Anda di halaman 1dari 28

PENURUNAN TINGKAT KESADARAN

OLEH KELOMPOK 3:

SRI ULFA HANDAYANI 105111101519


MASLANG 105111102119
AISYAH MUSTIKA AMRUL 105111100119
LILIS WULANDARI 105111101819
NINING

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2020/202

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat taufik dan hidayah-nya,
makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini merupakan makalah tentang
pengetahuan bagi mahasiswa/i prodi keperawatan maupun para pembaca untuk
bidang pengetahuan.

Makalah ini sendiri di buat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Daryrat dengan judul. “PENURUNAN
TINGKAT KESADARAN” Di dalam penulisan laporan ini, penulis mendapat
banyak hambatan karena pengetahuan dan referensi karena itu kritik serta saran
dari para pembaca sangat di perlukan demi kemajuan pada pembuatan makalah
berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca serta
institusi kesehatan.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan yang setimpal atas


bimbingan dan bantuan yang telah di berikan kepada penulis. Akhirnya penulis
mengharapakan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 28 oktober 2021

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data
Rumah Sakit Pendidikan dr. Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa
terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran atau komadari 10% jumlah
kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di
kedua hemisfer serebridan  Ascending Reticular Activating System (ARAS)
Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem
anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran dengan berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal
berasal dari medulla spinalismenuju rostral yaitu diensefalon melalui brain
stem sehingga kelainan yang mengenai lintasanARAS tersebut berada
diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter
kolinergik, monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon
gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan
yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang
merupakan manifestasi rangkaianinti-inti di batang otak dan serabut-serabut
saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar
dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalamkesadaran
akan diri terhadap lingkngan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini
disebut jugasebagai awareness. Pada referat ini akan dibahas mengenai
definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunankesadaran, patofisiologi ,
diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik danstruktural
dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik
umum maupun khusus.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penurunan kesadaran?
2. Apa Etiologi penurunan Kesadaran?
3. Bagaimana Manifestasi klinis yang terjadi pada penurunan kesadaran?
4. Bagaimana Pathway?
5. Bagaimana Cara Penilaian Kesadaran?
6. Bagai mana Pemeriksaan Penunjang?
C. Tujuan
1. Agar dapat mengerti definisi Penurunan Kesadaran
2. Agar dapat mengerti Etiologi Penurunan Kesadaran
3. Agar dapat mengerti Manifestasi klinis Penurunan Kesadaran
4. Agar dapat mengerti Pathway Penurunan Kesadaran
5. Agar dapat mengerti Cara Penilaian Kesadaran
6. Agar dapat mengerti Pemeriksaan penunjang pada pasien Penurunan
Kesadaran

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.

Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti


tidak terjaga/tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus.

Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana


seseorang mengenal/mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.

Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :

1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari
panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik
dari luar maupun dalam.
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung,
tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak
terhadap rangsang nyeri.
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.
B. ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan –
kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “
SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis
tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem
sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai.
Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen
ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan
fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan
sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung memompa
darah, terjadi pada serangan jantung.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum.
Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini,
hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan
insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu pasien DM, dan
penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit
hati yang berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarism
Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1
yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di
hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa
palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual.
gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg.
Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya
gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi.
Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun,
hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-
kejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa
darah turun mendekati 20% mg.
Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah
terjadi gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan
penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut
stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena
terdapat gangguan kesadaran. Pada pasien DM yang mendapat insulin atau
sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila didapatkan
gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan glukosa darah.
Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya untuk
pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus dekstrosa
pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka dapat
dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat digunakan
trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, kadar
glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma
meningkat
Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian.
Kematian dapat terjadi karena keterlambatan mendapatkan pengobatan,
terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan
otak.
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi
dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri
perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung,
lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air
yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan
asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat
dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada
tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda
denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-
kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang
berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
5. N : NeoplasmaTumor otak baik primer maupun metastasis
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah
terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih
sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat
proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang dapat
merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari
35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan
kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak
di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma,
dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala
di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari,
muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
diketemukan papil udem.
6. I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio
retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon Pada
penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi
(kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi
dan manajemen penderita. Pada penderita dengan penurunan kesadaran,
dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik atau metabolik.
Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS
langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron
polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon,
sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena
memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran
neuronal atau multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui
pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan
respons motorik terhadap stimuli.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada
dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway
yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali untuk
memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea)
harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya
perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang
mengancam jiwa secara sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan
(masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah
tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail
segment dan cardiac tamponade.
Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan
ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam
urat darah halus melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara
tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian yang terkena pengaruh.
Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap
dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga
memungkinkan untuk melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah
resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah haemothorax yang lebih besar,
tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih
awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat
dibawah). Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy
dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan
transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut
diselesaikan sebelum metransportasi pasien.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil
5. Papil edema
6. Asimetris pupil
7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
8. Demam
9. Gelisah
10. Kejang
11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12. Retensi atau inkontinensia urin
13. Hipertensi atau hipotensi
14. Takikardi atau bradikardi
15. Takipnu atau dispnea
16. Edema lokal atau anasarka
17. Sianosis, pucat dan sebagainya

D. PATHWAYS
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab
penurunan kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea
darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan
keton serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan
tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan
malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral
yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark
serebral yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat
penyakit lain.

F. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
G. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f.  Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
 Data Subyektif:
 kesulitan dalam beraktivitas
 kelemahan
 kehilangan sensasi atau paralysis.
 mudah lelah
 kesulitan istirahat
 nyeri atau kejang otot
 Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot  ( flasid atau spastic), 
paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
 gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
 Data Subyektif:
 Riwayat penyakit stroke
 Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bacterial.
 Polisitemia.
 Data obyektif:
 Hipertensi arterial
 Disritmia
 Perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau
aorta abdominal
c. Eliminasi
 Data Subyektif:
 Inkontinensia urin / alvi
 Anuria
 Data obyektif
 Distensi abdomen ( kandung kemih sangat
penuh )
 Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
 Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang
 Nausea
 Vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
 Disfagia
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam
darah
 Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
 Data Subyektif:
 Syncope
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra
serebral  atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan
 Kesemutan/kebas
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan  : kehilangan sensor pada
ekstremitas dan pada muka
 Gangguan rasa pengecapan
 Gangguan penciuman
 Data obyektif:
 Status mental
 Penurunan kesadaran
 Gangguan tingkah laku (seperti: letargi,
apatis, menyerang)
 Gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis
genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam
 Wajah: paralisis / parese
 Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi
bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya. )
 Kehilangan kemampuan mengenal atau
melihat, stimuli taktil
 Kehilangan kemampuan mendengar
 Apraksia : kehilangan kemampuan
menggunakan motoric
 Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil
terhadap cahaya positif / negatif, ukuran
pupil isokor / anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
 Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
 Data obyektif:
 Tingkah laku yang tidak stabil
 Gelisah
 Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
 Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan
penglihatan
 Perubahan persepsi terhadap tubuh
 Kesulitan untuk melihat objek
 Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata,
dan wajah yang pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian
sedikit terhadap keamanan
 Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
 Data obyektif:
 Problem berbicara
 Ketidakmampuan berkomunikasi

3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian  kuantitatif kesadaran yang
menggunakan Skala Coma Glasgow :
 Respon motoric
 Respon bicara
 Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan
dijumlahkan.

Penilaian pada Glasgow Coma Scale

Respon motoric

Nillai 6 :    Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,


menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa,
melepaskan gangguan.

Nilai 5:      Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius

Nilai 4 :     Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak
mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.

Nilai 3 :     fleksi abnormal .

Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju
mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )

Nilai 2 :     ekstensi abnorml.

Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan
dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )

Nilai 1 :     Sama sekali tidak ada respon

Catatan :

 Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat


 Tidak ada  trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif

Respon verbal atau bicara

 Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan


ini tidak berlaku bila pasien Dispasia atau apasia
 Mengalami trauma mulut
 Dipasang intubasi trakhea (ETT)

Nilai 5 :     pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara .     orientasi
waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana,  tanggal hari.

Nilai 4 :     pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh

Nilai 3 :     bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan

Nilai 2 :     bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya

Nilai 1 :     tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri

Respon membukanya mata :

Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya

Catatan:

Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.

Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh

Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata

Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri


Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

4. Menilai reflek-reflek patologis :


a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi
kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya
kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau
mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut
berarti adanya ganguan traktus corticulspinal
5. Uji syaraf kranial :
NI.N.      Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti
tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya
dengan mata tertutup
N.II. N.  Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe
snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan
dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
N.III/      Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata
kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V.       Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik, Sensorik diperiksa
pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta
goresan kapas dan mata tertutup 
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus
muskulusmasketer  saat diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/    Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat
alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis
(memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi
sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan
(gula , garam , asam)
N.VIII/   Vestibulo – acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach
dengan garpu tala.N.IX/      Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak
ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan pasien
N.XI /     Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri
dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/    Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada
posisi lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam 

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan,
ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan,
pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
 Tanda – tanda vital dalam batas normal
 Tidak adanya penurunan kesadaran

Intervensi :

Mandiri :
 Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan
potensial peningkatan TIK
 Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan
nilai standart
 Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
 Pantau tekanan darah
 Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil,
ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur
 Pantau suhu lingkungan
 Pantau intake, output, turgor
 Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi
batuk,muntah
 Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang
tidak sesuai
 Tinggikan kepala 15-45 derajat

Kolaborasi :

 Berikan oksigen sesuai indikasi


 Berikan obat sesuai indikasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas
oleh sekret
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil:
 Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
 Ekspansi dada simetris
 Bunyi napas bersih saat auskultasi
 Tidak terdapat tanda distress pernapasan
 GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:

Mandiri :

 Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi


 Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi
jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang
optimal
 Penghisapan sekresi
 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas
setiap 4 jam

Kolaborasi :

 Berikan oksigenasi sesuai advis


 Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat


pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
jam
Kriteria hasil:
 RR 16-24 x permenit
 Ekspansi dada normal
 Sesak nafas hilang / berkurang
 Tidak suara nafas abnormal

Intervensi :

Mandiri :

 Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.


 Auskultasi bunyi nafas.
 Pantau penurunan bunyi nafas.
 Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
 Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
 Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan

Kolaborasi :

 Berikan oksigenasi sesuai advis


 Berikan obat sesuai indikasi
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam,
pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
 Bunyi paru bersih
 Warna kulit normal
 Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang
diperkirakan

Intervensi :

Mandiri :

 Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia


 Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan
prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
 Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya
kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan
dalam PaO2
 Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi,
kaji perlunya CPAP atau PEEP.
 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap
jam
 Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian,
perhatikan peningkatan atau penyimpangan
 Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan
kebutuhan oksigen.
 Pantau irama jantung

Kolaboraasi :

 Berikan cairan parenteral sesuai pesanan


 Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator,
antibiotik, steroid.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data
Rumah Sakit Pendidikan dr. Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa
terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran atau komadari 10%
jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana
seseorang mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2000 )
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan
kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini agar
dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII.


Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ;


2001

Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach.


Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996
(Buku asli diterbitkan tahun 1989)

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –


surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.  Jakarta: EGC;
2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Anda mungkin juga menyukai