Anda di halaman 1dari 94

GAMBARAN PENATALAKSANAAN PEMBERIAN AIR

CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS)


TERHADAP PASIEN TYHPOID DI
PUSKESMAS CIBEUREUM

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai


Gelar Sarjana Keperawatan

CHANDRA MULYANA
MB 1016042

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : GAMBARAN PENATALAKSANAAN PEMBERIAN AIR


CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS) TERHADAP
PASIEN TYPHOID DI PUSKESMAS CIBEUREUM

NAMA : CHANDRA MULYANA


NIM : MB1016042

Telah Disetujui Untuk Diajukan Pada Sidang Akhir

Pada Program Studi Sarjana Keperawatan

Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana

Menyetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Rikky Gita Hilmawan, M.KM Ns. H. Asep MP, SST., S.Kep., MH.Kes

Program Studi Sarjana Keperawatan Kampus Kota Tasikmalaya

Ketua

Ns. Hilman Mulyana, S.Kep., M.Kep

i
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : GAMBARAN PENATALAKSANAAN PEMBERIAN AIR


CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS) TERHADAP
PASIEN TYPHOID DI PUSKESMAS CIBEUREUM

NAMA : CHANDRA MULYANA


NIM : MB 1016042

Skripsi ini telah dipertahankan dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan
Dewan Penguji Program Studi Sarjana Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Tasikmalaya
Pada 2 September 2020

Mengesahkan
Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana

Penguji 1 Penguji 2

Ns. H. Bahrudin Lutfi S, S.Kep., M.Kep Meti Surasti, STT., MH.Kes

Fakultas Keperawatan
Dekan

R. Siti Jundiah, S. Kp., M.Kep

PERNYATAAN

ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa :

a. Penelitian saya, dalam skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan

untuk mendapatkan gelar akademik (S.Kep), baik dari Fakultas

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana maupun perguruan tinggi lain.

b. Penelitian dalam skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian

saya sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain kecuali arahan tim pembimbing.

c. Dalam penelitian ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah pengarang dan dicantumkan dalam daftar

pustaka.

d. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar

yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan

norma yang berlaku di Universitas Bhakti Kencana.

Tasikmalaya, Mei 2020


Yang membuat pernyataan,

Materai 6000

(Chandra Mulyana)
MB 1016042

ABSTRAK

iii
Typhoid atau yang dikena Thypus merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri Slamonella typhi menyerang sistem pencernaan.
Masyarakat meyakini pengobatan tradisional dengan menggunakan rebusan air
cacing tanah jenis Lumbricus Rubellus. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan
kegiatan program P2 Demam typhoid di Kota Tasikmalaya jumlah penderita
demam typhoid positif ditemukan mencapai 616 penderita yang salah satunya di
Puskesmas Cibeureum menduduki peringkat ke 4 dengan jumlah 54 penderita
typhoid positif pada bulan Januari – Juli 2020.
Tujuan Penelitian ini menggambarkan penatalaksanaan pemberian air cacing
pada pasien typhiod diwilayah kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya
Tahun 2020. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriftif yang
menggambarkan pengobatan typhoid menggunakan rebusan air cacing dan obat
sitetis kimia. Populasi penelitian sebanyak 54 orang. Sampel yang digunakan ialah
total sampling pada penderita yang dinyatakan sembuh pernah memiliki riwayat
typhoid.
Hasil Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden melakukan pengobatan kombinasi antara pengobatan rebusan air
cacing dengan obat sintetis kimia sebanyak 39 orang atau (72.2%). Jumlah
responden yang menggunakan pengobatan air cacing saja saat typhoid ialah
sebanyak 13 orang atau (24.1%). Sebagian kecil responden melakukan
pengobatan dengan meminum obat sintetis kimia saja sebanyak 2 orang atau
(3.7%).

Kata Kunci : Rebusan Air Cacing


Daftar Pustaka : 5 E-Book (2010-2016)
4 Website (2011-2020)
10 Jurnal (2004-2019)
2 Skripsi (2010-2018)

ABSTRACT

iv
Typhoid or what is known as Thypus is an infectious disease caused by
Slamonella typhi bacteria that attacks the digestive system. People believe in
traditional medicine using boiled water for earthworms of the Lumbricus
Rubellus type. Based on the evaluation of the implementation of the P2 typhoid
fever program activities in Tasikmalaya City, the number of positive typhoid fever
sufferers was found to reach 616 patients, one of which was at Cibeureum Health
Center in 4th place with 54 positive typhoid sufferers in January - July 2020.
The purpose of this study describes the management of giving worm water
to typhoid patients in the work area of the Cibeureum Public Health Center,
Tasikmalaya City in 2020. This research method uses descriptive methods which
describe the treatment of typhoid using boiled worm water and chemical synthetic
drugs. The study population was 54 people. The sample used was the total
sampling of patients who were declared cured who had a history of typhoid.
Results Based on the results of the study showed that most of the
respondents did a combination treatment between treatment of boiled water
worms with chemical synthetic drugs as many as 39 people or (72.2%). The
number of respondents who used worm water treatment only during typhoid was
13 people or (24.1%). A small proportion of respondents did treatment by
drinking chemical synthetic drugs alone as many as 2 people or (3.7%).

Keywords: Worm Water Stew


Bibliography : : 5 E-Book (2010-2016)
4 Website (2011-2020)
10 Jurnal (2004-2019)
2 Skripsi (2010-2018)

KATA PENGANTAR

v
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala

rahmat dan kebesaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Air Cacing Tanah

(Lumbricus Rubellus) Terhadap Pasien Typhoid Di Puskesmas Cibeureum

Kota Tasikmalaya Tahun 2020”. Skripsi ini dibuat dan diajukan untuk

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana (S-1) Keperawatan di

Universitas Bhakti Kencana Kota Tasikmalaya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan,

sumbangan pikiran serta dorongan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. H. Mulyana, SH., M.Pd., MH.Kes., selaku Ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana Bandung.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH. Kes., Apt selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana

Kota Tasikmalaya.

3. R. Siti Jundiah, S. Kp., M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana Kota Tasikmalaya.

4. Ns. Asep Mulyana, S.kep., MM.M.Kep., selaku Ketua Koordinator Cabang

Universitas Bhakti Kencana Kota Tasikmalaya.

5. Ns. Hilman Mulyana, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi PSDKU

Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Kota Tasikmalaya.

