Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

Fathiya1,Rahmah Johar2
1,2
Unsyiah , Jln.T. Nyak Arief, Banda Aceh, Aceh 24415, Indonesia
Email: fathiyatya04@gmail.com

Abstrak
Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan dalam mengungkapkan kembali gagasan atau ide
dengan menggunakan atau mengganti gagasan atau ide tersebut menjadi berbagai bentuk seperti simbol,
gambar atau lainnya. Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang
penting bagi siswa. Kemampuan representasi matematis dapat dikembangkan melalui perangkat
pembelajaran dengan pendekatan Matenatika Realistik. Namun, perangkat pembelajaran ini belum
tersedia, sehingga perlu upaya untuk membantu guru dengan mengembangkan perangkat pembelajaran
dengan pendekatan Matematika Realistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan hasil
pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik yang valid, praktis, dan
efektif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan yang mengacu pada model
pengembangan Plomp yang terdiri atas fase investigasi awal, perancangan, dan penilaian. Subjek uji coba
penelitian adalah siswa kelas V SD IT Cendekia. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan yaitu RPP,
LKPD dan TKRM. Instrumen yang digunakan terdiri atas lembar analisis kebutuhan, lembar validasi
perangkat pembelajaran yang dikembangkan, lembar observasi siswa dan keterlaksanaan pembelajaran,
lembar TKRM, angket respon siswa dan guru. Data yang diperoleh dari fase investigasi awal,
perancangan, dan penilaian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik memenuhi kriteria
valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.

Kata Kunci : Perangkat Pembelajaran, Pendekatan Matematika Realistik, representasi matematis.


PENDAHULUAN

Penguasaan terhadap materi merupakan bagian dari tujuan proses pembelajaran. Dalam
mewujudkan keberhasilan suatu proses pembelajaran, siswa tidak hanya menguasai materi, akan
tetapi siswa juga harus memiliki kemampuan matematis yang baik. Salah satu kemampuan
matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan representasi. Terdapat beberapa alasan
sehingga kemampuan representasi perlu dikuasai siswa yaitu kemampuan representasi
merupakan kemampuan dasar untuk membangun konsep dan berpikir matematis dan dapat
digunakan dalam pemecahan masalah. Representasi adalah suatu bentuk interprestasi dari
pemikiran siswa terhadap suatu masalah yang digunakan sebagai alat bantu dalam menemukan
solusi dari permasalahan tersebut. Bentuk representasi yang muncul dari setiap siswa tentu
berbeda-beda, dapat berupa kata-kata, tulisan, gambar, tabel, grafik, simbol matematika dan
sebagainya sesuai kemampuan siswa tersebut. Representasi matematis sangat penting karena
dapat membantu siswa dalam mengorganisasikan pemikiran mereka ketika menyelesaikan
masalah atau soal. Kemampuan representasi juga dapat mendukung siswa dalam memahami
konsep-konsep matematika yang dipelajari dan keterkaitannya untuk mengkomunikasikan ide-
ide matematika ataupun menerapkan matematika pada permasalahan matematik realistik melalui
pemodelan (Jones & Knut, 1999, Sabirin, 2014, Hudiono, 2005).

Penggunaan representasi matematis dalam masalah matematika sangatlah penting. Peran


