Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Sirah Nabawiyah Firman Surya Putra, Lc. D.E.S.A.

AGENDA AWAL DI MADINAH

Tugas Ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah
Sirah Nabawi oleh dosen pengampu Firman Surya Putra, Lc. D.E.S.A.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3

1. FERDI AGUSTRIAN (11930213340)


2. HASMAR HUSEIN HSB (11930215321)
3. IMAM IBNU SHOBUR (11930210876)
4. KHOIRUDDIN (11930210890)

ILMU AL-QUR’AN TAFSIR 5B

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang
syafa‟atnya selalu kita nantikan di akhirat kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik sehat fisik maupun akal fikiran sehingga penulis bisa
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur mata kuliah Sirah
Nabawiyah oleh dosen pengampu Firman Surya Putra, Lc. D.E.S.A., dengan
judul “Agenda Awal di Madinah”.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Firman Surya
Putra, Lc. D.E.S.A., juga kepada pihak-pihak yang sudah membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah banyak sekali kekurangan. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini
demi sempurna nya makalah ini.

Batang Cenaku, 09 Oktober 2021

Penulis

i|Sirah Nabawiyah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Langkah Awal Rasulullah di Madinah ....................................... 3

1. Membangun Masjid ................................................................. 3

2. Membangun Ukhuwah atau Persaudaraan ............................... 5

3. Menggalang Kerukunan........................................................... 7

4. Membangun Pasar ................................................................... 8

5. Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian ........... 9

2.2 Tanggapan Kaum Musyrik Makkah dan Yahudi Madinah ......... 10

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 13

3.2 Saran ............................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 14

ii | S i r a h N a b a w i y a h
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Senin, 22 September 622 M menjadi hari yang bersejarah bagi umat Islam.
Hari dimana Rasulullah tiba di Madinah dalam rangka hijrah, setelah menempuh
perjalanan berpuluh hari dari Makkah. Bak kedatangan „sang juru selamat‟,
Masyarakat Madinah menyambut Rasulullah dengan penuh suka cita. Maklum,
Madinah dihuni masyarakat yang beragam. Mulai dari beda suku, etnis, hingga
agama. Sehingga mereka kerap kali berperang. Kedatangan Rasulullah di
Madinah diharapkan bisa menjadi penengah atau pemersatu diantara mereka.
Betul saja, dalam beberapa sumber sejarah disebutkan bahwa Rasulullah
berhasil membangun kota Yatsrib yang biasa-biasa saja menjadi kota Madinah
yang berperadaban dan diperhitungkan di jazirah Arab. Selama beberapa waktu
sebelum suatu kelompok di Madinah mengkhianatinya, Rasulullah juga berhasil
membangun masyarakat yang majemuk hidup dalam harmoni dan damai.
Sebagaimana diuraikan dalam buku Madinah: Kota Suci, Piagam
Madinah, dan Teladan Muhammad saw., setidaknya ada tiga hal dasar yang
dilakukan Rasulullah pada fase Madinah. Tiga hal dasar itu sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat Madinah sehingga mereka hidup aman, tenteram, saling
menghargai, dan dalam kesejahteraan. Hal itu antara lain :
1) Membangun dan menjadikan masjid sebagai pusat semua kegiatan (center
of activities).
2) Membangun persaudaraan antar sesama Muslim (ukhuwah islamiyah).
3) Membangun persaudaraan dengan umat agama lain (ukhuwah insaniyah).1
Selain tiga hal mendasar diatas, ada beberapa langkah yang juga berhasil
dilakukan oleh Rasulullah sesampainya beliau hijrah di Madinah. Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami akan mencoba menjabarkan langkah atau agenda apa saja
yang dilakukan Rasulullah pada Awal Hijrah nya ke Madinah.

1
Zuhairi Misrawi, Madinah : Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad
SAW, (Jakarta Selatan: Buku Kompas, 2009), hal. 31.