6. Rikky Gita Hilmawan. M.KM., selaku Pembimbing I yang telah berkenan

memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran selama penyusunan skripsi

ini.

vi
7. Ns. Asep MP, SST., S.Kep., MH.Kes, selaku Pembimbing II yang telah

berkenan memberikan nasehat dan masukan selama penyusunan skripsiini.

8. Staf Dosen Universitas Bhakti Kencana Kota Tasikmalaya yang telah

mendidik dan memberi dorongan moril selama mengikuti pendidikan.

9. Bapak Hilman, selaku pemegang program kesekretariatan dan Penderita

Typhoid Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya.

10. Kedua Orang Tua tercinta yang sangat penulis hormati dan sayangi, yang

selalu memberikan do’a, wejangan, serta dorongan baik moril maupun

materil.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, baik

langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu parsatu.

Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan yang disebabkan oleh

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, mohon kepada para

pembaca untuk sudi kiranya memberikan saran, pandangan dan kritikan yang

bersifat membangun demi sempurnanya skripsi ini. Semoga semua amal kebaikan

yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah

SWT.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan

bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Aamiin.

Tasikmalaya, Mei 2020

Penulis

Chandra Mulyana
MB 1016042

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

PERNYATAAN .............................................................................................. iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRAC ........................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 6

1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................. 6

1.4 Manfaat penelitian ..................................................................................... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 7

viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................... 9

2.1.1 Morfologi Air Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)......................... 9

2.1.2 Typhoid atau Thypus......................................................................... 18

2.2 Kerangka Teori........................................................................................... 27

2.3 Kerangka Konseptual.................................................................................. 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian................................................................................ 30

3.2 Paradigma Penelitian................................................................................. 30

3.3 Defenisi Konseptual dan Definisi Operasional........................................ 31

3.3.1 Defenisi Konseptual........................................................................ 31

3.3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 31

3.4 Populasi Dan Sampel................................................................................ 32

3.4.1 Populasi Penelitian ........................................................................... 32

3.4.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 32

3.5 Pengumpulan Data.................................................................................... 33

3.6 Intrumen Penelitian..................................................................................... 34

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen..................................................... 35

3.7.1 Uji Validitas ..................................................................................... 35

3.7.2 Uji Reliabilitas ................................................................................. 36

3.8 Langkah – langkah penelitian..................................................................... 37

3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data............................................................. 39

3.9.1 Pengolahan Data .............................................................................. 39

ix
3.9.2 Analisa Data ..................................................................................... 41

3.10 Etika Penelitian........................................................................................ 42

3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................. 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil............................................................................................................ 44

4.2 Pembahasan................................................................................................. 46

4.3 Keterbatasan Penelitian............................................................................... 52

BAB V SIMPULAN

5.1 Kesimpulan................................................................................................. 53

5.2 Saran........................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Daftar Jumlah 10 Besar Penyakit 2019 Di Wilayah Kerja Puskesmas

Cibeureum Kota Tasikmalaya.......................................................... 4

Tabel 2.1.1 Kandungan Pada Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus)................. 16

Tabel 2.1.2 Typhoid Morbidity Score............................................................... 22

Tabel 3.3.2 Definisi Oprasional........................................................................ 31

Tabel 3.7.1 Nilai Uji Validitas Setiap Item Soal Kuisioner.............................. 36

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Pasien Typhoid

Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya.......... 45

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien

Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

.......................................................................................................... 45

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Pasien

Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

.......................................................................................................... 45

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pasien

Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

.......................................................................................................... 45

Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Penatalaksanaan

Pengobatan Pasien Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum

Kota Tasikmalaya............................................................................. 46

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.1 Taksonomi Dari Cacing............................................................. 11

Gambar 2.2 Kerangka Teori Typhoid............................................................... 27

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual.................................................................... 29

Gambar 3.2 Paradigma Penelitian..................................................................... 30

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Imformed Consent

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Responden

Lampiran 3 : Data Demografi Responden

Lampiran 5 : Kuisioner Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Statsitik Penelitian

Lampiran 7 : Dokumentasi Penelitian

Lampiran 8 : Form Catatan Bimbingan

Lampiran 9 : Lembar Revisi Sidang Proposal

Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian KESBANGPOL Kota Tasikmalaya

Lampiran 11 : Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya

Lampiran 12 : Surat Balasan Izin Penelitian Dari Puskesmas Cibeureum Kota

Tasikmalaya

Lampiran 13 : Surat Pengantar Izin Uji Validitas Dan Reabilitas Puskesmas

Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

xiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

4x6 cm

Nama : Chandra Mulyana

NIM : MB1016049

Tempat/Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 22 Juli 1996

Alamat : Jl. Cilendek Kp. Pabrik RT03 RW 04 Kelurahan

Kotabaru Kecamatan Cibeureum Kota

Tasikmalaya

Nomor Telpon : 081213828942

Email : mulyanachandra220796@gmail.com

Pendidikan

1. Tahun 2001 – 2003 : TK PGRI Tasikmalaya

2. Tahun 2003 – 2009 : SDN Cibeureum 1 Kota Tasikmalaya

3. Tahun 2009 – 2012 : SMPN 11 Tasikmalaya

4. Tahun 2012 – 2015 : SMK Angkasa Tasikmalaya

5. 2016 – Sekarag : Universitas Bhakti Kencana Tasikmalaya

Jurusan S-1 Keperawatan

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Etnozologi merupakan ilmu yang mengkaji pengetahuan lokal dan hubungan

antara manusia, hewan, dan lingkungan sekitar). Dalam kehidupan manusia tidak

lepas dari pemanfaatan berbagai sumber daya hayati. Sumber daya hayati yang

dimaksud yaitu, tumbuh-tumbuhan, dan hewan (Anderson, dkk. 2011:83).

Perkembangan pengobatan tradisional semakin maju dan berkembang pesat hal

itu dimanfaatkan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian. Pengobatan

tradisional tersebut bermula pada objek hewan maupun tumbuhan. Dalam

penelitian ini adalah objek hewan yang salah satunya adalah cacing tanah.

Cacing tanah mudah ditemukan hampir setiap hari menemukannya disawah,

tegalan atau kebun. Masyarakat pedesaan sudah mengenal cacing tanah sejak

jaman dahulu. Tanpa kita sadari, kehadiran cacing tanah di bumi telah

memberi manfaat yang begitu besar. WHO (World Health Organization)

menempatkan perihal keamanan obat tradisional menjadi salah satu langkah

penting di dalam strategi pengembangan obat tradisional. Cacing tanah

merupakan salah satu organisme yang mampu menghasilkan senyawa

antimikroba. Senyawa aktif antibakteri berasal dari mikroba yang ada di dalam

usus cacing tanah (Supriyanto, et al 2010).

Jenis cacing tanah yang paling banyak jumlah populasinya di Pulau Jawa

adalah Pontoscolex coretrurus, Lumbricus rubellus, Pheretima capensis dan

1
2

Pheretima javanica. Lumbricus rubellus adalah jenis cacing terbanyak yang dapat

ditemukan di manasaja dengan tubuh yang relatif lebih besar dan panjang

(Waluyo et al, 2007). Kandungan protein, asam amino dan bermacam-macam

enzim yang terdapat pada tubuh cacing Lumbricus rubellus. Penelitian

sebelumnya juga telah membuktikan adanya daya antibakteri ekstrak protein

cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, Shigella dysenteriae,

Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi (Affdani, 1996 dalam Waluyo et al.,

2007).

Dalam kebijakan nasional mengenai pengembangan ilmu kesehatan, obat

tradisional di Indonesia telah diberikan peran dalam usaha pencegahan dan

pengobatan penyakit serta peningkatan taraf kesehatan masyarakat. Sejak dahulu

cacing tanah (Lumbricus rubellus) sudah digunakan di kehidupan manusia

dikarenakan kandungan gizi yang dimilikinya cukup tinggi, terutama kandungan

protein yang mencapai 64-76%. Selain protein, kandungan lainnya berupa

lemak 7-10% kalsium 0,55%, fosfor 1% dan serat kasar 1,08% (Waluyo, 2007).

Typhoid ini disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi) yang menjadi

masalah bagi kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus kematian (Purba et al.,

2016). Bahaya yang ditimbulkan penyakit ini dapat berupa perdarahan akibat luka

pada usus yang dapat menimbulkan syok dan kematian bagi penderita yang harus

diberikan penanganan antibiotika. Sumber utama yang terinfeksi virus Salmonella

typhi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme. Salmonella

typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang

2
3

tercemar. Cara penyebarannya dapat melalui muntahan, urin, dan kotoran dari

penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (Musnelina et al, 2004).

WHO (Word Health Organization) menyatakan jumlah kasus demam

Typhoid di Indonesia pada tahun 2012 ada 600-1,3 juta setiap tahunnya dengan

lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun

memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam typhoid. Berdasarkan

penelitian Cyrus H. Simanjuntak di provinsi Jawa Barat pada tahun 2009, insidens

rate demam typhoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per

100.000 penduduk per tahun. Insiden demam typhoid bervariasi ditiap daerah dan

biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. di daerah Jawa Barat, terdapat 157

kasus per 100.000 peduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per

100.000 penduduk (Simajuntak, 2009).

Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan program P2 Demam typhoid di

Kota Tasikmalaya jumlah penderita demam typhoid positif ditemukan mencapai

616 penderita, jumlah suspek demam typhoid yang diperiksa sebanyak 714 orang

dan jumlah penderita dengan demam typhoid sebanyak 44 penderita dan angka

kesembuhan tahun 2019 sebesar (88%). Penderita typhoid di Kota Tasikmalaya

ini tersebar di 22 wilayah kerja Puskesmas, salah satunya di Puskesmas

Cibeureum yang menduduki peringkat ke 4 dengan jumlah 54 penderita typhoid

positif pada bulan Januari – Juli 2020.

Dari data studi pendahuluan yang diperoleh pada tahun 2018 menunjukan

bahwa angka kesakitan typhoid menempati peringkat ke-4 dari 10 besar. Untuk

lebih jelasnya seperti terlihat pada tabel dibawah ini


4

Tabel 1.1
Daftar Jumlah 10 Besar Penyakit 2019 di Wilayah Kerja Puskesmas
Cibeureum Kota Tasikmalaya
10 Besar Penyakit
No
Nama Penyakit Jumlah %
1 ISPA 15656 34,7
2 Gastritis 6270 13,9
3 TB Paru 6034 13,4
4 Typhoid 4738 10,5
5 Diare 3634 8
6 Penyakiy pulpa 2919 6,4
7 Dermatitis 2250 5
8 Hipertensi 1592 3,5
9 Conjungtivitis 1175 2,6
1 Tukak Lambung 862 2
Jumlah 45130 100
(Laporan Tahunan Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya, 2019)

Perolehan data tersebut menunjukan angka tertinggi kasus pasien dengan

penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) yang berobat ke Puskesmas

Cobeureum Kota Tasikmalaya tahun 2020. Sedangkan typhoid berada di urutak

ke 4. Peneliti melakukan penelitian kepada penyakit typhoid dikarenakan

variabel yang akan diteliti ialah pemberian air cacing. Rebusan air cacing ini

telah dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat, sehingga peneliti akan mengetahui

sejauhmana masyarakat menggunakan air cacing sebagai pengobatan

typhoidnya. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan ekstrak cacing ini

antara lain adalah typhoid sebab penyakit ini terjadi karena adanya infeksi pada

pencernaan yaitu infeksi pada usus yang mengakibatkan demam pada penderita.

Kandungan dari cacing ini bisa menyembuhkan penyakit typhoid karena cacing

tanah mengandung protein yang cukup tinggi yaitu 67-76%, selain itu juga

mengandung banyak jenis asam amino yang mampu untuk mematikan bakteri
5

yang menyerang pada bagian usus. (Waluyo, 2007).

Dampak positif penggunaan ekstrak air cacing tanah antara lain terbuat dari

bahan alami dan tidak mengandung bahan kima sehingga presentasi adanya efek

samping sedikit. Sedangkan dampak negatif menganai efek samping dari ekstrak

cacing tanah ini belum terbukti secara kuat dapat mengobati penyakit tertentu

(Manurung, 2018).

Adapun untuk ekstrak air cacing mempunyai potensi yang baik untuk dibuat

menjadi minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya kaya akan nutrisi

yaitu gula, protein, lemak dan relatif lengkap sehingga sangat baik untuk

pertumbuhan bakteri penghasil produk pangan. Air cacing mengandung

sejumlah zat gizi, yaitu protein 0,2%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, gula,

vitamin, elektrolit dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimun 3 gram

per100 ml air cacing. Disamping itu air cacing juga mengandung mineral seperti

kalium dan natrium. Mineral – mineral tersebut diperlukan dalam poses

metabolisme, dibutuhkan dan pembentukan kofaktor enzim – enzim ekstraseluler

oleh bakteri pembentuk selulosa. (Warisno, 2014).

Masyarakat sangat senang dengan adanya obat typhoid berupa air cacing

tanah karena sangat mudah didapat dan haraganya juga terjangkau dan hampir

seluruh dari masrakat indonesia merujuk pada obat ekstrak cacing ini. Tapi juga

ada yang tidak senang juga karena bahan dari ekstrak ini adalah cacing

yaitu hewan yang menjijikkan, sebagian masyarakat lebih memilih berobat

kedokter (Saptono, 2011).


6

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk untuk melakukan

penelitian dengan judul ”Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Air Cacing

Terhadap Pasien Typhoid Di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya.”

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah: Bagaimana Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Air

Cacing Terhadap Pasien Typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pemberian air cacing

terhadap pasien typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

1.3.2 Tujuan Khusus.

a. Mengetahui gambaran pemberian air cacing dan obat sintetis kimia

pada pasien typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya.

b. Mengetahui gambaran pemberian air cacing pada pasien typhoid di

Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

c. Mengetahui gambaran pemberian obat sintetis kimia pada pasien

typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

1.4 Manfaat Penelitian

a) Manfaat bagi Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

Mendapat masukan tentang gambaran penatalaksanaan pemberian

air cacing terhadap pasien typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota

Tasikmalaya berupa saran dan harapan yang luas untuk dijadikan masukan
7

bagi peningkatan pelayanan serta pengobatan diwilayah kerja Puskesmas

Cibeureum Kota Tasikmalaya.

b) Manfaat bagi Universitas Bhakti Kencana Kota Tasikmalaya

Diharapkan dapat menambah perbendaharaan naskah ilmiah dan

dapat dijadikan sebagai daftar kepustakaan untuk penelitian selanjutnya

yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

c) Manfaat bagi peneliti.

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti untuk mendapat

pengalaman dan mengetahui gambaran penatalaksanaan pemberian air

cacing terhadap pasien typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota

Tasikmalaya, serta mengaplikasikannya penelitian ini dilapangan.

d) Manfaat bagi profesi

Sebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas pelayanan baik

berupa pemcegahan, pengobatan terhadap demam typhoid.

e) Manfaat bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini di harapkan menjadi bahan pembanding bagi

peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama

diantaranya tentang pengaruh, hubungan atau bahkan faktor penghambat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka ruang lingkup dalam penelitian ini adalah

fokus kepada gambaran penatalaksanaan pemberian air cacing terhadap pasien

typhoid dan lokasi penelitiannya diwilayah kerja UPTD Puskesmas Cibeureum

Kota Tasikmalaya.
8

Metode penelitian yang digunakan ialah metode deskriftif. Ruang lingkup

populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012:79). Populasi pada penelitian ini adalah pada pasien typhoid

yang telah melakukan pengobatan di UPTD Puskesmas Cibeureum Kota

Tasikmalaya. Sampel penelitiaan ini adalah total sampling seluruh populasi,

dikarenakan jumlah populasinya 54 pasien yakni <100 dilakukan penelitian

keseluruhan pasien (Arikunto, 2016).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Air Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

A. Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah yang tidak

memiliki tulang belakang (invertebrata) dan digolongkan ke dalam

ordo Oligochaeta, kelas Chaetopoda, dan filum Annelida.

Penggolongan ini didasarkan pada bentuk morfologi, karena

tubuhnya tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin

(annulus), setiap segmen memiliki beberapa pasang setae, yaitu

struktur berbentuk rambut yang berguna untuk memegang substrat

dan bergerak, tubuh dibedakan atas bagian anterior dan posterior,

pada bagian anteriornya terdapat mulut, prostomium dan beberapa

segmen yang agak menebal membentuk klitelium (Edward & Lofty,

2017).

Cacing tanah merupakan hewan tanah yang mudah

dibudidayakan, serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.

Cacing tanah mempunyai banyak manfaat, diantaranya

memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah, meningkatkan

daya serap air permukaan tanah, menyuburkan tanah, sebagai

9
10

pakan bagi ikan, ternak dan hewan piaraan, serta bahan obat, dan

kosmetik (Manurung, 2018).

Pada setiap segmen dari tubuh cacing tanah terdapat alat

gerak yang disebut dengan satae yaitu berwujud seperti rambut

halus, pergerakan dari satae diatur oleh otot yang dapat disebut

dengan muskulus protaktor dengan fungsi untuk mendorong

keluar dan muskulus retraktor yang memiliki fungsi untuk menarik

kembali satae kedalam rongga kembali, letak dari kedua

muskulus tersebut berada pada ujung dari satae (Ristek, 2019).

Pada segmen ketiga dalam tubuh cacing tanah terdapat pusat

syaraf dan terletak pada sebelah bawah dari faring berupa kumpulan

system saraf anterior (ganglion celebrale). Simpul syaraf vertikal

dan serabutserabut syaraf, pada saraf cacing terdapat ujung sarat

yang memiliki fungsi untuk menangkap rang sangan yang berupa

sinar atau getaran dan selanjutnya akan dikirim ke otak. Syaraf ini

sangat sensitif terhadap cahaya, suhu, getaran, dan sentuhan

(Saptono, 2011).

Cacing ini memiliki warna yang kemerahan, dan panjang

tubuhnya yaitu sekitar 7,5 – 10 cm, dari jenis cacing tanah

Lumbricus memiliki tubuh yang berbentuk gilig, didalam tubuh

cacing ini terdapat segmen dalam dan luar, terdapat rambut pada

tubuhnya, tidak berangka, memiliki kutikula yang berfungsi untuk

melindungi tubuhnya, bergerak menggunakan otot yang berada


11

diseluruh tubuhnya tetapi tidak memiliki. Memiliki segmen tubuh

yang berkisar antara 90-195 dan pada segmen ke 27-32

terdapat kitelum. Klitelum adalah alat yang digunakan cacing

untuk bereproduksi dan kitelum baru muncul saat cacing memasuki

usia dewasa yaitu antara umur sekitar 2 bulan (Ristek, 2019).

Pada tubuh cacing terdapat kelenjar epidermis yang dapat

menghasilkan lender yang berfungsi untuk memudahkan dalam

bergerak. Terdapat rambut pada setiap segmen tubuh dan disebut

sebagai organ seta, memiliki ukuran pendek, dan daya melekat yang

kuat. Bibir cacing tanah disebut juga dengan nama prostomium yang

berfungsi sebagai organ perasa, diujung tubuh daric acing terdapat

anus yang digunakan untuk membuang dan mengeluarkan sisa-sisa

makanan dan tanah yang ada didalam tubuhnya.

Taksonomi dari cacing tanah (leiden university medical center,

2015), adalah sebagai berikut:

Super Kingdom : Eukaryota Ordo : Haplotaxida

Kingdom : Animalia Sub Ordo : Lumbricina

Sub Kingdom : Metazoa Famili : Lumbricidae

Filum : Annelida Genus : Lumbricus

Kelas : Oligochaeta Spesies : Lumbricus

rubellus
12

B. Manfaat Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Cacing tanah merupakan makrofauna tanah yang berperan penting

sebagai penyelaras dan keberlangsungan ekosistem yang baik bagi

biota tanah lainnya maupun bagi hewan dan manusia. Aristoteles

mengemukakan pentingnya cacing tanah dalam mereklamasi tanah

dan menyebutnya sebagai usus bumi (intestines of the earth)

(Hanafiah, dkk. 2015).

Pada bidang peternakan biasanya cacing tanah dimanfaatkan untuk

dijadikan pakan ternak misalnya dibuat untuk pakan hewan ternak

karena kandungannya yang dapat dibuat sebagai sumber protein

(Catalan, 2018).

Menurut Sihombing (2012) manfaat cacing tanah sangat banyak

misalnya didalam ekosistem dapat memperbaiki ekosistem tanah

yang telah rusak akibat dari pencemaran, membantu kesuburan lahan

pertanian, mengubah limbah organic yang tidak bermanfaat,

meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap air, menghambat

pencemaran lingkungan, pakan ikan, bahan kecantikan, farmasi dan

mengha silkan
Gambar 2.1.1 Taksonomi dari cacing

tanah
13

pupuk kotoran cacing, cacing tanah dapat dirasakan manfaatnya bagi

bidang peternakan, pertanian, dan farmasi.

Menurut Rudistina (2017) di China cacing dimanfaatkan untuk

bahan pengobatan tradisional secara turun temurun sejak dahulu,

seiring dengan berkembangnya teknologi biokimia cacing tanah juga

diteliti manfaatnya terhadap bidang farmasi. Didalam tubuh cacing

tanah mengandung banyak molekul bioaktif yang dapat digunakan

sebagai obat, molekul–molekul ini memperlihatkan berbagai kegiatan

seperti pengenalan fibrinolytik, sistem imunitas, anti koagulative,

pencegah kanker, dan anti mikroba dari penjelasan tersebut cacing

tanah ternyata dapat mengobati berbagai macam penyakit. Protein

cacing mencapai 76% yang berarti lebih tinggi dibanding daging

mamalia yang hanya 65% dan ikan yang 50%. Sistem kekebalan

tubuh yang ada pada cacing tanah bersifat anti mikroba, sebab mampu

mematikan mikroba berbahaya tanpa merusak jaringan tubuh.

Berikut ini manfaat cacing untuk bidang kesehatan, dirangkum dari

berbagai sumber:

1) Obati typhoid

2) Obati diare

3) Masalah metabolisme

4) Sembuhkan luka

5) Lancarkan sirkulasi darah


14

Menurut Jepe (2017) cacing tanah memiliki banyak fungsi dan

manfaat antara lain adalah: membantu memperlancar sirkulasi darah,

menenangkan syaraf, mempercepat penyembuhan luka, meningkatkan

napsu makan, manjur meredakan diare, berkhasiat untuk sembuhkan

typhoid.

C. Cara Pengolahan

Herawati, dkk (2019) mengemukakan cara pengolahan rebusan

air cacing dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Langkah pertama mencari cacing tanah dengan jenis (Lumbrius

rubellus)

2. Lakukan pencucian cacing tanah

3. Pilih air yang digunakan adalah air Riserver Osmosis (RO) atau air

bebas partikel dan bakteri sehingga tidak mengganggu kerja enzim

atau protein pada air rebusan cacing tanah (Lumbrius rubellus)

dengan pH 6,8. Menurut Ramlan Silaban dkk, menyatakan bahwa

kondisi pH yang bervariasi pada air yang digunakan untuk

pembuatan konsentrasi pada larutan dapat berpengaruh terhadap

aktivitas spesifik enzim yang bekerja.

4. Proses perebusan cacing tanah dilakukan dalam suhu optimum dan

tidak lebih dari 50ᵒC selama 10-20 menit, karena jika lebih dari

50ᵒC enzim atau protein yang terdapat dalam air rebusan cacing
15

tanah dapat rusak atau terjadi denaturasi sehingga kemampuan

dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga berkurang. Menurut

(Baihaki dan Noviyanti T, dkk 2012 dalam Herawati, dkk 2019).

Kenaikan temperatur di atas temperatur optimun akan

menyebabkan aktivitas enzim menurun, dan sebaliknya bila

dibawah suhu 50 OC akan menyebabkan rendah energi aktivitas

yang dibutuhkan sehingga tidak maksimal (Herawati, dkk 2019).

5. Diminum 2 x sehari satu gelas sedang setara dengan 300ml, lebih

baik diminum tanpa campuran pemanis apapun

Dari hasil penelitian Yuniwati dkk (2003) dalam Sugito & Slamet

(2018) menunjukkan data perolehan suhu optimum berada pada

temperatur 50 ᵒC dengan hasil 44.5495 aktivitas spesifik enzim, dan

pada suhu 55 ᵒC diperoleh hasil 40.0918 aktivitas spesifik enzim,

sedangkan pada suhu 60 ᵒC diperoleh hasil 37.5114 aktivitas spesifik

enzim, dari hasil tersebut terjadi penurunan aktivitas enzim. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula laju

reaksi, akan tetapi suhu yang terlalu tinggi akan merusak struktur

enzim (denaturasi enzim) sehingga kerja enzim akan berkurang.

D. Kandungan Rebusan Air Cacing (Lumbrius rubellus)

Air rebusan cacing tanah (Lumbrius rubellus) mempunyai

kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada keadaan

tertentu. Kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi, dikarenakan air rebusan cacing tanah (Lumbrius


16

rubellus) memiliki zat aktivitas antimikroba terhadap bakteri

Salmonella typhi. Adapun komponen bioaktif yang terdapat pada

cacing tanah (Lumbrius rubellus) yaitu asam amino non-esensial,

valin, metionin, fenilalalnin, lisisn, tirosin,lumbricin dan. lisozim.

(Sofyan, 2011).

Herawati, dkk (2019) menunjukan hasil penelitiannya diketahui air

rebusan cacing tanah terbukti memeiliki kandungan yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi yang

menyebabakan penyakit tipes.

Tabel 2.1.1 Kandungan pada cacing tanah (Lumbrius rubellus)

ZAT GIZI KOMPOSISI


Protein 64-76
Asam Amino Esensial :
 Arginin 4,13
 Histidin 1,56
 Isoleusin 2,58
 Leusin 4,84
 Lisin 4,33
 Metionin 2,18
2,25
 Fenilalalin
2,95
 Treonin
3,01
 Valin
Asam amino non esensial 2,29
 Sistin 2,92
 Glisin 2,88
 Serin 1,36
 Tirosin

Lemak 7-10
Serat kasar 1,08
Fosfor 1,00
Kalsium 0,55
17

Sumber : Herawati dkk, 2019

Lisozim tidak mempunyai koenzim atau ion-ion logam, katalisis,

kespesifikan dan struktur tiga dimensi ditentukan oleh residu asam-

asam amino. Selain itu mempunyai struktur lembaran melipat, alfa

heliks kecil dan terdapat bagian yang disebut random coil.

Molekulnya mempunyai celah sentral yang dalam, memberi tempat

pada suatu sisi katalitik dengan 6 subsites yang berikatan dengan

berbagai substrat atau inhibitor. Residu yang bertanggung jawab atas

hidrolisis ikatan beta 1,4 asam asetil muramat pada peptidoglikan

dinding sel bakteri, terletak antara site D dan E.

Polisakarida dinding sel bakteri terdiri dari dua jenis gula, yaitu N-

asetil muramat dan N-asetil glukosamin yang dihubungkan melalui

ikatan glikosida beta (1,4) dan NAM tersusun selang-seling dengan

NAG. Lisozim menghidrolisis hanya ikatan antara C1 (NAM) dan C4

(NAG).11 Kandungan senyawa kimia cacing tanah sangat kompleks.

Kadar protein cacing tanah sangat tinggi, yaitu 58 persen hingga 78

persen dari bobot keringnya (lebih tinggi daripada ikan dan daging)

yang dihitung dari jumlah nitrogen yang terkandung di dalamnya.

Selain itu, cacing tanah rendah lemak, yaitu hanya 3 persen hingga 10

persen dari bobot keringnya. Protein yang terkandung dalam cacing

tanah mengandung asam amino esensial dan kualitasnya juga melebihi

ikan dan daging (Inoue, et al 1980 dalam Herawati, 2019).


18

Berdasarkan teori lisozim diatas, diketahui bahwa kndungan ini

yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan baketeri-bakteri

patogen yang berada didalam tubuh manusia. Adapun saat proses

perebusan yang dilakukan tidak boleh melebihi batas maksimal suhu

yang diperlukan yaitu 50ᵒC. Hal ini jelas akan merusak beberapa

kandungan baik dari cacing tanah tersebut.

E. Dosis Minum Rebusan Air Cacing

Herawati, dkk (2019) Diminum 2 x sehari satu gelas sedang setara

dengan 300ml, lebih baik diminum tanpa campuran pemanis apapun

2.1.2 Typhoid atau thypus

A. Pengertian Typhoid atau thypus

Typhoid atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus

halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh

Bakteri Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau

thypus atau tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid Fever

atau Thypus abdominalis karena berhubungan dengan usus

didalam perut (Widoyono, 2012).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1

minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Sudoyo,


19

2019). Seseorang yang sering menderita penyakit typhoid

menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman

yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu

spesies, termasuk dalam kingdom Bakteria, Phylum

Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria,Ordo

Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus

Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative

yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai

sekurang–kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen 0

(somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H

(flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam

serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga

macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).

B. Patogenesis Typhoid

Salmonella Typhi dapat hidup didalam tubuh manusia terjadi

infeksi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas,

urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Patogenesis

demam tifus melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri

kelumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch,

bertahan hidup dialiran darah dan menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal.

Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk

ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan


20

suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup

mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian

menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan

jejenum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan

tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi (Widodo,

2016).

Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak

pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan

perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe

mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai

ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) diorgan hati dan

limpa. Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari

habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik

mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan

Peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri di empedu

dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui

feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar

limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya

yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati

dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam

typhoid (Zulkhoni, 2011).

Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari.

Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai


21

dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penakit yang

khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama

gejala klnis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa

dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu: demam, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau

diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada

pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat

demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore

hingga malam hari (Widodo, 2016).

C. Keluhan dan Tanda Klinis

Menurut Herawati (2019) Gambaran klinis Typhoid pada anak

umur <5 tahun, khususnya dibawah 1 tahun lebih sulit diduga

karena seringkali tidak khas dan sangat bervariasi. Masa inkubasi

demam Typhoid berkisar antara 7-14 hari, namun dapat mencapai

3-30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala

prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala dan

tanda klinis yang biasa ditemukan.

1) Gejala

Semua pasien demam tifus selalu menderita demam pada awal

penyakit. Demam berlangsung selama 3 minggu bersifat febris,

remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Pada awalnya suhu meningkat
22

secara bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih

tinggi pada sore dan malam hari, tetapi demam bisa pula mendadak

tinggi. Dalam minggu kedua penderita terus menetap dalam

keadaan demam mulai menurun secara tajam pada minggu ketiga

dan mencapai normal kembali pada minggu keempat Pada

penderita. Bayi mempunyai pola demam yang tidak beraturan,

sedangkan pada anak seringkali disertai menggigil. Pada abdomen

mungkin ditemukan keadaan nyeri, perut kembung, konstipasi dan

diare. Konstipasi dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal

dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Selain gejala–gejala

yang disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga didapatkan

gejala yang lainnya seperti sakit kepala, batuk, lemah dan tidak

nafsu makan.

2) Tanda

Tanda klinis yang didapatkan pada anak yang mengalami

typhoid antara lain antara lain hepatomegali dan splenomegali.

Penelitian yang dilakukan di Bangalore didapatkan data teraba

pembesaran pada hepar berkisar antara 4–8 cm dibawah arkus kosta.

Tetapi adapula penelitian lain yang menyebutkan dari mulai tidak

teraba sampai 7.5 cm dibawah arkus kosta. Penderita typhoid dapat

disertai dengan atau tanpa gangguan kesadaran mungkin pula

ditemukan gejala lain relative, bradikardi dan epistaksis pada anak

usia >5 tahun.


23

Tabel 2.1.2 Typhoid Morbidity Score


Characteristic Degree of Condition Resulting in Score of :
0 1 2
Fever ≤37.5°C 37.6–39.0°C >39.0°C
Mental state Clear Irritability Delirium; coma
Liver size Not palpable ≤2.5 cm >2.5 cm
Diarrhea None Mild Severe
Vomiting None Nausea Vomiting
Abdominal pain None Diffuse pain Right hypochondrial
Tendernes
s
Result of Normal Abdominal Ileus; peritonitis;
abdominal distension; doughy gastrointestinal
examination feel bleeding

D. Pemeriksaan Laboratorium

Adapun pemeriksaan penunjang pada pasien typhoid yang

dikemukakan oleh Herawati, 2019 yakni :

1). Darah Tepi

Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan tambahan ini dapat dilakukan dengan dan

tanpa biakan kuman. Pada penderita Typhoid didapatkan anemia

normokromi normositik yang terjadi akibat perdarahan usus atau

supresi sumsum tulang. Terdapat gambaran leukopeni, tetapi bisa

juga normal atau meningkat. Kadang-kadang didapatkan

trombositopeni dan pada hitung jenis didapatkan aneosinofilia dan

limfositosis relatif. Leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis


24

yang relative pada hari kesepuluh dari demam, menunjukkan arah

diagnosis typhoid menjadi jelas.

2). Uji serologis widal

Uji ini merupakan suatu metode serologik yang memeriksa

antibodi aglutinasi terhadap antigen somatic (O). Pemeriksaan yang

positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi. Untuk membuat

diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen O.

Titer yang bernilai >1/200 dan atau menunjukkan kenaikan 4 kali,

maka diagnosis typhoid dapat ditegakkan. Titer tersebut mencapai

puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Uji serologis

ini mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun

spesifisitasnya yang rendah dan intepretasi yang sulit

dilakukan.Namun, hasil uji widal yang positif memperkuat dugaan

pada penderita typhoid.

3). Isolasi Kuman

Diagnosis pasti typhoid dilakukan dengan isolasi Salmonella

Typhi. Isolasi kuman ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan

dari berbagai tempat dalam tubuh. Diagnosis dapat ditegakkan

melalui isolasi kuman dari darah. Pada dua minggu pertama sakit,

kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari

pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses

kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah terjadi

septikemia sekunder. Sedangkan biakan spesimen yang berasal dari


25

aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, tetapi

prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek

sehari-hari. Selain itu dapat pula dilakukan biakan spesimen

empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang

cukup baik.

E. Penatalaksanaan Medis

Menurut Widodo (2016) obat-obat antibiotika yang biasa

digunakan ialah ampisilin dan amoksisilin, antipiretika, bila perlu

diberikan laksansia, tirah baring selama demam untuk mencegah

komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, mobilisasi bertahap

bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, diet pada

permulaan, diet makanan yang tidak merangsang saluran cerna

dalam bentuk sering atau lunak, makanan dapat ditingkatkan seusai

perkembangan keluhan gastrointestinal, perforasi, transfusi bila

diperlukan pada komplikasi perdarahan.

F. Penatalaksanaan Proses Keperawatan

Pengkajian penatalaksanaan adalah tahap pertama proses

keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara sistematis dan

cermat untuk menentukan status kesehatan klien saat ini dan riwayat

kesehatan masa lalu, serta menentukan status fungsional serta

mengevaluasi pola koping klien saat ini dan masa lalu. Pengumpulan

data diperoleh dengan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi,


26

peninjauan catatan dan laporan diagnostik, kolaborasi dengan rekan

sejawat (Capernito, 2017).

Data dasar pengkajian pasien dengan typhoid abdominal menurut

Widodo (2016) adalah :

1). Aktivitas atau istirahat

Gejala yang ditemukan pada kasus typhoid abdominal antara lain

malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan

insomnia

2). Sirkulasi

Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit

membrane mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah

ditemukan pada pasien febris typhoid.

3). Integritas ego

Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda

seperti menolak dan depresi juga ditemukan dalam pengkajian

integrits ego pasien.

4). Eliminasi

Pengkajian eiminasi menemukan gejala tekstur feses yang

bervariasi dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan perrectal

dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak

ada peristaltik dan ada haemoroid.

5). Makanan dan cairan

Pasien mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat


27

badan dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan

berupa penurunan lemak subkutan, kelemahan hingga inflamasi

rongga mulut.

6). Hygiene

Pasien mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan

diri dan bau badan.

7). Nyeri atau ketidaknyamanan

Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah dialami pasien dengan titik

nyeri yang dapat berpindah

8). Keamanan

Keamanan pasien yang dijaga ketat dari resiko jatuh atau dihindari

terjadinya dekubitus.

2.2 Kerangka Teori

Kerangka teori bertujuan untuk meringkas semua uraian yang panjang dari

teori. Dalam kerangka teori ini, peneliti ingin menjabarkan proses perjalanan

mulai tertularnya bakteri slamonella thyphi sampai dengan pengobatan.

Bakteri Slamonella Typhi

Menempel pada makanan melalui vektor lalat


atau dari tangan manusia yang saling
berjabatan atau dari sanitasi lingkungan yang
buruk

Masuk melalui mulut kemudian kesaluran


cerna

Masuk ke lumen usus sehingga terjadi tukak


usus
28

Terjadi infeksi

Ke kelenjar limfe mesenterika

Multiplikasi di makrofag petyer’s patch

Bertahan hidup dialiran darah Reticulo


Endothlial System (RES)

Enterotoksis

Keluar elektrolit dan air ke lumen intertisial

Gejala yang dirasakan pasien

Minggu 1 : Minggu 2 : Tanda Klinis :


