Arum 20091015100705 2301 0
Arum 20091015100705 2301 0
Arum Atmawikarta *)
Pendahuluan
Tulisan ini dimaksudkan untuk menyamakan pemahaman kita bersama tentang
pentingnya peranan investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi. Sumber utama dari
tulisan ini berasal dari “Konferensi Regional Anggota Parlemen Tentang Laporan Komisi
Makroekonomi dan Kesehatan” yang diselenggarakan oleh World Health Organization
(WHO) di Bangkok, Thailand pada tanggal 15 – 17 Desember 2002. Konferensi ini diikuti
oleh para anggota parlemen yang berasal 9 negara, yaitu Bangladesh, Bhutan, India,
Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi Dunia Tentang Pembangunan Sosial (The World
Summit For Social Development) di Copenhagen tahun 1995 telah dilakukan pembahasan
dengan tema difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan
kesetiakawanan sosial. Dengan latar belakang ini, selanjutnya para Menteri Kesehatan
membicarakan tentang peranan kesehatan dalam pembangunan berkelanjutan, pada
pertemuannya yang ke-13 bulan September 1995. Para Menteri Kesehatan sangat menyadari
tentang keterkaitan antara kemiskinan dengan kesehatan.
Selanjutnya, telah diterbitkan monografi tentang kaitan antara kemiskinan dan
kesehatan sebagai issu regional di Asia Tenggara pada bulan Juli tahun 1997. Monografi
tersebut antara lain menyimpulkan bahwa kebijakan makroekonomi seharusnya diarahkan
untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial secara beriringan. Analisis
membuktikan bahwa penanggulangan kemiskinan dan peningkatan status kesehatan
memerlukan kerangka kebijakan makroekonomi yang kondusif untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkeadilan.
Pada pertemuan mereka pada tahun 1997, para Menteri Kesehatan mengadopsi
Deklarasi Tentang Pembangunan Kesehatan di Regional Asia Tenggara untuk Abad ke-21.
Pada pertemuan tersebut, mereka menyatakan pendiriannya bahwa kesehatan adalah
merupakan inti atau pusat untuk pembangunan dan kesejahteraan. Mereka menyadari bahwa
terdapat hubungan yang sangat erat antara kemiskinan dengan kesakitan, dan membuat
komitmen diantara mereka untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi penduduk miskin
sebagai prioritas yang paling tinggi.
Selanjutnya, dalam Deklarasi tentang Kesehatan Masyarakat di Calcutta, pada bulan
November 1999 antara lain meneguhkan komitmen bahwa penangulangan kemiskinan, dan
keadilan sosial, yang merupakan elemen utama untuk mewujudkan kesehatan bagi semua.
Dengan demikian, keterkaitan antara kesehatan dan pembangunan telah disadari oleh para
pemimpin kesehatan dan pembuat kebijakan di regional Asia Tenggara.
Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan (selanjutnya disebut Komisi) pada
bulan Desember 2001 menekankan pentingnya pembangunan manusia sebagai sentral
pembangunan.
* )
Drs. Arum Atmawikarta, SKM, MPH adalah Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS-
red
Halaman 1
Keterkaitan Antara Kesehatan dan Pembangunan
Laporan Komisi, menganalisis berbagai hubungan keterkaitan antara kesehatan
dengan pembangunan ekonomi yang dapat diterangkan melalui berbagai mekanisme. Berikut
ini akan diuraikan pembahasan terhadap tiga fokus area, yaitu pertama, kesehatan dan
pembangunan, kedua, kesehatan dan kemiskinan, dan ketiga, pendekatan dari aspek
demografi.
Pertama, Kesehatan dan Pembangunan.
Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar
bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat
secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif, dan mendapatkan
penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang,
dimana proporsi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia
sebagai contoh, tenaga kerja laki-laki yang menderita anemia menyebabkan 20% kurang
produktif jika dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki yang tidak menderita anemia.
Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar lebih baik dan akan tumbuh
menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat, pendidikan anak cenderung
untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak sehat.
Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan
masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan
pembangunan ekonomi jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah besar membuktikan
berhasilnya tinggal landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh
terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan peningkatan
gizi. Hal ini antara lain terjadi di Inggris selama revolusi industri, Jepang dan Amerika
Selatan pada awal abad ke-20, dan pembangunan di Eropa Selatan dan Asia Timur pada
permulaan tahun 1950-an dan tahun 1960-an.
