Anda di halaman 1dari 27

BAB I

FISIOLOGI

Respirasi adalah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dengan lingkungan


sekitarnya. Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O2 dan CO2 di darah dengan udara
pernapasan. Sedangkan fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa,
metabolisme hormon dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ yang menerima
darah dari seluruh curah jantung.

Pusat respirasi merupakan kelompok neuron luas yang terletak di substansia retikuler
medulla oblongata dan pons yang terdiri atas pusat apnestik, area pneumotaksis, area ekspiratori
dan area inspiratori. Diafragma diinervasi oleh nervus phrenicus yang keluar dari akar saraf C3-
C5 sehingga trauma diatas C5 akan mengganggu pernapasan spontan karena selain nervus
phrenicus juga saraf intercostalis terkena. Perangsangan nervus vagus akan menyebabkan
konstriksi dan sekresi bronkus via reseptor muskarinik. Sebaliknya perangsangan terhadap
simpatis T1-T4 akan menyebabkan dilatasi bronkus via reseptor beta 2 dan stimulasi reseptor
adrenergic alfa-1 akan menurunkan sekresi.

Jalan napas dan pernapasan yang baik dapat menghasilkan sistem respirasi yang bekerja
dengan baik. Oleh karena itu penting bagi kita untuk tetap menjaga jalan napas tetap bebas dan
menjaga pernapasan tidak terganggu.

1.1 JALAN NAPAS (AIRWAY)

Secara anatomis jalan napas dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Bagian atas (Upper Airway)


Terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis, dan faring yang berfungsi untuk
menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan.
2. Bagian bawah (Lower Airway)
Terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli dan alveoli.

Trakea adalah pipa fibromuscular yang pada dewasa panjangnya 10-12 cm dan diameter
18-20 mm. Diameter cabang-cabangnya ialah bronkus utama 13 mm, bronkus lobaris 7-5 mm,
bronkus segmentalis 4-3 mm, bronkus kecil 1 mm, bronkiolus utama 0,5-1 mm, bronkiolus
terminalis 0,5 mm, bronkiolus respiratorius 0,5 mm dan duktus alveolaris 0,3 mm. Trakea terdiri
dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat mengsekresikan lender. Setiap sel memiliki 200 silia
yang selalu bergerak 12-20 kali permenit mendorong lendir kefaring dengan kecepatan 0,5-1,5
cm/menit.

Untuk menghasilkan sistem respirasi yang baik penting untuk menjaga jalan napas tetap
bebas sehingga dibutuhkan adanya penilaian suatu jalan napas untuk mengetahui apakah jalan
napas bebas atau mengalami sumbatan baik sumbatan parsial maupun sumbatan total. Cara yang
digunakan untuk menilai jalan napas bebas atau mengalami sumbatan yaitu dengan cara
LIHAT-DENGAR-RASAKAN (LOOK - LISTEN – FEEL).

 LIHAT (LOOK)
1. Deformitas dada, dan maksilofasial
2. Debris
 Darah/Sekret
 Muntahan
 Gigi
3. Gerak Dada – Perut
 Normal : Pada inspirasi dada naik – perut naik
Pada ekspiraasi dada turun – perut turun
 See saw (rocking) : Pada inspirasi dada turun – perut naik
Pada ekspirasi dada naik – perut turun
Gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi berbaring adalah saat
inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan saat ekspirasi dinding
dada dan dinding perut bergerak turun. Pada sumbatan jalan napas total dan parsial
berat, waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik
sedangkan waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerakan napas ini disebut see saw atau
rocking respiration
4. Apakah ada tanda - tanda distres napas
 Takipneu
 Retraksi intercosta, retraksi supraclavicula, retraksi subcostal
 Gerakan cuping hidung : Pada inspirasi cuping hidung melebar
Pada ekspirasi cuping hidung kembali ke lebar semula
Hal ini disebabkan tubuh pada saat inspirasi tubuh berupaya mendapatkan O2 sebanyak-
banyaknya dengan melebarkan diameter lubang cuping hidung

5. Warna Mukosa dan Kulit

Tanda sumbatan bila tampak warna kebiruan pada bibir kulit, membran mukosa dan
kuku (cyanosis). Akan tetapi yang perlu diingat, tidak ada cyanosis belum tentu tidak
ada sumbatan.

6. Kesadaran
Tentukan apakah penderita mengalami agitasi / gelisah. Agitasi menunjukan kesan
adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh sumbatan jalan napas, sedangkan
obtudansi/teler menunjukan adanya hiperkarbia yang mungkin disebabkan hipoventilasi
akibat sumbatan jalan napas.

 DENGAR (LISTEN)
1. Bicara Normal : berarti tidak ada sumbatan
2. Adanya suara napas tambahan
Didengar suara napasnya, bila terdengar suara napas tambahan berarti ada suatu
sumbatan jalan napas parsial. Suara napas tambahan berupa :
a. Snoring (dengkuran)
Suara seperti mendengkur/ngorok. Kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan
napas bagian atas yang disebabkan sumbatan pangkal lidah. Kondisi ini terjadi pada
pasien yang tidak sadar atau dalam keadaan anestesi posisi terlentang, tonus otot
genioglossus hilang sehingga lidah akan menyumbat jalan napas.
b. Gargling (kumuran)
Suara seperti orang berkumur, kondisi ini terjadi karena ada sumbatan yang
disebabkan oleh cairan, bisa sekret, darah atau muntahan.
c. Stridor / crowing
Suara dengan nada tinggi yang terjadi karena adanhya penyempitan jalan napas yang
disebabkan karena edema, spasme dan pendesakan.
Sumbatan Lihat Dengar Suara Napas Raba
Gerak napas Tambahan Hawa Ekspirasi
Bebas Normal - +
Parsial Ringan Normal + +
Parsial Berat See Saw + ±
Total See Saw - -

