Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHUAN LIMFOMA NON HODGKIN

DI RUANG BEDAH STASE KMB DI RSUD RADEN MATTAHER


KOTA JAMBI

DISUSUN OLEH:

NAMA : Safira Angelia Saragih., S.Kep


NIM : G1B221025
KELOMPOK : 3

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Nurhusna S.Kep ., M.Kep
Ns. Andika Sulistiawan S.Kep., M.Kep

PEMBIMBING KLINIK
Ns. Roza Devianti., S.Kep
Ns. Elfi Maryanti., S.Kep

PROGRRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

Limfa adalah organ lunak yang berada pada sisi kiri abdomen, dibawah
perlindungan iga-iga tepat dibawah diafragma. Beratnya kira-kira 200 g dan
panjangnya kira-kira 125 mm. limfa tidak selalu dapat dirasakan pada dinding
abdomen, tetapi dapat sangat membesar pada penyakit tertentu. Limfa terdiri dari
massa daging merah dengan jutaan kelenjar berbentuk kepala paku dari daging
putih yang menyebar menyelimutinya sehingga memberika penampilan granular.
Limfa kaya akan suplai darai melalui arteri splenik. Darah mengalir ke vena porta
melalui vena splenik.
Limfa adalah organ sistem limfatik paling besar yang terletak di sisi kiri
bawah tulang rusuk dan di atas perut Anda. Limpa bekerja dengan menyaring dan
menyimpan darah serta menghasilkan sel darah putih untuk melawan berbagai
infeksi penyakit.

2
Limfa terdiri atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan
limfa), dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit). Suplai darah
arteri linealis yang keluar dari arteri coeliaca.
Fungsi limfa adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin)
2. Destruksi sel eritrosit tua
3. Penyimpanan zat besi dari sel-sel yang dihancurkan
4. Pembentukan limfosit dalam folikel limfa
5. Pembentukan immunoglobulin
6. Pembuangan partikel asing darah

B. Pengertian

Limfoma Non Hodgin adalah salah satu keganasan sistemik yang dapat

menyerang sistem saraf medulla spinalis. Limfoma Non Hodgin (juga dikenal

sebagai kanker kelenjar getah bening, LNH, atau limfoma) adalah suatu kanker

yang dimulai di sel yang disebut limfosit, yang merupakan bagian dari sistem

kekebalan tubuh. Faktor rersiko kanker kelenjar getah bening belum diketahui

secara pasti, namun peningkatan angka kejadiannya berhubungan dengan usia,

jenis kelamin, genetik, riwayat penyakit terdahulu, transplantasi organ, dan

paparan bahan kimia (American Cancer Society, 2013).

Limfoma merupakan istilah umum untuk berbagai tipe kanker darah yang

muncul dalam sistem limfatik yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah

bening. Jumlah kasus limfoma sebenarnya masih rendah jika dibandingkan dengan

penyakit kanker lainnya, namun demikian pada perkembangannya jumlah kasus

3
limfoma terus meningkat dengan cepat setiap tahunnya. Sekitar satu juta orang

didunia menderita limfoma, dan terdapat sekitar seribu orang didiagnosis

menderita limfoma setiap harinya (Kemenkes RI, 2015).

Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah suatu


keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya
dikenal sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri.
Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang
mengandung jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang,
dan kulit. Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk
menyebar dari asalnya  sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain  yang
akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.
Ada 2 klasifikasi besar  penyakit ini yaitu:
1. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma
non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin agresif  ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama
‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan
respon sangat baik terhadap pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya
tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama,sering berhasil
baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya,
limfoma nonHodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total
daripada limfoma non Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin  indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah.  Sesuai dengan
namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara
tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap
tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan

4
secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab
lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar
getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan,
seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan
sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi
akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah
pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya
di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin
mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.

5
C. PATHWAY

6
D. Etiologi

Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunogis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan
dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan
karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko
anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar disbanding dengan orang
lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup
semakin besar risikonya menderita limfoma.

Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :


1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott
Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein
Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena
tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan
mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering
dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV4,5.

7
E. Manifestasi Klinis

Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :

1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.


2. Demam.
3. Keringat malam.
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
6. Hilangnya nafsu makan.
7. Nyeri tulang.
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
9. Limphadenopaty.
a. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan
pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu
atau lebih region kelenjar getah bening perifer.
b. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan
berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin.
Adanya gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat
terjadi anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit
Hodgkin.
c. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur
limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan
timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat.
d. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura
mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang
difus. Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
e. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar
getah bening retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran
gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena

8
setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen
akut.
f. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara
primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan
sindrom sezary.

F. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan
melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat
dari satu tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara
kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular
tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari
pada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri,
Dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya
efusi pleura. Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang
berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan
timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan
dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip
dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea,
hematemesis, dan melena. Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang
terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Criteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut:
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor
ditempat lain.
2. Riwayat demam yang tidak jelas.

9
3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan
4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
5. Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai dengan LNH

G. Komplikasi
1. Akibat langsung penyakitnya
a. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
2. Akibat efek samping pengobatan
a. Aplasia sumsum tulang
b. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
c. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
d. Neuritis oleh obat vinkristin6

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin.
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype
LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar
getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen,
dan metastase kebagian intraabdominal.

10
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar
media stinum, bila perlu CT scan toraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat
dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat
keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)

Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH

Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil

Hitung darah lengkap:

a)    Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.

b)   Diferensial SDP Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin


ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.

c)    Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun

Eritrosit

d)   Morfologi SDM Normositik, hipokromik ringan sampai sedang

e)    Kerapuhan eritrosit osmotik Meningkat

Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)

Trombosit Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi atau


hipersplenisme)

Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada


tahap lanjut.

Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena

Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi

11
BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat

Globulkin Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada


penyakit lanjut

Foto toraks, vertebra, Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu
ekstremitas proksimal serta penetapan stadium penyakit
nyeru tekan pada area pelvis

CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan
keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan
keterlibatan tulang.

USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus


limferetroperitoneal

Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum


tulang terlihat pada tahap luas.

Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam


manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan
memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi.
Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr
(1971) sebagai berikut:

12
STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra
Stadium II limfatik
Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas
Stadium III diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma  atau
Stadium IV
disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau
tanpa melibatkan kelenjar limfe.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce Evelyn C, 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Gibson John, 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC

13
Handayani Wiwik, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Schwartz M William, 2010. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC

Betz Cecily Lynn, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Sacher, Ronald A, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta :


EGC

Otto, Shirley E, 2005. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai