Anda di halaman 1dari 17

Nama : Linda

Nim : 1944111031

Kelas : B

Matakuliah : Generasi Sosial

ARTIKEL AKTIVIS

 Di Sekolah ini, Siswa Bayar SPP dengan Sampah Plastik. Ide Unik untuk Atasi
Banyak Masalah Sekaligus

Sekolah yang terletak di sebuah desa di Guwahati, kota terbesar di kawasan timur laut India ini
tidak menerima uang sebagai pembayaran, melainkan sampah plastik. Akhsar Foundation yang
didirikan oleh Parmita Sharma, Mazin Mukhtar, dan Prof. Aleka Sharma ini diperuntukkan
bagi anak-anak miskin yang terpaksa kerja untuk membantu perekonomian keluarga alih-alih
menempuh pendidikan. Uniknya lagi, anak-anak di sini juga bisa mendapatkan penghasilan
sembari belajar lho. Seperti apa kisah inspiratifnya.

 Setiap awal minggu, siswa-siswa berbaris di depan pintu membawa puluhan sampah
plastik untuk “bayar SPP” Setiap minggunya, anak-anak berusia 4 – 15 tahun akan
membuat beberapa baris di halaman dengan membawa sampah-sampah plastik di
tangan. Inilah sistem pembayaran Akhsar Foundation. Alih-alih benar-benar gratis
tanpa biaya, para siswa diperbolehkan membayar biaya pendidikan dengan sampah
plastik. Mulai dari botol, bungkus makanan, hingga kantong plastik.
 Meski biayanya hanya 25 sampah plastik seminggu, pelajaran yang diberikan nggak
asal-asalan. Kurikulumnya pun diakui oleh PBB Umumnya sebuah sekolahan tentu
membutuhkan biaya operasional. Mulai dari buku ajar, tenaga pengajar, seragam, dan
lain sebagainya. Lalu, kalau bayarnya saja pakai sampah, jangan-jangan belajarnya juga
sembarangan? Tentu saja tidak demikian. Model pembelajaran di Akhsar Foundation,
kelas atau level belajar siswa disesuaikan dengan skill yang sudah dimilikinya, alih-alih
usia. Artinya, tidak masalah bila baru berusia 8 tahun tapi sudah bisa menyelesaikan
kurikulum untuk kelas 6 SD.

 Selain itu, model pembelajaran di Akhsar Foundation juga mengacu pada kurikulum
yang diakui PBB. Misalnya dalam pelajaran bahasa Inggris, mereka mengacu
pada Cambridge Global English curriculum. Jadi, ilmu yang diberikan pada anak didik
pun nggak asal-asalan. Selain ilmu teoritis, kurikulum di Akhsar Foundation juga
menerapkan sistem praktik. Misalnya, mereka nggak hanya belajar soal fisika dan
ekologi, tapi juga belajar menjadi teknisi panel surya .

 Siswa-siswa juga dilibatkan proses daur ulang sampah ataupun tenaga pengajar. Di
sana, mereka bisa dapat penghasilan Awalnya, Parmita dan Mukhtar berniat mendirikan
sekolah gratis untuk anak-anak miskin. Namun, ternyata para orangtua berpikir bahwa
daripada sekolah, lebih baik anak-anak langsung diajak bekerja dengan supaya bisa
berkontribusi pada perekonomian keluarga. Kebanyakan dari anak-anak di sana bekerja
di pertambangan batu dengan upah maksimal Rp49.000,- setiap harinya.Hal inilah yang
kemudian melatarbelakangi sistem meta-teaching di sekolah ini. Siswa-siswa yang
lebih senior akan diminta untuk mengajari siswa yang lebih junior dengan imbalan
berupa mainan, snack, baju, dan sebagainya. Selain itu, di luar waktu belajarnya, para
siswa juga bisa bekerja di pabrik pengolahan sampah plastik ataupun shelter hewan
untuk merawat anak anjing. Dengan demikian, nggak ada alasan lagi mereka dilarang
sekolah, karena bisa tetap sambil cari uang. Konsepnya saja “earning with learning“.
ARTIKEL INTELEKTUAL

 Media Warga & Transformasi Intelektual Organik


Menulislah. Jika tidak menulis maka kamu akan ditinggalkan sejarah. Kutipan ini diambil
dari percakapan Jawa Pos dengan Pramoedya Ananta Toer, sebelum beliau meninggal
dunia 30 April 2006. Itulah pesan inspiratif yang disampaikan oleh sastrawan Pramoedya
Ananta Toer. Banyak orang menilai bahwa aktivitas menulis adalah hal yang sederhana,
mudah dan tidak terlalu rumit. Menulis dinilai lebih mudah dan sederhana daripada
membaca. 
Dalam ragam persepektif tampaknya tudingan itu menemukan relevansinya, bahwa
menulis sebagai wujud materialisasi ide dan gagasan, tidak serumit yang dibayangkan
banyak orang. Menuliskan ide dan gagasan yang sistematis sebagai instrumen dalam
menyampaikan pesan menjadi menarik saat banyak orang dan masyarakat terjebak dalam
dunia verbalistik, yang sewaktu-waktu hilang ditelan deru sejarah. 
Menulis itu mudah. Tetapi menuliskan ide dan gagasan yang membuat pembaca
bisa enjoy (menikmati) dengan bahasa lugas, barangkali membutuhkan waktu dan latihan
secara terus menerus. Maka wajar, media cetak seperti Kompas, Jawa Pos, Republika,
Surya, Media Indonesia dan Seputar Indonesia memberikan batas jumlah kata dalam
penulisan opini atau artikel. Batasan, sebagai bagian dari metode agar opini tersebut tidak
membuat para pembaca lelah dan capek membacanya. Pun bagi penulis itu sendiri
mampu mendesain idenya tidak terlalu berbelit-belit.
Tidak bisa dibantah jika memposisikan media warga sebagai katarsis perubahan sosial
yang akseleratif. Walau kultur membaca masyarakat kita relatif rendah, menjadi
keniscayaan bahwa media warga memiliki pengaruh luar biasa dalam mengubah cara
pandang dan paradigma masyarakat. Membuat perubahan utamanya dalam paradigma
berpikir atau mindset masyarakat. Tanpa mengabaikan proses pendampingan kultural dan
persuasi terhadap masyarakat, tentang substansi program PNPM Mandiri Perkotaan. Posisi
media warga yang mudah dibaca dan dicerna serta dipahami oleh masyarakat mengenai
program penanggulangan kemiskinan. Dan, pada gilirannya pelan tapi pasti, cara
pandang masyarakat akan berubah.
Tentunya kita ingat, tahun 1970-an saat Nurcholis Madjid (Cak Nur) menembus batas
kesadaran masyarakat kala itu lewat ide-ide cemerlangnya. Cak Nur mengatakan,
Islam yes, Partai Islam No. Lontaran yang kontroversial ini menuai kritik tokoh dan
cendikiawan Muslim saat itu. Pasalnya, posisi umat Islam terkooptasi dan terhegemoni
oleh rezim otoritarianisme Orde Baru Soeharto. 
Alih-alih mempromosikan Islam sebagai tenda dan payung umat Islam dalam sosial
politik, Cak Nur justru melakukan sebaliknya. Substansinya, partai Islam tidak
mencerminkan perilaku umat Islam yang berkemajuan, toleran dan demokratis. Maka
wajar Cak Nur tidak mengampanyekan partai Islam kala itu. 
Ide-ide genuine  Cak Nur melalui buku-buku sebagai produk intelektual mengalir deras
dan tidak bisa dibendung. Buku-buku tersebut berkontribusi luar biasa terhadap wawasan
keislaman dan kebangsaan. Bahkan buku-buku Presiden Soekarno dan Pramoedya
dibredel oleh rezim Orde Baru, karena dinilai akan mengubah dan menjadi doktrin
gerakan sosial masyarakat dalam melawan tirani rezim yang despotik.
Oleh karena itu, dalam mengubah cara pandang dan pemikiran masyarakat, posisi media
sangat diperhitungkan. Lebih dari itu, media tidak sekadar terbit mingguan, bulanan atau
harian. Media memiliki ruh dan ideologi yang diperjuangkan.

 Media dan Intelektual Organik

Tampaknya kita tidak asing dengan istilah yang dipopulerkan oleh Antonio Gramsci.
Sosok Marxist ini menggetarkan peradaban keilmuan yang dinilai tidak berkontribusi
terhadap perubahan sosial masyarakat. Dalam perspektifnya, intelektual hanya menjadi
budak penguasa, bahkan menjadi juru pembenar penguasa. Kelompok marginal seolah
tidak menjadi cemeti untuk menggerakkan kemampuan intlektualnya membela dan
memperjuangkan kaum tertindas agar bisa keluar dari jerat keterpurukan. 

Kegelisahan itulah yang menginspirasi Gramsci bahwa intelektualitas harus menjadi arus
utama dalam gerakan sosial dan perubahan sosial. Intelektualitas tidak sekadar duduk
diam di balik meja, mendesain perubahan tanpa terlibat langsung dengan kondisi nyata.
Intelektualitas sejatinya membangunkan mimpi-mimpi bagi masyarakat. Menyadarkan
akan hak dan martabatnya sebagai manusia yang memiliki kemerdekaan. Intelektualitas
harus menjadi jangkar dan penyanggah masyarakat dalam mendapatkan hak-haknya,
bukan justru menjadikan masyarakat miskin sebagai barang impor atau komoditi yang
laris diperdagangkan. 