1|Sirah Nabawiyah
1.2 Rumusan Masalah.
1. Apa saja Langkah / Agenda Awal yang dilakukan Rasulullah di Madinah?
2. Bagaimana Tanggapan Kaum Musyrikin di Makkah setelah Nabi Hijrah
ke Madinah?
3. Bagaimana Tanggapan Kaum Yahudi di Madinah setelah Nabi Hijrah ke
Madinah?

1.3 Tujuan Penulisan.


1. Untuk Mengetahui Langkah / Agenda Awal yang dilakukan Rasulullah di
Madinah.
2. Untuk Mengetahui Tanggapan Kaum Musyrikin di Makkah setelah Nabi
Hijrah ke Madinah.
3. Untuk mengetahui Mengetahui Tanggapan Kaum Yahudi di Madinah
setelah Nabi Hijrah ke Madinah.

2|Sirah Nabawiyah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Langkah Awal Rasulullah di Madinah.


Banyak peristiwa penting yang terjadi pada tahun pertama kehadiran
Rasulullah di Madinah. Tiga langkah penting dan strategis yang pertama beliau
lakukan adalah; membangun masjid, menjalin ukhuwah, dan menggalang
kerukunan. Demikian yang sering diungkapkan oleh para sejarawan. Selain tiga
itu Rasulullah SAW juga mempersiapkan diri dan umat menghadapi gangguan
yang dapat menghambat lajunya dakwah. Baik yang datang dari kota Madinah
maupun dari luar Madinah khususnya Makkah. Rasulullah memerintahkan
dilakukan sensus penduduk muslim serta memberi perhatian khusus terhadap
“pasar” dalam rangka pengembangan ekonomi umat.
Diantara langkah awal yang dilakukan Rasulullah saat tiba di Madinah
adalah sebagai berikut :
1. Membangun Masjid.
Membangun masjid adalah langkah pertama yang dilakukan Rasulullah
SAW, beliau memilih lokasi masjid di tempat pertama kali unta beliau “duduk”
ketika tiba di Madinah. Lokasi ini pada mulanya adalah tempat mengeringkan
kurma milik dua anak yatim yang dipelihara oleh As‟ad bin Zararah yaitu Suhail
dan Sahel, putra-putri Nafi‟ bin Umar bin Tha‟labah yang kemudian dibeli oleh
Rasulullah SAW. Dalam pembangunan masjid ini Rasulullah dan juga para
sahabat bergotong royong. Semuanya tidak henti-hentinya memanjatkan puji
syukur kehadirat Allah sambil sesekali para sahabat menirukan senandung kalimat
yang disenandungkan oleh Rasulullah seperti senandung, “Ya Allah imbalan
terbaik adalah imbalan akhirat limpahkanlah rahmat-Mu kepada kaum Anșar dan
Muhajirin.”(HR. Bukhari)2
Masjid yang dibangun oleh Rasulullah bersama dengan kaum muslimin ini
sangat sederhana. Berbentuk segi empat dan temboknya terbuat dari adukan tanah

