Iman Rohiman1), Rahmat Pamuji2) Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta12) Iman.rohiman92@gmail.com1), rahmat12001053@webmail.uad.ac.id2)
Abstrak
Bimbingan dan Konseling multikultural merupakan gerakan dalam pemikiran dan
praktik tentang pengaruh ras, etnik, dan budaya dalam proses konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan terjadi bias–bias budaya (cultural biases). Bimbingan dan konseling multikultural atau bimbingan dan konseling lintas budaya sangat tepat untuk lingkungan yang berbudaya plural seperti di Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhineka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Meski demikian, pendekatan konseling multikultural tidak mengabaikan pendekatan tradisional yang selama ini digunakan, melainkan dengan mengintegrasikannya dengan perspektif budaya Indonesia yang beragam. Calon konselor professional yang berasal dari berbagai budaya yang berbeda diharapkan mampu memahami karakter budaya masing-masing konseli dimanapun dan berasal dari manapun konseli tersebut. Calon konselor professional tidak bisa mengagungkan budaya sendiri dan mengecilkan budaya lain. Sehingga pemahaman budaya yang ada di seluruh Indonesia pada khususnya menjadi tanggung jawab moral sebagai calon konselor.
Kata Kunci: Bimbingan dan Konseling, Multikultural, Karakter
A. Pendahuluan yang berarti berbedabeda tetapi tetap
Bangsa Indonesia terdiri dari satu jua (Barriyah 31:2016). masyarakat dengan keanekaragaman Setiap orang dalam yang sangat kompleks. Terdiri dari kehidupan masyarakat multikultur pulau dengan keragaman budaya, ditekankan untuk saling menghargai ras, bahasa daerah, suku bangsa, dan menghormati. Menurut Atmoko agama dan kepercayaan, dan serta & Faridati (2015) berbagai individu masih banyak lainnya. Realitas inilah dan kelompok suku, bertemu dalam yang menyebabkan Indonesia dapat suatu tempat atau wilayah, dengan disebut sebagai masyarakat membawa perilaku masing-masing ―multikultur‖. Untuk dapat mengikat dengan cara yang khas dan menjadi keragaman itu dalam sebuah kebiasaan serta ciri dari individu atau kesatuan, Indonesia memiliki kelompok tersebut. komitmen yang diwujudkan dalam Dunia Pendidikan tidak lepas konsepsi ―Bhineka Tunggal Ika‖, dari ragamnya multicultural dan keragaman budaya yang ada di
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 109 Universitas Ahmad Dahlan 2017 Indonesia. Dilihat dari banyaknya dahulu harus menyadari keragaman siswa yang memilih ke luar daerah yang ada di dalam dirinya sendiri, tempat dimana mereka tinggal. kemudian menyadari sejumlah Mahasiswa pada umumnya memiliki kondisi yang beragam di sekitar keragaman budaya yang berbeda- lingkungannya, seperti kemiskinan, beda hal itu terjadi karena adanya perbedaan gender, dan sebagainya, keragaman budaya yang ada di hingga kemudian akhirnya individu Indonesia. dapat mencapai kesadaran akan Calon konselor merupakan keragaman budaya. mahasiswa bimbingan dan konseling yang berada pada situasi dimana B. Masalah ketika nanti terjun ke lapangan harus Seiring berjalannya waktu, memahami dan mempersiapkan diri kasus-kasus kekerasan antar dan belajar banyak tentang kelompok yang terjadi di berbagai multibudaya yang ada di Indonesia. kawasan di Indonesia menunjukkan Tantangan konselor di era global betapa rentannya rasa kebersamaan, bertambah dengan adanya media betapa kentalnya prasangka antara social dan banyaknya video serta kelompok dan betapa rendahnya foto yang menyangkut tentang saling pengertian antar kelompok. budaya masing-masing daerah. Rasa Sampai saat ini telah terjadi berkali- kental masing masing budaya yang kali pertikaian besar dan telah ada ditimbulkan oleh siswa yang menelan banyak korban seperti kasus berada dalam lingkup yang berbeda. penyerangan sebuah komunitas Locke (1992) dan Jackson & Syi‘ah di Sampang (Tribunnews Wasson (2003) mengemukakan edisi 26 Agustus 2013), kasus Gerjea bahwa untuk mencapai kesadaran HKBP Filadelfia di Bekasi (Kompas multikultural, seseorang terlebih edisi 26 Desember 2012), Kerusuhan dahulu harus mengenali buadanya di Tolikara (Tempo edisi 21 Juli sendiri. Jackson dan Wasson (2003) 2015), Perang Antar Suku di Timika menjelaskan lebih lanjut, bahwa (Sindonews edisi 22 Mei 2014) dan mengenali budaya sendiri bukan Bentrok antarwarga yang terjadi di berkenaan dengan cara membina Aceh Singkil (Tempo edisi 13 hubungan dengan dunia yang Oktober 2015). Beberapa kasus memiliki keragaman budaya, tapi tersebut salah satu penyebabnya lebih pada cara membina budaya berasal dari keberagaman yang kita individu itu sendiri yang beragam miliki dan rendahnya kompetensi dengan dunia lainnya yang juga multikultural pada masyarakat. beragam. Lebih lanjut, Locke (1992) Menurut Dupraw & Axner memaparkan bahwa proses (2002) kompetensi multikultural tercapainya kesadaran akan sangat penting untuk dikuasai oleh keragaman budaya melalui kontinum seseorang karena berkaitan dengan budaya, dimana seseorang terlebih apa yang kita lihat, bagaimana kita
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 110 Universitas Ahmad Dahlan 2017 memahami apa yang kita lihat, dan Attitude (sikap) (3) Knowledge bagaimana kita mengekspresikan (pengetahuan) dan (4) Skills diri. Kurangnya pemahaman tentang (keterampilan). Dalam komponen identitas budaya, dan bagaimana kesadaran diharapkan mampu dapat mempengaruhi berbagai aspek menyadari reaksi pribadi kita dalam kehidupan, dapat menjadi terhadap orang lain yang berbeda, sumber konflik dan hambatan besar Komponen sikap diperlukan dalam dalam hubungan interpersonal pengembangan kompetensi seseorang. Lebih lanjut Dupraw dan multicultural agar individu hati-hati Axner (2002) menyatakan seringkali memeriksa keyakinan dan nilai-nilai kita tidak sadar bahwa budaya mereka sendiri tentang perbedaan mempengaruhi kita. Kadang-kadang budaya, komponen pengetahuan kita bahkan tidak menyadari bahwa diperlukan karena nilai-nilai dan kita memiliki nilai-nilai budaya atau keyakinan serta perbedaan asumsi-asumsi yang berbeda dari pandangan terhadap orang lain sering orang lain. mempengaruhi perilaku kita, dan Calon konselor masih sering kali kita tidak meyadari hal berkutat pada kuatnya budaya sendiri itu. tanpa adanya melihat bahwa Pendidik dalam hal ini nantinya menjadi seorang konselor Konselor menjadi komponen yang harus memiliki skil dan kemampuan sangat penting dalam proses yang mumpuni untuk menghadapi pendidikan yang kaitannya dengan konseli yang memiliki multibudaya kebudayaan. Pemahaman terhadap di era global. Penelitian yang budaya dalam rangka bekerja dengan dilakukan oleh Barriyah (2016) klien tanpa memaksakan nilai-nilai kepada mahasiswa di Universitas mereka, menyinggung klien, atau Kanjuruhan Malang, menunjukan perilaku nonverbal klien yang salah bahwa 82,6% mahasiswa berada diinterpretasikan. pada tingkat kesadaran multicultural Berkaitan dengan hal diatas, yang sedang. Hal ini membuat penting bagi konselor memiliki prihratin sebagai seorang calon kompetensi yang akan memberikan konselor memiliki tingkat kesadaran arah dalam pelaksanan konseling multikultural yang sedang tanpa dengan keberagaman budaya adanya rasa multicultural yang konselinya. Refleksi terhadap tinggi. praktek konseling tentu akan melibatkan pemahaman dan C. Pembahasan kesadaran konselor terhadap budaya Dalam mengembangkan yang dimilikinya dan konselinya. kompetensi multibudaya menurut Menurut Kertamuda (2011) Moule (2012) ada 4 komponen atau Kesadaran budaya (cultural tahapan yang perlu diperhatikan awareness) merupakan salah satu yaitu : 1) Awareness (kesadaran) (2) dimensi yang penting untuk dimiliki
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 111 Universitas Ahmad Dahlan 2017 oleh konselor, karena dimensi ini penting bagi seorang calon konselor perlu dimiliki oleh konselor agar di era globalisasi ini untuk memiliki dapat memiliki pemahaman dan kesadaran budaya terhadap dirinya kesadaran bahwa faktor budaya yang sendiri dan lingkungannya. dimilikinya (ras, jender, nilai-nilai, Interaksi Konselor dengan kelas sosial, dan lain-lain) akan klien atau siswa sangat banyak sekali mempengaruhi perkembangan diri dalam proses bimbingan dan dan pandangan terhadap dirinya. konseling, salahsatuya adalah proses Kartadinata (2005) menyebutkan konseling yang dilakukan oleh bahwa sebagai pendidik psikologis, seorang konselor kepada kliennya. konselor harus memiliki kompetensi Roggers (Patterson, 2004) dalam hal ini: menyebutkan 5 kualitas dasar 1. Memahami kompleksitas konselor dalam proses konseling interaksi individu-lingkungan yaitu : (1) Respect, (2) Genuinenes, dalam ragam kontesk sosial (3) Empathic understanding, (4) budaya Communication of empathic, (5) 2. Menguasai ragam bentuk Structuring. Berikut penjelasannya: intervensi psikologis baik antar a. Respect. Menghargai klien maupun intra pribadi dan lintas merupakan hal yang penting budaya. bagi konselor. Hal ini termasuk 3. Menguasai strategi dan teknik memiliki kepercayaan kepada asesmen yang memungkinkan klien dan memiliki asumsi dapat difahaminya bahwa klien memiliki keberfungsian psikologis kemampuan untuk mengambil individu dan interaksinya tanggung jawab untuk dirinya dengan lingkungan. sendiri (termasuk selama proses 4. Memahami proses konseling berlangsung), klien perkembangan manusia secara memiliki kemampuan untuk individual maupun secara sosial. menentukan pilihan dan 5. Memegang kokoh regulasi memutuskan dan memecahkan profesi yang terinternalisasi ke masalahnya. dalam kekuatan etik profesi b. Genuinenes. Konseling yang mempribadi. merupakan hubungan yang 6. Memahami dan menguasai nyata. Konselor perlu untuk kaidah-kaidah dan praktek memiliki kesungguhan dalam pendidikan memberikan konseling dan juga Berdasarkan penjelasan di adalah sosok yang nyata. Selain atas menjadi hal yang penting pada itu konselor harus sesuai dengan poin pertama, yaitu memahami diri sesungguhnya (kongruensi) kompleksitas interaksi individu- ini berarti konselor betul-betul lingkungan dalam ragam konteks menjadi dirinya tanpa kepalsuan. social budaya, oleh karena itu
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 112 Universitas Ahmad Dahlan 2017 c. Empathic understanding. (Kertamuda, 2009) menyebutkan Pemahaman yang empati lebih pedoman (guidelines) yang perlu dari sekedar pengetahuan dimiliki konselor terkait dengan tentang klien. Akan tetapi perbedaan nilai-nilai yaitu: pemahaman yang melibatkan a. Konselor membantu klien agar dunia dan budaya klien secara merasakan bahwa nilai-nilai mendalam. yang dimilikinya dapat diterima d. Communication of empathic, selama proses konseling respect and genuineness to the berlangsung. Peran konselor client. Kondisi ini penting untuk adalah menyakinkan konseli dipersepsi, diakui, dan dirasakan bahwa perasaan klien terkait oleh klien. Persepsi tersebut dengan nilai-nilai yang akan mengalami kesulitan jika dimilikinya dapat diterima oleh klien berbeda dengan konselor konselor. baik dari budaya, ras, sosial b. Konselor memberikan ekonomi, umur, dan jender. Oleh pandangan kepada klien bahwa karena itu penting bagi konselor nilai-nilai, dalam hal ini nilai untuk memahami perbedaan keagamaan, yang dimiliki tersebut. sebagai bagian dalam e. Structuring. Salah satu elemen memecahkan masalah yang penting yang terkadang tidak dihadapi klien, tidak hanya disadari oleh konselor adalah sebagai bagian dari masalah. struktur atau susunan dalam Konselor perlu memiliki proses konseling. Pekerjaan