Dalam konteks itulah media warga menjadi doktrin perubahan sosial. Arus perubahan
yang mengalir deras menuju pori-pori masyarakat bahwa kemiskinan menjadi musuh kita
semua. Desain media warga tidak sekadar menampilkan progres pemanfaatan BLM dan
jumlah PS 2 yang merasa manfaatnya dari BLM. Lebih dari itu, media warga menjadi
instrumen transformasi kesadaran. Media menjadi transformasi transendensi dan
sensivitas sosial bahwa memperjuangkan warga miskin itu bukan sekadar kebutuhan
project. Memperjuangkan warga miskin itu menjadi gerak teologi, dimana kasih sayang
Tuhan akan mengalir kepada kita bersama.

Posisi kita sebagai pelaku program menjadi medium perubahan sosial masyarakat. Media
efektif menyampaikan pesan dan nilai-nilai universal kepada masyarakat. Oleh karena
itu, sebagai pelaku sejatinya tidak hanya semata-mata mencari pencaharian. Lebih dari
itu, keberfungsian intelektual kita sebagai pelaku program sejatinya menjadi instrumen
perubahan sosial masyarakat menjadi terasa keberadaanya bagi warga miskin. 
ARTIKEL KELAS MENENGAH EKONOMI

 Mengenal kelas menengah di Indonesia dan tantangannya

Kelas menengah atau middle class adalah sekelompok masyarakat yang mampu


mencukupi dirinya sendiri. Mereka tidak masuk ke kelompok orang kaya atau kelompok
orang miskin, mereka berada di tengah. Terkadang mereka juga mampu membeli
keinginan yang di luar kebutuhan utama seperti melakukan liburan atau memiliki mobil.
Kelompok ini yang saat ini tengah mendominasi Indonesia. Menurut Asian Development
Bank, middles class Indonesia adalah mereka yang punya pengeluaran mulai dari US$2-
20 per harinya. Apabila menggunakan perhitungan ini ada lebih dari 100 juta penduduk
Indonesia yang hidup di taraf ini. Mengapa banyaknya middle class ini berpengaruh
terhadap perekonomian? Hal itu dilihat dari penghasilan mereka yang berkecukupan,
yang artinya mereka mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Adanya para middle class
ini membuktikan bahwa semakin banyak penduduk Indonesia yang berhasil keluar dari
garis kemiskinan. Jadi, semakin banyaknya kehadiran para middle class di Indonesia
menandakan perekonomian Indonesia pun tengah menanjak naik. 

 Jenis-jenis Kelas Menengah di indonesia


1. The Aspirator
The aspirator adalah mereka yang menjadi inspirasi bagi orang-orang di
sekitarnya. Mereka merupakan sosok idealis yang punya tujuan hidup ke
depan. Mereka juga berasal dari kalangan berpendidikan yang dikenal
memiliki keahlian tertentu dan punya perhatian besar yang bidang tertentu
secara khusus..
2. The Performer
Mereka adalah middle class yang menjadi wirausahawan. Mereka adalah
sosok yang mampu menggunakan kemampuannya secara maksimal untuk
mencapai sesuatu. Walaupun penghasilan mereka belum dikatakan kaya,
tapi mereka mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan orang lain. Mereka
juga orang yang dekat dengan teknologi karena sering menggunakannya.
3. The expret
Mereka adalah middle class yang senang meningkatkan keterampilan,
hingga akhirnya mereka disebut sebagai para ahlinya. Mereka tidak lelah
belajar untuk meningkatkan kemampuan. Mereka yang termasuk dalam
kategori ini adalah pengacara, dokter, ahli finansial, dan lainnya. Hanya
saja saking sibuknya, mereka terkadang sulit memiliki waktu luang.
4. The Climber
Middle class yang masuk kategori ini adalah para pekerja kantoran,
pekerja pabrik, sales, dan profesi lainnya. Mereka bekerja tidak hanya
untuk diri sendiri, tapi kebanyakan untuk kebutuhan keluarganya. Intinya
mereka bekerja untuk kemapanan keluarga. Selain itu mereka juga
cenderung berpindah pekerjaan supaya mendapatkan gaji yang lebih besar
di tempat yang baru.
5. The Trend-Setter
Mereka adalah sosok yang memberikan inspirasi untuk gaya hidup. Gaya hidup
mereka sering dianggap sempurna oleh para pengikutnya. Namun,
kekurangan dari orang-orang ini adalah mereka cenderung haus perhatian dan
egois.
6. The Follower
Mereka adalah sosok yang kinerjanya dipengaruhi oleh lingkungan.
Mereka cenderung menjadi pengikut trend-setter. Kebanyakan dari
mereka adalah pelajar yang belum memiliki gaji sendiri.Namun, mereka
adalah orang yang cukup up to date terhadap informasi terbaru. Mereka
juga sangat mahir dalam memanfaatkan teknologi.
7. The Flow-er

Mereka adalah kelompok yang kurang memahami perkembangan


teknologi. Mereka hidup tidak ada beban karena lebih senang hidup apa
adanya. Kebanyakan dari mereka adalah sosok yang bekerja sebagai
peran.