2
Said Ramadhan al-Buthy, Fikih Sirah (Terjemah), (Bandung: Hikmah, 2010), hal.224.

3|Sirah Nabawiyah
liat campur pasir. Separuh dari bagian atasnya ditutup dengan atap terbuat dari
pelepah kurma, sedangkan separuh sisanya dibiarkan terbuka. Di samping masjid
dibangun rumah untuk Rasulullah SAW dari bahan bangunan yang sama dengan
masjid.
Masjid yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat
melaksanakan ibadah sholat, juga dipergunakan sebagai pusat kegiatan
pendidikan dan pengajaran keagamaan, mengadili berbagai perkara yang muncul
di masyarakat, musyawarah, pertemuan-pertemuan dan lain sebagainya. Dengan
demikian, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan
saat itu.3 Juga digunakan untuk arena latihan bela negara, arena pengobatan kaum
muslimin bahkan menjadi tempat tahanan. Serambi masjid dugunakan juga
menjadi semacam guest house dan tempat penampungan ahlu al-Shufah, yakni
segolongan fakir miskin yang tidak mempunyai tempat tinggal.
Dengan dibangunnya masjid ini, umat Islam tidak merasa takut lagi untuk
melaksanakan sholat dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka tidak
takut lagi dikejar-kejar oleh orang-orang musyrik dan orang-orang yang tidak
suka terhadap Islam. Sejak saat itulah pelaksanaan sholat telah terumuskan
dengan baik dan sempurna. Panggilan untuk melaksanakan sholat juga telah
dikumandangkan. Orang yang pertama kali mengumandangkan panggilan sholat
atau azan adalah Bilal bin Rabah. Dia diberi kepercayaan untuk melaksanakan
azan karena memiliki suara yang sangat bagus dan merdu. Dari hari ke hari masjid
Madinah menjadi ramai karena terus didatangi oleh para jamaah yang akan
melaksanakan sholat berjamaah bersama Nabi Muhammad SAW.4
Tentu saja semua itu dalam bentuk sederhana, namun kendati sangat
sederhana, dari sanalah memancar cahaya islam dan di sanalah dibina manusia-
manusia yang kelak menjadi manusia yang memiliki peranan besar dalam
membangun peradaban islam.

3
Syafiurrahman al-Mubarakfuri, Batsun Fis-Sirah AnNabawiyah Ala Shahibiha
Afdhalish-Shalati Was-Salam. Penerjemah Kathur Suhardi, “Sirah Nabawiyah”, Cet. 13. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar,2003), hal. 248.
4
Sa‟id al-Qahthani, Al-Hikmatu Fid Da’wah Ilallah Ta’ ala, Penerjemah Maskur Hakim,
“Da’wah Islam Da’wah Bijak.” (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hal. 123.

4|Sirah Nabawiyah
2. Membangun Ukhuwah atau Persaudaraan.
Persaudaraan antara sesama muslim adalah satu hal yang mesti
diwujudkan kapan dan di manapun itu. Hal ini berdasarkan pada firman Allah
SWT :
َ ‫ون إخ َْو ٌة فَأَ ْص ِل ُحو ۟إ ب َ ْ َْي َأخ ََو ْي ُ ُْك ۚ َوأت َّ ُقو ۟إ أ َّ ََّلل ل َ َعل َّ ُ ُْك ُت ْر َ َُح‬
‫ون‬ َ ُ‫إه َّ َما ألْ ُم ْؤ ِمن‬
ِ ِ
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat [49]: 10)5
Oleh karena itu persaudaraan pada hakekatnya telah wujud sejak di
Makkah. Tetapi ada situasi baru di Madinah yang membutuhkan langkah nyata
untuk mewujudkan persaudaraan itu dalam bentuk yang lebih kongkret dan inilah
yang dilakukan oleh Rasulullah ketika tiba di Madinah untuk membangun
masyarakat Madinah. Yakni menjalin ukhuwah atau persaudaraan antara para
Muhajir yang datang dari Makkah dengan Anșar yakni penduduk Madinah yang
terdiri dari Suku Aus dan Khazraj.
Persaudaraan sangat dibutuhkan bukan saja untuk suksesnya pembinaan
masyarakat islam tetapi juga untuk tersedianya kebutuhan pokok seperti papan
dan pangan bagi pendatang yang pada umumnya tidak dapat membawa serta harta
benda mereka. Inilah yang dialami oleh kaum Muhajirin dari Makkah.
Persaudaraan juga sangat dibutuhkan mengingat bahwa keahlian penduduk
Makkah adalah perniagaan bukan pertukangan atau pertanian yang banyak
dilakukan penduduk Madinah. Selain persoalan ekonomi, persoalan sosial juga
mencekam kaum Muhajirin, sebab mereka adalah orang-orang yang baru di
Madinah, yang datang sendirian atau keluarga kecil sehingga kesepian
menghantui mereka. Bisa jadi cuaca pun merupakan ketidaknyamanan sendiri,
sebab cuaca di Madinah sangat dingin pada musim dingin dan sangat panas saat
musim panas. Dengan persaudaraan yang dibangun Rasulullah dan terjalin itu,
terpecahkah walau sementara problem yang dihadapi, apalagi kaum Anșar
membuka hati dan tangan mereka untuk membantu sepenuhnya kaum Muhajirin.