pemahaman bahwa nilai-nilai konselor dalam proses konseling keagamaan dapat memberikan sebaiknya memiliki susunan dan pengaruh positif terhadap mengartikan perannya pada kesehatan mental klien sama klien. Konselor sebaiknya dengan dukungan sosial yang menyatakan bahwa apa, diberikannya. bagaimana dan mengapa dia c. Konselor harus meningkatkan bermaksud melakukan diri dan memiliki pendidikan konseling. Kegagalan untuk tentang budaya, nilainilai memberikan pemahaman peran keagamaan, keyakinan, dan konselor di awal proses mempraktekkan; berusaha untuk konseling dapat menghasilkan mengerti bagaimana isu-isu ketidakpahaman antara terkait dengan hal tersebut keduanya. diintegrasikan melalui teori Selanjutnya, kesadaran psikologi dan praktek konseling. budaya konselor dalam menghadapi d. Konselor mengikuti aktifitas- perbedaan nilai-nilai menjadi faktor aktifitas di masyarakat yang penentu efektifitas proses konseling dapat meningkatkan interaksinya yang diberikannya. Bishop dengan orang-orang yang
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 113 Universitas Ahmad Dahlan 2017 berbeda secara budaya maupun agar dapat berkomunikasi agama. dengan klien tentang nilai-nilai e. Konselor mampu mengeskplor keragamaan baik itu yang dan mengevaluasi nilai-nilai dimiliki konselor maupun klien. personal yang dianutnya. Segala Kompetensi, kualitas Penilaian diri (self-examination) dan pedoman (guidelines) tidak akan merupakan hal penting karena efektif dalam proses konseling jika (1) setiap orang memiliki konselor itu sendiri tidak memiliki kelemahan-kelemahan (blind pemahaman yang tinggi terhadap spots) yang dapat menimbulkan kliennya yang multicultural dalam bias terkait dengan nilai, (2) kita era globalisasi sekarang ini. Sebagai perlu menyadari terhadap konselor mempunyai asas kekinian biasbias yang dimiliki saat yang mengharuskan konselor menghadapi klien, (3) proses mempunyai kemampuan dalam klarifikasi terhadap nilai-nilai menyesuaikan segala sesuatu yang personal dapat membantu berhubungan dengan kliennya untuk konselor mengidentifikasi selalu update pada era globalisasi masalah atau nilai-nilai yang sekarang ini. Untuk mengembangkan dimiliki klien, (4) perjuangan kesadaran budaya (cultural konselor untuk memahami nilai- awareness), konselor sebaiknya nilainya dapat memberikan meningkatkan penghargaan diri pemahaman yang baik dan terhadap perbedaan budaya. menghargai proses konseling Konselor harus menyadari stereotipe bersama klien. yang ada dalam dirinya dan f. Konselor harus hati-hati dengan mempunyai persepsi yang jelas perlawanan atau penolakan bagaimana pandangannya terhadap (resistance) yang dimilikinya kelompok-kelompok minoritas. terhadap permasalahan klien. Kesadaran ini dapat meningkatkan Konselor yang tidak bersedia kemampuannya untuk menghargai terbuka untuk berdiskusi dan secara efektif dan pemahaman yang berintegrasi dengan nilai- sesuai untuk tentang perbedaan nilainya maka proses konseling budaya (Brown & Williams, 2003). dapat beresiko dalam penyampaian pesan kepada D. Implikasi klien. Klien akan mulai Sebagai negara yang multi mempercayai konselor diawal budaya, Indonesia diharapkan proses konseling. Oleh karena mampu memiliki kualitas calon itu konselor perlu memberikan konselor yang mampu untuk kesan bahwa memang dia dapat memahami dan sadar akan dipercaya oleh klienya. banyaknya budaya yang ada di g. Konselor perlu mengembangkan Indonesia. Budaya itu yang nantinya bahasa yang sederhana dan jelas bisa dijadikan dasar acuan seorang