ARTIKEL KAUM PROFESIONAL


 Peran Multi-Skills dalam Persaingan Mencari Kerja
Ada orang-orang yang menyukai keterampilan fokus, agar tidak ke mana-mana
orientasi kerjanya. Tetapi tidak sedikit yang lebih menyukai kepemilikan berbagai ragam
keterampilan dalam pekerjaan. Semuanya ada plus minusnya.

Kelebihan keterampilan fokus adalah spesialisasinya jelas. Makin lama digeluti, semakin
tajam, semakin terampil dan bisa menjadi ahlinya. Dalam dunia pendidikan disebut
sebagai pakar. Jenjangnya mencapai tingkatan S3. Jenjang ini setingkat lebih tinggi
daripada spesialis yang berada pada level pascasarjana atau S2.

Hanya saja tidak semua orang memiliki modal finansial yang cukup dalam menempuh
jenjang pendidikan formal. Selain biaya, butuh waktu, tenaga, fikiran yang tidak murah.
Kalau hanya kuliah, mungkin bisa. Tetapi untuk benar-benar kuliah, membutuhkan
komitmen.

ARTIKEL PERS/MEDIA

 Jalur Sunyi Pers Mahasiswa

Kemunculan pers kampus dapat dimaknai sebagai sarana dalam memunculkan ide
dan gagasan yang diusung oleh kelompok intelektual mahasiswa sebagai wacana
alternatif.
Pada kondisi cekaknya pers kampus, kita kehilangan narasi dan literasi oposisi dari
kehidupan sosial, karena arus dominan informasi menjadi seolah hak prerogatif
kekuasaan.

Situasi serupa dinyatakan secara Fernando Baez, Penghancuran Buku dari Masa ke
Masa, 2017, bahwa kehancuran media layaknya buku, sesungguhnya
menghilangkan memori kolektif dan keberadaan beragam pemikiran berbeda.
Begitu pula pada seleksi alam pers mahasiswa. Perlu redefinisi tentang pers
mahasiswa, karena banyak universitas membangun media komunikasi kehumasan,
sebagai alat penjaga citra, jauh dari esensinya mewakili suara publik.

Keberadaan pers mahasiswa, tidak hanya menjadi produk khas dari kaum
terpelajar berjuluk mahasiswa, dengan domain bahasan terikat secara keilmuan
dalam kebebasan akademik, sekaligus kebebasan mimbar akademik.

ARTIKEL LEMBAGA SWALAYAN MASYARAKAT

 PERANAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) TERHADAP


PEMBANGUNAN POLITIK DAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi
yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari kegiatannya. Pada praktiknya kondisi sosial ekonomi di Indonesia yang
masih rendah telah memaksa beberapa pihak menggunakan Organisasi Masyarakat dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk meraih kepentingan mereka. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui pendekatan metode yuridis
normatif yakni metode yang metode yang digunakan dengan menguasai hukumnya bagi
suatu persoalan tertentu serta bagaimana melaksanakan atau menerapkan peraturan-
peraturan hukum tersebut. Dari hasil pembahasan, distorsi peran Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) di Indonesia terjadi karena beberapa faktor yaitu: adanya motif
mencari keuntungan, ketiadaan sumber dana dan rendahnya profesionalisme, latar
belakang profesi aktivis yang beraneka ragam, konsep idelogi yang tidak jelas serta
regulasi yang terlalu longgar. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk
mengembalikan kembali peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pilar civil
society yang dapat dilakukan melalui reposisi internal dan eksternal.

ARTIKEL SENIMAN
 Pentingnya Stress Kerja terhadap Pekerja Kreatif

Stres kerja sering kali selalu dianggap sebuah pengaruh negative terhadap kinerja
seseorang. Padahal tidak semua pekerjaan harus dihindarkan pada persoalan stress kerja.
Seseorang mampu mengalami stress umumnya ketika seseorang tersebut menganggap
adanya ancaman bahaya dari lingkungan sosialnya. Dengan adanya respon ancaman
bahaya tersebut maka timbullah stress. Dan hal ini mampu menghambat kinerja
seseorang.
Kreatifitas yaitu kesatuan pengetahuan dari berbagai pengalaman yang bertolak belakang
untuk menghasilkan ide-ide baru dan lebih baik. Atau bisa disebut sebagai inisiatif
seseorang terhadap proses yang telah dilaluinya dengan selalu membuka pikirannya
untuk berpikir mencari hal positif yang bisa membuat dirinya untuk tidak berlarut-larut
dalam masalah. 