 RASAKAN (FEEL)
1. Hembusan napas
Diraba hembusan udara ekspirasi yang keluar dari lubang hidung atau mulut
2. Ada tidaknya getaran dileher saat bernapas
Adanya getaran dileher menunjukkan sumbatan parsial ringan
3. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur didaerah maksilofacial dan
bagaimana posisi dari trakea

1.2 PERNAPASAN (BREATHING)

Pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam dan keluar paru. Paru-
paru berfungsi dalam pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada manusia dikenal 2
macam pernapasan, yaitu:

1. Pernapasan internal : pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan


2. Pernapasan eksternal : pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitar

Pada pertukaran gas-gas baik pada pernapasan internal dan eksternal meliputi beberapa proses :
a. Ventilasi
Proses masuknya udara sekitar dan distribusi udara tersebut ke alveoli
b. Distribusi
Distribusi dan pencampuran molekul-molekul gas intrapulmoner
c. Difusi
Difusi dalam hal ini ada 2 proses difusi yaitu masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-
kapiler dan masuknya gas-gas dari kapiler jaringan ke intraselluler
d. Perfusi
Pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.

Proses-proses diatas berperan juga dalam transport oksigen dari udara luar (udara sekitar) hingga
menuju ke intraselluler. Proses transport oksigen dapat dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 1. Gambar transport oksigen

Oksigen dari udara luar masuk hingga ke alveoli melalui proses distribusi dan ventilasi.
Selanjutnya oksigen yang ada di alveoli akan menembus selaput alveo-kapiler melalui proses
difusi. Berikutnya Oksigen yang menembus selaput alveo-kapiler akan diambil oleh kapiler paru
melalui proses perfusi dan disirkulasikan ke kapiler jaringan. Oksigen yang berada dikapiler
jaringan akan berpindah ke dalam intraseluler melalui proses difusi.

Oxygen Delivery
Oxygen delivery (DO2) adalah jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan
setiap menit. Kadar oxygen delivery tergantung dari cardiac output (CO) dan oxygen content of
the arterial blood (CaO2).
 Komponen dalam Oxygen Delivery terdiri dari
1. Cardiac Output : banyaknya darah yang dipompa jantung tiap
menitnya
Yang dipengaruhi oleh
a. Heart rate
b. Stroke volume : banyaknya darah yang dipompa jantung dalam 1 kali
kontraksi
2. Oxygen content pada pembuluh darah arteri (CaO2) :
kandungan oksigen pada darah arteri yang dipengaruhi oleh
a. Saturasi oksigen dalam darah arteri (SaO2)
b. Tekanan parsial oksigen (PaO2)
c. Hemoglobin (Hb)

Dari definisi diatas dapat dijabarkan sebuah rumus :

DO2 = CO x CaO2
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
DO2 = CO x [(1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)]

Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa hemoglobin dan saturasi oksigen adalah penentu utama
pada pengaliran oksigen dalam darah ke seluruh jaringan tubuh.

Ukuran pernapasan, Volume statistic dan Kapasitas paru

Pada pernapasan normal, volume satu kali napas atau volume tidal (Tidal Volume) adalah
6-8 cc/kg, bila pasien berat 60 kg berarti volume tidalnya antara 400-500 cc. Sedangkan volume
napas dalam 1 menit (Minute Volume) ialah volume tidal (VT ) dikalikan respiration rate (RR),
jika pasien dengan berat badan 60 kg berarti minute volume-nya adalah 500 cc x 12 = 6000cc
permenit = 6 lpm. Dalam penilaian pernapasan perlu bagi kita untuk mengetahui besarnya
minute volume. Minute volume yang kurang menandakan adanya hipoventilasi yang mungkin
disebabkan karena volume tidal yang turun atau respiration rate yang turun.

Volume statistic dan kapasitas paru

1. Tidal Volume (TV)


Volume udara inspirasi dan ekspirasi pada setiap siklus napas tenang. Dewasa ± 500
ml.
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV)
Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir inspirasi tenang. Dewasa
± 1500 ml.
3. Ekpiratory Reserve Volume (ERV)
Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi tenang.
Dewasa ± 1200 ml.
4. Residual Volume (RV)
Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi maksimal. Dewasa ±
2100 ml.
5. Inspiratory Capacity (IC)
Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang
(TV+IRV). Dewasa ± 2000 ml
6. Functional Residual Capacity (FRC)
Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi tenang (ERV+RV).
Dewasa ± 3300 ml.
7. Vital Capacity (VC)
Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha maksimal setelah
inspirasi maksimal (IRV+TV+ERV). Dewasa ± 3200 ml.

8 Total Lung Capacity (TLC)

Volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal (IRV+TV+ERV+RV).


Dewasa ± 5300 ml.

Terapi Oksigen
Pemberian oksigen merupakan salah satu prioritas utama dengan tujuan untuk
menghilangkan hipoksemia yang terjadi hingga dicapai oksigenasi yang maksimum sampai
tingkat jaringan atau sel. Oleh karena itu pemberian terapi oksigen tidak boleh ditunda bila ada
indikasi pemberian.
 Indikasi Terapi Oksigen:
1. Henti napas
2. Gagal napas
3. Payah Jantung
4. Infark myocard akut
5. Syok apapun penyebabnya
6. Peningkatan Kebutuhan Metabolismee
( Luka bakar, sepsis, multi trauma )
7. Pasca bedah
8. Keracunan monoksida

 Pedoman Umum
Terapi oksigen diberikan bila 1. PaO2 < 60 mmHg
2. SaO2 < 90 %
 Alat Terapi Oksigen
I . Fixed System ( FiO2 tidak dipengaruhi faktor pasien )
a. Sistem venturi – high flow
b. Low Flow Breathing Circuit ( CPAP, Bag-mask, Jakson-Rees ,Mesin anestesi )

II. Variable System ( FiO2 tergantung pada flow oksigen)

Alat yang digunakan :

1. Nasal Kateter/Prong
2. Simple mask
3. Masker dan Rebreathing Bag

Alat-Alat Bantu Pernapasan Pada Terapi Oksigen


1. Nasal Prong O2 flow 2-4 lpm
FiO2 24 – 40 %
2. Simple Mask O2 flow 6-8 lpm
FiO2 40 – 60 %
3. Simple Mask dengan reservoir bag O2 flow 8-10 lpm
FiO2 60 – 95 %
4. Bag Valve Mask O2 flow 8-10 lpm
FiO2 60 %
5. Bag Valve Mask dengan reservoir bag O2 flow 10-12 lpm
FiO2 80-100 %
6. Jakson Rees O2 flow 10-12 lpm
FiO2 100 %

 Nasal Prong

Keuntungan : - mudah penggunaan


- ringan
- ekonomis
- disposable
- nyaman,pasien bisa mobilisasi

Kerugian : - mudah lepas


- maksimum FiO2 40 %
- iritasi telinga
 Masker oksigen
1. Simple mask ( 40 - 60 % dengan flow 6 - 8 L )
2. Partial rebreathing ( 35 -  60 % dengan flow 6 - 10 L )
3. Non rebreathing (  90 % ,bila tidak ada kebocoran )

Umum :
o Digunakan bila perlu pemberian Oksigen secara cepat
o untuk jangka waktu singkat
o Konsentrasi Oksigen bervariasi antara 24 - 100 %
Kerugian :
1. Tidak nyaman,
2. Iritasi kulit akibat pemakaian masker ketat
3. Kontrol FiO2 sukar,( kecuali dengan sistim venturi )
4. Kalau pasien makan harus dilepas
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Bila pasien muntah dapat terjadi aspirasi
2. Dapat mengakibatkan retensi CO32 dan hipoventilasi
kalau flow terlalu rendah atau lubang ekshalasi
tersumbat.

 Monitoring terapi oksigen

1. Klinis : Keluhan subyektif


Pemeriksaan klinis

2. Laboratoris: Gas darah

3. Pulse oxymeter

 Pencegahan komplikasi akibat terapi oksigen :

1. Pemberian sesuai indikasi

2. Bila menggunakan Oksigen konsentrasi tinggi, lama pemberian seminimal


mungkin,turunkan konsentrasi sesegera mungkin.

3. Tujuan adalah mempertahankan PaO2 60 mmHg, SpO2> 96% , tanpa adanya retensi CO2

4. Pemeriksaan BGA secara periodik,

5. Konsentrasi Oksigen yang diberikan dapat diukur secara tepat

6. Jangan menggunakan Oksigen konsentrasi tinggi kecuali Hipoksia dan pada keadaan
gawat darurat
1.3 SIRKULASI (CIRCULATION)

Fisiologi Kardiovaskular

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan


berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut
jantung, sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena
yang mengalirkan darah menuju jantung.