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 114 Universitas Ahmad Dahlan 2017 konselor dalam memahami klien tidak memilih-milih teman dan yang sedang atau akan di konseling. gampang untuk menerima teman. Perilaku calon konselor di dunia Calon konselor memiliki kampus harus sejalan dengan tantangan lebih luas dan lebih hebat tuntutan yang ada di dunia kerja diera global, karena tantangan yang khususnya praktik magang dasar, ada semakin berat karena hadirnya magang lanjut dan magang terapan media social dan berbagai alat atau yang dilakukan oleh seorang media yang bisa membawa konseli konselor. menuju kearah yang lebih tidak Sebagai seorang calon terarah. konselor dalam memahami Calon konselor yang mahir multibudaya di kalangan konseli, dalam menggunakan media social calon konselor diharapkan untuk bisa akan lebih bijak dan bisa : mengarahkan konseli kea rah yang 1. Tidak membeda-bedakan klien baik, sehingga konseli menjadi lebih dari segi budayanya, bahasanya terarah. dan semua aktivitas yang dimiliki oleh budaya itu. Daftar Pustaka 2. Faham akan aktivitas klien yang Atmoko, Adi &Faridati, Ella. 2015. berlatar belakang budaya yang Bimbingan Konseling Untuk berbeda. Multikultural di Sekolah. Malang: Elang Mas. 3. Tidak menganggap budaya konselor adalah budaya yang Barriyah, Khairul. dkk. 2016. paling benar, sehingga budaya Kesadaran Multikultural dan klien paling salah. Urgensinya dalam Bimbingan 4. Tidak menjudge klien sebagai dan Konseling. Vol 3 No. 1 Tahun 2016. orang yang salah dalam berpandangan budaya. Brown, S., William, C. (2003). 5. Menjunjung tinggi harkat dan Ethics in a Multicultural martabat klien sebagai partner Context. Sage Publication, dalam melakukan konseling USA Dupraw, M.E & Axner, M. 2002. E. Penutup Working on common cross- Calon konselor di era global cultural communication diharapkan mampu untuk challenges. Toward a More memfasilitasi dan memahami konseli Perfect Union in an Age of Diversity. (Online). dalam berbagai hal, konselor (www.pbs.org/ampu/crosscult merupakan teman siswa yang bisa /html), diakses 10 Agustus diajak untuk berkomunikasi secara 2017. baik. Calon konselor hendaklah mudah bergaul dengan siapapun Kartadinata, Sunaryo. (2005). Arah dan Tantangan Bimbingan dan Konseling Profesional:
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 115 Universitas Ahmad Dahlan 2017 Proposisi Historik-Futuristik. Sindonews. 2014. Perang Antar Seminar Nasional: Perspektif Suku di Timika Gunung Baru Profesi Bimbingan dan Kembali Terjadi. (Online). Konseling di Era Globalisasi, (http://daerah.sindonews.com Bandung, 21 Maret 2005. /read/866250/26/perang- antar-suku-di-timikagunung- Kertamuda, Fatchiah. 2011. kembali-terjadi), diakses 10 Konselor dan Kesadaran Agustus 2017. Budaya (Cultural Awareness). Universitas Tempo. 2015. Kerusuhan Tolikara, Paramadina. Jakarta. 31 Orang Diperiksa Polisi. (Online). Kompas. 2012. Polresta Bekasi (http://nasional.tempo.co/read Sesali Insiden Filadelfia. /news/2015/07/21/063685311 (Online). /kerusuhan-tolikara-31-orang- (http://nasional.kompas.com/r diperiksa-polisi), diakses 10 ead/2012/12/26/05510649/Po Agustus 2017. lresta.Bekasi.Sesali.Insiden.Fi ladelfia), diakses 10 Agustus Tempo. 2015. Gereja Dibakar di 2017. Aceh Singkil, Bukan Kasus Pertama. (Online). Locke, D.C. 1992. Increasing (http://nasional.tempo.co/read Multikultural Understanding: /news/ Gereja Dibakar di A Comprehensio Model. Aceh Singkil, Bukan Kasus California: Sage Publications. Pertama), diakses 11 Agustus 2017. Moule, Jean. 2012. Cultural Competence: A primer for Tribunnews. 2013. Pengusutan educators. Kasus Sampang Hasilkan 14 Wadsworth/Cengage, Butir Kesimpulan .(Online). Belmont: California. (http://www.tribunnews.com/ nasional/2013/08/26/pengusut Patterson, CH. (2004). Do We Need an-kasus-sampanghasilkan- Multicultural Counseling 14-butir-kesimpulan), diakses Competencies?. Journal of 11 Agustus 2017. Mental Health Counseling.Vol. 26, 1, p. 67- 73.
Prosiding Seminar Nasional
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penguatan Pendidikan Karakter 116 Universitas Ahmad Dahlan 2017