Umunya seseorang yang memiliki keterampilan kreatif mampu mengamati situasi dan
masalah-masalah yang sebelumnya tidak diperhatikan orang lain. Atau mampu
memunculkan ide-ide dan masalah-masalah yang dihadapinya dari berbagai sudut
pandang, atau memiliki banyak alternatif dari masalah yang dihadapinya.

ARTIKEL KAUM NOVELIS

 Selasih (1909—1995)
Selasih terkenal sebagai seorang novelis, cerpenis, dan penyair. Nama aslinya adalah
Sardiamin Ismail. Nama samarannya cukup banyak, selain Selasih, ia kadang-kadang
memakai nama Seleguri, Seri Gunung, Seri Tanjung, Dahlia, Ibu Sejati, Seri Gunting,
Bunda Kandung, Mande Rubiah, dan Kak Sarinah. Dia dilahirkan di Talu, Pasaman,
Sumatra Barat, 12 Juli 1909 dan meninggal dunia di Pekanbaru, Jumat, 15 Desember
1995. Orang tuanya bernama Laur Datuk Rajo Melintang. Orang tua Selasih, selain
dikenal sebagai petani juga bekerja sebagai pemborong (waktu itu biasa disebut andama)
kayu-kayu perumahan. Selasih, pada masa kecilnya diberi nama oleh orang tuanya
Basariah, tetapi sering sakit-sakitan. Oleh sebab itu, nama Basariah diganti dengan nama
Sari Amin--kedua kata dipisahkan. Namun, Selasih menggabungkan kedua kata itu
menjadi satu, yaitu Sardiamin; tambahan Ismail adalah nama suaminya. Selasih menikah
pada tahun 1941 dengan Ismail yang pada waktu itu bekerja sebagai seorang pokrol atau
pembela perkara di landraad. Selasih memperoleh dua orang putri dan empat cucu. Anak
Selasih bernama Suhartini dan Suryahati. Pendidikan terakhir Selasih adalah Meisjes
Normaalschool (Sekolah Guru Perempuan). Pendidikan ini dijalaninya di Padang Panjang
tahun 1921—1925. Pada masa penjajahan Jepang, Selasih mengikuti Sekolah Tinggi
Pendidikan zaman Jepang atau Jo Kien Sihan Gakkon sekitar tahun 1943—1944 di
Padang Panjang. Dia juga pernah mengikuti pendidikan di sekolah Samilussalam
kepunyaan Ja'afar Jambek di Bukit Tinggi. Sekolah ini menjadikan Selasih dekat dengan
agama Islam dan kemudian menjadi pengurus organisasi Islam yang aktif. Setelah
menikah, Sardiamin mengikuti suaminya ke Teluk Kuantan dan menjadi guru di
Schahelschool milik Kuantan Institut. Pada zaman kemerdekaan Sardiamin mengajar di
sebuah kursus guru dan SMP. Tahun 1946 Sardiamin menjadi Kepala Sekolah Rumah
Tangga milik Perwari. Selanjutnya, tahun 1948 ia mengajar SMP sebab Sekolah Rumah
Tangga milik Perwari itu dijadikan SKP dan disatukan dengan SMP. Tahun 1952 ia
mulai mengajar di SMA Setia Darma. Baru kemudian pada tahun 1955 ia ddiangkat
menjadi guru honorer di SMA negeri dan akhirnya pada tahun 1956 ddiangkat menjadi
guru tetap sampai pensiun tahun 1968. Selasih adalah seorang perempuan yang sangat
aktif. Selain menjalani profesi utamanya sebagai guru (di Bengkulu dan Bukittinggi) ia
juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik, misalnya sebagai Sekretaris
Serikat Dagang Bengkulu, Ketua Jong Islamieten Bond Dames Afdeling Cabang
Bukittinggi (1928—1930), anggota DPRD Riau (1947—1948). Bahkan, sampai usianya
yang telah lanjut, Selasih masih aktif dalam bidang organisasi seperti Pengurus Persatuan
Wredatama Republik Indonesia, Pengurus Ikatan Keluarga Sumatra Barat, dan Pengurus
Wanita Islam. Karya-karya Selasih berbentuk cerpen, puisi, novel, dan berbagai artikel.
Novel- novel yang ditulisnya adalah Kalau Tak Untung (1933), Pengaruh Keadaan
(1937), Kembali ke Pangkuan Ayah (1982), dan Musibah Membawa Bahagia (1986).