penting representasi dalam matematika adalah sebagai alat untuk berpikir dan mengembangkan
kemampuan matematis siswa (Ahmad & Tarmidzi, 2010, Diezmann & English, 2001). Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Karl, Guler & Izik, 2011) bahwa menggunakan
beberapa representasi matematis untuk melakukan transisi antara berbagai jenis perwakilan
misalnya tabel, grafik, algebraic, dan ekspresi verbal dianggap sebagai tanda penting bagi
pemahaman konseptual. Gagasan mengenai representasi matematis di Indonesia telah
dicantumkan dalam tujuan pembelajaran matematika di sekolah dalam Permen No. 23 Tahun
2006 (Depdiknas, 2007). Berbagai pendapat di atas juga diperkuat oleh NCTM (2000) yang
mengungkapkan bahwa representasi merupakan translasi suatu masalah atau ide dalam bentuk
baru termasuk disalamnya dari gambar atau model fisik ke dalam bentuk simbol, kata-kata atau
kalimat.
Namun pada kenyataannya kemampuan representasi matematis siswa SD masih rendah.
Hal tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru.
Selain rendah, kemampuan representasi matematis siswa sekolah dasar juga masih kurang
berkembang. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang jarang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan representasi mereka sendiri dan menggunakan pemikirannya dalam
memunculkan idenya sendiri sesuai dengan pengalamannya (Santi, 2017, Hernawati, 2016).
Herotomo & Saputro (2014) mengemukakan bahwa siswa cenderung melakukan kesalahan
dalam mempresentasikan masalah verbal ke model matematika. Sehingga kemampuan
representasi matematis siswa dalam membangun pemahaman relasional masih sangat terbatas,
seperti representasi visual dan simbolik. Selain itu, Suryowati (2015) mengungkapkan bahwa
siswa masih belum memahami bagaimana merepresentasikan masalah dunia nyata ke dalam
masalah matematika yang representatif. Kurangnya kemampuan representasi siswa sangat
berdampak pada penguasaan materi matematika.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu mengenai
perangkat pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan kemampuan representasi di
sekolah dasar menunjukkan bahwa belum ada penelitian yang menerapkan PMR pada materi
bangun ruang yang dikaitkan dengan kemampuan representasi siswa di SD. Oleh karena itu
diperlukan pengembangan perangkat. Perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan pada
penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Peserta Didik
(LKPD) dan Tes Hasil Belajar (THB)
Selain aspek kognitif, kurikulum 2013 juga menuntut agar siswa menguasai karakter
psikologis dalam pembelajaran matematika. Salah satu karakter yang harus dimiliki siswa agar
mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah kemandirian belajar (Rahman,
2012). Kemandirian belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk melakukan aktivitas belajar
dengan cara mandiri atas dasar motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi pembelajaran
sehingga bisa dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan adanya
kemandirian belajar, siswa menjadi proaktif dan tidak bergantungan pada guru. Kemandirian
belajar menuntut tanggung jawab yang besar pada diri siswa sehingga siswa akan berusaha
melakukan berbagai kegiatan untuk tercapainya tujuan belajar (Irawati, 2012).
Hal yang senada juga dikemukakan oleh Fadillah (2010) bahwa kemandirian belajar
perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam
mengatur dan mendisiplinkan dirinya dalam mengembangkan kemampuan belajar. Uraian
tersebut memberikan indikasi bahwa individu yang menerapkan kemandirian belajar akan
mengalami perubahan dalam kebiasaan belajar yaitu dengan cara mengatur dan
mengorganisasikan dirinya sehingga dapat menentukan tujuan belajar, kebutuhan belajar dan
strategi yang digunakan dalam belajar yang mengarah kepada tercapainya tujuan yang telah
dirumuskan.
Kondisi di sekolah saat ini, guru matematika belum memperhatikan peningkatan aktivitas
siswa dalam pembelajaran secara optimal. Hal ini diungkapkan Wahyuddin (Rahman, 2012)
bahwa sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari
guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri
menjelaskan apa yang telah disiapkannya dan siswa hanya menerima saja yang disampaikan oleh
guru. Dengan demikian pembelajaran cenderung satu arah, aktivitas pembelajaran lebih banyak
diperankan oleh guru dibandingkan interaksi diantara siswa. Hal ini mengidentifikasikan bahwa
pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher-centered).
Untuk mengatasi permasalahan dalam pendidikan matematika yang berlangsung di
sekolah, terutama mengenai kemandirian belajar siswa, perlu diterapkan pendekatan yang bisa
menekannkan berbagai aktivitas dalam proses di kelas sehingga tercipta pembelajaran yang
bermakna. Salah satu proses pembelajaran yang menekankan berbagai aktivitas adalah dengan
menggunakan pendekatan tertentu. Pendekatan dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan
sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh guru adalah pendekatan SAVI
(Somatik, Auditori, Visual dan Intelektual) yaitu pendekatan pembelajaran yang menekankan
bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa sehingga menuntut
siswa untuk aktif memecahkan berbagai permasalahan. Somatik memiliki makna gerakan tubuh
(aktivitas fisik) yaitu belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori bermakna bahwa
belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan
pendapat dan menanggapi. Visual artinya belajar haruslah menggunakan indera mata melalui
mengamati, mengambar, mendemontrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga.
Sedangkan Intelektual bermakna belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir, belajar
haruslah dengan kosentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki,
mengidentifikasi, menemukan, menciptakan, mengkontruksikan, memecahkan masalah dan
menerapkan (Meier, 2002).
Pembelajaran matematika menjadi optimal apabila keempat unsur SAVI tersebut terdapat
dalam satu peristiwa pembelajaran (Meier, 2002). Siswa akan belajar sedikit tentang konsep–
konsep matematika dengan menyaksikan presentasi (visual), tetapi mereka dapat belajar lebih
banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu (somatis), membicarakan atau mendiskusikan apa
yang mereka pelajari (auditori) serta memikirkan dan mengambil kesimpulan atau informasi
yang mereka peroleh untuk diterapkan dalam menyelesaikan soal (intelektual). Dengan demikian
siswa dapat meningkatkan kemandirian belajarnya dan menjadi lebih aktif di kelas. Berdasarkan
uraian di atas, sebagai suatu upaya untuk menciptakan pembelajaran matematika yang menarik
dan bermakna, peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Kemandirian Belajar Siswa
Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI Di MTsS Unggul Nura”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Menurut
Sudjana (2005) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh
variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol. Penelitian eksperimen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis quasi eksperimen. Penggunaan quasi
eksperimen dikarenakan pada proses penelitian tidak memungkinkan peneliti untuk membentuk
kelompok atau kelas baru yang siswanya dipilih secara acak sebagaimana eksperimen murni
sehingga sampel yang digunakan adalah siswa dari kelas yang tersedia. Desain eksperimen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-posttets Control Group Design (Arikunto, 2006).
Desain ini dipilih karena sampel penelitian melibatkan dua kelompok sampel yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTsS Unggul Nura kabupaten
Pidie dimana sekolah tersebut siswanya berkemampuan sedang. Sekolah ini dipilih sebagai
populasi dalam penelitian ini karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang terbuka
untuk inovasi terbaru sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling dari keseluruhan siswa Kelas
VIII. Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen dan satu kelas berikutnya sebagai kelas kontrol.
Kelas eksperimen yaitu kelas VIII-A yang pembelajarannya dilakukan dengan pendekatan SAVI
sedangkan kelas VIII-B sebagai kelas kontrol pembelajarannya dilakukan dengan model
konvensional.
Penelitian ini menggunakan jenis instrument non tes berupa angket kemandirian akan
diberikan kepada siswa setelah pembelajaran berlangsung untuk mengungkapkan sikap siswa
terhadap pembelajaran yang telah dialami. Angket ini dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk
mengetahui kemandirian belajar siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan SAVI lebih baik
dibandingkan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan biasa/konvensial.
Skala kemandirian belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. aspek
indikator kemandirian belajar yang menjadi tolak ukuradalah ketidak tergantungan terhadap
orang lain,percaya diri, disiplin, tanggung jawab, inisiatif dan mampu mengontor diri. Untuk
menguji hipotesis akan dilakukan analisis statistik uji perbedaan rata-rata skor tes dengan
menggunakan uji-t, yaitu Independent sample t-test.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah proses pembelajaran dengan model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen dan
pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol, kemudian masing-masing kelas diberikan
angket dengan tujuan untuk mengetahui kemandirian belajar siswa dari masing-masing kelas.
Angket kemandirian belajar siswa diberi skor mengikuti skor pada skala Likert yaitu skor 1
sampai dengan 5. Data kemandirian diperoleh dalam bentuk data ordinal kemudian diubah
menjadi data interval dengan cara Method of Successive Interval (MSI). Cara ini ini dapat
mengubah scala value terkecil menjadi sama dengan satu dan mentranformasikan masing-masing
skala menurut perubahan skala kecil sehingga diperoleh tranformedscale value berupa data
kuantitatif. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS
(Statistical Product and Service Solution) 16 for Windows. Hasil dari analisis normalitas uji
kolmogorov-smirnov untuk data kemandirian belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Uji Normalitas Data Kemandirian Belajar Siswa
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Kelas Statistic df Sig.
Kemandirian Belajar Eksperimen .155 22 .182
Kontrol .182 20 .082
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Kemandirian belajar siswa di kelas eksperimen dan kontrol memiliki nilai sig. lebih dari
nilai α = 0,05 yaitu 0,182 > 0,05 dan 0,082 > 0,05. Dengan demikian data kemandirian belajar
siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Hasil dari analisis homogenitas varians untuk data kemandirian belajar siswa di kelas eksperimen
dan kelas kontrol disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Uji Homogenitas Varians Data Kemandirian Belajar Siswa
Test of Homogeneity of Variances
Kemandirian Belajar
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.478 1 40 .540

