Preferensi
1.Sangat Setuju
2.Setuju
3.Ragu-ragu
4.Tidak Setuju
5.Sangat Tdk Setuju
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah
ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik bersifat favorable (positif)
bersifat bersifat unfavorable (negatif).
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert mempunyai gradasi dari
sangat positif sampai sangat negative. Sistem penilaian dalam skala Likert adalah sebagai
berikut:
Item Favorable: sangat setuju/baik (5), setuju/baik (4), ragu-ragu (3), tidak setuju/baik (2),
sangat tidak setuju/baik (1)
Item Unfavorable: sangat setuju/ baik (1), setuju/ baik (2), ragu-ragu (3), tidak setuju/ baik
(4), sangat tidak setuju/ baik (5).
Contoh :
No Pernyataan Jawaban
.
S S R T ST
S R S S
RR = Ragu-Ragu
B. SKALA GUTTMAN: Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang
tegas, yaitu ya atau tidak, benar atau salah, pernah atau tidak, positf atau negatif, dan lain-
lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif).
Jadi kalau pada skala Likert terdapat interval 1,2,3,4,5 interval, dari kata “sangat setuju”
sampai “sangat tidak setuju”, maka dalam skala Gutmann hanya ada dua interval yaitu
“setuju atau tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin
mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang di tanyakan.
Contoh :
C. SKALA THURSTONE: Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan memilih butir
yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor
menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-
50) pernyataan yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli
(20-40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk yang hendak
diukur.
Adapun contoh skala penilaian model Thurstone adalah seperti gambar di bawah ini.
Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11 menyatakan
sangat relevan.
Contoh : minat siswa terhadap pelajaran kimia,
No Pernyataan Jawaban
.
7 6 5 4 3 2 1
Petunjuk : Pilihlah 5(lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda terhadap
pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek (v) di depan nomor
pernyataan di dalam tanda kurung.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data
interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik
tertentu yang dimiliki seseorang.
Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter
Bertanggung 7 6 5 4 3 2 1 Tidak
Jawab Bertanggung
Jawab
Memberi 7 6 5 4 3 2 1 Mendominasi
Kepercayaan
Menghargai 7 6 5 4 3 2 1 Tidak
Bawahan Menghargai
Bawahan
Keputusan 7 6 5 4 3 2 1 Keputusan
Diambil Diambil Sendiri
Bersama
E. PENILAIAN (RATING SCALE): Data-data skala yang diperoleh melalui tiga macam skala
yang dikemukakan di atas adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Berbeda dengan
rating scale, data yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan
dalam pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan
memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga digunakan
untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk
mengukur status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Dalam rating
scale, yang paling penting adalah kemampuan menterjemahkan alternative jawaban yang
dipilih responden.
Contoh :
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
Daftar Pustaka :
http://skripsimahasiswa.blogspot.com/2009/12/skala-pengukuran.html
http://anggunfreeze.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-skala-pengukuran.html
http://berbagireferensi.blogspot.com/2011/03/bentuk-skala-pengukuran-dalam.html
http://evisapinatulbahriah.wordpress.com/2011/06/24/asesmen-afektif/
A. SKALA LIKERT
Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan.Skala
Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling
banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan
suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala
Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah
satu dari pilihan yang tersedia. Ada dua bentuk pertanyaan yang menggunakan Likert yaitu pertanyaan positif
untuk mengukur minat positif , dan bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur minat negatif. Pertanyaan positif
diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; sedangkan bentuk pertanyaan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Bentuk jawaban
skala Likert terdiri dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
3. Netral
4. Setuju
5. Sangat setuju
Penskalaan ini apabila dikaitkan dengan jenis data yang dihasilkan adalah data Ordinal. Selain pilihan
dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu
studi empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan
tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan
positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner
skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan "netral" tak tersedia. Selain pilihan
dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu
studi empiris menemukan bahwa beberapakarakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan
tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan
positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner
skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan "netral" tak tersedia.
B. SKALA THURSTONE
Skala Thurstone merupakan skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap
skor memiliki kunci skor dan jika diurut kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama.
Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Skala 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable
hingga sangat favorable terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah
item sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya. Tahap yang paling kritis dalam menyusun alat ini
seleksi awal terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas dari
masing-masing pernyataan. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut nilai skala.
Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu membuat sampel
pernyataan sikap sekitar lebih 100 buah atau lebih. Penrnyataan-pernyataan itu kemudian diberikan kepada
beberapa orang penilai (judges). Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing
pernyataan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang 1-11. Sangat
tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sangat setuju
Tugas penilai ini bukan untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Median atau
rerata perbedaan penilaian antar penilai terhadap item ini kemudian dijadikan sebagai nilai skala masing-masing
item. Pembuat skala kemudian menyusun item mulai dari item yang memiliki nilai skala terrendah hingga
tertinggi. Dari item-item tersebut, pembuat skala kemudian memilih aitem untuk kuesioner skala sikap yang
sesungguhnya. Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden. Responden
diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing item sikap
tersebut.
Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsi-asumsi: ukuran sikap seseorang itu dapat
digambarkan dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada suatu skala mencerminkan perbedaan yang
sama pula dalam sikapnya. Asumsi kedua adalah Nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak
dipengaruhi oleh sikap penilai terhadap isue. Penilai melakukan rating terhadap item dalam tataran yang sama
terhadap issue tersebut.
c. Skala (Scala).
c. Panduan Observasi
d. Daftar Cocok
b. Tabel
WAWANCARA
Contoh Terbuka:
Jika ya, sudah berapa buku yang pernah anda tulis: …………buku
Contoh tertutup:
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup Baik
d. Kurang Baik
e. Tidak Baik
a. Ya
b. Tidak
a. 2 – 5 buku
b. 6 – 10 buku
c. 11 – 15 buku
d. 16 – 20 buku
CHECKLIST
4 3 2 1
S CS KS BS
Keterangan:
4 = siap (S)
WAWANCARA
Wawancara: Proses pengumpulan data yang langsung memperoleh informasi langsung dari sumbernya.
a. Wawancara terpimpin
Pada wawancara ini terjadi tanya jawab antara pewawancara dengan responden, tetapi pewawancara
menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikannya adalah responden tidak menyadari bahwa ia
sedang diwawancarai
Wawancara perpaduan wawancara bebas dan terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman
yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang ditanyakan.
B. SKALA GUTTMAN
Skala Guttman dikembangkan oleh Louis Guttman. Skala ini mempunyai ciri penting, yaitu merupakan skala
kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multidimensi. Skala Guttman yaitu skala yang
menginginkan jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah – tidak pernah. Untuk jawaban
positif seperti setuju, benar, pernah dan semacamnya diberi skor 1; sedangkan untuk jawaban negatif seperti
tidak setuju, salah, tidak, tidak pernah, dan semacamnya diberi skor 0. Dengan skala ini, akan diperoleh jawaban
yang tegas yaitu Ya - Tidak, Benar - Salah dan lain-lain. Penelitian menggunakan skala Gutman dilakukan bila
ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Skala ini dapat pula dibentuk dalam bentuk checklist atau pilihan ganda. Skor 1 untuk skor tertinggi dan
skor 0 untuk terrendah. (Analisa seperti pada skala likert).
Contoh :Apakah anda Setuju dengan kebijakan perusahaan menaikkan harga jual?
Skala Interval :merupakan skala pengukuran yang banyak digunakan untuk mengukur fenomena/gejala
sosial, dimana pihak responden diminta melakukan rangking terhadap preferensi tertentu sekaligus memberikan
nilai (rate) terhadap preferensi tersebut. Jenis skala yang dapat digunakan untuk penelitian sosial,yaitu : Ada
beberapa macam teknik skala yang bisa digunakan dalam penelitian. Antara lain adalah: Skala Linkert, Skala
Guttmann, Skala Bogardus, Skala Thurstone, Skala Semantic, Skala Stipel, Skala Paired-Comparison, Skala
rank-Order. Kedelapan maca teknik skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran, akan mendapatkan data
interval, atau rasio. Hal ini tergantung pada bidang yang akan diukur.
Dalam penelitian kuantitatif, peneliti akan menggunakan istrumen untuk mengumpulkan data penelitian.
Istrumen penelitian ini digunakan untuk meneliti variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang
akan digunakan untuk penelitian tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Instrumen-instrumen penelitian
sudah ada yang dibekukan, tapi ada yang harus dibuat peneliti sendiri. Karena instrumen penelitian akan
diguankan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap
istrumen harus mempunyai skala.
C. SEMANTIK DEFFERENSIAL
Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap dan lainnya, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda
atau checklist tetapi tersusun dalam satu garis kontinum. Sebagai contoh skala semantik defferensial mengukur
gaya kepemimpinan seorang pimpinan (pimpinan).
Gaya Kepemimpinan
Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter
Bertanggung 7 6 5 4 3 2 1 Tidak ber-
jawab tanggung jawab
Memberi 7 6 5 4 3 2 1 Mendomi-nasi
Kepercayaan
Menghargai 7 6 5 4 3 2 1 Tidak
bawahan menghargai
bawahan
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum yang jawabannya sangat positifnya terletak dikanan garis, dan jawaban yang
sangat negatif terletak dibagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval dan
baisanya skala ini d igunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
Responden dapat memberi jawaban pada rentang jawaban yang positif sampai dengan negatif
E. RATING SCALE
Rating Scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam
pengertian kualitatif. Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak
setuju, pernah atau tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model
Rating Scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah
disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh
karena itu Rating Scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja
tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk
mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain.Yang penting dalam
Rating Scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif
jawaban pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka
2 oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih
jawaban dengan angka 2. Contoh “Beri tanda silang (x) pada angka yang sesuai dengan
penilaian Anda terhadap pelayanan PT. Telkomsel !”
Sangat Sangat
Buruk Baik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11. Berikut ini disajikan contoh angket yang disajikan dengan menggunakan
model skala Thurstone.
Petunjuk:
Pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap Anda terhadap
pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek ( v ) di depan nomor
pernyataan di dalam tanda kurung.
9+8+8+9+9= 8,6
Begitulah seterusnya cara pemberian skor untuk setiap butir pernyataan. Misalkan
skor untuk setiap butir soal, berturut-turut dari butir soal nomor 1 sampai dengan
nomor 9 adalah sebagai berikut :
9,0 ; 8,6 ; 8,2 ; 7,6 ; 4,5 ; 6,0 ; 7,6 ; 2,4 ; 4,0 ; 5,3
Ini berarti sikap A terhadap matematika positif, karena skornya lebih daripada skor
tengah (= 5). Dibandingkan dengan skala Likert, skala Thurstone hanya menyajikan
butir pernyataan yang sedikit sehingga aspek sikap yang bisa diungkapkan relatif
sedikit pula. Namun demikian skala Thurstone mempunyai kelebihan pada
ketajaman pernyataan untuk mengungkapkan sikap tersebut, sehingga lebih sedikit
kemungkinan responden untuk menjawab dengan cara menebak. Untuk
mengurangi kelemahan di atas, di samping cara pemberian skor yang cukup rumit,
untuk setiap aspek mengenai sikap bisa dibuat satu set (10 butir) pernyataan.
Misalkan dari segi materi matematika, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar,
sistem evaluasi, sarana dan prasarana, masing-masing 10 butir pernyataan
sehingga seluruh aspek sikap terhadap matematika bisa terungkap.
Petunjuk: Berilah tanda cek (v) di atas tanda ( - ) sesuai dengan sikap
DIMENSI AKTIVITAS
Sumber : http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/3_-_semantik_diferensial.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasil belajar dari proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi juga harus
dinilai oleh alat-alat non test atau bukan tes. Teknik ini berguna untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar yang tidak dapat diukur dengan
alat tes. Penggunaan teknik ini dalam evaluasi pembelajaran terutama karena
banyak aspek kemampuan siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup
objektifitas. Sasaran teknik ini adalah perbuatan, ucapan, kegiatan,
pengalaman,tingkah laku, riwayat hidup, dan lain-lain.
Saat ini penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat melalui tes dalam
menilai hasil dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek yang tidak bisa terukur
secara “realtime” dengan hanya menggunakan test. Berdasarkan hal itu, diperlukan
suatu langkah untuk penyusunan dan pengembangan instrumen nontes, yaitu
diantaranya dengan menggunakan skala penilaian, yang diantaranya mencakup
skala sikap dan skala minat. Hal ini juga dapat digunakan untuk memperoleh tes
yang valid, sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar
atau prestasi belajar yang dicapai oleh masing-masing individu peserta tes setelah
selesai mengikuti kegiatan pembelajaran.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
A. SKALA PENILAIAN
Skala penilaian adalah salah satu bentuk pedoman observasi yang dipergunakan
untuk mengumpulkan data individu dengan menggolongkan, menilai tingkah laku
individu atau situasi dalam tingkatan-tingkatan tertentu.
Bentuk-bentuk skala yang dipakai antara lain: (1) kuantitatif; (2) deskriptif; (3)
grafis. Ketiga bentuk skala penilaian tersebut akan diuraikan satu-satu.
1) Tahap persiapan
2) Tahap pelaksanaan
B. Skala Sikap
Skala sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan
sikap tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala, misalnya skala
tiga, empat atau lima. Pengembangan skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
B. Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan denganobjek
penilaian sikap
C. Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
1. Skala Likert
2. Skala Thurstone
Skala Thurstone memuat jumlah pernyataan yang harus dipilih oleh responden,
yang masing-masing telah diberi skor (bobot) tertentu
3. Skala Guttman
BAB III
PEMBAHASAN
A. Skala Penilaian
Bentuk-bentuk skala yang dipakai antara lain: (1) kuantitatif; (2) deskriptif;
(3) grafis. Ketiga bentuk skala penilaian tersebut akan diuraikan satu-satu.
Tidak memuaskan
Di bawah rata-rata
Rata-rata
Di atas rata-rata
Luar biasa
Skala angka menjadi sulit digunakan bila terdapat sedikit kesesuaian dalam
penentuan nilai atau angka. Dalam keadaan demikian maaka interpretasi bisa
bervariasi. Contoh skala penilaian dengan angka seperti pada Gambar 4 yang
dikutip dari Gunarti dkk (2008).
1 10
5
Skor Kemampuan Membutuhka
3 Memuaska 7 Luar
Aspek n
n biasa
peningkatan
Kesesuaian dengan
tema yang kreatif dan
tujuan
Keragaman peralatan
yang digunakan
Aktivitas bebas
Pengembangan
keaksaraan dan
matematika awal
Evaluasi kegiatan
siswa
Evaluasi sentra
bermaindrama
Komentar …………………
2) Skala penilaian deskriptif
I. Identitas Siswa
1. Nama : ...............................................................
8. Waktu : ...............................................................
Alternatif
Pernyataan tdk.akti
Sering aktif jarang
f
5. Mengajukan pertanyaan
6. Menyampaikan gagasan
8. Menjawab pertanyaan
..............................................................................................................................., ....
..................
Observer : ............................
1) Tidak pernah
2) Jarang
3) Sekali-sekali
4) Seringkali
5) Selalu
Kelompok : ………………
Minggu ke :……………….
Kategori
Hari/tangg Keteranga
Aspek
al n
S K Tp
Melamun
Menangis
Menggangu teman
Berterimakasih
Catatan : S= sering
K= kadang-kadang
Skala penilaian tergolong cepat dan mudah, karena dalam skala sudah tersedia
bpenjelasan perilaku siswa, sehingga akan lebih mudah melakukan penilaian. Skala
penilaian dapat diaplikasikan secara langsung. Hal ini dikarenakan skala penilaian
umumnya mudah dimengerti dan universal,disebabkan karena indikator
memberikan penjelasan yang dibutuhkan dalam menilai.Skala penilaian umumnya
konsisten sehingga guru dapat dengan mudah mengembangkannya. Secara
keseluruhan skala penilaian memberikan banyak kemudahandalam menilai, hampir
sama dengan ceklis tetapi indikator dalam skala penilaian lebih terarah.
b) tentukan karakteristik hasil pembelajaran yang sesuai untuk dinilai dalam skala.
Karakteristik haruslah bisa diamati secara langsung dan point-point dalam skala
ditunjukkan dengan jelas.
c) Sediakan antara tiga atau tujuh posisi penilaian dalam skala. Jumlah point dalam
skala akan tergantung dari berapa banyak perbedaan yang jelas dalam level
pemenuhan yang diperlukan dalam penilaian.
B. Skala sikap
Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan denganobjek
penilaian sikap. Misalnya : menarik, menyenangkan, mudah dipelajari
dansebagainya.
Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
a). Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek.
b). Komponen kongnisi adalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan
seseorang.
c). Komponen konasi adalah kecenderunan untuk berperilaku atau berbuat dengan
cara-cara tertentu terhadap sesuatu objek.
1. Skala Likert
2. Skala Thurstone
Selain skala Likert, skala lain yang banyak dipergunakan untuk
mengungkapkan sikap individu adalah Skala Thurstone. Skala Thurstone memuat
jumlah pernyataan yang harus dipilih oleh responden, yang masing-masing telah
diberi skor (bobot) tertentu. Pada skala Likert pembuat angket bisa saja
mengasumsikan bahwa kontribusi setiap pernyataan terhadap sikap dari seorang
individu sama, tetapi dalam skala Thurstone justru hal ini dipentingkan. Pernyataan
yang kontribusinya terhadap sikap lebih tinggi diberi skor lebih besar, sebaliknya
pernyataan yang kontribusinya lebih rendah diberi skor lebih kecil. Dengan
demikian dalam skala ini pernyataan-pernyataan yang disajikan tidak dipilah ke
dalam pernyataan yang favorable dan unfavorable.
