Anda di halaman 1dari 8

METODE TAFSIR MUQARAN

Disusun oleh:
Kelompok 9
Sri Wahyuni (190303019)
Aldira Rahmah (190303067)
Khairatul Usrah (190303129)

Dosen Pengampu:
Muhajirul Fadhli, Lc., M.A.

PRODI ILMU Al-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM AR-RANIRY
1442 H / 2021
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir Muqaran
Secara etimologis kata muqaran adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari
kata qarana, maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan
tafsir muqaran adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan
sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat
dengan ayat, atau atara ayat dengan hadits, atau antara pendapat ulama tafsir dengan
menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.1
Tafsir al-Muqaran adalah penafsiran sekolompok ayat al-Qur’an yang berbicara dalam
suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau antara ayat dengan
hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
Jadi yang dimaksud dengan metode Muqaran ialah:
1. membandingkan teks [nash] ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda
bagi suatu kasus yang sama.
2. membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan,
3. membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an.
B. Sejarah Perkembangan Tafsir Muqaran
Setiap metode-metode yang digunakan dalam manafsirkan ayat-ayat al-Quran
memang telah tercover dalam sejarah Islam, sebagaimana yang telah digambarkan al-
Farmawi tentang bentuk-bentuk penafsira tersebut. Diantaranya yaitu: Tafsir Ijmali, Tafsir
Tahlili, Tafsir Maudhu’I, dan Tafsir Muqaran. 2
Dalam sejarah, usaha-usaha dalam menafsirkan ayat-ayat al-QUr’an terjadi seiring
dengan perkembangan agama Islam, yang dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Ini terbukti dengan adanya Nabi Muhammad SAW sebagai mufassir yang menjelaskan
setiap ayat-ayat al-Quran kepada para sahabat yang masih bingung dalam memahami
kandungan makna pada setiap ayat-ayat al-Quran.
Latar belakang munculnya metode ini khususnya yang berhubungan dengan
perbandingan unsur ayat dengan ayat, hal ini berhubungan dengan dua sifat al-Qur’an,
yaitu:
a. Al-Qur’an mengklaim sebagai suatu kitab yang mencakup segala sesuatu (Q.S.
al-Baqarah: 38). Hanya saja bersifat lugas dan cermat dalam susunannya dalam
bentuk sistematika penyusunan kalimat ataupun dalam pemilihan kata.

1
Abu al-Hayy Al-Farmawy, Al-Bidayah Fi al-Tafsir al-maudhu’iy (Mesir : Maktabah al-Jumhuriyyah,
1977), hlm.45.
2
Ibid, hlm. 23.
b. Al-Qur’an yang mengklaim sebagai suatu kitab yang bebas dari kontradiksi
dalam (Q.S. al-Nisa‟: 82). Karena itu setiap perbedaan redaksi tidak boleh
mengimplikasikan perbedaan makna.3
C. Cara Kerja Metode Tafsir Muqaran
Langkah-langkah yang perlu dan harus ditempuh oleh seorang mufassir untuk
menafsirkan Al-Qur`an dengan jalan atau metode perbandingan (komparasi) sebagai
berikut.
1. Jika seorang mufassir hendak membandingkan antara ayat yang redaksinya berbeda
terhadap masalah (kasus) yang sama atau ungkapannya (redaksi) mirip dengan kasus
(masalah) yang berbeda, pertama kali ia harus mencari dan mengumpulkan ayat-ayat
yangdimaksud. Lalu, ia membandingkan seperlunya dan mengkaji dari beberapa atau
berbagai segi sesuai dengan kaidah tafsir untuk mengambil sebuah kesimpulan. 4
2. jika seorang mufassir itu bermaksud membandingkan ayat Al-Qur`an dengan hadis yang
terkesan berbeda atau bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah
menentukan nilai hadis yang akandibandingkan dengan ayat Al-Qur`an. Hadis itu
haruslah shahih. Hadisdhaif tidak diperbandingkan karena disamping nilai
otentisitasnya rendah,dia justru semakin tertolak karena pertentangannya dengan ayat
Al-Qur`an. Setelah itu mufassir melakukan analisis terhadap latar belakangterjadinya
perbedaan atau pertentangan antara keduanya.5 Lalukemudian, mufassir itu
membandingkan secukupnya dan mengambil sebuah konklusi setelah melalui analisis
terlebih dahulu.
3. jika seorang mufassir hendak membandingkan antara penafsiran ulama atau aliran tafsir
yang satu dengan ulama atau aliran tafsir lainnyatentang sesuatu masalah, pertama kali
ia harus menaruh perhatian kepadasejumlah ayat yang membicarakan masalah yang
hendak dibahasnya. Laluia menelusuri pendapat para mufassir terhadap masalah
yangdibicarakannya (dengan lebih dahulu membaca beberapa kitab tafsir
yangmembicarakan persoalan itu) dan meneliti kelebihan dan kekurangan dari
penafsiran yang ditelaahnya, termasuk persamaan dan perbedaannya (jika ada).6
Melalui langkah sistematis itu, seorang mufassir akan mendapatkan gambaran yang
jelas tentang berbagai penafsiran yang ada untuk kemudian ia pilih atau bahkan mengadakan
penafsiran yang lebihdisukainya yang dianggap lebih sesuai, lebih kuat dan lebih
tepat.Didukung oleh beberapa argumantasi yang dikemukakannya, mufassir itu bisa saja
mengompromikan berbagai penafsiran yang ada atau memilih dan memperkuat salah satu
penafsiran. Bahkan boleh jadi juga bahwa iamenolak sama sekali penafsiran-penafsiran
yang ada itu dan mendahulukan penafsirannya sendiri terkait dengan persoalan tertentu.