Puisi- puisinya masuk ke dalam kumpulan Puisi Baru (1946, Sutan Takdir Alisjahbana,
ed.), Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979, Toeti Herawati, ed.), Tonggak 1 (1987, Linus
Suryadi AG, ed.), Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia (Korrie Layun
Rampan, ed.). Cerita remaja dan cerita anak, yaitu Panca Juara (1981), Nakhoda Lancang
(1982), Cerita Kak Murai (1984), Sutan Tumanggung Nan Rancak di Labuah (1983),
Bujang Pdiaman Jo Puti Payuang Lauik (1983), Puti Mambang Lauik (1984), Rangkiang
Luluih (1985), Cerito Kukuak Kekek (1985), Ngalau Kamang (1986), Rantak si Gadih
Ranti (1986), Malatuihnyo Gunung Tujuah (1987). Selasih sudah menjadi pengurus
organisasi pada saat usianya masih sangat muda, yaitu sekitar 14 tahun. Pada tahun 1925
ia menjadi Sekretaris Serikat Dagang Bengkulu bagian kaum Ibu. Tahun 1927 ia menjadi
Sekretaris Serikat Kaum Ibu Lubuk Sikaping. Setelah beberapa kali menjadi sekretaris,
berikutnya Selasih pun menjadi ketua sebuah organisasi, yaitu ketua Jong Islamiten Bond
Dames Afdeling (JIBDA) pada tahun 1928 di Bukittinggi. Di samping sebagai seorang
guru, aktif sebagai pengurus Persatuan Guru Indonesia di Bukittinggi. Organisasi lain
yang juga diikutinya adalah Serikat Kaum Ibu Sumatra (SKIS). Dalam organisasi ini,
Selasih duduk sebagai sekretaris. Sewaktu ia pindah ke Padang Panjang, Selasih menjadi
ketua SKIS Cabang Padang Panjang juga menjadi pengurus Persatuan Guru Indonesia
(PGI) Padang serta pengurus Persatuan Normaalschool di Padang Panjang. Tahun 1937
Selasih ddiangkat menjadi Gawestelyleister NPS seluruh Sumatra Barat/pengawas daerah
sampai tahun 1942. Selanjutnya, ketika pindah ke Payakumbuh di tahun 1939, Selasih
juga menjadi ketua SKIS Cabang Payakumbuh dan pengurus PGI. Selasih adalah seorang
pengarang wanita pertama yang dapat menembus Balai Pustaka. Berbagai macam
komentar dan ulasan muncul untuk mengomentari Selasih. Ajip Rosidi menguraikan
bahwa tidak ada seorang pun penyair wanita yang menerbitkan kumpulan sajaknya pada
masa sebelum perang. Betapa pun besarnya kehendak untuk berbincang panjang
mengenai puisi yang ditulis oleh para penyair wanita, bahan-bahan yang ada
membuktikan bahwa hal itu tidak mungkin. Beberapa nama pernah muncul dalam
berbagai majalah, tetapi tidak cukup berarti untuk dibicarakan secara khusus. Yang
paling berarti ialah Sardiamin yang sering mempergunakan Selasih, Seleguri, dan lain-
lain, yang lebih terkenal karena romannya Kalau Tak Untung (1933), dan Pengaruh
Keadaan (1937). Beberapa sajaknya dimuat juga oleh Sutan Takdir dalam bukunya, Puisi
Baru (1946)" (Membicarakan Puisi Indonesia Jilid 1 1975:14). H.B. Jassin mengatakan
bahwa Selasih diperkenalkan sebagai penyair karena banyak menulis puisi dalam majalah
Pandji Poestaka dan Poedjangga Baroe, tetapi bentuk dan isi sajak-sajaknya masih amat
tradisional. Kekuatan Selasih terletak dalam prosa, seperti dibuktikannya dengan kedua
romannya, yaitu Kalau Tak Untung dan Pengaruh Keadaan yang merupakan buku-buku
best-seller Balai Pustaka (Pengarang Indonesia dan Dunianya: Kumpulan Karangan,
1983:63—63). Menurut U.U. Hamidy dalam (1976) pendidikan yang diperoleh oleh
Sardiamin cukup tinggi dan istimewa untuk masa itu sebab pendidikan untuk wanita di
masa itu masih merupakan hal langka. Hak Cipta © 2021 Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementerian

ARTIKEL PUISIWAN

 Moh. Wan Anwar (1970—2009)