5
QS. al-Hujurat [49]: 10.

5|Sirah Nabawiyah
Dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anșar ini Rasulullah
meletakkan batu Pondasi yang kokoh lagi kuat bagi peradaban islam. Batu fondasi
itu ialah persaudaraan atas dasr prinsip kemanusiaan persaudaraan yang membuat
muslim belum dapat dipandang mempunyai iman yang sempurna selagi dia belum
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Persaudaraan yang dijalin Rasulullah ini bukan saja berfungsi memberi
bantuan materi dari yang berpunya kepada yang tak berpunya, tetapi juga
berusaha menghapus perbedaan-perbedaan yang dapat mengakibatkan pelecehan
terhadap sesama. Karena itu Rasulullah mempersaudarakan antara bekas hamba
sahaya dengan orang yang sebelum islam dipandang sangat terhormat. Seperti
Zaid bin Haritsah dengan Hamzah bin Abdudl Muṭalib dan Usaid bin Huḍair,
Ja‟far bin Abi Ṭalib dan Muadz bin Jabbal. Abu Bakar dengan harijah bin Zuhair,
Umar bin Khaṭṭab dengan Itban bin Malik, dan lain sebagainya.6
Persaudaraan yang dijalin oleh Rasulullah itu dikukuhkan oleh Allah,
sampai-sampai mereka saling mewarisi. Ini baru dibatalkan oleh Allah dengan
turunnya surat al-Anfāl ayat 75 :
ّ ِ ُ ِ ‫إَّلل‬
ُ ِ ّ ‫َو َّ ِإَّليْ َن هإ َمنُ ْوإ ِم ْْۢن ب َ ْعدُ َوهَا َج ُر ْوإ َو َجاهَدُ ْوإ َم َع ُ ُْك فَ ُاو هلٰۤى َك ِمنْ ُ ُْك ۗ َو ُإولُوإ ْ َإْل ْر َحا ِم ب َ ْعضُ هُ ْم َإ ْو هٰ ِب ََ ْعٍ ِ ِْ ِل هٰ ِِ ه‬
َ ّ ‫إَّلل ۗ ِإ َّن ه‬
ِ
‫َشء عَ ِل ْ ٌي‬
َْ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad
bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang
yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Anfal [8]: 75)7
Persaudaraan tersebut disambut baik oleh kaum Muhajirin dan ini direkam
dalam al-Qur‟an dengan firman Allah SWT,
َ ‫ون ِِف ُصدُ ِور ِ ْه َحا َج م ِ ّم َّما ٓ تأوتُو ۟إ َوؤ ُ ْؤ ِر ُر‬
ٓ ‫ون عَ َ ه‬
‫ى‬ َ ُ‫ون َم ْن هَا َج َر إلَْيْ ِ ْم َو َْل ََيِد‬ َ َُّ‫َوأ َّ َِّل َين ت َ ََ َّو ُءو أدلَّ َإر َوأ ْْلي َ َٰم َن ِمن قَ ْب ِله ِْم ُ ُِي‬
ِ ِ
َ ‫ُش ه َ ْف ِس ِهۦ فَأت ۟ول َ َٰم ٓ ِئ َك ُ ُه ألْ ُم ْف ِل ُح‬
‫ون‬ ُ
َّ ‫أَه ُف ِسهِ ْم َول َ ْو ََك َن ِبِ ِ ْم خ ََص َاص ٌ ۚ َو َمن ؤُ َوق‬

6
Abdus Salam Harun, Tahdhīb Sirah ibnu Hisham, (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1993),
hal. 104.
7
Qs. al-Anfal [8]: 75

6|Sirah Nabawiyah
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anșar)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anșar) 'mencintai' orang
yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anșar) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri
mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS. al-
Hasyr [59]: 9)8
Pembatalan persaudaraan ini bukan berarti bahwa hubungan kasih sayang
antar mereka juga batal. Ikatan peraudaraan tetap terjalin atas dasar iman dan
takwa yang melahirkan dukung-mendukung dan bela-membela bukan lagi atas
dasar ikatan perjanjian persaudaraan itu. Persaudaraan atas dasar keimanan ini
dapat menjadi lebih kukuh dari pada persaudaraan apapun selainnya.

