Ihya - Design Thinking Pak Budi
Ihya - Design Thinking Pak Budi
Kelompok :7
Tugas : Design Thinking
Mereka menyadari bahwa desain supermarketnya harus sangat disesuaikan dengan apa
yang kebutuhan dan keinginan customer agar bisa muat dalam lahan customer yang terbatas dan
tetap bersaing dengan supermarket-supermarket besar. Karena membutuhkan solusi-solusi yang
kreatif, mereka memutuskan untuk membangun supermarket baru ini menggunakan Design
Thinking. Dengan Design Thinking, dalam waktu 6 bulan mereka berhasil membuka
supermarket dengan konsep baru yang sangat inovatif pada saat itu; dan konsep baru tersebut
juga sangat sukses dari segi bisnis sehingga mampu meraih keuntungan hanya dalam waktu 3
bulan. Bagaimana mereka melakukannya?
Tim Dairy Farm Group mulai dengan mengumpulkan insight sebanyak-banyaknya
mengenai perilaku dan kebiasaan belanja target konsumen mereka; mengamati pembelanja-
pembelanja sekitar di hari kerja dan akhir pekan, dan juga mewawancara sejumlah pekerja
profesional dari kantor-kantor sekitar. Berdasarkan insight yang terkumpul, mereka melahirkan
ide-ide baru untuk konsep supermarket baru mereka. Contohnya, mereka menemukan bahwa
banyak profesional ingin bisa berbelanja secepat mungkin. Oleh karena itu mereka membagi
supermarketnya menjadi 2 zona, cepat dan lambat. Di jalur cepat, sudah tersedia produk-produk
siap makan yang professional bisa langsung ambil dan bayar.
Para pembelanja sekitar juga ternyata memiliki preferensi untuk self-service, contohnya
saat membayar atau di area makan. Mereka jadinya bisa memaksimalkan self-service dan
menghemat SDM yang biayanya sangat tinggi di Singapura. Selain itu, para pembelanja sekitar
ternyata menginginkan adanya lebih banyak makanan segar seperti daging dan seafood; karena
itu, tim mendedikasikan lebih banyak ruang untuk makanan segar, yang akhirnya menjadi 45%
dari penjualan mereka. Dan agar bisa bersaing, walaupun tampilan tokonya premium, harga jual
produknya dibuat sebanding dengan supermarket-supermarket di area residensial karena
kebanyakan pekerja biasanya belanja sepulang kerja. Masih ada beberapa hal lagi yang membuat
supermarketnya menarik, namun pada intinya mereka benar-benar disesuaikan dengan selera
pembelanja sekitar, seperti interior bergaya taman yang membuat rileks dan praktik-praktik
ramah lingkungan.
Setelah prototyping dan testing beberapa kali, mereka berhasil membangun supermarket
baru ini dengan ruang yang terbatas. Dengan pemanfaatan ruang yang kreatif dan solusi
penyimpanan stok seperti overhead storage (atau penyimpanan di langit-langit), mereka
berhasil memaksimalkan luas ruang belanja sampai 90% luas toko, dengan ruang
penyimpanan stok hanya memakan 10% luas. Konsep supermarket ini sangat baru sehingga
mereka juga memberikannya merek baru yang lebih kinian sesuai karakter pembelanja
sekitar, yaitu Jasons Deli. Seperti yang saya bilang sebelumnya, reaksi pembelanja terhadap
Jasons Deli sangat positif; setelah waktu 2 bulan saja Jasons Deli berhasil balik modal dan di
bulan ketiga mereka mulai menghasilkan laba.
Kasus Dairy Farm Group ini menunjukan bahwa sumber daya atau standar industri yang
selama ini kita anggap penting, seperti halnya luas lokasi untuk supermarket, belum tentu
merupakan hal yang esensial dalam mencapai kesuksesan di pasar. Kesuksesan Jasons Deli ini
mengilustrasikan bagaimana Design Thinking membantu kita mencapai kesuksesan dengan
mengarahkan fokus kita terhadap hal-hal yang penting menurut customer, bukan menurut
formula atau standar yang biasa digunakan.
Referensi :
https://www.cias.co/post/contoh-aplikasi-design-thinking-di-industri-retail