Informasi yang paling mengagumkan adalah penelusuran sejarah yang dilakukan oleh
Prof. Robert Fogel, yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori untuk
bekerja, selama 200 tahun yang lalu mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan
per kapita seperti terjadi di Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan pemberian kalori yang cukup, Fogel memperkirakan bahwa perbaikan gizi
memberikan kontribusi sebanyak 30% terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita di
Inggris.
Bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi
kesehatan dan pendidikan yang rendah, mengahadapi tantangan yang lebih berat untuk
mencapai pertumbuhan berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara yang lebih baik
keadaan kesehatan dan pendidikannya. Pada Tabel 1 dibawah ini ditunjukkan tingkat
pertumbuhan dari beberapa negara sedang berkembang pada periode 1965-1994.
Pengelompokan negara-negara tersebut didasarkan atas tingkat pendapatan dan angka
kematian bayi (sebagai proksi dari seluruh keadaan penyakit pada tahun 1965). Tabel tersebut
menjelaskan di negara-negara dengan tingkat angka kematian bayi yang rendah menikmati
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode tertentu.
Angka Kematian Bayi AKB< 50 AKB 50-100 AKB 100-150 AKB > 150
(AKB),1965
Tahun Dasar Pendapatan,
Halaman 2
1965 - 3.7 1.0 0.1
GDP < US$ 750 - 3.4 1.1 -0.7
GDP US$ 750-1500 5.9 1.8 1.1 2.5
GDP US$ 1500-3000 2.8 1.7 0.3 -
GDP US$ 3000-6000 1.9 -0.5 - -
GDP > US$ 6000
Sumber: WHO-SEAR, 2002
Terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10% dari angka
harapan hidup (AHH) waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal 0.3–
0.4% pertahun, jika faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetap. Dengan demikian, perbedaan
tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara maju yang mempunyai AHH tinggi (77
tahun) dengan negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah (49 tahun) adalah
sekitar 1.6%, dan pengaruh ini akan terakumulasi terus menerus.
Peningkatan kesejahteraan ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia
sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat,
sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat
pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu
memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang
untuk untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih
panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan
menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada
gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Peranan kesehatan diantara berbagai faktor pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan
dalam Diagram 1 dibawah ini. Dalam diagram tersebut dapat dilihat, pembangunan ekonomi
disatu fihak, merupakan fungsi dari kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi, pemerintahan
yang baik, dan penyediaan pelayanan publik), dan faktor masukan (sumber daya manusia,
teknologi, dan modal perusahaan) dilain fihak. Kesehatan mempunyai peranan ekonomi yang
sangat kuat terhadap sumber daya manusia dan modal perusahaan melalui berbagai
mekanisme seperti digambarkan.
Kebijakan ekonomi
Pemerintahan yang baik
Penyediaan pelayanan publik
Kesehatan
Teknologi, termasuk:
Pengetahuan ilmiah yang relevan Pertumbuh
untuk menghasilkan inovasi dalam an
difusi ekonomi dalam negeri dengan ekonomi:
menggunakan teknologi dari luar Pertumbuh
an GNP
perkapita,
Penurunan
Halaman 3
kemiskinan
Modal perusahaan, termasuk:
Investasi yang pasti dalam peralatan,
organisasi dan kerjasama karyawan,
peluang investasi untuk menarik
modal
Tabel 2: Angka Harapan Hidup Dan Tingkat Kematian, Menurut Tingkat Kemajuan
Pembangunan Negara (1995-2000)
Tingkat Penduduk Rata-rata Angka Angka Angka
Pembangunan (1999) Pendapatan Harapan Kematian Kematian
Negara Juta Tahunan Hidup Bayi (Per- Anak Balita
(US$) (Tahun) 1000) (Per-1000)
Sangat 643 296 51 100 159
Terbelakang
Pendapatan 1777 538 59 80 120
Halaman 4
Rendah
Pendapatan 2094 1200 70 35 39
Menengah-Bawah
Pendapatan 573 4900 71 26 35
Menengah-Atas
Pendapatan Tinggi 891 25730 78 6 6
Sub-Sahara Afrika 642 500 51 92 151
Sumber: Human Development Report 2001, Table 8, and CMH Calculation using World
Development Indicators of the World Bank
Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit pada penduduk miskin adalah:
Pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap
air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan
mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan karena terdapatnya kesenjangan yang
besar dengan petugas kesehatan, terbatasnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar,
dan terbatasnya pengetahuan untuk menghadapi serangan penyakit.