3. Menggalang Kerukunan.
Sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW. di Madinah, beliau selalu
melakukan langkah-langkah positif demi perbaikan kehidupan masyarakat muslim
Madinah khususnya dan masyarakat non muslim pada umumnya sehingga tercipta
suasana aman dan damai. Langkah konkret lain yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW. adalah menciptakan persaudaraan baru antara kaum muslimin yang berasal
dari Mekkah (kaum Muhajirin) dengan umat Islam Madinah (kaum Anshar).
Langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat barisan umat Islam di kota
Madinah.9 Untuk mencapai maksud tersebut, Nabi Muhammad SAW. mengajak
kaum muslimin supaya masing-masing bersaudara demi Allah. Nabi Muhammad
SAW. sendiri bersaudara dengan Ali ibnu Abi Thalib, Hamzah ibnu Abdul
Mutholib bersaudara dengan Zaid, Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah ibnu
Zaid, Umar ibnu Khattab dengan „Ithbah ibnu Malik al-Khazraji dan Ja‟far ibnu

8
Qs. Al-Hasyr [59]: 9.
9
M. R. Ahmad. Biografi Rasulullah: Studi Analisis Berdasar Sumber-sumber Autentik.
Jakarta: Qisthi Press, 2008), hal. 370.

7|Sirah Nabawiyah
Abi Thalib dengan Mu‟adz ibn Jabal. Muhajirin lainnya dipersaudarakan dengan
kaum Anshar yang lain.10
Dengan adanya persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan suatu
persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan
persaudaraan yang berdasarkan darah. Dalam persaudaraan seperti ini, kaum
Anshar memperlihatkan sikap sopan dan ramah dengan saudara mereka kaum
Muhajirin. Kaum Anshar turut merasakan kepedihan dan penderitaan yang
dialami saudarasaudara mereka dari kota Mekkah tersebut, karena mereka datang
ke Madinah tanpa membawa harta kekayaan, sanak saudara, dan sebagainya.
Sehingga mereka benar-benar menderita dan memerlukan pertolongan.
Sejak terciptanya tali persaudaraan di antara kaum Muhajirin dengan kaum
Anshar, suasana semakin damai dan aman karena kaum Muhajirin kemudian
banyak yang telah melakukan kegiatan perdagangan dan pertanian. Di antaranya
adalah Abdurrahman bin „ Auf menjadi pedagang dan Abu Bakar, Umar, dan Ali
menjadi petani. Nabi selalu menganjurkan kepada umat Islam untuk bekerja keras
dalam mencari nafkah yang halal demi kehidupan mereka di Madinah.11

4. Membangun Pasar.
Rasulullah SAW sadar sepernuhnya bahwa kekuatan ekonomi merupakan
pilar kehidupan masyarakat. Beliau menyadari bahwa orang-orang Yahudi sangat
berperan dan lihai dalam bidang ini. Tetapi sering kali mereka melanggar etika
dalam berbisnis, kerena itu selain membangun masjid beliau juga membangun
pasar yang baru, bukan saja pada lokasinya, tetapi juga dalam bentuk interaksi dan
peraturan-peraturannya. Rasulullah memilih lokasi pasar di sebelah barat masjid
yang beliau bangun. Beliau menandainya dengan menggaris batas-batasnya
dengan kaki beliau. Beliau menentukan lokasi dalam pasar untuk menjajakan
komoditi yang diperjual belikan seperti; ternak, bahan makanan dan sebagainya
lalu bersabda :
‫ْضَ َّن عَل َ ْي ِه خ ََر ٌإج‬
ِ َ ْ ُ ‫َه َذإ ُسوقُ ُ ُْك فَ َال ؤُنْتَقَ َص َّن َو َْل ؤ‬

10
M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam sorotan Al-Qur’an
dan Hadits Shahih, (Jakarta : Lentera Hati, 2011), hal. 514.
11
Ibid , hal. 516-517.