3. Skala Guttman
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skala penilaian adalah salah satu bentuk pedoman observasi yang dipergunakan
untuk mengumpulkan data individu dengan menggolongkan, menilai tingkah laku
individu atau situasi dalam tingkatan-tingkatan tertentu.
Bentuk-bentuk skala yang dipakai antara lain: (1) kuantitatif; (2) deskriptif; (3)
grafis.
Skala penilaian tergolong cepat dan mudah, karena dalam skala sudah tersedia
penjelasan perilaku siswa, sehingga akan lebih mudah melakukan penilaian.Secara
keseluruhan skala penilaian memberikan banyak kemudahandalam menilai, hampir
sama dengan ceklis tetapi indikator dalam skala penilaian lebih terarah.
Skala sikap adalah berkenaan dengan perasaan (kata hati) dan manifestasinya
berupa perilaku yang bersifat positif (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap
objek tertentu.
Penilaian tes skala sikap atas 3 komponen, yaitu : Komponen afektif adalah
perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek, Komponen kongnisi adalah
kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan seseorang, Komponen konasi
adalah kecenderunan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
terhadap sesuatu objek.
Jenis – jenis skala pada skala sikap dan minat, seperti : skala likert, skala thustone,
skala guttman, dan diferensial semantic.
B. Saran
Penggunan skala penilaian, skala sikap dan skala minat alangkah baiknya
disesuaikan dengan target penilangan yang ingin dicapai. Selain itu, penilainan ini
akan menghasilkan tujuan dan output yang maksimal jika dilakukan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, perlu pemahaman yang lebih
mendalam sebagai guru dalam upaya analisis dan percapaina target dalam skala
penilaian, skala sikap, dan skala minat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ilma, Ratu. 2010. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Bentuk Tes Formatif Terhadap
HasilBelajar Matematika Dengan Mengontrol Intelegensi Siwwa SD di
Palembang.Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Sonasih, Dewi N.W. dkk. 1999. Tehnik dan Alat Evaluasi Pendidikan Non Tes. Bogor:
Universitas Ibnu Khlodun.
Rahmadina, Yusri. 2013. Teknik tes dan non tes sebagai alat evaluasi hasil belajar.
Tersedia online : http://www.academia.edu/4453292/Makalah_Eva_Be_L. [diakses tanggal 4
april 2014]
penilain afektif
BAB I
PENDAHULUAN
Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi
mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta
didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada peserta didik
yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian
sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi
dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi
memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan
perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena
tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki
potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan
gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan,
dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab,
kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan
diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui
kegiatan pembelajaran yang tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan
merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor.
Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat
dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai
kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian
ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
Implementasi PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional membawa implikasi terhadap sistem penilaian,
termasuk model dan teknik penilaian yang dilaksanakan di kelas.
Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian hasil belajar yang
dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal (internal assessment), sedangkan
penilaian yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan penilaian eksternal (external assessment). Penilaian
internal adalah penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung
dalam rangka penjaminan mutu. Penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah sebagai
pengendali mutu, seperti ujian nasional.
Penilaian kelas merupakan penilaian internal terhadap proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh
guru di kelas atas nama sekolah untuk menilai kompetensi peserta didik pada tingkat tertentu pada saat dan akhir
pembelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi menuntut model dan teknik penilaian dengan Penilaian Kelas
sehingga dapat diketahui perkembangan dan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Oleh karena itu,
model penilaian kelas ini diperuntukkan khususnya bagi pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP SIKAP
1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan suatu konsep psikologi yang kompleks. Tidak ada satu definisi yang dapat diterima bersama oleh
semua pakar psikologi. Anastasi (1982) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan untuk bertindak secara suka
atau tidak suka terhadap suatu objek. Misalnya : kelompok orang adat, adat kebiasaan, keadaan, atau institusi
tertentu.
Birrect et. Al. (1981) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang, atau
masalah tertentu. Sikap menentukan bagaimana kepribadian seseorang diekspresikan. Lebih lanjut Birrent
menjelaskan bahwa sikap berbeda dengan ciri-ciri atau sifat kepribadian yang dapat didefinisikan sebagai pola
kebiasaan atau cara bereaksi terhadap sesuatu. Melalui sikap seseorang , kita dapat mengenal siapa orang itu yang
sebenarnya.
Beberapa pakar lain berpendapat bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yakni komponen afektif, komponen
kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu
objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan seseorang. Adapun
komponen konatif adalah kecenderungan untuk bertingkah laku atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap
suatu objek. Menurut Chaiken dan Stangor (1987), perpaduan antara ketiga komponen tersebut lebih sesuai dengan
pengertian sikap terbaru yang dapat diterima oleh banyak pakar.
2. Hubungan antara Sikap dengan Nilai dan Peerilaku
Menurut Fraenkel (1977, 1980), nilai dapat didefinisikan sebagai standar dari perbuatan, keindahan, atau harrga,
yang dapat diakui oleh seseorang. Definisi lain dari Colemen et. al (1987), nilai adalah pertimbangan internal dan
eksternal, yang dimiliki oleh seseorang tentang suatu barang, tujuan, dan perbuatan, yang dipertimbangkan
diinginkan atau tidak diinginkan. Dalam rumusan yang lebih singkat dan jelas, nilai adalah kriteria untuk menentukan
tingkat kebaikan, harga, atau keindahan.
Tentang hubungan antar sikap dengan nilai, menurut McKinney dan Moore (1982) sikap dan nilai merupakan
konstruk hipotetik, dan menjadi dorongan, bimbingan internal bagi terwujudnya perilaku seseorang. Perbedaan antar
keduanya : nilai lebih bersifat global daripada sikap. Oleh karena itu, nilai menjadi kriteria atau ukuran yang bersifat
abstrak dalam membuat membuat pertimbangan dan mengambil keputusan. Nilai mempengaruhi pembentukan dan
arah sikap seseorang. Sikap merupakan pernyataan nilai yang dimiliki oleh seseorang. Nilai dapat pula
mempengaruhi perilaku atau perbuatan seseorang dengan mempengaruhi sikap dan penilaian terhadap konsekuensi
daripada perilaku atau perbuatan tersebut. Melalui proses seperti itu, Fraenkel (1977) melihat nilai sebagai kunci bagi
lahirnya perilaku dan perbuatan seseorang.
3. Pembentukan Sikap
Manusia mempunyai sifat bawaan, misalnya kecerdasan, tempramen, dan sebagainya. Faktor-faktor ini memberi
pengaruh terhadap pembenrukan sikap. Selain itu manusia juga mempunyai sikap warisan yang terbentuk dengan
kuat dalam keluarga, misalnya sentimen golongan, keagamaan dan sebagainya. Namun secara umum, para pakar
psikologi sosial berpendapat bahwa siakp manusia terbentuk melalui proses pembelajaran dan pengalaman.
Menurut Klausmeiner (1985), ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan sikap.
a. Mengamati dan Meniru
Melalui pembelajaran dengan model. Banyak tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni dengan
mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang lain, terutama orang-orang yang berpengaruh. Melalui
proses pengamatan dan peniruan akan terbentuk pola sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan orang yang ditiru.
b. Menerima Penguatan
Pembelajaran model ini dengan menerima atau tidak menerima suatu respon yang ditunjukkan. Penguatannya dapat
berupa ganjaran (penguatan positif) dan dapat berupa hukuman (penguatana negatif). Dalam proses pendidikan,
guru atau orang tua dapat memberi ganjaran berupa pujian atau hadiah kepada anak yang berbuat sesuai dengan
nilai-nilai ideal tertentu. Dari waktu ke waktu respon yang diberi ganjaran tersebut akan bertambah kuat. Dengan
demikian sikap seperti ini akan terbentuk.
c. Menrima Informasi Verbal
Informasi tentang berbagai hal dapat diperoleh melelui lisan dan tulisan. Informasi tentang objek tertentu yang
diperoleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan.
4. Perubahan Sikap
a. Teori Pembelajaran
Melihat perubahan sikap sebagai proses pembelajaran. Teori tertarik pada hubungn stimulus dan respon dalam suatu
proses komunikasi. Program Yale mengidentifikasi unsur-unsur dalam proses pembujukan yang dapat memberi
pengaruh pada perubahan sikap seseorang. Ada empat unsur dalam proses pembujukan yang dapat mempengaruhi
perubahan sikap yaitu 1) penyampaian, sebagai sumber informasi baru. 2) komunikasi atau informasi yang
disampaikan. 3) penerima, dan 4) situasi.
b. Teori Fungsional
Beranggapan bahwa manusia mempertahankan sikap yang sesuai dengan kepentingannya. Perubahan sikap terjadi
dalam rangka mendukung sutau maksud atau tujuan yang akan dicapai.
c. Teori Pertimbangan Sosial
Menganut pendekatan yang lebih bersifat kognitif tentang perubahan sikap. Menurut teori ini, proses perubahan
sikap bergantung pada keteguhan individu dalam berpegang pada pada suatu nilai atau pandangan.
d. Teori Konsistensi
Dikembangkan berdasarkan suatu asumsi umum, bahwa manusia akan berusaha untuk mewujudkan keadaan yang
serasi dalam dirinya. Jika terjadi suatu keadaan yang tidak serasi, misalnya terjadi pertentangan antara sikap dan
tingkah laku, maka manusia akan berusahauntuk menghilangkan realita tersebut dengan merubah salah satu : sikap
atau tingkah laku.