Jantung
Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan terletak
di rongga dada sebelah kiri. Jantung manusia merupakan organ berongga yang memiliki 2 atrium
dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai
bagian tubuh. Ventrikel kanan dan kiri yang berfungsi sebagai ruang pompa utama. Atrium
kanan dan kiri berfungsi untuk memompa darah dari sirkulasi menuju ke ventrikel. Dinding
jantung terdiri dari 3 lapis:
1. Endokardium, lapisan endotel tipis yang langsung kontak dengan darah.
2. Miokardium, lapisan tengah terdiri dari otot.
3. Epikardium, lapisan luar yang dibungkus oleh perikardium.
Jantung memiliki sifat inotropik (kontraktil), dromotropik (konduktif), kronotropik
(ritmik), lusitropik (relaksasi) dan bathmotropik (mudah terangsang). Aktifitas kontraksi jantung
untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini
dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan
atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga
menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus
atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.
Gambar 1. Jantung manusia
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas membran sel,
yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran tersebut. Dengan masuknya ion-ion
ini, maka muatan listrik sepanjang membran mengalami perubahan yang relatif. Terdapat 3 ion
yang mempunyai fungsi penting dalam elektrofisiologi sel yaitu : K+, Na+, dan Ca2+.
Kalium lebih banyak terdapat dalam sel, sedangkan Natrium dan Kalsium diluar. Perpindahan
ion Cl- juga terjadi pada sel-sel otot jantung. Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung
mempunyai muatan positif dibagian luar sel dan muatan negatif dibagian dalam sel. Perbedaan
muatan antara bagian luar dan bagian dalam sel disebut resting membrane potential. Bila sel
dirangsang akan terjadi perubahan muatan. Didalam sel menjadi positif sedangkan diluar sel
menjadi negatif. Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan
disebut depolarisasi. Selanjutnya sel berusaha kembali pada keadaan semula, proses ini
dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial. Aksi potensial
tersebut dapat disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan termis.
Penyebab-penyebab tersebut diatas akan mengakibatkan perubahan permeabilitas membran
terhadap ion-ion.
Aksi potensial dibagi atas lima fase sesuai dengan elektrofisiologi yang terjadi, yaitu:
1. Fase Depolarisasi Cepat (Fase 0)
Depolarisasi sel disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membran terhadap Na+
sehingga Na+ mengalir dari luar masuk ke dalam sel dengan cepat. Akibatnya muatan di
dalam sel menjadi positif sedangkan diluar sel menjadi negatif.
2. Fase Polarisasi Parsial (Fase 1)
Segera setelah terjadi depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat masuknya Cl- ke
dalam sel, sehingga muatan positif di dalam sel menjadi berkurang.
3. Fase Plato/keadaan stabil 1 (Fase 2)
Fase 1 diikuti keadaan stabil yang agak lama, sesuai dengan masa refrakter absolut dari
miokard. Selama fase ini tidak ada perubahan muatan listrik. Terdapat keseimbangan
antara ion positif yang masuk dan keluar. Yang menyebabkan fase plato ini adalah
masuknya Ca++ dan Na+ ke dalam sel secara perlahan-lahan, yang diimbangi dengan
keluarnya K+ dari dalam sel.
4. Fase Repolarisasi cepat (Fase 3)
Pada fase ini muatan Ca+ dan Na+ secara berangsur-angsur tidak mengalir lagi, dan
permeabilitas terhadap K+ sangat meningkat sehingga K+ keluar dari sel dengan cepat.
akibatnya muatan positif didalam sel menjadi sangat berkurang, sehingga pada akhirnya
muatan di dalam sel menjadi relatif negatif dan muatan diluar sel menjadi relatif positif.
5. Fase Istirahat (Fase 4)
Pada keadaan istirahat bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam
bermuatan negatif. Sel tersebut kemudian mengalami polarisasi. Dalam keadaan
polarisasi, membran sel lebih permeabel terhadap K+ daripada Na+ sehingga sebagian
kecil K+ merembes keluar sel. Dengan hilangnya K+ maka bagian dalam sel menjadi
relatif negatif.

Gambar 2. Elektrofisiologi otot jantung


Peristiwa mekanik jantung (siklus jantung) berupa kontraksi, relaksasi, dan perubahan
aliran darah melalui jantung, terjadi akibat perubahan ritmis dari aktivitas kelistrikan jantung.
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole (relaksasi
dan pengisian jantung). Siklus tersebut dibagi menjadi:
1. Kontraksi ventrikel isovolumetrik
2. Ejeksi cepat
3. Ejeksi lambat
4. Relaksasi ventrikel isovolumetrik
5. Pengisian ventrikel cepat
6. Pengisian ventrikel lambat
7. Sistol atrium