8|Sirah Nabawiyah
“Inilah pasar kalian jangan sampai dikurangi dan juga menetapkan pajak
atasnya.” (HR. Ibnu Majjah)
Tidak jarang beliau masuk ke pasar untuk melakukan pengawasan. Suatu
ketika Rasulullah SAW menemukan seseorang penjual bahan makanan yang
basah agar bertambah beratnya. Melihat hal tersebut kemudian Rasulullah SAW
bersabda,
‫َم ْن غَ َّش نَافَلَي َْس ِمنَّا‬
“Siapa yang menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)12

5. Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian.


Langkah selanjutnya yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah
bermusyawarah dengan para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar unuk
merumuskan pokok-pokok pemikiran yang akan dijadikan undang-undang.
Rancangan ini memuat aturan yang berkenaan dengan orang-orang Muhajirin,
Anshar, dan masyarakat Yahudi yang sedia hidup berdampingan secara damai
dengan umat Islam. Undang-undang ini kemudian dikenal sebagai sebuah Piagam
Madinah yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.13 Di antara butir-butir
perjanjian itu adalah sebagai berikut:
1) Kaum Muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk
dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
2) Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu
pihak yang diserang.
3) Kaum Muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan
kewajiban untuk kepentingan bersama.
4) Muhammad SAW Rasulullah adalah pemimpin umum untuk seluruh
penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum Muslimin dan
kaum Yahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada keadilan Nabi
Muhammad SAW. sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.

12
HR. Muslim, Kitab : Iman, Bab : Perkataan Nabi SAW “Barangsiapa menipu kami
maka bukan golongan kami”, No. Hadits : 146.
13
M. R. Ahmad. Op.Cit, hal. 387-388.

9|Sirah Nabawiyah
Piagam Madinah yang telah disepakati bersama itu menjadi titik tolak
pembentukan negara yang demokratis, karena di dalam perjanjian tersebut
terdapat poin-poin yang memberikan kebebasan kepada para penduduknya,
termasuk penduduk yang bukan muslim untuk menjalankan perintah agamanya
tanpa mendapat gangguan apapun. Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya,
ternyata piagam tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh orang-orang
Yahudi, bahkan mereka melanggar perundang-undangan yang telah disepakati
tersebut. Dengan demikian, maka piagam Madinah tidak dapat dilaksanakan dan
hanya berlaku beberapa waktu saja.
Itulah langkah-langkah awal yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk
membangun masyarakat Madinah. Dan hasilnya luar biasa, perlahan umat Islam
mulai menunjukkan eksistensinya sebagai umat yang diperhitungkan pada masa
itu.

2.2 Tanggapan Kaum Musyrik Makkah dan Yahudi Madinah.


A. Tanggapan Kaum Musyrikin Makkah.
Dari hari ke hari islam semakin mantab dan kokoh di Madinah. Meskipun
begitu Rasulullah SAW dan kaum muslimin tidak terlena dengan pencapaian
tersebut. Kaum muslimin sadar sepenuhnya bahwa musuh-musuh Islam tidak
akan pernah tinggal diam melihat islam yang semakin kuat, utamanya musyrikin
Makkah dan kaum Yahudi di Madinah.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa suatu ketika pernah Sa‟ad bin Mu‟adz
bermaksud berkunjung ke Makkah untuk bertawaf. Maka dia menyampaikan
kepada sahabatnya yang masih kafir untuk mencarikan waktu yang tepat. Sa‟ad
pun diantar temannya dan akhirnya Abu Jahal melihat mereka. Abu Jahal
kemudian berkata kepada Sa‟ad, “Aku tidak menduga engkau akan berṭawaf
dalam keadaan aman setelah engkau meninggalkan agama leluhur. Demi Allah
jika engkau tidak bersama dengan Shafwan, engkau tidak akan kembali dalam
keadaan selamat.” Mendengar pernyataan ancaman dari Abu Jahal Sa‟ad
kemudian berkata, “Demi Allah jika engkau menghalangi aku melakukan ini,
niscaya engkau juga kuhalangi dengan sesuatu yang lebih buruk, aku akan