Kolom kejadian diisi dengan kejadian positif maupun negatif. Catatan dalam lembaran buku tersebut, selain
bermanfaat untuk merekam dan menilai perilaku peserta didik sangat bermanfaat pula untuk menilai sikap peserta
didik serta dapat menjadi bahan dalam penilaian perkembangan peserta didik secara keseluruhan.
Selain itu, dalam observasi perilaku dapat juga digunakan daftar cek yang memuat perilaku-perilaku tertentu yang
diharapkan muncul dari peserta didik pada umumnya atau dalam keadaan tertentu. Berikut contoh format Penilaian
Sikap.
Contoh Format Penilaian Sikap dalam praktek IPA :
No.
Nama Perilaku
Nilai
Ket
Bekerja sama Berinisiatif Penuh
Perhatian Bekerja sistematis
1. Ruri
2. Tono
3. ....
Catatan:
a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut.
1 = sangat kurang
2 = kurang
3 = sedang
4 = baik
5 = amat baik
b. Nilai merupakan jumlah dari skor-skor tiap indikator perilaku
c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut
Nilai 18-20 berarti amat baik
Nilai 14-17 berarti baik
Nilai 10-13 berarti sedang
Nilai 6-9 berarti kurang
Nilai 0-5 berarti sangat kurang
• Penanyaan Langsung
Kita juga dapat menanyakan secara langsung atau wawancara tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu
hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah mengenai
"Peningkatan Ketertiban".
Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap peserta didik itu
terhadap objek sikap. Dalam penilaian sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat menggunakan teknik ini dalam
menilai sikap dan membina peserta didik.
1. Individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri.
2. Manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya.
3. Orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan
kondisi memungkinkan.
4. Sikap merupakan variabel yang terlalu kompleks untuk diungkap dengan pertanyaan tunggal. Sangat tergantung
pada kalimat yang digunakan dalam pertanyaan, konteks pertanyaannya, cara menanyakannya, situasi dan kondisi
yang merupakan faktor luar,dll.
• Pengungkapan Langsung (Laporan pribadi)
Melalui penggunaan teknik ini di sekolah, peserta didik diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau
tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta
menulis pandangannya tentang "Kerusuhan Antaretnis" yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang
dibuat oleh peserta didik tersebut dapat dibaca dan dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya.
Untuk menilai perubahan perilaku atau sikap peserta didik secara keseluruhan, khususnya kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan jasmani, semua catatan dapat dirangkum
dengan menggunakan Lembar Pengamatan berikut.
1. Pengungkapan secara tertulis dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal atau aitem ganda.
2. Aitem tunggal: responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda
setuju atau tidak setuju.
3. Aitem ganda: disajikan dengan menggunakan sepasang kata sifat yang bertentangan satu sama lain. Contoh:
Cantik – Jelek, Suka – Benci
Contoh Lembar Pengamatan
(Kelompok Mata Pelajaran: Agama, Kewarganegaraan, Estetika, Jasmani)
Perilaku/sikap yang diamati: ........................................
Keterangan
a. Kolom capaian diisi dengan tanda centang sesuai perkembangan perilaku
ST = perubahan sangat tinggi
T = perubahan tinggi
R = perubahan rendah
SR = perubahan sangat rendah
b. Informasi tentang deskripsi perilaku diperoleh dari:
pertanyaan langsung
Laporan pribadi
Buku Catatan Harian
• Skala Sikap
1. Berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap yaitu mendukung (positif), menolak
(negatif) dan netral.
2. Dapat berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurnya tapi juga bisa berupa pernyataan tidak langsung
yang tampak kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden.
3. Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dianggap paling dapat diandalkan.
Pengembangan kisi-kisi sikap yaitu:
- Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap
- Tentukan indikator sikap
- Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya; skala Likert dengan lima skala, seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu,
tidak setuju, sangat tidak setuju.
- Tentukan nomor butir soal sesuai dengan indikator sikap
- Buatlah kisi-ksi instrumen dalam bentuk matrik
- Telaah instrumen oleh teman sejawat atau ahli di bidangnya
- Perbaiki instrumen sesuai dengan hasil telaah instrumen oleh teman sejawat/ahli dengan memperhatikan
kesesuaian dengan indikator
• Pengukuran Terselubung
1. Observasi perilaku berupa pengamatan thd reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari oleh yang
bersangkutan. Cth: reaksi wajah, nada suara, gerak tubuh.
2. Reaksi-reaksi fisiologis dapat mencerminkan intensitas sikap seseorang terhadap suatu objek akan tetapi tidak
menjelaskan arah sikapnya apakah positif atau negatif.
C. SKALA SIKAP
1. Skala Likert
Skala linkert pertama kali dikembangkan oleh Rensis Linkert pada tahun 1932 dalam mengukur sikap masyarakat.
Dalam skala ini hanya menggunakan item yang secara pasti baik dan secara pasti buruk. Item yang pasti disenangi,
disukai, yang baik, diberi tanda negatif (-). Total skor merupakan penjumlahan skor responsi dari responden yang
hasilnya ditafsirkan sebagai posisi responden. Skala ini menggunakan ukuran ordinal sehingga dapat membuat
ranking walaupun tidak diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya.
Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone.
Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorable dan yang
unfavorabel. Sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert
menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan egreement atau
disegreemenn-nya untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( Sangat seuju, Setuju, Ragu-
ragu, Tidak setuju, Sangat Tidak Setuju). Semua aitem yang favorabel kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu
untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang Sangat Tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk aitem yang
unfavorabel nilai skala Sangat Setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5. Seperti halnya
skala Thurstone, skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal-interval scale).
Metode likert dapat dikatakan sebagai yang pertama yang melakukan pendekatan dengan mengukur luas/dalamnya
pendapat dari responden bukan hanya dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Dalam metode ini sebagian besar
pertanyaan dikumpulkan, namun setiap pertanyaan disusun sedemikian rupa agar bisa dijawab dalam lima tingkatan
jawaban pertanyaan/pertanyaan yang diajukan.
2. Skala Thurstone
Thurstone (1928) mengajukan metode pengukuran sikap ini berbeda dengan pengukuran Bogardus dimana poin-
poin pengukuran tidak terlalu diperlukan. Thurstone mencoba untuk mengembangkan sebuah metode yang mana
dapat menunjukan secara cepat jumlah perbedaan antara prilaku satu responden dengan responden lainnya.
Metode Thurstone membuat sebuah perkiraan penting yaitu pendapat seorang yang pandai tidak akan
mempengaruhi nilai-nilai pertanyaan dari pengukuran tersebut. Pendapat ini dapat dibenarkan bila penilai tidak
memiliki pandangan yang sangat berbeda akan topic yang bersangkutan, namun bagaimanapun juga jika yang
terjadi adalah sebaliknya maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terpengaruh.
Jadi metode Thurstone ini berorientasi pada respon dari responden yang ditanyakan. Menurut pandangannya sikap
merupakan suatu bentuk atau reaksi perasaan. Maka konsep Thrustone ini berlandaskan kepada perasaan
mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unvorable) terhadap
objek Yang diukur.
Dimana Thurstone disini mencoba mengetengahkan skala pengukuran dengan menyatakan :
1. Kategori, peringkat dan jarak yang diukur
2. Dinyatakan dengan angka 1 sampai dengan 7, atau 1 sampai dengan 9
3. Menggunakan konsep jarak yang sama (equality interval) karena skala ini tidak menggunakan angka nol sebagai
titik awal perhitungan
Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga
sangat fafovabel terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah aitem sikap
yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya. Tahap yang paling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal
terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas dari masing-masing
pernyataan. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut nilai skala.
Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu membuat sampel pernyataan sikap
sekitar lebih 100 buah atau lebih. Penrnyataan-pernyataan itu kemudian diberikan kepada beberapa orang penilai
(judges). Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing pernyataan. Favorabilitas penilai
itu diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang 1-9. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sangat
setuju. Tugas penilai ini bukan untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Median atau
rerata perbedaan penilaian antar penilai terhadap aitem ini kemudian dijadikan sebagai nilai skala masing-masing
aitem. Pembuat skala kemudian menyusun aitem mulai dari atem yang memiliki nilai skala terrendah hingga tertinggi.