Gambar 3. Siklus Jantung


Normalnya, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya.
Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut cardiac output (curah
jantung). Cardiac output dihitung dengan rumus:
CO = SV x HR
dimana SV adalah stroke volume (volume yang dipompa jantung setiap kali kontraksi) dan HR
adalah denyut jantung. Cardiac output rata-rata saat istirahat adalah 5,6 l/menit untuk laki-laki
dan 4,9 l/menit untuk perempuan.
Denyut jantung merupakan fungsi intrinsik dari nodus SA (depolarisasi spontan) tetapi
dipengaruhi oleh faktor autonomik, humoral dan lokal. Denyut intrinsik normal dari nodus SA
pada manusia dewasa muda adalah sekitar 90-100x/menit. Tetapi denyut jantung dapat bervariasi
dari 50-60 x/menit hingga 180x/menit. Variasi ini terutama dikontrol oleh syaraf autonomik yang
bekerja di nodus SA. Aktivitas tonus vagal memperlambat denyut jantung melalui stimulasi dari
reseptor M2 kholinergik, sedangkan aktivitas simpatetik meningkatkan denyut jantung melalui
reseptor β1 dan β2 adrenergik. Pada saat dalam kondisi istirahat pengaruh vagal lebih dominan
dari pada pengaruh simpatetik.
Stroke volume normalnya dipengaruhi oleh tiga faktor mayor: preload, afterload, dan
kontraktilitas. Preload adalah panjang otot sebelum kontraksi sedangkan afterload adalah
tekanan yang dihadapi otot untuk berkontraksi. Kontraktilitas adalah properti intrinsik dari otot
yang berhubungan dengan kekuatan kontraksi tetapi tidak dipengaruhi oleh preload dan afterload.
Karena jantung adalah pompa multiruangan tiga dimensi, bentuk geometrik dan disfungsi
valvular juga dapat mempengaruhi stroke volume.
Preload ventricular adalah volume akhir diastolik, yang biasanya dipengaruhi oleh
pengisian ventrikel. Hubungan antara cardiac output dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
dikenal sebagai hukum Starling dari jantung (Gambar 4). Apabila denyut jantung spontan,
cardiac output proporsional terhadap preload, hingga volume akhir diastolic yang berlebihan
tercapai. Pada saat tersebut cardiac output tidak berubah banyak atau bahkan menurun karena
overdistensi dari ventrikel dapat menyebabkan dilatasi berlebihan dan inkompetensi dari katup
atrioventriukuler.
Gambar 4. Hukum Starling Jantung
Pengisian ventrikel dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, terutama venous
return. Faktor-faktor lain seperti tekanan intrathoraks, postur tubuh dan tekanan perikardial, yang
mempengaruhi kembalinya darah ke jantung juga berpengaruh terhadap pengisian ventrikel.
Denyut jantung dan ritme jantung juga dapat mempengaruhi preload ventrikel. Peningkatan
denyut jantung berhubungan dengan penurunan diastole yang lebih tinggi dari pada sistol,
sehingga pengisian ventrikel menjadi terganggu pada denyut jantung yang tinggi (>120x/menit
pada manusia dewasa. Hilangnya kontraksi atrial (fibrilasi atrial), kontraksi atrial yang tidak
efektif (flutter atrial) atau perubahan timing dari kontraksi atrial (ritme junctional) juga dapat
mengurangi pengisian ventrikel 20-30%.
Volume akhir diastolic ventrikel sulit untuk diukur secara klinis Tekanan ventrikel kiri
akhir diastole dapat digunakan untuk memperkirakan preload hanya jika hubungan antara
volume dan tekanan ventrikel (compliance ventrikel) adalah konstan.
Fraksi ejeksi (EF) adalah bagian dari darah yang dikeluarkan oleh ventrikel kiri selama
kontraksi atau fase ejeksi dari siklus jantung atau sistol. EF dapat dihitung dengan rumus
EF (%) = SV x 100
EDV
Dimana SV adalah Stroke Volume dan EDV adalah End Diastolic Pressure. Pada laki-laki sehat
dengan berat 70 kg, SV berkisar 70 ml dan EDV ventrikel kiri adalah 120 ml, sehingga EFnya
adalah 58%.
Afterload dari jantung umumnya disamakan dengan tekanan dinding ventrikel saat sistol
atau impedansi arterial terhadap ejeksi. Tekanan sistolik interventrikuler bergantung pada
kekuatan kontraksi ventrikel; properti viskoelastik dari aorta, cabang proksimalnya dan darah
(viskositas dan densitas); dan systemic vascular resistance (SVR). Tonus arterial merupakan
determinan utama dari SVR. Karena properti viskoelastik umumnya sama pada pasien, afterload
ventrikel kiri umumnya secara klinis disamakan dengan SVR sedangkan afterload ventrikel
kanan disamakan dengan pulmonary vascular resistance (PVR).
Cardiac output berhubungan terbalik dengan afterload. Karena dindingnya lebih tipis,
ventrikel kanan lebih sensitif terhadap perubahan dari afterload.
Kontraktilitas jantung adalah kemampuan intrinsic dari myocardium untuk mempompa
bila tidak ada perubahan dari preload dan afterload. Kontraktilitas berhubungan dengan
kecepatan otot jantung memendek, yang berhubungan dengan konsentrasi kalsium intraseluler
saat sistol. Hilangnya massa otot jantung (iskemia atau infark) serta pengaruh neural (saraf
simpatetik), hormonal (catecholamine) dan farmakologikal (obat-obat simpatomimetik dan obat
anestesi) dapat mengubah kontraktilitas jantung.
Kelainan pergerakan dinding jantung dapat terjadi karena iskemia, jaringan parut,
hipertrofi atau perubahan konduksi. Kelainan ini dapat dilihat dari adanya hipokinesis
(penurunan kontraksi), akinesis (gagal untuk kontraksi) dan diskinesis saat sistol.
Disfungsi katup dapat mengenai salah satu dari keempat katup jantung dan dapat
menyebabkan stenosis, regurgitasi atau keduanya. Stenosis dari katup AV (tricuspid atau mitral)
menurunkan stroke volume terutama melalui penurunan preload ventrikel. Sedangkan stenosis
dari katup semilunar (pulmoner atau aorta) menurunkan stroke volume terutama melalui
peningkatan afterload ventrikel. Regurgitasi ventrikel dapat menurunkan stroke volume tanpa
perubahan dari preload, afterload, kontraktilitas dan tanpa kelainan pergerakan dinding jantung.

Pembuluh Darah
Pembuluh darah merupakan sistem saluran tertutup yang mengangkut darah dari jantung
ke jaringan dan kembali ke jantung. Peredaran darah manusia terdiri dari :
1. Peredaran darah sistemik
Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel
(ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui aorta. Oksigen
bertukar dengan karbondioksida di jaringan tubuh. Lalu darah yang kaya karbondioksida
dibawa melalui vena kava inferior dan superior menuju atrium kanan jantung.
2. Peredaran darah pulmonal
Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah dari jantung ke paru-paru dan kembali
ke jantung. Darah yang kaya karbondioksida dari ventrikel kanan dialirkan ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis, di alveolus paru-paru darah tersebut bertukar dengan darah
yang kaya akan oksigen yang selanjutnya akan dialirkan ke atrium kiri jantung melalui
vena pulmonalis.
Sistem sirkulasi mendistribusikan darah mulai dari jantung (7%), sirkulasi pulmoner (9%)
dan sirkulasi sitemik yang dibagi menjadi arteri (15%) mensuplai darah dengan tekanan tinggi,
arteriol (2%) mengendalikan darah ke kapiler, kapiler (5%) mengirim O2 dan nutrisi ke jaringan,
menerima hasil metabolismee dan venula-vena (64%) mengumpulkan darah dari kapiler dan
diteruskan ke jantung. Dalam keadaan normal, aliran darah menuju suatu organ ditentukan oleh
kebutuhan metabolic, bukan oleh tekanan perfusi (autoregulasi). Aliran darah per unit jaringan
bervariasi luas dari organ satu ke organ lain baik dalam keadaan basal atau pada aliran
maksimum, dimana organ seperti jantung dan otak menerima aliran darah jauh lebih banyak dari
pada kuku atau rambut. Kecepatan aliran ditentukan oleh tekanan pendorong, yaitu perbedaan
antara tekanan arteri rata-rata (MAP), tekanan vena rata-rata (MVP) dan tahanan terhadap aliran
tersebut.
Aliran = MAP – MVP
Tahanan
Dimana MAP dihitung dengan rumus:
MAP = Sistolik + 2 Diastolik
3
Hipovolemia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara volume dan kapasitas sirkulasi
serta menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Hal ini disebabkan oleh perdarahan banyak,
dehidrasi atau anestesi spinal tinggi. Hipovolemia menurunkan tekanan pengisian atrium dan
menurunkan curah jantung. Hipotensi akan direspon oleh baroreseptor dengan meningkatkan
denyut jantung serta membuat vasovenokonstriksi. Aliran darah ke otak dan jantung
dipertahankan dengan mengurangi aliran darah ke kulit, otot dan visera. Sekresi Anti Diuretik
Hormon (ADH) dan aldosterone akan menahan cairan dalam tubuh. Penurunan perfusi lama dan
berat akan menyebabkan gagal organ misalnya ginjal.
Darah
Cairan darah terdiri dari plasma (± 55%) dan elemen-elemen (± 45%):
Plasma (46-63%)  Air 92%
Protein 7%  Albumin 60%
Globulin 35%
Fibrinogen 4%
Enzim, hormon, dll <1%
Zat lain 1%  Elektrolit (NA, K, Cl dll)
Zat organik (ATP, kolesterol dll)
Zat lain (urea, kreatinin, dll)
Elemen-elemen (37-54%)  Eritrosit 99,9%
Trombosit dan leukosit 0,1%
Leukosit  Neutrofil 50-70%
Eosinofil 2-4%
Basofil < 1%
Limfosit 20-30%
Monosit 2-8%
Volume darah rata-rata pada manusia berbeda berdasarkan jenis kelamin dan usia:
 Neonatus : Prematur 95 ml/kg
Full term 85 ml/kg
 Infant 80 ml/kg
 Dewasa : Laki-laki 75 ml/kg
Perempuan 65 ml/kg
Oksigen diangkut darah dalam dua bentuk: terlarut dalam plasma dan berikatan dengan
hemoglobin. Jumlah oksigen yang terlarut dalam darah sebanding dengan tekanan pasialnya,
karena koefisien kelarutan dari O2 pada temperatur tubuh normal adalah 0,003 ml/dl/mmHg,
maka meskipun dengan PaO2 100 mmHg, jumlah maksimal O2 yang terlarut dalam darah sangat
kecil (0,3 ml/dl) bila dibandingkan dengan O2 yang berikatan dengan hemoglobin.
Hemoglobin adalah suatu molekul kompleks yang terdiri dari empat subunit heme dan
empat subunit protein. Setiap gram hemoglobin secara teoritis dapat mengangkut 1,34 ml O2.
Setiap molekul hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal empat molekul O2. Ikatan O2
tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ion hydrogen (pH), suhu, tekanan CO2 dan konsentrasi 2,3-
diphosphoglycerate (2,3-DPG). Efek dari hal-hal tersebut dapat dinyatakan dalam kurva disosiasi
O2 (Gambar 2). Pergeseran kurva ke kanan menurunkan afinitas O2, melepaskan O2 dari
hemoglobin dan menyebabkan lebih banyak O2 tersedia untuk jaringan; sedangkan pergeseran
kurva ke kiri meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap O2, menurunkan avalabilitas O2 untuk
jaringan. Selain itu beberapa molekul seperti karbon monoksida, sianida dan asam nitrit dan
ammonia dapat berikatan dengan hemoglobin pada tempat ikatan O2. Molekul-molekul ini akan
menyebabkan pergeseran kurva saturasi ke kiri.

Gambar 5. Kurva Disosiasi Oksigen


Sebanyak 70% tubuh manusia terdiri dari air. Cairan dalam tubuh manusia dibagi
menjadi cairan intraseluler dan ekstraseluler. Cairan interseluler menempati 67% dari total cairan
tubuh. Sedangkan cairan ekstraseluler dibagi menjadi cairan intersisial (25%) dan intravaskular
(8%).