10 | S i r a h N a b a w i y a h
menghalangi perdaganganmu melalui Madinah.” Dalam riwayat lain, “Jika
engkau menghalangi aku ṭawaf di Ka’bah aku pasti menghadangmu menuju ke
Syam.”
Dari riwayat ini terlihat betapa kaum muslim dianggap oleh Abu Jahal
tokoh musyrikin Makkah sebagai kelompok yang berhak diperangi. Dendam dan
kebencian kaum musyrikin Makkah juga terlihat dari surat tokoh Quraisy di
Makkah kepada Abdullah bin Ubay (tokoh munafik Madinah) yang
menghasutnya agar mau bersatu dengan menyerang kaum muslim dan
mengancam mereka akan dihabisi oleh mushrikin Makkah jika enggan.” (HR.
Abu Daud)

B. Tanggapan Kaum Yahudi Madinah.


Sementara itu di Madinah, dendam dan kebencian yang tak kalah besar
juga dilakukan oleh kaum Yahudi kepada kaum muslimin. Al-Qur‟an telah
menegaskan bahwa yang paling membenci kaum muslim pada masa Rasulullah
adalah kaum musyrik dan Yahudi. Kejahatan kaum Yahudi terhadap Rasulullah
dan kaum muslimin tidak terbatas pada para pendetanya saja yang terus-menerus
menghasut dan mendorong kaum munafik di Madinah untuk menyebarkan
kebencian dan permusuhan kepada Rasulullah dan kaum muslimin. Di antaranya
ada di antara orang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, seperti Zaid bin Laith
dari Bani Qainuqa‟ yang tujuannya untuk menghancurkan islam dari dalam.
Namun kejahatannya dapat diketahui oleh Rasulullah setelah mendapatkan wahyu
dari Allah SWT.
Selain itu kaum Yahudi juga giat berusaha mengadu-domba dan memecah
belah persatuan umat islam, utamanya orang-orang Anșar yang terdiri dari suku
Aws dan Khajraz dengan harapan akan dapat mengembalikan mereka kepada
fantisme kejahiliyahan yang telah ditinggalkan. Sebagaimana diketahui suku Aws
dan Khajraz sebelum islam datang, sudah mengalami permusuhan dan peperangan
yang berkelanjutan selama puluhan tahun.
Usaha memecah belah persatuan kaum muslimin itu direncanakan oleh
Sya‟s bin Qais. Ketika suatu hari saat ia berjalan melewati sejumlah orang Aus
dan Khajraz yang sedang asyik berbincang di sebuah tempat. Orang Yahudi itu
11 | S i r a h N a b a w i y a h
merasa jengkel dan iri melihat kerukunan dan keserasian mereka di bawah
naungan islam, padahal di masa jahiliyah mereka itu saling bermusuh dan dan
bunuh-membunuh.
Yahudi itu lalu pergi, mencari seorang pemuda, yang kemudian ia suruh
untuk ikut berbaur dengan orang-orang Aus dan Khajraz dan mengingatkan
mereka pada permusuhan mereka dan perang bu‟ath maupun peperangan-
peperangan lain sebelumnya. Pemuda itu juga disuruh untuk mendendangkan
beberapa syair kebanggaan suku Aus dan Khajraz mengenai permusuhan dan
peperangan mereka dahulu.
Apa yang dilakukan oleh pemuda terebut atas perintah Sya‟s bin Qais
hampir saja berhasil memecah belah persatuan kaum muslimin kalau saja
Rasulullah SAW tidak segera datang bersama beberapa sahabat dan mengingatkan
mereka, “Hai kaum muslimin, apakah kalian hendak kembali kepada kebiasaan
Jahiliyah setelah Allah melimpahkan hidayah kepada kalian dan aku masih
berada di tengah kalian? Setelah dengan Islam Allah memuliakan martabat
kalian serta menjauhkan kalian dari kebiasaan jahiliyah dan setelah dengan
islam pula Allah mempersatukan hati kalian, apakah kalian sekarang hendak
menghidupkan kembali kebiasaan buruk jahiliyah itu?” kemudian Rasulullah
SAW membacakan surat Ali Imran ayat 100-101.
Peringatan Rasulullah tersebut sangat bekesan di hati orang-orang Aus dan
Khajraz. Mereka menangis dan menyesal kerena hampir saja terpancing provokasi
orang Yahudi. Gagalah rencana jahat kaum Yahudi untuk memecah belah umat
islam. Akan tetapi permusuhan yang dilakukan oleh kaum Yahudi setelah
beberapa kali gagal memecah belah kaum muslimin, justru semakin menjadi-jadi,
jika sebelumnya secara sembunyi-sembunyi kini justru secara terang-terangan.14