Moh. Wan Anwar dikenal sebagai seorang penyair. Ia dilahirkan di Cianjur pada
tahun 1970. Saat menjadi mahasiswa IKIP Bandung (sekarang) UPI, ia aktif dalam
berbagai kegiatan pers mahasiswa. Bersama teman-temannya, ia mendirikan Arena Studi
Apresiasi Sastra (ASAS) di IKIP Bandung pada tahun 1991. Moh. Wan Anwar
menamatkan pendidikan S2 Ilmu Sastra di Universitas Indonesia. Sehari-harinya ia
mengajar di FKIP Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa dan redaktur majalah
Horison dalam rubrik "Kakilangit". Ia menetap di Serang, Banten. Wan Anwar juga aktif
di berbagai kegiatan sastra. Berkali-kali ia menjadi pembicara atau peserta dalam seminar
kesastraan, misalnya, ia sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Sastra Indonesia
yang diadakan Forkomnas Mahasiswa Sastra Indonesia, mulai dari Universitas Bung
Hatta Padang (1991), UNAIR di Surabaya (1993), STKIP Gorontalo (1995), dan UNS
Solo (1996). Kegiatan yang berkaitan dengan tulis-menulis sajak dilakukannya sejak
tahun 1990. Sajak-sajaknya dipublikasikan dalam berbagai media massa cetak, seperti di
Pikiran Rakyat asuhan Saini KM, Bandung Pos dan Mitra Budaya asuhan Suyatna
Anirun, Mingguan Hikmah, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Republika, Suara
Merdeka, Kompas (dalam rubrik "Bentara"), Koran Tempo, dan majalah sastra Horison
Sejumlah puisi Wan Anwar terkumpul dalam beberapa antologi, seperti Rumah Kita
(ASAS) tahun 1994, Malam 1000 Bulan (FSB) tahun 1997, Antologi Penyair Bandung,
Antologi Puisi Indonesia (KSI) tahun 1997, Transendensi Waktu tahun 1996, Angkatan
2000 (Gramedia) tahun 2000, dan Horison Sastra Indonesia; Kitab Puisi (Horison) tahun
2002, dan antologi puisi tunggalnya berjudul Sebelum Senja Selesai yang diterbitkan di
Banten oleh penerbit Imaji Indonesia pada tahun 2002. Maman S. Mahayana dkk. (2002)
menyatakan bahwa Wan Anwar adalah seorang penyair yang barangkali "sengaja"
memilih jalurnya sendiri secara agak lain. Dikatakan agak lain karena penyair ini tidak
hendak membangun suasana peristiwa dalam sajak-sajaknya, tetapi membangun suasana
kegelisahannya sendiri; suasana batin yang berkecenderungan sangat individual ketika
berhadapan dengan pengalaman eksistensial. Meskipun ia berusaha menyodorkannya
melalui pencitraan alam sebagai alat melakukan analogi, kegalauan individual itu benar-
benar menjadi sangat personal dan ia tidak menariknya pada problem sosio-kultural.
Segalanya seperti dipulangkan kembali kepada diri yang sedang dalam proses mencari.
Jadilah yang muncul ibarat potret dirinya dalam proses itu. Maman menyimpulkan bahwa
cara pengucapan Wan Anwar yang seperti itu sesungguhnya bukan sesuatu yang baru.
Kegelisahan individual yang dikemas secara abstrak dalam bentuk penghadiran suasana,
telah dirintis Ajip Rosidi dalam sejumlah besar puisinya. Dodong Djiwapraja juga
tergolong pengusung puisi suasana semacam itu. Moh. Wan Anwar meninggal dunia
pada tanggal 23 November 2009 di Banten. Hak Cipta © 2021 Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

ARTIKEL ARTIS

 Belum Menikah, Begini Cantiknya Para Artis Ketika Pakai Gaun Pengantin
Beberapa artis muda berhasil mencuri perhatian saat mereka mengenakan gaun
pengantin. Ada yang memakainya untuk keperluan photoshoot, ada juga yang
menggunakannya untuk keperluan syuting. Meski belum menikah, pesona cantik artis ini
terpancar saat berbalut wedding dress terlihat sangat memukau seperti, Amanda
Manopo,Natasya Wilona dan deretan artis lainnya.

ARTIKEL ROHANIAWAN

 ROHANIWAN
Verba membimbing, memimpin, mengarahkan, mengimami, mengayomi,
menuntun, menunjuki; mendamaikan, menenangkan, menenteramkan; membina,
memedomani, mendidik, meneladani, mengajarkan, menunjukkan membaiat, membaptis,
melantik, menahbiskan, mendaulat, menetapkan, mengangkat, mengukuhkan,
menobatkan, menunjuk belajar, berguru, mencantrik, mengikut, mengimam, menyantri
menasihati: berceramah, berdakwah, berkhotbah, berpidato, mengajar, menguliahi,
mensyarah, menyeru, mewartakan mematuhi, menaati, mengikuti, menjunjung tinggi,
menuruti beriman, bertakwa; berilmu, berpengetahuan membacakan doa; berdoa,
mendoakan adjektiva alim, saleh, imani; patuh, setia, taat, taklid; istiqamah, takwa,
taslim, tawakal ahli, bestari, pandai; arif, bijak, bijaksana; adil kanaah, makrifat, rida,
warak, zuhud baik, beradab, bermoral, halus, hormat, jujur, lembut, lurus hati, santun,
sopan, sopan santun nomina buya, kiai, tuan guru, ulama, ustaz; pendeta, pastor, paus,
kardinal; banthe, biku, pedanda; guru, pendeta, sangha, swami; guru agama (wen shi),
penebar agama (jiao sheng), pendeta (xue shi); rabi; uskup ceramah, dakwah, khotbah,
pidato, syarahan; warta cantrik, katekumen, murid, penganut, pengikut, pengiman, santri.

ARTIKEL KELOMPOK KEPENTINGAN

 Kartu Prakerja: ketika kelompok kepentingan terlibat dalam ‘solusi’


krisis COVID-19
Peluncuran program Kartu Prakerja sebagai solusi untuk mengatasi dampak ekonomi
COVID-19 adalah contoh bagaimana pemerintah mengakomodasi keinginan kelompok
kepentingan – dalam hal ini kelompok perusahaan teknologi – di masa krisis.Program
Kartu Pekerja adalah salah satu janji kampanye Presiden Joko"Jokowi" Widodo pada
pemilihan presiden tahun lalu untuk mengurangi angka pengangguran dengan
meningkatkan kompetensi tenaga lewat pelatihan gratis.Program ini kemudian dirancang
kembali oleh pemerintah dalam dokumen perencanaan tahun 2020-2024 untuk
meningkatkan kompetensi kerja, bukan untuk membantu masyarakat mengatasi dampak
guncangan ekonomi (economic shock) akibat pandemi.

Sebagai sebuah kebijakan, Kartu Prakerja bukanlah solusi yang mengakar pada masalah
publik. Kartu Prakerja adalah solusi yang dimodifikasi untuk mengakomodir kepentingan
kelompok.

Dari sisi manajemen hingga pelaksanaan, Kartu Prakerja tidak memperlihatkan


kesesuaian dengan rencana pemerintah.
Dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah 2020, pemerintah menargetkan pembentukan
sebuah lembaga pengelola Kartu Prakerja yang profesional. Lembaga ini perlu dijalankan
oleh orang-orang yang punya keahlian di bidang pelatihan dan ketenagakerjaan.

Saat ini, manajemen pelaksana program Kartu Prakerja diisi oleh pejabat dari di Kantor
Staf Presiden (KSP), sebuah pusat kendali pemerintahan dan pengendalian prioritas
nasional, yang tidak memiliki latar belakang yang selaras dengan kebutuhan lembaga.
Misalnya, posisi direktur eksekutif diisi seorang ekonom; sedangkan posisi direktur
komunikasi diisi orang yang sebelumnya memegang jabatan Government Relation di
Gojek dan Treasury Director di Visa.

Kartu Prakerja tidak mendorong pelatihan yang terkait industri 4.0 seperti yang
dicanangkan dalam (RPJMN) 2020-2024 maupun oleh Kementerian Perindustrian.
Berdasarkan peta jalan “Making Indonesia 4.0”, Kementerian Perindustrian menetapkan
lima sektor manufaktur prioritas: industri makanan dan minuman; tekstil dan pakaian;
otomotif; elektronik; dan kimia.

Dalam laman resmi Kartu Prakerja, tidak ada pelatihan terkait kelima industri diatas.
Beberapa contoh pelatihan yang ditawarkan lewat program ini adalah tentang berjualan
online, tata rias, dan fotografi.
Pelatihan yang diberikan juga bertentangan dengan prinsip-prinsip vokasi.
Berdasarkan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan vokasi bertujuan
meningkatkan penguasaan keahlian terapan tertentu. Maka, pendidikan vokasi perlu
mendorong lebih banyak praktek daripada teori.

Pelatihan yang ditawarkan Kartu Prakerja seluruhnya adalah teori; praktek diserahkan
sepenuhnya pada peserta.

Jelas bahwa Kartu Prakerja yang saat ini ditawarkan bukanlah solusi untuk masalah
publik, seperti kemiskinan dan pengangguran. Kartu Prakerja merupakan solusi untuk
kelompok kepentingan yang dibungkus sebagai solusi untuk masalah publik.

Anda mungkin juga menyukai