Konsekuensi ekonomi jika terjadi serangan penyakit pada anggota keluarga
merupakan bencana jika untuk biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang
mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan keluarga jatuh kedalam kemiskinan,
dan jika tidak bisa keluar dari hal ini akan mengganggu tingkat kesejahteraan seluruh anggota
keluarga bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan
awal akan mempunyai pengaruh yang merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan
secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa
pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara
langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan
sekolah. Penyakit dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya pendapatan,
menurunnya angka harapan hidup, dan menurunya kesejahteraan psikologis.
Ketiga, Pendekatan Aspek Demografi
Hal yang paling merugikan, namun kurang diperhatikan, biaya yang tinggi dari
kematian bayi dan anak dapat ditinjau dari aspek demografi. Keluarga miskin akan berusaha
mengganti anaknya yang meninggal dengan cara memiliki jumlah anak yang lebih banyak.
Jika keluarga miskin mempunyai banyak anak maka keluarga tersebut tidak akan mampu
melakukan investasi yang cukup untuk pendidikan dan kesehatan untuk setiap anaknya.
Dengan demikian, tingginya beban penyakit pada keluarga yang memiliki banyak anak akan
menyebabkan rendahnya investasi untuk kesehatan dan pendidikan untuk setiap anaknya.
Bukti empiris tentang adanya hubungan antara tingkat fertilitas dengan tingkat
kematian anak adalah sangat kuat. Negara-negara yang memiliki angka kematian bayi kurang
dari 20, mempunyai angka rata-rata tingkat fertilitas (Total Fertility Rate) sebesar 1.7 anak.
Negara-negara dengan tingkat kematian bayi diatas 100 mempunyai angka rata-rata tingkat
fertilitas 6,2 anak. Pola ini menuntun pengertian kita bahwa negara-negara yang mempunyai
tingkat kematian bayi yang tinggi mempunyai tingkat pertumbuhan penduduk tercepat di
dunia dengan segala konsekwensinya.
Ketika angka kematian anak menurun, disertai dengan turunnya tingkat kesuburan,
secara keseluruhan tingkat pertumbuhan penduduk juga menurun dan rata-rata umur
penduduk akan meningkat. Ratio ketergantungan penduduk juga akan menurun. Perubahan
demografi ini akan mendorong keseluruhan peningkatan GNP per kapita dan pertumbuhan
Halaman 5
ekonomi. Meningkatnya proporsi penduduk usia kerja secara langsung meningkatkan GNP
per kapita.
Halaman 6
kelompok penduduk lain dengan lebih mudah dan sederhana. Kesimpulannya, DALY
mengukur beban yang ditimbulkan oleh penyakit yang diakibatkan oleh kematian dan atau
kecacatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Penggunaan indikator DALY dapat
dianalogikan dengan penggunaan indikator HDI (Human Development Index) yang
dikembangkan oleh UNDP yang merupakan indikator komposit dari kesehatan, pendidikan
dan tingkat pendapatan.
Komisi Makroekonomi dan Kesehatan dalam penyusunan laporannya menggunakan
DALY dan analisis manfaat biaya. Dalam laporan tersebut satu DALY dinilai sebesar rata-
rata pendapatan perkapita dalam setahun.
Tabel 3: Kehilangan Total DALY Dalam Tahun 1990 dan 1999-2001, pada Tingkat Global dan
SEAR (Dalam Juta)
Pada tabel tersebut dapat dilihat secara global pada tahun 1999 kehilangan total
DALY sekitar 1.438 juta. Untuk regional Asia Timur-Selatan pada kehilangan total DALY
pada tahun 1999, 2000, dan 2001 berturut-turut sekitar 412, 425, dan 419 juta. Pada regional
tersebut, terjadi beban ganda dalam masalah kesehatan yaitu disatu fihak menghadapi
masalah penyakit menular (seperti AIDS, TB, dan Malaria) dilain fihak menghadapi penyakit
tidak menular (misalnya Kanker, Hipertensi, dan Diabetes).
Komisi telah mengidentifikasi tujuh penyebab utama kematian yang dialami di
negara-negara berpendapatan rendah (pendapatan pertahun sekitar US$ 300) yaitu:
HIV/AIDS, Malaria, Tuberkulosis/TB, infeksi menular pada anak, masalah kesehatan ibu dan
bayi, kekurangan zat gizimikro, dan penyakit akibat merokok.