14
Al-Hamid al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2006) Cet. I, hal. 461.

12 | S i r a h N a b a w i y a h
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan.
Ada beberapa usaha atau upaya yang dilakukan Rasulullah setelah sampai
di Madinah, diantaranya :
1) Membangun Masjid.
2) Membangun Ukhuwah atau Persaudaraan.
3) Menggalang Kerukunan.
4) Membangun Pasar.
5) Membangun Kesepakatan Kerjasama dan Perdamaian.
Adapun tanggapan kaum mekah setelah Nabi Hijrah terbukti melalui
peristiwa Abu Jahal yang mengancam Sa‟ad bin Muadz yang pada saat itu ingin
bertawaf ke Mekkah. Sedangkan Kaum Yahudi di Madinah selalu berusaha untuk
mengajak para Muslim di Madinah untuk kembali menyembah tuhan mereka yang
terdahulu. Namun upaya mereka gagal karena Rasulullah berhasil memikat hati
para kaum Aus dan Khajraz untuk tetap menyembah Allah SWT.

3.2 Saran.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna
dan untuk menjadi sempurna kami membutuhkan masukan dari pembaca atau
pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan
berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

13 | S i r a h N a b a w i y a h
DAFTAR PUSTAKA

al-Qur‟anul Karim.
al-Qur‟an dan Terjemahan.
Hadits Kutub as-Sittah (Bukhori, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majjah).
al-Husaini, Al-Hamid. 2006. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW.
Cet I. Bandung: Pustaka Hidayah.
Ahmad, M.R. 2008. Biografi Rasulullah: Studi Analisis Berdasar Sumber-sumber
Autentik. Jakarta: Qisthi Press.
Shihab, M. Quraish. 2011. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam sorotan
Al-Qur’an dan Hadits Shahih. Jakarta : Lentera Hati.
Harun, Abdus Salam. 1993. Tahdhīb Sirah ibnu Hisham. Beirut: Muasasah al-
Risalah.
Misrawi, Zuhairi. 2009. Madinah : Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan
Muhammad SAW. Jakarta Selatan: Buku Kompas.
al-Buthy, Said Ramadhan. 2010. Fikih Sirah (Terjemah). Bandung: Hikmah.
al-Mubarakfuri, Syafiurrahman. 2003. Batsun Fis-Sirah AnNabawiyah Ala
Shahibiha Afdhalish-Shalati Was-Salam. Penerjemah Kathur Suhardi,
“Sirah Nabawiyah”. Cet. 13. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
al-Qahthani, Sa‟id. 1994. Al-Hikmatu Fid Da’wah Ilallah Ta’ala, Penerjemah
Maskur Hakim, “Da’wah Islam Da’wah Bijak.” Jakarta: Gema Insani
Press.

14 | S i r a h N a b a w i y a h

Anda mungkin juga menyukai