3
Sukardi K.D, Belajar Mudah Ulum al-Qur‟an (Jakarta: Lentera, 2002), 267-269.
4
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, h. 113
5
M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan ‘Ulum Al -Qur`an, h. 190
6
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, h. 136. Lihat Juga Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, h. 113
D. Karakteristik Metode Tafsir Muqaran
Membandingkan adalah ciri utama yang dimiliki metode ini. Para mufasir
membandingkan ayat dengan ayat lain, ayat dengan hadis ataupun pendapat mufasir yang satu
dengan mufasir yang lainnya. Berikut adalah karakteristik metode tafsir muqaran atau
komparatif, diantaranya:
1. Cakupan bahasanya sangat luas, sebab membandingkan tiga hal, yakni : ayat, hadis dan
pendapat mufasir yang lainnya.
2. Masing-masing aspek mempunyai ruang lingkup yang berbeda-beda.
3. Ada yang mengaitkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat (kata yang sama
belum tentu bermakna sama, namun menyesuaikan dengan konteks yang ada).
4. Membandingkan antara ayat-ayat beredaksi sama, hadis yang memiliki keserupaan dan
pendapat para mufasir mengenai suatu.7
E. Contoh Kitab-kitab dengan Metode Muqarran
a. Durrat at-Tanzil wa Qurrat at-Ta’wil karya besar al-Khatib al-Iskafi (w. 420 H/1029
M)
b. Al-Burhan fi Tawjih Mutasyabih al-Qur’an karya Taj al-Kirmani (w. 505 H/1111 M)
c. Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthofa al-Maraghi
d. Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an.
e. Tafsir Ayatul Ahkam karya, Ali Sayis
F. Kelebihan Metode Penafsiran Muqarran.
a. Memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada para pembaca bila
dibandingkan dengan metode-metode lain. Dalam penafsiran itu terlihat bahwa satu
ayat al-Qur’an dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan sesuai dengan
keahlian. Dengan demikian al-Qur’an amat luas dan dapat menampung berbagai ide
dan pendapat.
b. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang
kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita. Dengan demikian dapat mengurangi
fanatisme yang berlebihan kepada suatu madzhab atau aliran tertentu, sehingga umat
terhindar dari sikap ekstrimistis yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat.
c. Metode ini sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat
tentang suatu ayat.
d. Dengan menggunakan metode ini maka mufassir didorong untuk mengkaji berbagai
ayat dan hadis-hadis serta pendapat-pendapat para mufasir yang lain.8

G. Kelemahan Metode Penafsiran Muqarran

7
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 122
8
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 142-143
a. Penafsiran pada metode muqarrin ini tidak dapat diberikan kepada pemula, disebabkan
pembahasan yang dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan kadang-kadang bisa
ekstrim.
b. Metode muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang
tumbuh di tengah msyarakat, disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan
dari pada pemecahan masalah.
c. Metode muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah
diberikan oleh ulama’ dari pada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.

H. ContohTafsir Muqaran.
1. Perbandingan Ayat dengan Ayat
Bentuk penafsiran yang dimaksud bisa berupa Perbandingan antara ayat-ayat Al-
Qur`an yang redaksinya berbeda,tetapi maksudnya sama atau ayat-ayat yang menggunakan
redaksi mirip tetapi maksudnya berlainan. Objek kajian metode ini hanya terletak pada
persoalan redaksi ayat-ayat Al-Qur`an, bukan dalam bidang pertentangan makna.
Pertentangan makna di antara ayat-ayat Al-Qur`an dibahas dalam‘ilm al -nasikh wa al-
mansukh.

