Anda di halaman 1dari 8

KB

a. Latar belakang
Program Keluarga Berencana (KB) adalah program pembatasan jumlah anak
yakni dua untuk setiap keluarga. Program tersebut berpotensi meningkatkan status
kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal itu dapat dilakukan dengan
cara memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sebagai hak reproduksi
sehingga dapat menghindari kehamilan pada umur atau jumlah persalinan yang
membawa bahaya tambahan dengan cara menurunkan kesuburan.
Menurut WHO (World Health Organisation), KB adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif
tertentu, untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu
saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, menentukan jumlah anak
dalam keluarga. Menurut data WHO setiap tahun lebih dari 600.000 wanita
meninggal akibat komplikasi kehamilan saat melahirkan, 99% kematian terjadi di
negara berkembang. Pencegahan dan penurunan angka kematian ibu merupakan salah
satu alasan diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Program keluarga berencana
dapat menurunkan angka kematian ibu dalam beberapa cara. Keluarga berencana
dapat menyebabkan penurunan jumlah kelahiran karena setiap kehamilan yang
berkaitan dengan beberapa resiko dapat dihindari. Keluarga berencana juga dapat
mengurangi kehamilan yang tidak tepat waktunya misalnya kehamilan pada wanita
yang sangat muda dan pada wanita yang sudah tua. KB membantu menurunkan
jumlah kehamilan yang tidak diinginkan karena kehamilan yang tidak diinginkan
selalu menjadi ancaman bagi kesehatan wanita (World Health Organization, 2007).

Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa angka kematian ibu masih tinggi yaitu
359 per 100.000 kelahiran hidup. Seringnya ditemukan 4 T (terlalu muda, terlalu tua,
terlalu dekat jarak antar kelahiran, dan terlalu banyak anak yang dilahirkan)
merupakan salah satu faktor yang berperan terhadap angka kematian ibu.

Penguatan pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya penting


untuk mendukung percepatan penurunan angka kematian ibu. Data menunjukkan
bahwa cakupan kesertaan KB aktif atau Contraceptive Prevalence Rate hanya
meningkat 0,5% dari 57,4% (SDKI 2012) menjadi 57,9%, angka kehamilan pada
remaja atau Age Specific Fertility Rate 15-19 tahun masih tinggi, yaitu 48/1000
perempuan usia 15-19 tahun. Belum optimalnya indikator-indikator yang tercapai
tersebut berkontribusi pada stagnannya Total Fertility Rate dan berdampak pada
tingginya angka kematian ibu di Indonesia.

Sebagai petugas kesehatan, dalam memberikan pelayanan keluarga berencana


kepada masyarakat tentu harus memperkenalkan atau mempromosikan beberapa
metode kontrasepsi. Komponen dalam pelayanan KB yang dapat diberikan adalah
KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), konseling, pelayanan kontrasepsi
(PK), pelayanan infertilitas, pendidikan seks, konsultasi pra-perkawinan dan
konsultasi perkawinan, konsultasi genetik, tes keganasan, adopsi (Hanafi Hartanto,
2004). Secara pendekatan sosioekonomi pengontrolan kelahiran penting untuk
meningkatkan kualitas hidup dan memberi efek yang positif terhadap kebahagian
keluarga juga lingkungan sekitar (Cunningham, 2005).

Pada dasarnya pelayanan kontrasepsi dapat dibagi sesuai dengan sasaran yang akan
dicapainya. Peserta wanita berumur di bawah 20 tahun dengan alasan menunda
kehamilan diutamakan pemakaian kontrasepsi pil oral, sedangkan penggunaan
kondom tidak disarankan karena biasanya pasangan muda masih tinggi frekuesi
bersenggamanya sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam mencegah
kehamilan. Dapat juga digunakan IUD-Mini (Intra Uterine Device Mini) terutama
pada calon peserta yang kontraindikasi terhadap pil oral. Pada peserta umur 20-
30 tahun dengan alasan menjarangkan kehamilan maka segera setelah anak
pertama lahir dianjurkan untuk memakai IUD (Intra Uterine Device) sebagai
pilihan utama dan kegagalan kontrasepsi di sini bukanlah suatu kesalahan program.
Implant juga menjadi salah satu pilihan pada pasien yang tidak ingin menggunakan
IUD, bila pasien merasa tidak nyaman dengan adanya alat dalam rahimnya atau
pasien yang menghendaki alat kontrasepsi yang praktis dan bertahan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Pada peserta di atas 30 tahun dengan alasan tidak mau hamil
maka pilihan utama adalah kontrasepsi mantap, pil oral kurang dianjurkan karena usia
ibu yang relatif tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya akibat sampingan
dan komplikasi (Hanafi Hartanto, 2004).
b. Permasalahan
 Permasalahan yang muncul adalah sebagian besar masyarakat hanya
mengetahui metode kontrasepsi berupa pil dan suntik. Masyarakat belum
banyak mengetahui informasi metode kontrasepsi lain.
 Kurangnya pengetahuan pasien akan efektivitas dari implant tersebut

c. Perencanaan dan intervensi


 Memberi edukasi kepada ibu – ibu tentang metode – metode kontrasepsi
yang ada dan efektivitas dari setiap metode – metode kontrasepsi tersebut.

d. Pelaksanaan implant
Alat dan bahan
1. Meja periksa untuk klien berbaring
2. Alat penyangga lengan
3. Batang Norplant (6 buah) dalam kantong steril
4. Duk steril
5. Mangkok tempat meletakkan norplant
6. Handscoen steril
7. Sabun cuci tangan
8. Larutan antiseptik (povidon iodine, lengkap dengan
cawan/mangkok)
9. Zat anestesi local (konsentrasi 1% tanpa epinefrin)
10. Spuit 5 ml
11. Trokar #10 dan mandrin
12. Skalpel # 11 atau # 15
13. Kasa pembalut, bandaid, atau plester
14. Kasa steril dan pembalut
15. Epinefrin untuk keperluan darurat (renjatan anafilaktik)
16. Klem penjepit atau forseps mosquito
17. Bak/tempat instrumen
18. Tempat sampah kering
19. Tempat sampah medis
20. Ember berisi larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrumen yang selesai
digunakan.
Pemasangan Implant
1. Konseling pra pemasangan, jelaskan hal-hal yang perlu diketahui klien tentang
norplant (indikasi, perhatian khusus, keuntungan dan kerugiannya).
2. Pastikan bahwa klien telah yakin dengan pilihannya untuk menggunakan KB
norplant.
3. Pemasangan kapsul implant
a. Persiapan
i. Minta klien mencuci lengannya sebersih mungkin dengan sabun
dan air, dan membilasnya sehingga tidak ada sisa sabun.
ii. Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas
iii. Beri tanda pada tempat pemasangan
iv. Pastikan bahwa peralatan yang steril atau DTT dan keenam kapsul
implant sudah tersedia
b. Tindakan pra pemasangan
i. Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih

ii. Pakai sarung tangan steril atau DTT


iii. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik
iv. Pasang duk steril atau DTT disekeliling lengan klien
c. Pemasangan kapsul implant
i. Suntikkan anestesi lokal tepat dibawah kulit (subkutan) sampai
kulit sedikit menggelembung
ii. Teruskan penusukan jarum kurang lebih 4 cm dan suntikkan
masing-masing 1 cc diantara pola pemasangan nomor 1 dan 2, 3
dan 4, 5 dan 6.
iii. Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi pada kulit
iv. Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan scalpel (alternatif lain
tusukkan trokar langsung ke lapisan dibawah kulit)
v. Sambil mengungkit kulit, masukkan terus trokar dan
pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat
pada luka insisi.
vi. Keluarkan pendorong dan masukkan kapsul kedalam trokar
(dengan tangan atau pinset)
vii. Masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul kearah ujung dari
trokar sampai terasa adanya tahanan.
viii. Tahan pendorong ditempatnya dengan satu tangan, dan tarik
trokar keluar sampai mencapai pegangan pendorong.
ix. Tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-sama sampai
batas tanda 2 terlihat pada luka insisi (jangan mengeluarkan
trokar dari tempat insisi)
x. Tahan kapsul yang telah terpasang dengan satu jari dan masukkan
kembali trokar serta pendorongnya sampai tanda 1.
xi. Jangan menarik ujung trokar dari tempat insisi sampai seluruh
kapsul sudah terpasang.
xii. Raba kapsul utnuk memastikan keenam kapsul implant telah
terpasang dalam pola kipas.
xiii. Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada jauh
dari insisi.
d. Tindakan pasca pemasangan
i. Dekatkan ujung-ujung insisi dan tutup dengan band- aid.
ii. Beri pembalut tekan untuk mencegah pendarahan dan
mengurangi memar.
iii. Taruh alat suntik ditempat terpisah dan letakkan semua peralatan
dalam larutan klorin untuk dikontaminasi.
iv. Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempatnya (kasa,
kapas, sarung tangan / alat suntik sekali pakai)
v. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam klorin .
vi. Cuci tangan dengan sabun dan air, kemudian keringkan dengan
kain bersih.
Pencabutan Implant
1. Konseling pra pencabutan (alasan pencabutan, rencana klien pasca pencabutan)
2. Pencabutan kapsul implant
a. Persiapan
i. Mintalah klien untuk mencuci seluruh lengan dan tangan dengan
sabun dan air yang mengalir. Pastikan tidak terdapat sisa sabun.
ii. Mintalah klien berbaring dengan lengan yang diletakkan lurus atau
sedikit bengkok dan disangga dengan baik
iii. Letakkan kain yang bersih dan kering dibawah lengan klien
iv. Tentukan lokasi keenam kapsul dengan meraba. Untuk
menentukan tempat insisi, raba (tanpa sarung tangan ujung
kapsul dekat lipatan siku. Bila tidak dapat meraba kapsul, lihat
lokasi pemasangan pada cacatan medik klien. Beri tanda pada
posisi setiap kapsul di lengan dengan menggunakan spidol.
v. Siapkan alat-alat dengan selalu menjaga sterilitas.
b. Tindakan pra pencabutan
i. Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain bersih