Perubahan-perubahan sesudah perdarahan


Setelah terjadi perdarahan, akan terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh menurut pola
tertentu yang dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Tahap Vasokonstriksi
Terjadi segera setelah perdarahan, pada tahap ini perfusi organ vital (otak dan jantung)
dipertahankan dengan mengorbankan perfusi organ-organ lain (protective redistribution).
Rentetat kejadian yang menimbulkan vasokonstriksi ini adalah sebagai berikut :
perdarahan terjadi, volume darah turun, cardiac output turun, tensi turun, baroreseptor
terangsang, terjadi reflek yang menimbulkan pacuan pada susunan saraf simpatik dan
dikeluarkannya catecholamine oleh kelenjar adrenalin, terjadilah vasokonstriksi.
Vasokonstriksi ini tidak terjadi merata pada sistem arteri. Arteri untuk jantung dan otak
kurang peka terhadap pengaruh saraf simpatik dan catecholamine sehingga tidak terjadi
vasokonstriksi. Terjadinya vasokonstriksi dan naiknya kadar catecholamine menimbulkan
tanda-tanda khas pada shock karena perdarahan. Turunnya perfusi otot dan kulit
menyebabkan kaki dan tangan penderita dingin dan pucat. Pengaruh catecholamine pada
jantung menyebabkan takikardi sedangkan pada kelenjar keringat menyebabkan penderita
berkeringat. Vasokonstriksi pada vena menyebabkan vena kempis. Turunnya perfusi
ginjal menyebabkan oliguria sampai anuria.
2. Tahap Hemodilusi
Pada tahap hemodilusi, volume darah menjadi normal kembali karena naiknya volume
plasma sedangkan jumlah eritrosit masih belum pulih ke asal. Dalam hal ini akan terjadi
pengenceran darah dan kadar hemoglobin akan turun. Hemodilusi tanpa pertolongan
berlangsung lambat, 24-48 jam atau bahkan lebih lama diperlukan untuk mengembalikan
volume darah menjadi normal. Tahap hemodilusi tidak mengurangi perfusi dan
oksigenasi jaringan.
Dua mekanisme menyebabkan volume darah kembali asal. Pertama, pada tahap
vasokonstriksi karena kontraksi spincter ke kapiler, tekanan hidrostatik dalam kapiler
menurun. Tekanan onkotik relative menjadi lebih kuat, cairan ekstraseluler
ekstravaskular (ISF) ditarik masuk ke dalam kapiler. Mekanisme kedua adalah karena
kerja ginjal. Turunnya volume darah merangsang reseptor pada atrium yang
menyebabkan pelepasan hormone ADH dari hipofise. Disamping itu turunnya perfusi
ginjal menimbulkan satu rantai peristiwa yang berakibat lepasnya aldosterone dari
kelenjar adrenal. ADH menyebabkan retensi air, aldosterone menyebabkan retensi
natrium. Kedua mekanisme ini akhirnya mengembalikan volume darah menjadi seperti
semula.
3. Tahap Produksi Eritrosit
Produksi eritrosit membutuhkan waktu 3-4 minggu agar bisa mengembalikan jumlah
eritrosit kembali normal.

Bahan bacaan:

Klabunde, R.E. Cardiovascular Physiology consepts, 2012.


Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease, 2010.