Komisi tersebut mengarahkan agar dilakukan intervensi langsung terhadap tujuh
penyebab utama kematian tersebut, dan intervensi tersebut dilaksanakan melalui pelayanan
kesehatan dasar seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan jaringannya agar lebih dekat
pelayanannya terhadap penderita, disebut dengan sistem Dekat Dengan Klien-DDK (Close to
Client-CTC)
Halaman 7
Sebagian besar kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi esensial
tersebut tidak memerlukan teknologi canggih atau tenaga kesehatan dengan keahlian tinggi
seperti tersedia di Rumah Sakit. Dibawah ini disampaikan beberapa intervensi esensial yang
diperlukan untuk menangani berbagai penyakit penyebab utama kematian yaitu sebagai
berikut.
1. HIV/AIDS: Ubah kebiasaan hidup, contohnya hanya melalukan hubungan intim
dengan satu partner, gunakan kondom, gunakan transfusi darah yang aman, gunakan
jarum suntik yang aman.
2. Malaria: Gunakan kelambu yang telah dicelup dengan insektisida, lakukan manajemen
kasus yang baik.
3. Tuberkulosis: Manajemen kasus yang lebih baik melalui DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course)
4. Penyakit infeksi menular pada anak: Imunisasi, penggunaan oralit atau larutan gula
garam
5. Gangguan kesehatan ibu dan bayi: Pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih,
imunisasi ibu dengan tetanus-toksoid
6. Kekurangan zat gizimikro: Yodisasi garam, pemberantasan penyakit cacing pada anak
sekolah
7. Penyakit akibat tembakau: Larangan iklan rokok, naikan pajak rokok.
Meningkatkan Keadilan Melalui Pentargetan Penduduk Miskin Yang Lebih Baik
Memilih intervensi dengan biaya efektif seperti yang telah diuraikan diatas tidak akan
secara otomatis meningkatkan keadilan pelayanan kesehatan. Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi tingkat penggunaan (utilisasi) pelayanan kesehatan secara optimal dan
mempengaruhi status kesehatan yaitu hambatan geografik, pembiayaan, dan sosio-
antropologis. Dengan melaksanakan sistem DDK diharapkan akan menghilangkan hambatan
geografis. Untuk mengatasi hambatan keuangan dianjurkan untuk melaksanakan sistem
asuransi kesehatan untuk menggantikan sistem pembayaran pelayanan kesehatan langsung.
Asuransi kesehatan, diluar asuransi swasta komersial akan mencegah keluarga jatuh kedalam
keadaan melarat. Komisi juga menganjurkan diterapkannya skema skala kecil pembiayaan
kesehatan yang berasal dari masyarakat (Di Indonesia dikenal dengan Dana Sehat), sebagai
manifestasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Hambatan sosio-
antropologi berkaitan dengan bagaimana tanggapan dari sistem kesehatan terhadap kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat, dan seberapa besar jarak ekonomi dan budaya antara
pengguna dan penyedia pelayanan kesehatan.
Halaman 8
Komisi memberikan beberapa rekomendasi tentang langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk meningkatkan intervensi tersebut. Tantangan-tantangan bagi negara-negara di
regional Selatan dan Timur Asia untuk menerapkan rekomendasi ini dan menjabarkannya
dalam paraktek, akan menjawab beberapa tujuan yang ditetapkan oleh Komisi.
Halaman 9
Untuk mencapai peningkatan cakupan pelayanan seperti tercantum pada Tabel 4
diatas, pada tahun 2007 diperlukan tambahan biaya US$ 14 per orang per tahun di negara-
negara berpendapatan rendah, dan US$ 22 per orang per tahun di negara-negara sangat miskin
sebagai tambahan dari pembiayaan kesehatan pada tahun 2002. Dengan kondisi pengeluaran
kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah sebanyak US$ 21 per orang maka total
pengeluaran pada tahun 2007 menjadi US$ 34 dan menjadi US$ 38 pada tahun 2015. Tingkat
pengeluaran ini masih kasar sebagai angka minimum per orang yang diperlukan untuk
melakukan intervensi esensial. Perkiraan ini cukup rasional jika dibandingkan dengan
pengeluaran biaya kesehatan di negara-negara maju yang besarnya lebih dari US$ 2000 per
orang per tahun. Namun disadari bahwa peningkatan biaya yang diharapkan dinegara-negara
berpendapatan rendah masih cukup tinggi mengingat daya beli masyarakatnya masih rendah.
Pembiayaan khusus diperlukan diantara negara-negara tertentu tergantung dari epidemiologi
penyakit dan tingkat pertumbuhan ekonominya.
Sekitar US$ 30-45 harus berasal dari pengeluaraan publik, untuk dua alasan: Pertama,
untuk memenuhi pelayanan publik (misalnya pemberantasan penyakit infeksi menular),
dimana individu kurang mendapatkan insentif terhadap proteksi untuk dirinya sendiri, dan
Kedua, untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan dimana
mereka tidak cukup memiliki uang.
Komisi sadar bahwa dengan pengeluaran publik sekitar US$ 30 – 45, belum banyak
yang dilakukan guna peningkatan kualitas pelayanan kesehatan seperti halnya pelayanan
komprehensif dinegara-negara maju. Perkiraan ini adalah biaya minimal sitem kesehatan
untuk menangani penyakit infeksi menular dan pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi yang
merupakan proporsi terbesar untuk menghindari kematian di negara-negara berpendapatan
rendah. Dengan memberikan intervensi pelayanan kesehatan yang efektif akan meningkatkan
kemampuan daerah untuk menanggapi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat sebagai
pra kondisi untuk meningkatkan askes penduduk miskin terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan umum.
Tabel 5 : Angka Kematian Dibawah Usia 60 Tahun, Dibandingkan Ada Tidaknya Intervensi,
Tahun 1998–2020
Halaman 10
Infeksi Saluran 2,101,802 2,175,873 718,038 2,080,000 686,400
Nafas
Gangguan 2,101,802 1,815,001 1,384,682 1,576,000 1,015,519
Kesehatan
Perinatal
Sumber: WHO-SEAR, 2002
Jika terjadi peningkatan status kesehatan yaitu meningkatnya angka harapan hidup di
negara-negara berpendapatan rendah sebesar 0.5 tahun selama 19 tahun, katakanlah dari 59
tahun menjadi 68 tahun, maka pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dapat mencapai
sekitar 0.5% per tahun.
2002
2007 2015 2007 2015
(Tahun dasar)
Semua Negara 106.1 162.8 200.3 25 46
(3.7%) (4.5%) (3.9%) (0.7%) (0.9%)
Catatan: Biaya dalam Juta US$, Angka dalam kurung adalah % dari GNP, Berdasarkan 8 Negara Asia Selatan
Halaman 11
mempunyai pengeluaran US$ 30 per orang per tahun untuk kesehatan. Dan tidak ada satu
negara pun yang pemerintahnya mengeluarkan US$ 20 per orang per tahun untuk pengeluaran
publik untuk kesehatan.
Negara-negara termiskin didunia ditandai dengan teramat rendahnya pengeluaran
biaya untuk kesehatan dibanding dengan standar negara-negara berpendapatan tinggi.
Walaupun seandainya negara-negara miskin tersebut mengalokasikan sumber daya dalam
negeri lebih banyak untuk kesehatan hal ini tidak akan memecahkan masalah mendasar:
negara-negara miskin tidak memiliki sumber daya biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakatnya. Dengan perkiraan US$ 30 – 40 per
kapita untuk pelayanan esensial, jumlah ini akan menyerap sekitar 10% dari GNP dari negara
miskin tersebut, jauh dari sumber daya dalam negeri yang dapat dimobilisasikan.
Komisi telah menguji secara hati hati peningkatan sumber daya dalam negeri,
terutama sumber daya biaya yang dapat dimobilisasi untuk kesehatan di negara-negara
berpendapatan rendah. Berkaitan dengan sumber daya sektor publik, kemampuan untuk
meningkatkan anggaran kesehatan tentu akan berbeda antar negara hal ini dipengaruhi oleh
struktur ekonomi, kemampuan mengumpulkan pajak, kemampuan bayar hutang, dan banyak
faktor lainnya. Masih terdapat beberapa kasus dimana pengeluaran publik untuk kesehatan
yang sangat rendah mungkin dapat dimobilisasi, tetapi komitmen politik sangat sulit
diperoleh. Jika masyarakat secara tegas dapat dibedakan secara geografis maupun etnis,
pemerintah cenderung memilih untuk mengalokasikan untuk kelompok minoritas daripada
untuk kelompok penduduk yang luas. Begitu pula halnya jika terdapat diskriminasi yang
merugikan terhadap perempuan yang bertanggung jawab terhadap perawatan kesehatan
keluarga, seringkali perhatian menjadi kurang terhadap kelompok miskin secara keseluruhan.
Dapat juga terjadi pengeluaran kesehatan seringkali menjadi tidak efisien atau bahkan
percuma. Keadaan ini terutama terjadi akibat pengeluaran langsung untuk kesehatan oleh
orang miskin guna memperoleh pelayanan kesehatan berkualitas rendah dan pengobatan
kurang tepat. Di China dan India sebagai contoh, penduduk miskin di desa membayar
langsung sekitar 85% palayanan kesehatannya untuk hal-hal yang tidak layak misalnya untuk
pembelian obat yang tidak bermutu, dan tenaga kesehatan yang kurang profesional dan tidak
memiliki lisensi.
Walaupun sebagian besar negara akan memobilisasi lebih banyak biaya untuk
kesehatan, tetapi sangatlah realistik untuk memperkirakan bahwa meningkatnya pendapatan
tidak akan lebih dari 1 – 2% dari GNP dinegara-negara berpendapatan rendah. Sebagai
pedoman indikatif, diperkirakan bahwa rata-rata di negara berpendapatan rendah akan
meningkatkan pengeluaran biaya untuk kesehatan menjadi 1% dari GNP pada tahun 2007 dan
2% pada tahun 2015. Bagi negara-negara dengan pendapatan per kapita US$ 500, kenaikan $
5 per kapita per tahun pada tahun 2007 dan $ 10 pada tahun 2015 tidaklah cukup untuk
menutupi jurang antara biaya untuk pelayanan esensial dengan ketersediaan sumber daya.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan memobilisasi sumber sumber
dana dari luar negeri (donor) untuk dapat menutupi kekurangan pembiayaan bagi negara-
negara berpendapatan rendah.
Strategi dasar untuk reformasi pembiayaan kesehatan di negara-negara berpendapatan
rendah, Komisi menyarankan 6 langkah yaitu: (1) meningkatkan mobilisasi pajak umum
untuk kesehatan guna mencapai 1% dari GNP pada tahun 2007 dan 2% pada tahun 2015, (2)
meningkatkan bantuan dari negara donor untuk membiayai pengadaan barang publik guna
menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan esensial, (3) mengalihkan
pengeluaran langsung ke sistem pra bayar, termasuk program pembiayaan masyarakat yang
didukung oleh pembiayaan publik jika memungkinkan, (4) menggali inisiatif untuk
Halaman 12
membantu negara-negara sangat miskin (HIPC), (5) mengatasi inefisiensi sumber daya
pemerintah dan digunakan untuk sektor kesehatan, (6) realokasi pengeluaran biaya publik dari
pengeluaran yang tidak produktif dan subsidi untuk sektor sosial agar lebih fokus untuk
penduduk miskin.
Tingkat Hambatan
Keluarga dan Masyarakat Terbatasnya permintaan untuk intervensi yang efektif
Hambatan untuk menggunakan intervensi yang efektif : fisik,
biaya, sosial.
Pelayanan Kesehatan Kurangnya dan tidak meratanya distribusi tenaga profesional
kesehatan;
Lemahnya bimbingan teknis, manajemen, dan supervisi;
Tidak cukupnya alokasi obat dan alat kesehatan;
Terbatasnya peralatan dan infrastrutur (termasuk laboratorium
dan komunikasi) dan rendahnya aksesibilitas pelayanan
kesehatan.
Kebijakan Sektor Kesehatan dan Lemahnya dan tersentralisasinya sistem perencanaan dan
Manajemen Strategik manajemen;
Lemahnya kebijakan obat dan peralatan kesehatan;
Tidak memadainya regulasi kefarmasian dan sektor swasta dan
praktek industri;
Kurangnya kerjasama dan kemitraan dibidang kesehatan antara
pemerintah dan masyarakat sipil;
Kurangnya insentif untuk menggunakan input secara efisien dan
tanggapan terhadap kebutuhan pengguna;
Ketergantungan terhadap biaya dari donor sehingga mengurangi
fleksibilitas dan rasa memiliki, kebijakan donor bertentangan
dengan kebijakan negara.
Kebijakan Publik Antar Sektor Birokrasi pemerintahan
Terbatasnya ketersediaan infrastruktur komunikasi dan
transportasi
Karakteristik Lingkungan A. Belum terciptanya Good Governance
Korupsi, pemerintahan yang lemah, lemahnya hukum;
Ketidak stabilan politik dan keamanan;
Prioritas yang rendah bagi sektor sosial;
Rendahnya akuntabilitas publik;
Terbatasnya kebebasan press.
Halaman 13
B. Lingkungan Fisik
Keadaan iklim dan geografik sebagai peredisposisi
timbulnya penyakit;
Keadaan fisik yang menghambat palayanan kesehatan
Halaman 14
Daftar Pustaka
Halaman 15