BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Unguentum
1. Definisi Salep
Menurut FI edisi IV, unguentum atau salep adalah sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir (Depkes RI, 1995). Sedangkan menurut FI edisi III,
bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok. Pemeriannya tidak boleh berbau tengik (Depkes RI,
1979).
2. Macam-macam Basis Salep
a. Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak. Hanya
sejumlah kecil komponen yang ditambahkan kedalamnya. Dasar salep
hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci.
(Depkes RI 1995). Contoh dasar salep hidrokarbon adalah petroleum
putih, salep kuning, salep putih, paraffin, minyak mineral (Ansel,
1989).
b. Dasar Salep Serap
Dasar salep ini dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu dasar
salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dalam minyak (Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan
emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan air
tambahan (Lanolin) (Depkes RI, 1995). Contoh dasar salep serap
adalah adeps lanae dan petrolatum hidrofilik (Anief, 2007).
c. Dasar Salep Dapat Dicuci Dengan Air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air seperti
salep hidrofilik dan lebih tepat disebut krim. Keuntungan dari dasar
salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap
cairan (Depkes RI, 1995). Mengandung natrium lauril sulfat
sebagai pengemulsi, alkohol stearat dan petrolatum putih sebagai
fase berlemak, propilenglikol dan air sebagai fase air, metil
paraben dan propil paraben sebagai pengawet (Ansel, 1989).
C. Uraian Bahan
1. Propilenglikol
Pemerian : cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak manis, higroskopik. Kelarutan : dapat bercampur dengan air,
etanol (95%) P dan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter : tidak dapat
campur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak. Bobot
per ml 1, 035 g sampai 1,037 g. Khasiat dan penggunaannya yaitu
sebagai zat tambahan, pelarut (Depkes RI, 1979).
2. Polietilenglikol 4000
Pemerian : serbuk licin putih atau potongan putih kuning
gading, praktis tidak berbau, tidak berasa. Kelarutan : mudah larut
dalam air, etanol (95%) P dan dalam kloroform P, praktis tidak larut
dalam eter P. Khasiat dan penggunaannya sebagai zat tambahan
(Depkes RI, 1979).
3. Polietilenglikol 400
Pemerian : cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas
lemah, agak higroskopik. Kelarutan : larut air, etanol 95%, aseton,
hidrokarbon, aromatik, tidak larut eter dan hidrokarbon alifatik.
Khasiat dan penggunaannya sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).
4. Propil Paraben
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian
etanol(95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P
dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida. Khasiat dan penggunaan sebagai pengawet (Depkes RI,
1979).
5. Metil Paraben
Pemerian : serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau,
tidak berasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan :
larut dalam 500 bagian air, 20 bagian air mendidih, 3,5 bagian etanol
(95%) P dan 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam
larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan
dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan
tetap jernih. Khasiat dan penggunaan sebagai pengawet (Depkes RI,
1979).
6. Natrium Lauril Sulfat
Pemerian : berwarna putih/ kuning muda, kristal, serbuknya
lembut, menyerupai sabun, rasanya pahit. Kelarutan : mudah larut
dalam air, dapat membentuk utanopaselen, hampir tidak dapat larut
dalam kloroform dan eter. Khasiat dan kegunaan sebagai pembersih,
pengemulsi, penetrasi kulit, tablet, pelumas kapsul dan pembasah
(Rowe, R, C, et al, 2003).
7. Vaselin Putih
Pemerian : warnanya putih, bening, lengket, massa lunak, tidak
berasa, tidak berbau, tidak bercahaya. Kelarutan : praktis tidak larut
dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam kloroform, eter P dan
dalam eter minyak tanah P. Khasiat dan penggunaan sebagai zat
tambahan (Depkes RI, 1979).
8. Setil Alkohol
Pemerian : seperti lilin, lapisan atas warna putih, butiran halus,
bau khas. Kelarutan : dapat larut dalam etanol (95%) dan eter,
kelarutan bertambah dengan meningkatnya suhu, hampir tidak larut
dalam air. Khasiat dan penggunaan sebagai pengeras, emolien,
menyerap air (Rowe, R, C, et al, 2003).
9. Cera Alba
Pemerian : zat padat, lapisan tipis bening, putih kekuningan,
bau khas lemah. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air,agak sukar
larut dalam etanol (95%) P dingin, larut dalam kloroform P, eter P
hangat, minyal lemak dan minyak atsiri. Khasiat dan penggunaan
sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).
10. Adeps Lanae
Pemerian : massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau
khas. Kelarutan : tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air
lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin,
lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam
kloroform ( Depkes RI, 1995)
11. Parafin Cair
Pemerian : kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak
berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak berasa. Kelarutan :
praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut dalam
kloroform P dan dalam eter P ( Depkes RI, 1979).
D. Antiinflamasi
Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam
melawan agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi
pertahanannya dengan cara melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan
agen patologis terjadi karena peningkatan aliran darah dan edema (Kumar
et al., 2007 dalam Utami et al, 2011). Inflamasi atau radang dapat
disebabkan oleh trauma fisik, infeksi maupun reaksi antigen dari penyakit;
seperti terpukul benda tumpul dan infeksi bakteri pada luka terbuka
(timbulnya nanah pada luka) yang dapat menimbulkan nyeri dan dapat
mengganggu aktivitas (Yuliati, 2010 dalam Senewe, 2013).
Mekanisme Antiinflamasi
Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan,
elemenelemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
terkumpul pada tempat yang cedera untuk menetralkan dan
menghilangkan agen-agen berbahaya serta untuk memperbaiki jaringan
yang rusak (Kee dan Hayes, 1993 dalam Hidayati, 2008). Tanda-tanda
inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas
kapiler, dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi (Wilmana, 1995).
E. Obat-Obat Antiinflamasi
Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) umumnya mengacu
pada obat yang menekan inflamasi seperti steroid, namun tanpa efek
samping steroid. Berbeda dengan steroid yang bekerja untuk mencegah
pembentukan asam arakhidonat pada membran sel, obat AINS secara
umum tidak menghambat biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut
berperan dalam inflamasi. Umumnya obat AINS yang digunakan untuk
terapi rheumatoid arthritis, bermanfaat untuk menghilangkan rasa sakit,
dan mencegah edema akibat pengaruh prostaglandin (Wilmana, 1995).
Obat modern yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi adalah
obat golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid) yang pada umumnya
mempunyai efek samping tukak lambung (Katzung, 1998). Oleh karena itu
perlu dicari pengobatan alternatif untuk melawan dan mengendalikan rasa
nyeri dan peradangan dengan efek samping yang relatif lebih kecil,
misalnya obat yang berasal dari tumbuhan (Gunawan & Mulyani, 2004).