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa nilai sig. data kemandirian belajar siswa di kedua
kelas tersebut lebih dari α = 0,05, yaitu 0,540 > 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data
kemandirian belajar di kedua kelas memiliki varians yang homogen. Analisis hasil uji perbedaan
rata-rata data kemandirian belajar siswa disajikan dalam tabel berikut. Adapun kriteria
pengujiannya pada taraf signifikan α = 0,05 adalah terima H0 jika sig. ≥ 0,05 (Uyanto, 2009).

Tabel. 3. Uji Perbedaan Rata-rata Data Kemandirian Belajar Siswa


Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
t Df Sig. (2-tailed)
Kemandirian Equal variances
4.673 40 .000
Belajar assumed
Adapun hipotesis pengujiannya adalah sebagai berikut.
H0: Kemandirian belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan SAVI sama
dengan kemandirian belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional.
Ha: Kemandirian belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan SAVI lebih
baik daripada kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran secara konvensional
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai sig. (2-tailed) data kemandirian belajar siswa adalah
0,000 yang berarti kurang dari α = 0,05 dan nilai t hitung = 4,673 ≥ 2,02 (ttabel = 2,02). Dengan
demikian H0 ditolak, akibatnya H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian belajar
siswa yang memperoleh pembelajaran melalui penerapan pembelajaran model SAVI lebih baik
dari pada kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Hasil
penelitian di atas sejalan dengan hasi penelitian Sumawardani dan Chairil (2013) yang
mengungkapkan bahwa karakter mandiri siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran
SAVI berada pada kualifikasi mulai terlihat (MT) hingga sudah berkembang (SB). Pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran SAVI dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif
sehingga dapat meningkatkan kemampuan pengetahuannya terutama mata pelajaran matematika.
Rusman (2011) menyebutkan konsep belajar dan pembelajaran mandiri mengandung arti
tidak tergantung pada orang lain, bebas dan dapat melakukannya sendiri. Kemandirian dalam
belajar perlu diberikan kepada siswa agar mereka mempunyai tanggung jawab dan
mendisiplinkan dirinya dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Hal
yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemampuan dan keterampilan
siswa dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya siswa tidak
tergantung pada guru, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Dalam belajar mandiri,
siswa akan berusaha sendiri terlebih dahulu untuk memahami isi pelajaran yang dibaca atau
dilihatnya melalui media pandang dengar. Jika mendapatkan kesulitan, barulah siswa akan
bertanya atau mendiskusikan dengan teman, guru atau orang lain.
Pembelajaran SAVI merupakan suatu model pembelajaran, dimana siswa dilibatkan tidak
hanya sekedar mendapatkan penjelasan dari guru dan menyelesaikan soal, tetapi pada proses
belajar siswa bergerak bebas aktif, siswa dalam setiap kelompoknya dilatih aktif dalam
memecahkan masalah yang diberikan, mendengarkan apa yang dijelaskan guru ataupun teman-
temannya, berani menjelaskan apa yang mereka tahu. Siswa yang belajar dengan aktif biasanya
ditandai dengan gerakan fisik, sedangkan gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental.
Unsur SAVI dapat mengajak siswa untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran. Dengan
demikian model pembelajaran SAVI dapat melatih kemandirian belajar siswa, meningkatkan
motivasi belajar siswa, dan berusaha belajar secara aktif sehingga pada akhirnya dapat mencapai
hasil belajar yang maksimal (Ulvah dan Ekasatya, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Fadillah, S. (2010). Meningkatkan Self Steem Siswa SMP dalam Matematika Melalui
Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Jurnal Unnes, 5(2), 45-53.

Irawati, N. (2012). Hubungan Antara Harga Diri (Self Steem) dengan Prestasi Belajar pada
Siswa SMKN 48 Jakarta Timur. Jurnal Unnes, 10 (1), 194-196.

Meier, D. (2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

Rahman. (2012). Hubungan Antara Self Concept terhadap Matematika dengan Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematika Siswa. Jurnal Ilmiah Prodi Matematika STKIP Bandung.
1(1), 113-119.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali


Pers: Jakarta.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sumawardani, Wahyu dan Chairil Faif Pasani. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran SAVI
dalam Pembelajaran Matematika untuk Mengembangkan Karakter Mandiri Siswa.
Jurnal Pendidikan Matematika. 1(1), 82-89.

Ulvah, Shovia dan Ekasatya Aldila Afriansyah. 2016. Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Ditinjau Melalui Model Pembelajaran SAVI dan Konvensional.
Jurnal Riset Pendidikan. 2(2), 142-153.

Uyanto, Stainlaus S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai