonlein

9. Penatalaksanaan

GNA-PS tipikal tidak memerlukan penatalaksanaan spesifik. Terapi


antibiotik yang sesuai merupakan indikasi bila infeksi tetap ada. Gangguan
pada fungsi ginjal yang mengakibatkan hipertensi memerlukan
penanganan yang lebih spesifik, pengurangan konsumsi natrium,
pengobatan dengan diuretik atau obat antihipertensi. Pada kasus berat yang
telah terjadi kegagalan ginjal, dapat dilakukan hemodialisa atau peritoneal
dialisa. Kortikosteroid juga dapat diberikan untuk mengurangi perjalanan
infeksi.13
Terapi Medis :

Terapi simtomatis untuk mengontrol edema dan tekanan darah5

1. Pada fase akut batasi garam dan air, jika hipertensi dapat diberikan
diuretik.

Loop diuretik meningkatkan output urin.

2. Untuk hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretik. Biasanya


calsium channel blocker. Pada hipertensi maligna pemberian nitroprusid
atau parenteral agen.
3. Antibiotik golongan penisilin jika infeksi primer masih berlangsung.

4. Indikasi untuk dialisis pada hiperkalemia dan manifestasi klinis


uremia.

5. Pembatasan aktivitas fisik diperlukan pada beberapa hari pertama


sakit

6. Steroid, obat-obat imunosupresan dan plasmaferesis masih dalam


perdebatan.

10. Prognosis
Hanya sedikit pasien dengan GNA yang memerlukan perawatan di rumah
sakit. Dan sebagian besar akan pulang dalam waktu 2-4 hari. Semakin
cepat tekanan darah berada dalam nilai normal dan diuresis telah kembali,
sebagian besar anak dapat dirawat jalan.5
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan
kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali
pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya senbab
dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi
kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selam berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.2

Prognosis untuk Glomerulonefritis akut pasca Streptococcus adalah baik


untuk anak-anak. Sebaliknyapasien yang sudah tua ketika menderita
GNAPS akan menununjukkan kondisi yang lebih jelek daripada anak-anak
(malnutrisi, alkoholisme, diabetes,atau kronis penyakit) dan memiliki
tinggi kejadian azotemia (60%), kongestif gagal jantung (40%), dan
proteinuria pada kisaran nefrotik (20%). kematian mungkin terjadi
sebanyak 20 sampai 25% dari1
Monitoring pasien rawat jalan5:

a. 0-6 minggu setelah onset : hipertensi telah terkontrol, edema sudah


perbaikan, gros meaturia semakin membaik, azotemia telah membaik.
b. 8-10 minggu setelah onset : azotemia telah hilang, anemia telah
terkoreksi, Hipertensi telah membaik, C3 dan C4 telah kembali ke nilai
normal.
c. 3,6,9 bulan setelah onset : Hematuria dan proteinuria telah
menghilang sedikit demi sedikit, tekanan darah telah kembali normal.
d. 12 bulan setelah onset : proteinuria telah menghilang, hematuria
mikroskopik telah menghilang.
e. 2,5 dan 10 tahun setelah onset : urin telah normal, tekanan darah dan
kada keratinin serum telah normal.

BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari anamnesis, didapatkan pasien mengalami bengkak pada wajah