ِ َّ‫سى إِنَّ ا ْل َم ََلَ يَأْتَمِ ُرونَ بِكَ ِليَ ْقتُلُوكَ َفا ْخ ُرجْ إِنِي لَكمِ نَ الن‬
‫اصحِ ين‬ ْ َ‫َوجَا َء َر ُج ٌل مِ ْن أَ ْقصَى ا ْل َمدِينَ ِة ي‬
َ ‫سعَى َقا َل يَا ُمو‬

Artinya: Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya
berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk
membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) karena sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang memberi nasihat kepadamu”. ( Q.S. Al-Qasas: 20).
‫وجاء من اقصى المدينة رجل يسعى قال يا قوم اتبعوا المرسلين‬
Artinya: dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia
berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu”. (Q.S. Yasin: 20).
Bila diamati dengan seksama, kedua ayat di atas tampak mirip redaksinya meskipun
maksudnya berlainan. Pada ayat pertama, al-Qasas:20 mengisahkan peristiwa yang dialami
nabi Musa as dan kejadiannya di Mesir; sedangkan surah Yasin: 20 berkenaan dengan kisah
yang dialami penduduk sebuah kampung (ashab al-qaryah) di Inthaqiyah (Antochie), sebuah
kota yang terletak disebelah utara Siria dan peristiwanya bukan pada masa nabi Musa as.

2. Perbandingan Ayat dengan Hadis


Contohnya adalah perbedaan antara ayat Al-Qur’an surat An- Nahl [16]: 32 dengan
hadis riwayat Al-Bukhari di bawah ini:
“Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidak ada seorang pun yang masuk surga karena amalannya." (HR. Al-Bukhari)
Antara ayat Al-Qur`an dan hadis di atas terkesan ada pertentangan. Untuk
menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara. Pertama, dengan
menganut pengertian harfiah hadis, yaitu bahwa orang-orang tidak masuk surga karena amal
perbuatannya tapikarena ampunan dan rahmat Tuhan. Akan tetapi ayat di atas tidakdisalahkan,
karena menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan
dimasukinya. Dengan kata lain, posisiseseorang di dalam surga ditentukan oleh amal
perbuatannya. Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda
konotasinya dengan yang ada pada hadis tersebut. Pada ayat
berarti imbalan, sedangkan pada hadis berarti sebab. Dengan penafsiran dan penjelasan seper
ti itu, maka kesan kontradiksi antaraayat Al-Qur`an dan hadis di atas dapat dihilangkan.
3. Perbandingan Pendapat Mufassir
M. Quraish Shihab mempraktikkan metode muqaran dengan membandingkan pendapat
beberapa mufassir seperti saat ‫ ألم‬Menurutnya, mayoritas ulama pada abad
ketigamenafsirkannya dengan ungkapan: ‫ هللا أعلم‬Namun setelah itu, banyak ulama yang
mencoba mengintip lebih jauh maknanya. Ada yang memahaminya sebagai nama surat,atau
cara yang digunakan Allah untuk menarik perhatian pendengartentang apa yang akan
dikemukakan pada ayat-ayat berikutnya.9

9
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1999) hal. 83-4.
Kesimpulan
Tafsir al-Muqaran adalah penafsiran sekolompok ayat al-Qur’an yang berbicara dalam
suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau antara ayat dengan
hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
Latar belakang munculnya metode ini khususnya yang berhubungan dengan
perbandingan unsur ayat dengan ayat, hal ini berhubungan dengan dua sifat al-Qur’an, yaitu:
a. Al-Qur’an mengklaim sebagai suatu kitab yang mencakup segala sesuatu (Q.S. al-
Baqarah: 38). Hanya saja bersifat lugas dan cermat dalam susunannya dalam bentuk
sistematika penyusunan kalimat ataupun dalam pemilihan kata.
b. Al-Qur’an yang mengklaim sebagai suatu kitab yang bebas dari kontradiksi dalam
(Q.S. al-Nisa‟: 82). Karena itu setiap perbedaan redaksi tidak boleh mengimplikasikan
perbedaan makna
karakteristik metode tafsir muqaran atau komparatif, diantaranya:
1. Cakupan bahasanya sangat luas, sebab membandingkan tiga hal, yakni : ayat, hadis
dan pendapat mufasir yang lainnya.
2. Masing-masing aspek mempunyai ruang lingkup yang berbeda-beda.
3. Ada yang mengaitkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat
4. Membandingkan antara ayat-ayat beredaksi sama, hadis yang memiliki keserupaan dan
pendapat para mufasir mengenai suatu
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Hayy Al-Farmawy. Al-Bidayah Fi al-Tafsir al-maudhu’iy. Mesir : Maktabah al-
Jumhuriyyah, 1977.
M. Quraish Shihab. 1999. Membumikan al-Quran. Bandung: Mizan.
Nashiruddin Baidan. 2002. Metodologi Penafsiran al-Quran.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Cahaya Prima Sentosa.
Sukardi K.D. Belajar Mudah Ulum al-Qur’an. Jakarta: Lentera. 2002.

Anda mungkin juga menyukai