ii. Pakai sarung tangan steril atau DTT.
iii. Desinfeksi tempat pencabutan secara sentrifugal dengan kasa
iodine.
iv. Pasang duksteril pada daerah pencabutan, raba sekali lagi seluruh
kapsul untuk menentukan lokasinya.
v. Suntikkan obat anenstesi lokal dengan memasukkan jarum
dibawah ujung kapsul yang paling dekat dengan siku, kemudian
masukkan sampai kurang lebih sepertiga panjang kapsul pertama
(1 cm ), trik jarum pelan-pelan sambil menyuntikkan obat anastesi
sebanyak 0,5 ml. Tanpa mencabut jarum geser ujung jarum ke
arah kapsul berikutnya, ulangi proses ini sampai jarum keenam.
c. Tindakan pencabutan dengan teknik “U”
i. Tentukan lokasi insisi pada kulit diantara kapsul 3 dan 4 lebih
kurang 5 ml di atas ujung kapsul dekat siku.
ii. Lakukan pada lokasi yang telah ditentukan, gunakan scalpel untuk
membuat insisi kecil (4 mm) dengan arah memanjang.
iii. Masukkan ujung klem pemegang susuk secara hati-hati melalui
luka insisi.
iv. Fiksasi kapsul yang letaknya paling dekat luka insisi dengan jari
telunjuk sejajar panjang kapsul.
v. Masukkan klem lebih dalam sampai ujungnya menyentuh kapsul,
buka klem dan jepit kapsul denga sudut yang tepat pada sumbu
panang kapsul lebih kurang 5 mm diatas ujung bawah kapsul.
Setelah kapsul terjepit, tarik ke arah insisi dan jatuhkan klem 1800
ke arah bahu klien.untuk memaparkan ujung bawah kapsul.
vi. Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggunakan kassa steril untuk memaparkan ujung bawah kapsul
sehingga mudah dicabut.Bila tidak bisa dengan kassa, boleh
menggunakan sisi tumpul scalpel.
vii. Gunakan klem lain untuk menjepit kapsul yang sudah terpapar.
Lepaskan klem pemegang susuk dan cabut kapsul dengan pelan-
pelan dan hati- hati. Setelah kapsul dicabut, letakkan dalam
mangkuk kecil berisi larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi.
Kapsul dapat dihitung dengan mudah dalam mangkuk kecil untuk
memastikan keenam kapsul sudah dicabut.
viii. Pencabutan kapsul berikutnya adalah yang tampak paling mudah
dicabut dengan teknik yang sama seperti di atas.
d. Tindakan pasca pencabutan
i. Bila klien tidak ingin memakai susuk lagi, bersihkan daerah sekitar
insisi denga kasa antiseptik. Gunakan klem mosquito untuk
memegang kedua tepi luka insisi selama lebih kurang 10 – 15 detik
untuk mengurangi perdarahan.
ii. Dekatkan kedua tepi luka insisi kemudian tutup dengan bandaid
atau kasa steril dan plester. Tutup daerah insisi dengan pembalut
tekan mengelilingi lengan untuk homeostasis dan mengurangi
perdarahan di bawah kulit.
iii. Taruh alat suntik ditempat terpisah dan letakkan semua peralatan
dalam larutan klorin untuk dikontaminasi.
iv. Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempatnya (kasa,
kapas, sarung tangan / alat suntik sekali pakai)
v. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam klorin .
vi. Cuci tangan dengan sabun dan air, kemudian keringkan dengan
kain bersih.
e. Monitoring dan evaluasi (pemasangan & pencabutan implant)
i. Perdarahan pasca pemasangan
ii. Perdarahan pasca pencabutan
iii. kontrol luka pasca pemasangan dan pencabutan

e. Pemasangan IUD
Alat dan bahan
1. IUD dan Inserter
2. sarung tangan
3. kain steril (duk) lubang
4. spekulum
5. tenakulum (cunam peluru)
6. pinset
7. klem
8. sonde rahim
9. gunting
Prosedur tindakan/ pelaksanaan
Persiapan
1. Periksalah apakah alat – alat sudah disiapkan dengan lengkap dan sudah
disterilkan
2. Memberi salam dan anamnesis seperlunya
Teknik pemasangan IUD COPPER
1. Akseptor dipersilahkan berbaring dengan posisi litotomi, tangan ada di samping
badan atau diatas kepala agar kedudukannya lebih santai dan otot tidak tegang
2. Untuk mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan toilet dengan bahan
– bahan desinfektan. Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari
3. kulit di sekitar alat genitalia pada saat pemasangan IUD, maka dipasang duk
(kain) steril yang berlubang
4. Spekulum yang ukurannya sesuai dipasang secara hati-hati pada vagina, sampai
porsio dapat ditampakkan dengan jelas. Sekali lagi diamati apakah ada kelainan
pada porsio dan vagina yang merupakan kontra indikasi pemasangan IUD.
Rongga vagina dan permukaan porsio dibersihkan dibersihkan dengan bahan
desinfektan.
5. Dengan hati-hati porsio bagian depan dijepit dengan tenakulum, agar porsio
dapat terfiksasi. Dilakukan sondase rongga rahim dengan sonde rahim,
perhatikan kelengkungan sonde terhadap posisi dan kjedudukan uterus (ante
atao retrofleksi). Tujuan melakukan sondase adalah mengetahui arah serta
panjang rongga rahim, sehingga dapat menentukan ukuran IUD yang harus
dipasang dan kedudukan elips penghenti pada inserter.
6. Setelah kemasan dibuka, bagian sayap dari IUD Cu-T dilipat ke arah pangkalnya
dan ikut dimasukkan ke dalam inserter. Cu-T yang terlipat ini harus sesegera
mungkin dipasangkan pada akseptor, agar kedudukannya tidak tidak menetap
(terlipat). Lebih dianjurkan agar pelipatan ini dilakukan pada saat masih ada
dalam kemasan atau kemasan belum dibuka, sehingga lebih menjamin
sterilitasnya.
7. Tangan kiri pemasang memegang pegangan tenakulum. Tabung inserter yang
didalamnya sudah ada IUD dan pendorong inserter secara halus dimasukkan ke
dalam rongga rahim melalui orifisium uteri eksternum dengan tangan kanan.
Pada waktu memasukkan inserter dengan IUD di dalamnya, harus sampai elips
penghenti tertahan oleh serviks uteri, sehingga ujung inserter telah mencapai
fundus. Dengan menahan pendorong inserter, maka IUD dapat dipasang dan
tertinggal di dalam kavum uteri.
8. Tenakulum dilepas, dan diperiksa apakah bekas jepitan pada porsio
mengeluarkan darah. Darah yang keluar dari luka bekas jepitan dan keluar dari
orifisium uteri eksternum dibersihkan dengan kasa kering. Benang IUD yang
terlalu panjang dipotong dengan gunting, sehingga benang yang tertinggal
terjulur dari orifisium uteri eksternum sampai kira-kira 2 atau 3 cm dari introitus
vagins. Dengan bahan desinfektan dilakukan desinfeksi pada daerah orifisium
uteri eksternum dan luka bekas tenakulum.
9. Spekulum dilepas dan sebelum mengakhiri pemasangan, dilakukan pemeriksaan
colok vagina untuk memastikan bahwa seluruh IUD sudah masuk ke dalam
rongga rahim sehingga ujung IUD tidak teraba lagi, serta untuk menempatkan
benang IUD pada forniks anterior vagina agar tidak memberikan keluhan pada
suami saat koitus.
10. Setelah selesai pemasangan ditanyakan pada akseptor, apakah cukup nyaman
dan tidak merasa pusing atau sakit perut yang berlebihan. Awasi juga keadaan
umum akseptor sesudah pemasangan IUD.
Teknik pencabutan IUD
1. Akseptor dipersilahkan berbaring dengan posisi litotomi, tangan ada di samping
badan atau diatas kepala agar kedudukannya lebih santai dan otot tidak tegang
2. Untuk mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan toilet dengan bahan
– bahan desinfektan. Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari kulit di sekitar
alat genitalia pada saat pemasangan IUD, maka dipasang duk (kain) steril yang
berlubang
3. Sesudah spekulum dipasang dan rongga vagina dibersihkan sehingga serviks uteri
dan benang IUD tampak jelas, maka benang IUD dijepit dengan klem. Pada waktu
mencabut, benang harus ditarik perlahan- lahan. Pencabutan yang terlalu kasar
atau tergesa-gesa akan berakibat putusnya benang IUD. Lebih bijaksana
pencabutan dilakukan dengan menegangkan benang IUD, dan IUD akan tercabut
dengan sebdirinya.
4. Apabila benang IUD tidak tampak, benang putus atau pada waktu pencabutan
dirasakan tarikan berat, hendaknya akseptor dikirimkan kepada dokter yang
berwenang menanganinya lebih lanjut dengan surat rujukan.
f. Monitoring dan evaluasi
 Akseptor diminta untuk datang kembali ke klinik untuk diperiksa pada 1
minggu, 1 bulan dan 3 bulan setelah pemasangan serta sedikitnya tiap 6
bulan sesudahnya. Tindak lanjut ini digunakan untuk mengetahui apakah
adad keluhan dari akseptor, ada tidaknya efek samping, ada tidaknya
kegagalan (kehamilan), dan tentu saja untuk mengetahui apakah IUD masih
terpasang dengan baik.
 Salah satu cara untuk mengetahui apakah IUD masih terpasang adalah
dengan mengajar akseptor melakukan pemeriksaan terhadap dirinya
sendiri. Akseptor diajar untuk memeriksa IUD sendiri dengan cara
membasuh tangan kemudian memasukkan jari tangannya ke vagina hingga
mencapai serviks uteri, dan meraba apakah benang IUDnya masih bisa
diraba, tetapi dianjurkan agar tidak menarik benang IUD tertsebut. Apabila
benang tidak teraba, akseptor diminta untuk tidak melakukan koitus dan
segera datang ke klinik.

Anda mungkin juga menyukai