1.4 DISABILITY

Fisiologi Sistem Saraf

Otak manusia 98% terdiri dari jaringan otak yang beratnya pada dewasa sekitar 1400
gram dengan volume 1200 ml. Ukuran otak pria 10% lebih besar dari wanita. Otak merupakan
kumpulan sistem saraf kompleks dan rumit yang dapat mengatur dirinya sendiri dan organ lain.
Sistem saraf dibagi menjadi dua sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf otonom (SSO).
Pembagian secara anatomis sistem saraf pusat menggambarkan distribusi fungsi otak dan
dibagi menjadi 4 kelompok.
1. Serebrum (otak besar, korteks serebri)
Otak dewasa dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri yang mengurus antara lain:
 Korteks serebri memproses informasi kesadaran, sensoris, motoris dan asosiasi
 Sistem limbic di bawah korteks mengatur integrasi, emosi dengan aktivitas
motoric dan visceral.
 Diensefalon terdiri dari thalamus kiri dan kanan di pusat otak, di bawah korteks-
ganglia basalis dan diatas hipotalamus, menyampaikan rangsang sensorik di
antara mereka.
 Hipotalamus pada dasar diensefalon mengatur sistem saraf otonom, misalnya
emosi, tekanan darah, suhu badan, keseimbangan air, sekresi hormone, emosi dan
tidur.
2. Serebelum (otak kecil)
Serebelum berfungsi mengadakan koordinasi yang kompleks antara sensorik dan motoric
dan hal ini penting untuk mengatur postur badan.
3. Brainstem (batang otak)
Menghubungkan korteks serebri dengan medula spinalis, berisi hampir semua inti saraf
kranial dan sistem aktivitas retikuler yang esensial untuk mengatur tidur dan bangun.
4. Medula spinalis (sumsum tulang belakang)
Terletak antara medula oblongata sampai vertebra lumbal bawah.
 Substansi alba (white matters)
Tempat jaras askendens dan desendens berada.
 Substansi grisea (gray matters)
Tempat koreksi intersegmental dan kontak sinaptik. Informasi sensorik mengalir
ke bagian dorsal dan motoric keluar dari bagian ventral.
SSO mengendalikan fungsi visceral misalnya tekanan darah, peristaltic usus, sekresi
kelenjar, pengosongan buli-buli, sekresi keringat dan suhu badan. Aktivasi SSO melalui
hipotalamus, batang otak dan medulla spinalis. SSO dibagi menjadi sistem simpatis (torako-
lumbal, C8-T1 sampai L2,3) dan parasimpatis (kraniosakral) yang saling berlawanan fungsinya
untuk mengatus fungsi fisiologis badan. Serabut saraf simpatis pascaganglionic mengeluarkan
neurotransmitter noradrenalin karenanya disebut serabut adrenergic. Serabut saraf parasimpatis
pascaganglionik mengeluarkan neurotransmitter asetilkolin, karenanya disebut sebagai serabut
kolinergik.
Berat massa jaringan otak hanya 2-3% dari massa tubuh, namun menerima 15-20%
cardiac output, yaitu 50-60cc/100 gram jaringan otak/menit. Dalam keadaan istirahat
metabolismee otak kira-kira sebesar 15% dari seluruh metabolismee yang terjadi dengan
mengkonsumsi oksigen ±3,5-4 ml/100 gram/menit. Konsumsi glukosa otak ±5 mg/100g/menit.
Bila aliran darah otak menurun (pendarahan berat, shock, dan cardiac output menurun hingga 70-
80% dari normal) akan menyebabkan perubahan biokimia dan membran sel otak menuju kearah
kematian sel yang menyebabkan kecacatan yang menetap pada pasien. Saat keadaan cardiac
arrest, dalam waktu 2-3 menit sumber energi otak hanya akan tersisa 10%. Tanpa bantuan
resusitasi maka oksigen otak akan cepat menurun hingga nol (anoxia) dan sel otak hanya mampu
bertahan sekitar 5 menit melalui metabolismee anaerob dari glukosa endogen, glikogen dan
keton bodies. Hal ini terjadi karena laju metabolismee sel otak (neuron) yang tinggi dan jumlah
glikogen yang diperlukan untuk metabolismee anaerob yang tersimpan dalam sel otak sangat
sedikit atau dapat dikatakan tidak ada.
Aliran darah serebral (CBF) 50 ml/100 gram/menit (dewasa ±750 ml/menit). Tekanan
perfusi serebral (CPP) ialah perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (MAP) dan tekanan
intracranial (ICP) ±100 mmHg.
CPP = MAP – ICP
Seperti jantung dan ginjal, otak mentolerir perubahan tekanan darah dengan regulasi
tekanan darah. Penurunan CPP menyebabkan vasodilatasi serebral dan sebaliknya. Pembuluh
darah otak sangat unik dan bertindak sebagai saringan atau sawat antara darah dan otak (blood
brain barrier). Sawar otak dapat dilewati oleh air, O2, CO2 dan obat larut lemak tetapi tidak dapat
dilewati molekul besar, ion tertentu, dan protein.
Cairan serebrospinalis (CSS) merupakan hasil ultrafiltrasi plasma yang jernih tidak
berwarna, tidak berbau dan berada dalam ventrikel otak, sisterna otak dan ruang subarachnoid
sekitar otak dan medulla spinalis. Volume CSS pada orang dewasa sekitar 140-150 ml dengan
berat jenis 1.002-1.009, pH 7,32 dan 50 ml berada dalam ruang intrakranial.
Penilaian derajat kesadaran dapat dilakukan dengan metoda AVPU maupun GCS
1. AVPU
Dilakukan pada waktu pemeriksaan pertama (survey primer) dengan cara tegur sapa
kemudian dinilai respon pasien.
 Alert/awake : pada manusia normal, sehat.
 Verbal : kesadaran menurun, tampak mengantuk namun terbangun dengan
membuka mata ketika namanya dipanggil.
 Pain : kesadaran menurun, tampak mengantuk, tidak terbangun ketika namanya
dipanggil dan baru terbangun dengan membuka mata atau menggerakkan anggota
tubuhnya ketika dicubit atau disakiti.
 Unresponsive : Tidak ada respon dengan rangsangan apapun.
2. GCS (Glasgow Coma Scale)
Pada trauma atau trauma kepala penilaian kesadaran secara teliti dapat dilakukan dengan
menggunakan metode GCS. Pada dasarnya GCS adalah menilai derajat cedera kepala dan
menilai GCS berulang sangat berguna untuk meramal prognosis. GCS diukur jika pasien
tidak dibawah efek sedative, pelumpuh otot, narkotik, alcohol, tidak hipotermia, hipotensi,
shock, hipoksia. GCS diukur setelah selesai survey primer. Jika akan memutuskan suatu
tindakan pada pasien tersebut, tetapkan harga yang jika salah, tetap tidak merugikan :
 Kalau GCS rendah berakibat kita harus melakukan tindakan invasive, berikan
nilai rendah.
 Kalau GCS tinggi membuat harapan yang lebih baik, berikan nilai tinggi agar
upaya medis jadi maksimal dan bersemangat.
Penilaian GCS meliputi respon mata, bicara dan gerak. Pemeriksaan dilakukan dengan
memberi rangsang nyeri dengan menekan titik glabella atau dengan menekan keras kuku
jari tangan pasien. Skor total maksimal adalah 15, dengan perincian E-Eye Response (4),
V-Verbal Response (5), M-Motoric Response (6) pada sisi yang paling kuat.
Perkecualian pada kondisi mata bengkak (E = x), intubasi (V = x), paraplegia (M = x)
dan bedakan keadaan tidak bicara atau tidak ada kontak karena tidak sadar (general
dysfunction) atau aphasia (local dysfunction).
 E-Score (kemampuan membuka mata)
4 : membuka mata spontan
3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta
2 : membuka mata bila diberi rangsangan nyeri
1 : tak membuka mata walaupun dirangsang
 V-Score (memberikan respon jawaban secara verbal)
5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar
pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur dll)
4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung
(confused conversation)
3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawaban hanya berupa kata-kata
yang tidak jelas (inappropriate words)
2 : memberikan jawaban berupa suara yang tak jelas bukan merupakan kata
(incomprehensible sounds)
1 : tak memberikan jawaban berupa suara apapun
 M-Score (menilai respon motoric ekstrimitas)
6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan
5 : dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain)
4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)
3 : respon gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas
2 : respon berupa gerak ekstensi
1 : tak ada respon berupa gerak

Bahan bacaan:
1. G Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a Lange
Medical Book. 2013.
2. Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1
Kedokteran Universitas Airlangga. 2012.
3. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi – Modul dasar. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.
4. Klabunde, R.E. Cardiovascular Physiology consepts, 2012.
5. Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease, 2010.
6. C.A. Hagberg. .Benumof and Hagberg's Airway Management, 3rd Edition. 2013

Anda mungkin juga menyukai