Dari aitem-aitem tersebut, pembuat skala kemudian memilih aitem untuk kuesioner skala sikap yang sesungguhnya.
Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden. Responden diminta untuk
menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem sikap tersebut.
Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsi-asumsi: ukuran sikap seseorang itu dapat digambarkan
dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada suatu skala mencerminkan perbedaan yang sama pula
dalam sikapnya. Asumsi kedua adalah Nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap
penilai terhadap isue. Penilai melakukanrating terjhadap aitem dalam tataran yang sama terhadap isue tersebut.
Skala Thurstone dapat dikembangkan untuk mengukur sikap terhadap obyek apa pun. Yang mendasar pada metode
ini adalah penggunaan penilai untuk menetapkan nilai skala pada setiap item dalam tes.
Salah satu kritik utama terhadap metode equal-appearing intervals ini adalah bahwa sikap penilai dapat
mempengaruhi penilaiannya.
Contoh Skala Thurstone:
Minat terhadap pelajaran biologi.
( ) 1. Saya senang belajar biologi.
( ) 2. Biologi adalah segalanya buat saya.
( ) 3. Jika ada pelajaran kosong, saya lebih suka belajar biologi.
( ) 4. Belajar biologi menumbuhkan sikap kritis dan kreatif.
( ) 5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya dalam biologi.
( ) 6. Penguasaan biologi akan sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain.
( )7.Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya dalam biologi.
( ) 8. Pelajaran biologi sangat menjemukan.
( ) 9. Saya merasa terasing jika ada teman membicarakan biologi.
Misalkan pembuat angket menentukan bahwa skor yang akan dipakai untuk pernyataan yang kontribusinya paling
tinggi adalah 9 dan untuk yang paling rendah diberi skor 1, sehingga skor tengahnya sama dengan 5. Hasil
pertimbangannya, ia menyatakan bahwa pernyataan yang paling tinggi kontribusinya terhadap sikap positif untuk
biologi adalah pernyataan nomor 2 sehingga ia memberi bobot skor 9. Agar hasil pertimbangan itu lebih objektif, ia
meminta bantuan kepada teman seprofesinya yang dianggap mampu atau lebih mampu daripada dirinya sendiri.
Misalkan ada 4 orang yang diminta pertimbangan itu, hasil pertimbangan untuk butir nomor 2 dari keempat orang itu
masingmasing 8, 8, 9 dan 9. Dengan demikian skor untuk butir soal nomor 2 itu adalah
9 8 8 9 9 = 8, 6
5
Untuk butir nomor 8 pembuat angket memberi skor 2 karena ia menganggap kontribusinya rendah terhadap sikap
siswa dalam biologi. Keempat teman lainnya masing-masing memberi skor 3, 4, 1, 2 sehingga skor untuk butir nomor
8 adalah
2 3 4 1 2 = 2,4
5
Begitulah seterusnya cara pemberian skor untuk setiap butir pernyataan. Misalkan skor untuk setiap butir soal,
berturut-turut dari butir soal nomor 1 sampai dengan nomor 9 adalah sebagai berikut : 9,0; 8,6; 8,2; 7,6; 4,5; 6,0; 7,6;
2,4; 4,0; 5,3 Setelah angket diberikan kepada responden (siswa), misalkan untuk subjek A memilih butir-butir nomor
1, 4, 6, 7 dan 10. Rerata skor dari subyek A adalah
9,0 7,6 6,0 7,6 5,3 = 7,1
5
Ini berarti sikap A terhadap biologi positif, karena skornya lebih daripada skor tengah (= 5).
3. Skala Guttman
Skala Guttman dikembangkan oleh Louis Guttman. Skala ini mempunyai ciri penting, yaitu merupakan skala
kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multi dimensi, sehingga skala ini termasuk
mempunyai sifat undimensional. Skala Guttman yang disebut juga metode scalogram atau analisa skala (scale
analysis) sangat baik untuk menyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang
sering disebut isi universal (universe of content) atau atribut universal (universe attribute). Dalam prosedur Guttman,
suatu atribut universal mempunyai dimensi satu jika menghasilkan suatu skala kumulatif yang sempurna,yaitu semua
responsi diatur sebagai berikut: Setuju dengan tidak setuju dengan Pada pertanyaan yang lebih banyak pola ini tidak
ditemukan secara utuh. Adanya beberapa kelainan. Dapat dianggap sebagai error yang akan diperhitungkan dalam
analisa nantinya.
Cara membuat skala guttman adalah sebagai berikut:
• Susunlah sejumlah pertanyaan yang relevan dengan masalah yang ingin diselidiki.
• Lakukan penelitiaan permulaan pada sejumlah sampel dari populasi yang akan
• diselidiki, sampel yang diselidiki minimal besarnya 50.
• Jawaban yang diperoleh dianalisis, dan jawaban yang ekstrim dibuang. Jawaban yang
• ekstrim adalah jawaban yang disetujui atau tidak disetujui oleh lebih dari 80%
• responden.
• Susunlah jawaban pada tabel Guttman.
• Hitunglah koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas.
Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas dan konsisten. Misalnya
yakin-tidak yakin ;ya – tidak;benar-salah; positif – negative; pernah-belum pernah ; setuju – tidak setuju; dan
sebagainya. Penelitian dengan menggunakan skala Guttman apabila ingin mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan
konsisten terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Contoh:
a. Yakin atau tidakkah anda, kentang merupakan umbi batang.
1. Yakin
2. Tidak
b. Setuju atau tidakkah anda, Pertumbuhan kecambah lebih cepat di dalam ruangan.
1. Setuju
2. Tidak Setuju
BAB III
PENUTUP
Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan adalah kemampuan pendidik
untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan
pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai.
Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan instrumen afektif sebagai berikut.
1. Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2. Menentukan definisi operasional
3. Menentukan indikator
4. Menulis instrumen.
Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan, substansi yang
ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya
instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban,
indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan untuk memperbaiki instrumen. Hal yang
penting pada instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimal
0,70.
Penafsiran hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta didik
tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu objek baik, sedang negatif berarti minat peserta didik rendah atau
sikap peserta didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah
afektif yang lain.
KALA PENGUKURAN
(Rating Scale)
Sering responden mempertanyakan arti dari pilihan mereka pada skala tersebut. Ada yang
menggunakan 3 (tiga), 4 (empat), 5 (lima) atau lebih kategori tergantung pada pertanyaan. Ada
kalanya perbedaan yang mungkin terjadi yang tidak diinginkan responden dalam arti kapasitas
jawaban.
Contoh:
1. Apakah saudara setuju atau tidak setuju memperluas program ini ke daerah
lainnya di Indonesia? (Centang salah satu)
(a) Sangat setuju
(b) Setuju
(c) Cukup setuju
(d) Kurang setuju
(e) Sangat kurang setuju
2. Bila di desa ini dibangun fasilitas umum menurut saudara apa yang penting.
(Centang salah satu dari setiap butir berikut).
No. Program Kurang Sangat
penting penting
1 2 3 4 5 6 7
1 Sanitasi
2 Turbin
listrik
mikro
hidro
3 Jalan/tras
4 Sekolah
5 Puskermas
Dalam kasus perbedaan tertentu, gunakan skala penomoran mulai dari 0 atau 1 untuk
beberapa penomoran, perhatikan contoh 2 di atas, ada 5 (lima) pilihan berseri (series) ingin
mengungkapkan sikap; boleh juga dengan 4 (empat) pilihan berseri, yaitu: Sangat bagus, Bagus,
Cukup, Kurang. Kadang kala ada juga sampai 10 (sepuluh) pilihan berseri, cuma akan kesulitan
dalam hal memaknai angka-angka tersebut. Pada umumnya banyak dipakai 5 (lima) atau 4
(empat) pilihan berseri.
Hal lain yang diperhatikan, apakah butir kuesioner memakai pilihan genap (4) atau ganjil
(5). Kalau pilihan ganjil berarti ada pilihan posisi netral (tengah) untuk responden, dan berbeda
pada pilihan genap, responden dipaksa memilih salah satu sisi (arah pilihan posisitf atau negatif).
Di bawah ini diberi beberapa contoh kategori tingkatan respon.
1) Kategori pilihan genap
Sangat tidak puas Semua tidak dibantu
Kurang puas Ada sedikit bantuan
Puas Ada cukup bantuan
Sangat puas Sangat membantu
Lima kategori pilihan lebih lengkap, daripada empat kategori. Perlu diperhatikan
keseimbangan pilihan antara positif dan negatif.
Melanjutkan dari artikel sebelumnya pada bagian 1 terdahulu, berikut ini diberikan contoh penerapan
perhitungan secara manual dan analisa hasil kuesioner menggunakan Skala Likert. Contoh yang
diberikan ini disadur dari penelitian yang pernah saya lakukan mengenai analisa kualitas perangkat
lunak aplikasi pendataan pendidikan dasar menggunakan ISO/IEC 9126. Aplikasi Pendataan Pendidikan
Dasar (Dikdas) ini merupakan aplikasi yang digunakan Dinas Pendidikan Nasional untuk mendata para
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana sekolah, operasional akademik
dan non akademik sekolah, serta perihal lain yang berkaitan dengan aktivitas sekolah.
Variabel : Model Kualitas Perangkat Lunak ISO/IEC 9126
Untuk pernyataan yang akan diajukan kepada para responden, bisa saya contohkan untuk sub-
indikatoroperability dalam indikator Usability. Dalam sub-indikator ini, diberikan pertanyaan :
sekalipun Anda tidak memiliki latar belakang keahlian dalam bidang komputer ?”
Oleh karena tipe pernyataannya bersifat positif dan saya sengaja menghilangkan pilihan
jawaban Netralagar jawaban yang didapat tidak bias, maka nilai (score) untuk tiap pilihan jawabannya
adalah sebagai berikut :
Dari wawancara terstruktur kepada 13 responden yang ditugaskan untuk melakukan input data
sekolah menggunakan aplikasi tersebut, maka diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
Perhitungan atas hasil wawancara diatas dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan
aplikasi SPSS dan LISREL. Berikut cara menghitung hasil pengamatan secara manual menggunakan
penskoran Skala LIKERT :
Jumlah skor untuk 2 orang yang menjawab Sangat Setuju (4) : 2x4 =8
Jumlah skor untuk 7 orang yang menjawab Tidak Setuju (2) : 7x2 = 14
Jumlah skor untuk 0 orang yang menjawab Sangat Tidak Setuju (1) : 0x1 =0
JUMLAH : = 34
untuk keperluan penelitian atau pun suatu survey. Kuesioner berisikan berbagai pertanyaan yang
diajukan kepada responden pengumpulan data atau sampel dalam suatu proses penelitian atau survei.
Jumlah pertanyaan yang dimuat dalam kuesioner penelitian cukup banyak sehingga diperlukan skoring
untuk memudahkan dalam proses penilaian dan akan membantu dalam proses analisis data yang
telah ditemukan. Pemberian skoring dalam kuesioner harus memenuhi ketentuan dalam penentuan
skoring.
Penentuan skoring ilmiah secara umum berpedoman pada aturan Likert dan Gutman. Kedua metode
ini memenuhi kaidah ilmiah dalam penentuan dan penilaian skoring suatu instrumen penelitian.
Perbedaan mendasar dari kedua metode skoring ini adalah nilai yang diberikan pada instrumen
penelitian dimana pada skala Likert dibatasi nilai minimal 1 (satu) sedangkan pada Gutman dibatasi
nilai minimal 0 (Nol). Untuk memahaminya dengan mudah, kami akan berikan contoh sederhana
Pertanyaan :
1. Pemberian ASI sebaiknya dilakukan segera setelah kelahiran sampai usia 24 bulan
2. ASI Eksklusif sebaiknya diberikan segera setalah kelahiran sampai usia 6 bulan
3. Pemberian makanan pada anak sebaiknya dilakukan sejak anak usia 1 bulan
Panduan penilaian
Berdasarkan kuesioner di atas, panduan penilaian dan pemberian skoring dengan menggunakan
pendekatan skala Gutman. Adapun panduan penentuan penilaian dan skoringnya adalah sebagai
berikut
- Jumlah pilihan = 2
- Jumlah pertanyaan = 3
Rumus umum
Kategori (K) = 2 adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif suatu variabel
Catatan :
Berapapun banyaknya jumlah pertanyaan jika pertanyaan dengan pilihan 2 jawaban yang sama yaitu
Benar (B) dan Salah (S), penentuan kriteria objektifnya akan tetap pada interval 50%. Maksudnya,
meskipun dengan jumlah pertanyaan sampai 100 pun dengan jumlah pilihan pertanyaan terdiri dari 2
dengan kategori pada kriteria objektif variabel sebanyak 2 maka batas intervalnya adalah tetap 50%.
Pendekatan dengan skala Likert
Pilihan jawaban pertanyaan kuesioner lebih dari 2 dan minimal 3 contohnya Sering, Kadang2, dan
Tidak Pernah
Pertanyaan :
Panduan penilaian
Berdasarkan kuesioner di atas, panduan penilaian dan pemberian skoring dengan menggunakan
pendekatan skala Likert. Adapun panduan penentuan penilaian dan skoringnya adalah sebagai berikut
- Jumlah pilihan = 3
- Jumlah pertanyaan = 4
- Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 4 = 4 (4/12 x 100% = 33,3%)
Rumus umum
Kategori (K) = 2 adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif suatu variabel
Catatan :
Berapapun banyaknya jumlah pertanyaan jika pertanyaan dengan pilihan 3 jawaban yang sama yaitu
Sering, Kadang2, dan Tidak Pernah. Penentuan kriteria objektifnya akan tetap pada interval 66,7%.
Maksudnya, meskipun dengan jumlah pertanyaan sampai 100 pun dengan jumlah pilihan pertanyaan
terdiri dari 3 dengan kategori pada kriteria objektif variabel sebanyak 2 maka batas intervalnya adalah
tetap 66,7%.
Cara hitungnya tetap sama dengan menggunakan pengukuran skala Likert. Yang berbeda adalah nilai
skor tertingginya yang dikalikan dengan 4 jadi skor tertinggi = 16 (100%), skor terendah = 4 (4/16 x
100% = 25%), Range (R) = 100 - 25 = 75%, Interval (I) = 75/2 = 37,5% sehingga kriteria penilaian =
100 - 37,5% = 62,5% dimana kriteria cukup jika skor >= 62,5% dan kurang < 62,5%. Begitupun
Jika kategori yang berbeda tentunya akan menghasilkan kriteria penilaian yang berbeda dimana nilai
interval akan dibagi berdasarkan banyaknya kategori pada kriteria penilaian atau kriteria objektif pada
variabel penelitian. Misalkan, pada contoh skala Gutman, Interval (I) = 66,7% akan dibagi dengan 3 =
Diharapkan dengan panduan ini dapat menjadi masukan bagi pengunjung semua yang masih kesulitan
dalam penentuan kriteria objektif variabel penelitian ataupun dalam perumusan dan penentuan skala
pengukuran.
Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang
paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Penggunaan yang penelitian yang sering menggunakan skala ini
adalah bila penelitian menggunakan jenis penelitian SURVEI DESKRIPTIF (Gambaran). Nama skala ini diambil dari
nama penciptanyaRensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu
menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu
pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan
format seperti:
PENGERTIAN LAINNYA
Skala Likert juga adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau
kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan
oleh peneliti.
CONTOH KASUS
Berikut kami akan menguraikan sebuah contoh kasus. Seorang mahasiswa gizi melakukan uji organoleptik sebuah
produk dengan menggunakan skala Likert. Aspek yang ingin diukur ialah cita rasa dari sebuah produk yang ia
hasilkan, dari 70 panelis yang ia gunakan, berikut rangkuman hasil penilaian panelis.
RUMUS : T x Pn
T = Total jmlh panelis yg memilih
Pn = Pilihan angka Skor likert
Jumlah skor tertinggi untuk item SANGAT SUKA ialah 5 x 70 = 350, sedangkan item SANGAT TIDAK SUKA ialah 1 x
70 = 70. Jadi, jika total skor penilaian panelis di peroleh angka 157, maka penilaian interpretasi panelis terhadap cita
rasa produk tersebut adalah hasil nilai yang dihasil dengan menggunakan rumus Index %.
PRA Penyelesaian
Sebelum menyelesaikannya kita harus mengetahui interval (Jarak) dan interpretasi persen agar mengetahui
penilaian dengan metode mencari Interval skor persen (I).
RUMUS INTERVAL
Maka = 100 / 5 = 20
Hasil (I) = 20
(Ini adalah intervalnya jarak dari terendah 0 % hingga tertinggi 100%)
Penyelesaian Akhir
skala-likert
Pernah ngga sih ngalamin, waktu lagi buat kuesioner skripsi yang pilihan jawabannya tuh antara “ya” dan
“tidak”, alias kuesioner yang pakai skala Guttman, eh pas udah selesai buat malah jadi bingung nanti
data kuesionernya setelah terkumpul mau dihitung pakai rumus statistik apa yaa?
Kalo pernah ngerasa kayak gitu, berarti sama kayak gw, gw juga ngalamin bingung-
bingung..hehe..Untungnya dengan bantuan internet dan buku-buku statistik akhirnya ketemu deh satu per
satu rumus statistik yang cocok untuk skripsi gw.
Terus, kalo udah ada situs internet dan buku yang ngebahas topik ini ngapain posting soal ini?
Iyaa, gw pengen posting soal ini soalnya waktu gw lagi searching via internet atau literatur, gw nemuin
kalo pembahasan rumus statistik yang cocok dengan kuesioner dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”
ini, alias rumus statistika yang cocok dengan skala Guttman ini kebanyakan pembahasannya terpisah-
pisah. Intinya, beberapa bagian ada di buku A, sisanya ada di situs B, dan yang lainnya nyempil di buku
C.
Nah, jadi ceritanya gw mau ngerangkum jadi satu pembahasan soal rumus statistik yang cocok sama
skala Guttman, mulai dari rumus uji validitas, rumus uji reliabilitas, rumus hitung hubungan (koefisien
korelasi) antara variabel X dan variabel Y, dan rumus koefisien determinasinya terutama buat rumus-
rumus yang akhirnya gw pakai untuk skripsi gw. Dan niatnya bukan cuma pengen ngerangkum aja, gw
pingin kasih contoh pengerjaannya juga. Setelah itu sharing informasi soal situs dan literatur yang udah
gw pakai sebagai referensi.
Kalo gitu langsung aja yuk coba hitung validitas dari kuesioner yang pakai skala Guttman.
Rumus yang cocok untuk uji validitas dengan skala Guttman yaitu rumus koefisien
reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas. Gw dapat info ini dari buku Metode Penelitian Survei karya
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (2011: 118-119). Jadi, pertama hitung koefisien reprodusibilitasnya
dulu baru selanjutnya hitung koefisien skalabilitasnya. Perincian rumusnya yaitu:
Kr = 1-(e/n)
Keterangan:
Syarat penerimaan nilai koefisien reprodusibiltas yaitu apabila koefisien reprodusibiltas memiliki nilai
>0,90.
Ks = 1-(e/x)
Keterangan:
e = jumlah kesalahan/nilai error
Syarat penerimaan nilai koefisien skalabilitas yaitu apabila koefisien skalabilitas memiliki nilai >0, 60
Simpel kan?
Haha..buat gw yang baru pertama kali buat skripsi dengan skala Guttman ternyata ngga juga. Gw sempet
pusing karena ternyata kalo mau nemuin nilai koefisien reprodusibiltas tersebut gw MUTLAK harus
KETEMU DULU sama NILAI ERROR. Dan setelah ubek-ubek literatur dan situs internet, akhirnya gw
justru nemuin pencerahan untuk menemukan nilai error ini dari blognya Pak Wahyu Widhiarso. Kalo mau
main ke situnya Pak Wahyu untuk lihat cara dia ngejelasin cara menghitung nilai error, silahkan klik link
inihttp://widhiarso.staff.ugm.ac.id/wp/skalo-program-analisis-skala-guttman/.
Kebetulan Pak Wahyu ini dosen psikologi di Universitas Gajah Mada yang suka membimbing mahasiswa
untuk buat tugas akhir, jadi pas lihat dia nyantumin alamat emailnya di blognya itu, gw langsung kirim
email untuk tanya lebih jauh sama dia soal nilai error itu karena gw melihat kok cara penghitungannya dia
beda banget sama cara menghitung nilai error dari literatur yang gw punya. Alhamdulillah, email gw
dibalas, dan dia nerangin sama gw cara menghitung nilai error tersebut bisa berbeda-beda tergantung
dari teknik yang dipakai. Untuk teknik yang dipakai dan diulas di blognya Pak Wahyu, namanya teknik
Goodenough. Oia, Pak Wahyu juga kasih gw literatur (dalam bentuk softcopy) yang menjadi rujukannya
untuk menulis tentang cara menghitung nilai error dengan teknik Goodenough tersebut. Ini sekalian gw
share linknya, siapa tahu ada yang perlu penjelasan mendalam soal teknik Goodenough
inihttp://www.mediafire.com/view/unb1eocvqt1tdox/Order_Analysis.pdf.
Pak Wahyu juga info kalau buku yang menjadi rujukannya untuk menulis tentang nilai error itu adalah
buku berjudul Scaling Methods karya Dunn dan Rankin yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh penerbit
Lawrence Elbaum di New Jersey.
Setelah ketemu cara menghitung NILAI ERROR, akhirnya lancar jaya untuk nemuin nilai koefisien
reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas. Thanks pak
Oke, jadi ringkasannya, kalau mau menghitung uji validitas dengan kuesioner yang menggunakan skala
Guttman, yaitu:
Saat memulai menghitung data yang terkumpul dari kuesioner, urutkan pertanyaan dari bobot
mudah ke bobot sulit. Contoh: pertanyaan “apakah anda memiliki motor” harus didahulukan dari
pertanyaan “apakah anda memiliki mobil”, karena pertanyaan “apakah anda memiliki mobil” dianggap
berbobot lebih sulit dibandingkan pertanyaan “apakah anda memiliki motor”. Atau singkatnya, responden
yang menjawab “ya” pada pertanyaan yang berbobot lebih sulit diasumsikan akan juga memberikan
jawaban “ya” pada pertanyaan yang berbobot lebih mudah jadi itulah kenapa pertanyaan harus diurutkan
dari yang bobotnya dianggap lebih mudah hingga ke pertanyaan yang dianggap memiliki bobot yang
agak sulit
Setelah itu hitung nilai error dari semua jawaban responden dengan teknik Goodenough. Contoh:
Supaya memudahkan, contoh yang akan dipaparkan disini hanya memakai 3 responden dengan bentuk
pertanyaan yaitu “apakah anda memiliki motor” untuk pertanyaan nomor 1 dan “apakah anda memiliki
mobil” untuk pertanyaan nomor 2
1 2
1 Ya (1) Ya (1) 2 0
Sum ∑4 ∑2
Setelah ketemu nilai error, hitung nilai koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas. Contoh
cara menghitungnya bisa diklik di tulisan "download" di bawah ini:
Download
Setelah nilai koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitasnya ketemu, cocokkan dengan
syarat penerimaan nilai koefisien reprodusibilitas dan syarat penerimaan nilai koefisien skalabilitasnya.
Kalau semua nilai yang diperoleh sudah masuk kriteria syarat penerimaan, berarti kuesioner yang dipakai
sudah valid (benar-benar mengukur apa yang ingin diukur)
Biar lebih akurat dan cepat, pas di bagian ini hitungnya pakai software pengolah angka aja.
Misalnya nih, kalo gw pribadi pas di bagian ini hitungnya pakai Microsoft Excel 2007 (Ehem, Excelnya
jadul, maklum fanatik sama OS Windows XP..haha)
Oia, sekedar catatan: kuesioner yang dijadikan contoh di atas tersebut, menggunakan 50 responden
karena menggunakan buku Metode Penelitian Survai karya Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (2011:
119) sebagai rujukan. Hal ini penting diketahui, karena ada beberapa buku riset yang menyarankan untuk
menggunakan 30 responden pada saat uji validitas (juga uji reliabilitas), dan itu boleh-boleh saja. Jadi
ukuran 30 dan 50 tidak masalah selama acuan buku yang dipakai jelas kredibilitas penulisnya. Dan yang
paling terpenting adalah meminta restu dosen pembimbing dulu sebelum nentuin untuk pakai 50
responden atau 30 responden pas menghitung uji validitas (dan juga hitung reliabilitas)..haha..
Selesai dari masalah pertama, lanjut ke masalah kedua. Masalah kedua yaitu gw harus mencari rumus
yang pas untuk uji reliabilitas dengan skala Guttman. Setelah googling kesana-kemari, gw akhirnya
ketemu dengan situs milik IBM, yang kasih info kalau rumus yang cocok untuk dipakai di kondisi kayak
begini (salah satunya) adalah rumus Kuder-Richardson 21 atau sering disebut sebagai KR 21.
Alasannya, karena rumus ini cocok untu pilihan jawaban yang sifatnya dikotomi (“ya” atau “tidak”). Buat
yang penasaran mau lihat situsnya IBM yang ngebahas soal ini, silahkan klik linknya disini: http://www-
01.ibm.com/support/docview.wss?uid=swg21476088).
Setelah dapat info dari IBM kalo rumus Kuder Richardson 21 bisa gw pakai untuk menguji
reliabilitas kuesioner gw, mulailah gw mencari-cari di buku gimana rumus lengkapnya. Akhirnya dari
buku Panduan Riset Perilaku Konsumen karya Bilson Simamora (2002: 75), gw dapat rumus lengkapnya,
yaitu:
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
Vt = varians total
Setelah dapat rumus lengkap dari Kuder Richardson 21 tersebut, gw kembali kebingungan buat cari-cari
gimana cara mengolah rumus Kuder Richardson 21 ini dengan bantuan software SPSS 17 yang gw
punya. Malangnya, pas gw ubek-ubek internet gw ga ketemu gimana cara mengolah rumus Kuder
Richardson 21 ini dengan bantuan software SPSS 17. Karena waktu sudah semakin mepet alias udah
ngga cukup waktu lagi buat pergi seharian cuma buat cari buku cara mengolah rumus Kuder Richardson
21 dengan bantuan software SPSS 17, akhirnya gw paksain terus buat ubek-ubek internet (untung gw
pakai modem paketan jadi tagihan ngga jeboll..hehe) dan akhirnyaa ketemu lah gw sama blognya Pak
Anwar Hidayat. Pak Anwar Hidayat kasih informasi gimana cara mengolah rumus Kuder Richardson 21
dengan Microsoft Excel, disini linknya http://statistikian.blogspot.com/2014/01/kr-20-dengan-excel.html.
Tiada rotan akar pun jadi, alias ga sukses mengolah rumus Kuder Richardson 21 dengan SPSS 17, tapi
masih bisa diakalin dengan bantuan si Excel 2007.
Oia, jangan lupa yah, setelah dapat nilai Kuder Richardson 21 tersebut, nilai Kuder Richardson 21
tersebut dicocokkan dengan batas nilai pengujian reliabiltasnya. Batas pengujian reliabilitas memiliki
ukuran tertentu menurut Sekaran (1992), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7
dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik (Priyatno, 2010: 98).
Jadi intinya, setelah dapat nilai Kuder Richardson 21 dan hasilnya minimal 0,7 (paling baik hasilnya
>0,8), itu artinya kuesioner yang dipakai dalam riset sudah reliabel (dapat diandalkan).
Oia, disini gw ngga kasih contoh cara pengerjaan uji reliabilitas dari skripsi gw, karena contoh pengerjaan
uji reliabilitas dari blog Pak Anwar (sebelumnya udah gw share linknya) gw anggap udah cukup.
Setelah ngelewatin masalah uji validitas dan uji reliabilitas itu, gw lanjut ke masalah selanjutnya :D. Di
bab 4 ini gw ketemu sama masalah keempat, yaitu nemuin rumus yang cocok untuk menghitung
hubungan (koefisien korelasi) diantara variabel X dengan variabel Y, dimana kedua variabel
menghasilkan data bertipe ordinal. Akhirnya setelah ubek-ubek buku kuliah, ketemu juga rumus yang
cocok untuk uji hubungan antara variabel X dan variabel Y, yaitu rumus Spearman’s (Kriyantono,
2009: 172). Formula lengkap dari rumus Spearman’s, yaitu:
Rumus Spearman’s
Keterangan:
Untuk menghitung data dengan rumus Spearman’s ini, gw pakai bantuan software SPSS 17. Dan cara
mengoperasikan SPSS 17 tersebut gw lihat di buku Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS karya
Duwi Priyatno (2010: 17-19) dan Statistik Nonparametrik karya Singgih Santoso (2014: 217-218).
Tapi kalau misalkan mau lebih simpel, gampangnya tinggal beli aja 1 buku yang menerangkan cara olah
rumus Spearman’s dengan bantuan SPSS.
Nanti setelah dapat nilai Spearman’s-nya, jangan lupa yah untuk ngelakuin langkah-langkah selanjutnya,
misalnya seperti:
Langkah ke 1: Cocokkan dengan tabel pedoman milik Sugiyono (2007) tentang interpretasi koefisien
korelasi tersebut. Tabel hubungan ini bisa dilihat di buku Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS
karya Duwi Priyatno (2010: 16). Perinciannya yaitu:
Tujuan pencocokkan nilai Spearman’s dengan tabel interpretasi milik Sugiyono adalah untuk menentukan
“seberapa besar keeratan hubungan yang terjadi antara variabel X dengan variabel Y”
Langkah ke 2: Tentukan “arah” dari hubungan yang terjadi antara variabel X dan variabel Y. Misalnya,
kalau hasil penghitungan adalah 0,763 itu artinya arah hubungan yang terjadi sifatnya positif (semakin
tinggi nilai variabel X maka akan semakin tinggi pula nilai variabel Y). Begitu juga sebaliknya, kalau
misalnya hasil penghitungannya adalah -0,763 itu artinya arah hubungan yang terjadi sifatnya negatif
(semakin tinggi nilai variabel X maka akan semakin rendah nilai variabel Y atau semakin rendah nilai
variabel X maka akan semakin tinggi nilai variabel Y
Langkah ke 3: Menghitung nilai koefisien determinasi yakni petunjuk besar kecilnya hasil pengukuran
yang sebenarnya (Kriyantono, 2009: 141). Penghitungan koefisen determinasi (R²) dengan cara
mengkuadratkan nilai koefisien korelasi (r) yang telah dihitung (Kerlinger dan Pedhazur, 1973: 20).
Rumus koefisien determinasi yaitu: R²=r². Dimana R adalah koefisien determinasi dan r adalah koefisien
korelasi. Contoh: jika koefisien korelasi adalah 0,763 maka koefisien determinasi adalah 0,582 atau 58%
yang artinya hubungan yang terjadi antara variabel Y dengan variabel X adalah 58%, sedangkan
sebanyak 42% sisanya adalah hubungan antara variabel Y dengan faktor-faktor lainnya diluar variabel X
Langkah ke 4: Tentukan uji hipotesis dengan taraf signifikansi 5%. Uji hipotesis ini harus dilakukan biar
keputusan yang diambil tersebut meskipun menggunakan sampel tapi hasilnya bisa diberlakukan untuk
populasi, keputusan yang diambil tersebut hanya punya potensi untuk salah 5%, dan keputusan tersebut
bukan cuma suatu kebetulan semata. Untuk melakukan uji hipotesis ini, gw lihat dari buku Statistik
Nonparametrik karya Singgih Santoso (2014: 215-217). Perincian untuk melakukan uji hipotesis yaitu:
Keterangan:
rs = koefisien korelasi rank order
n = jumlah responden
* Menghitung nilai z tabel dengan bantuan tabel z (baku), adapun rumusnya yaitu:
Z tabel = 50%- (taraf signifikansi:2), kemudian hasilnya dicocokkan dengan tabel z (baku)
Untuk melihat tabel z dapat klik di tulisan "download" yang tertera bawah ini:
Download
Tabel z (baku) di atas, gw ambil dari buku Metode Penelitian Komunikasi (1989: 229) karya Rakhmat.
atau
* Buat kurva kriteria pengujian yang membandingkan antara nilai z hitung dengan z tabel
Contoh kurva pengujian yang membandingkan antara nilai z hitung dengan z tabel
* Untuk menghitung validitas, gw pakai rumus koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas
* Untuk menghitung besar keeratan arah hubungan, dan uji hipotesis gw pakai rumus Spearman dibantu
tabel z
Oia, ini sekalian gw share link pas gw coba ngerjain interpretasi hubungan antara variabel X dan variabel
Y, juga pas coba ngerjain koefisien determinasi antara variabel X dan variabel Y. Klik aja langsung tulisan
"download" di bawah ini:
Download
Oia, ini sekedar intermezzo aja, waktu di awal masuk bab 3, gw sempet bingung pas ngelihat ada buku
yang bilang kalo skala Likert itu menghasilkan jenis data interval. Gw bingung karena setahu gw
skala Likert ya jenis datanya ordinal. Setelah gw tanya sama dosen gw, dia bilang yang tepat adalah
skala Likert menghasilkan jenis data ordinal karena jawaban yang ngasih opsi skor yang memiliki
tingkatan/ranking ya itu adalah masuk kategori ke jenis data ordinal.
Alhamdulillah, singkatnya akhirnya gw ketemu salah satu artikel yang ngejelasin ke gw bahwa pro
kontra soal skala Likert memang ada. Hal yang lumrah kalo ada yang beropini kalo skala Likert adalah
ordinal dan hal yang lumrah juga kalo ada yang beropini skala Likert adalah interval. Dan bahkan hal ini
pernah dibicarain di seminar nasional statistika di tahun 2011. Buat yang mau lihat jurnal yang bicarain
soal perbedaan pandangan soal apakah Likert masuk ke ordinal atau interval bisa klik di
sini http://eprints.undip.ac.id/33805/1/makalah5.pdf
Sekedar sharing, salah satu buku yang beropini bahwa skala Likert adalah ordinalbisa dilihat di
buku Marketing Analysis Made Easy karya Freddy Rangkuti di halaman 174. Dan yang beropini
kalo skala Likert adalah interval bisa dilihat di buku Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
karya Prof. DR. Sugiyono di hal 93. Jadi kembali lagi, baiknya diomongin dulu sama dosen pembimbing
yah.
Daftar Referensi:
Kerlinger, Fred dan Elazar Pedhazur. 1973. Multiple Regressions in Behavioral Research. New York:
Holt, Rinehart and Winston.
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remadja Karya
Rangkuti, Freddy. 2005. Marketing Analysis Made Easy. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Santoso, Singgih. 2014. Statistik Nonparametrik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2011. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Pustaka LP3ES
Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta
http://statistikian.blogspot.com/2014/01/kr-20-dengan-excel.html.
http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/wp/skalo-program-analisis-skala-guttman/
http://www-01.ibm.com/support/docview.wss?uid=swg21476088).