terutama area palpebra, badan, kedua tangan dan kaki. Keluhan ini menunjukkan
terjadi edema yang masif pada pasien. Edema secara umum dapat terjadi karena
berbagai penyebab yaitu penurunan tekanan osmotik koloid, peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, obstruksi limfatik, dan
kelebihan natrium dan air di dalam tubuh. Edema yang terjadi secara masif ini
mengarah pada manifestasi penurunan tekanan onkotik plasma yang dapat terjadi
pada sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik, keluhan edema umumnya akan
mulai terlihat pada kedua kelopak mata yang lambat laun akan menyebar ke
pinggang, perut, dan tungkai bawah bahkan dapat terjadi edema yang sangat masif
atau edema anasarka bila sudah mengenai semua jaringan dan menimbulkan
asites, pembengkakan skrotum atau labia, dan efusi pleura.
Keluhan nyeri perut, mual, muntah, dan nyeri perut dapat terjadi akibat
asites yang dialami. Diare biasanya dapat terjadi akibat edema pada mukosa usus.
BAK berbusa dapat menunjukkan terjadi karena proteinuria dan kurang minum
yang menyebabkan protein tidak dapat diserap kembali sehingga keluar melalui
urin. Tidak ada urin berpasir dan tidak ada darah dapat menyingkirkan diagnosis
batu saluran kemih atau urolitiasis dan juga infeksi pada saluran kemih.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 92x/menit regular
dengan isi dan tegangan cukup, pernapasan 20x/menit, suhu 36,7°C, saturasi
oksigen 99%, berat badan 25 kg, tinggi badan 130 cm, dan status gizi kurang.
Pemeriksaan fisik spesifik menunjukkan adanya edema (+) pada palpebral dan
wajah, inspeksi abdomen tampak cembung, perkusi abdomen didapatkan shifting
dullness (+), ekstresmitas inferior didapatkan pitting edema (+), dan genetalia
(skrotum) edema (+). Edema yang terjadi pada sindrom nefrotik bersifat pitting
atau lembek sehingga pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan pitting edema
akibat terjadi hipoalbumin pada darah yang menyebabkan tekanan onkotik plasma
menurun sehingga cairan akan bergeser dari intravaskular ke interstitial yang
bermanifestasi pada edema. Kondisi ini pula yang akan menyebabkan ditemukan
abdomen terlihat sedikit cembung, shifting dullness (+) pada hasil pemeriksaan
fisik apabila edema hingga abdomen yaitu adanya cairan di rongga
peritoneum(asites).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin meningkat (15,6
g/dL), hematokrit meningkat (42%), LED meningkat (53 mm/jam), albumin
menurun (1,4 g/dL), ureum meningkat (71 mg/dL), kalsium menurun (6,2 mg/dL),
total kolestrol meningkat (663 mg/dL), natrium meningkat (111 mEq/L), klorida
menurun (85 mmol/L), urinalisis urin rutin ditemukan protein (++), agak keruh.
Hemoglobin dan hematokrit meningkat dapat terjadi akibat cairan intravascular
yang berpindah ke interstisial. Peningakatan kolesterol terajdi akibat sintesis yang
meningkat atau degradasi yang menurun. Peningkatan sintesis lipoprotein di hati
diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin. Rendahnya kalsium dalam darah
kemungkinan terjadi karena rendahnya 25-hydroxyvitamin D3 (25OHD3) dalam
darah karena keluar bersama urin. Pada kasus edema akibat gangguan pada ginjal
juga akan menyebabkan gangguan pada filtrasi glomerulus akibat hipoalbumin
sehingga akan didapatkan hasil berupa ureum meningkat dan proteinuria.
Diagnosis banding kasus ini adalah sindrom nefrotik dan sindrom nefritik
akut yang disertai gizi kurang, serta gizi buruk dengan edema. Diagnosis sindrom
nefritik akut (SNA) dapat disingkirkan karena biasanya onset SNA akut (<7 hari),
edema yang minimal, ada hipertensi, dan tidak terdapat hipoalbuminuria sehingga
proteinuria juga jarang terjadi. Diagnosis gizi buruk juga dapat disingkirkan
karena dari data antropometri status gizi anak adalah kurang dan tidak ada tanda
klinis gizi buruk seperti rambut tipis, jarang, mudah rontok/ dicabut, pandangan
sayup, hipertrofi otot, crazy pavement dermatosis. Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan diagnosis pada
pasien adalah sindrom nefrotik dengan gizi kurang. Tatalaksana pada pasien ini
adalah dengan pemberian diuretik berupa furosemide 1-3 mg/kgBB/hari dengan
tujuan untuk retriksi cairan karena adanya edema yang masif. Selain itu, diberikan
pula kortikosteroid terapi inisial berupa metil prednisolone 2 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi.
Prognosis quo ad vitam, functionam, dan sanationam pada pasien ini adalah
dubia ad bonam apabila dilakukan penatalaksaan lebih awal dan mencegah
terjadinya perburukan edema menjadi edema ansarka. Kekurangan gizi dapat
dicapai dengan pemberian nutrisi yang cukup dan diet protein yang baik sehingga
dapat tercapai prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta:
IDAI; 2002.
2. Arsita, E. Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana SIndroma Nefrotik. Jurnal
Kedokteran Meditek. 2017.
3. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED,
Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology,
edisi ke-6, SpringerVerlag, Berlin Heidelberg; 2009. h.1229-310.
4. Down SM. Technical report: Urinary tract infection in febrile infants and
young children. Pediatrics; 1999. 103:e 54(p1-22, electronic article).
5. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic Syndrome in Childhood. The Lancet;
2003;362(9384). P. 629-639.
6. Elizabeth R. Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2 Tahun. Jurnal
Agromedicine; 2015;2(3). P. 217-221.
7. Garin EH, Olavarria F, Araya C, Broussain M, Barrera C, Young L. Diagnostic
significance of clinical and laboratory findings to localize site of urinary
infection. Pediatr Nephrol;2007. 22:1002-6.
8. Hannson S, Jodal U: Urinary tract infection. Dalam: Barrat TM, Avner ED,
penyunting, Pediatric Nephrology, edisi ke-4. Baltimore: Lippincott Williams
& Wilkins; 1999. h.835-50
9. Indonesia, UNIDA. Tatalaksana Sindrom Nefrotik idiopatik pada Anak. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
10. Jones KV, Asscher AW. Urinary tract infection and vesico-ureteral reflux.
Dalam: Edelmann CM, Bernstein J, Meadow SR, Spitzer A, Travis LB,
penyunting. Pediatric Kidney Disease vol. II edisi ke-2. Boston: Little Brown;
1992. h.1943-91
11. Juliantika R, Lestari HI, Kadir MR. Korelasi antara hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia pada anak dengan sindorom nefrotik. Maj Kedokt Sriwij.
2017;49(2).
12. Kharisma, Y. Tinjauan Penyakit Sindroma Nefrotik. 2017
13. Kher KK, Leichter HE. Urinary tract infection. Dalam: Kher KK, Makker SP,
penyunting. Clinical Pediatric Nephrology. New York; McGraw-Hill;1992.
h.277- 321.
14. Lambert H, Coultard M. The child with urinary tract infection. Dalam: Webb
NJA, Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatric Nephrology, edisi ke-3,
Oxford, Oxford University Press; 2003. h.197-225.
15. National Institute for Health and Clinical Excellence. (2007): Urinary tract
infection in children. http://guidance.nice.org.uk..CG054.
16. Nilawati G. Profil Sindrom Nefrotik pada Ruang Perawatan Anak RSUP Sanglah
Denpasar. Sari Pediatri. 2016;14(4).
17. Pardede SO, Taralan T, Husein A, Partini PT, Eka LH. Konsensus infeksi
saluran kemih pada anak. UKK Nefrologi IDAI: Jakarta 2011.
18. Pramana PD, Mayetti M, Kadri H. Hubungan antara Proteinuria dan Hipoalbuminemia
pada Anak dengan Sindrom Nefrotik yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang
periode 2009-2012. Jurnal Kesehatan Andalas; 2013;2(2). P. 90-93.
19. Rusdidjas, Ramayati R, Tambunan T, dkk. Infeksi Saluran Kemih. Dalam:
Noer MS, Soemyarso NA. Kompendium Nefrologi Anak. Edisi pertama.
Jakarta; 2011 h. 131-138.
20. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002. h. 142-63.
21. Smolkin V, Koren A, Raz R, Colodner R, Sakran W, Halevy R. Procalcitonin
as a marker of acute pyelonephritis in infants and children. Pediatr Nephrol;
2002. 17:409-12.
22. Stamm WE. Urinary tract infection. Dalam: Greenberg A, Cheny AK, Cofman
TM, Falk RJ, Jennette JC, penyunting, Primer on kidney diseases: San Diego:
National Kidney Foundation, Academic Press; 1994. h.243-6
23. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus Tata Laksana Sindrom
Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Vol. 2, Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia KONSENSUS. 2012.

Anda mungkin juga menyukai