3. Demam 38ᵒC 1. Demam mulai 1. Hepatomegali 4-8cm
bahkan sampai menurun 2. Splenomegali
lebih, dirasakan 2. Gejala relatif 3. Dengan atau tanpa
pada sore dan penurunan kesadaran
malam hari. Minggu 3 : yakni apatis –
4. Nyeri kepala dan 1. Suhu mulai somnolen
otot normal 4. Pada punggung atau
5. Anorexia 2. Nyeri kepala anggota gerak
6. Mual dan muntah dan otot hilang ditemukan roseola
7. Obstipasi atau 3. Mulai muncul 5. Kadang-kadang
diare nafsu makan enselopati, bradikardi
8. Epitaksis sedikit - sedikit dan epitaksis pada uisa
anak >5tahun

Penatalaksanaan Keperawatan :
Penatalaksanaan Asuhan keperawatan diberikan
Medis / Terapi secara menyeluruh, baik secara head
Farmakologi : to toe ataupun persistem, yakni :
1. Antibiotik :
Ampisilin, 1. Aktivitas/ Istirahat : dianjurkan
29

Pemeriksaan Laboratorium :
1. Darah Tepi :
a. Anemia
normokromi
normositik
b. Leukopeni
meningkat atau
normal 2.3 Kerangka Konseptual
c. Trombositopeni
meningkat Suatu uraian tentang ringkasan teori yang
d. Hitung jenis yakni
aneosinufilia dan kaitan konsep dengan konsep lainnya atau asntara
limfosilosis relatif
2. Uji Widal yakni antigen satu variable dengan variable lainnya dari
somatik (O) pada positif
typhoid reaksi aglutinasi masalah (Notoatmodjo, 2010). Variabel adalah
titer >1/200 meningkat
selama 4x suatu sifat atau ciri yang dimiliki dalam suatu
3. Isolasi Kuman yakni
isolasi bakteri penelitian yang lainnya terukur dan bervariasi
Penatalaksanaan pemberian
air cacing
antara satu objek dengan objek lainnya (Riyanto, 2011). Padaterhadap pasien
penelitian ini
typhoid
peneliti mengelompokan sebagai berikut:

Untuk pengobatan hanya Terapi obat kimia (sesuai Te


mengkonsumsi air cacing anjuran dokter) dan an
saja mengkonsumsi air cacing
saja
Je
A
A
Cara pengolahan Faktor Penghambat:
Cacing Tanah : Keterbatasan alat pengolahan
Rebus Cara pengolahan
Pencarian jenis cacing
Keterbatasan pengetahuan

Gambar 2.2 Kerangka Teori Typhoid


30

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriftif yaitu

menggambarkan suatu keadaan secara objektif. Tujuannya yakni untuk

menggambarkan penatalaksanaan pembetian air cacing terhadap pasien

typhoid diwilayah kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya. Responden

pada penelitian ini ialah pasien terdiagnosis typhoid yang pernah berobat ke

Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya pada bulan Januari – Juli 2020 yang

berobat sebanyak 54 pasien typhoid. Pada penelitian ini peneliti hanya

menggambarkan berapa pasien yang pengobatannya menggunakan air cacing

saja, air cacing dan obat kimia ataupun hanya obat kimia saja.

3.2 Paradigma Penelitian

Penatalaksanaan pemberian
air cacing terhadap pasien
typhoid

Untuk pengobatan hanya Terapi obat kimia (sesuai Terapi obat kimia saja (sesuai
mengkonsumsi rebusan air anjuran dokter) dan anjuran dokter)
cacing saja mengkonsumsi air cacing Jenis terapi obat :
saja Antibiotik
Antipiretik
Faktor Penghambat: Keterangan :
Keterbatasan alat pengolahan
Cara pengolahan Variabel yang diteliti
Pencarian jenis cacing
Keterbatasan pengetahuan Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.2 Paradigma Penelitian

30
31

3.3 Defenisi Konseptual dan Definisi Operasional

3.3.1 Definisi Konseptual

Pembahasan pada penelitian ini menggambarkan penatalaksanaan

pemberian rebusan air cacing terhadap pasien typhoid. Tak hanya itu, selain

dari pengobatan konsumsi rebusan air cacing juga pasien akan diteliti

mengkonsumsi obat kimia yang dianjurkan dokter atau tidak.

3.3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.3.2 Definisi Operasional


Defini
Alat Cara
Variabel si Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Operasional
Penatalaksanaa Air cacing ini Kuesione Kuisioner 1. Air cacing dan Ordina
n Pemberian merupakan air r terdiri obat sintetis l
Air Cacing rebusan cacing dari 15 kimia, apabila
Pada Pasien jenis pertanyaa pertanyaan
Typhoid (Lumbrius n valid, dijawab benar
rubellus). dengan oleh
Memiliki cara responden 75-
banyak ukur : 100%
kandungan, 1. Sangat 2. Hanya rebusan
dan direbus Tidak air cacing.
dalam suhu Setuju apabila
minimum (STS) pertanyaan
yakni <50ᵒC. 2.Tidak dijawab benar
Penatalaksanaa Setuju oleh
n demam (TS) responden 50-
typhoid 3.Setuju 75%
biasanya (S) 3. Hanya obat
mendapatkan 4.Sangat sintetis kimia,
teraphy Setuju apabila
farmakologi (SS) pertanyaan
(Obat sitesis dijawab benar
kimia), namun oleh
masyarakat responden
meyakini <50%
pengobatan
tradisional (Arikunto,201
dengan air 3)
cacing.
32

3.4 Populasi Dan Sampel

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012:79). Populasi pada penelitian ini adalah penderita

Pasien Typhoid yang sudah menjalani pengobatan dan diakhir pengobatan

telah diperiksa oleh petugas kesehatan serta dinyatakan sembuh diwilayah

kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya, total populasinya adalah 54

orang.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012:79).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan

teknik Total Sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang

dilakukan dengan sengaja dengan memperhatikan karakteristik yang telah

diketahui sebelumnya yaitu responden yang pernah mengalami typhoid

berobat ke puskesmas cibeureum yang telah dinyatakan sembuh. Alasannya

pemilihan sampai dengan menggunakan Total sampling adalah karena tidak

semua sampel memiliki kriteria sesuai dengan yang telah penulis tentukan.

Oleh karena itu sampel yang dipilih sengaja ditentukan berdasarkan kriteria

tertentu yang teah ditentukan oleh peneliyi sebanyak 54 responden

diwilayah kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya.


33

Kriteria pengambilan sampel munurut Setiadi (2013) adalah ;

a. Kriteria Inklusi adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum

penelitian, kriteria inklusi digunakan untuk menentukan apakah

seseorang dapat berpartisipasi dalam penelitian tersebut.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Bersedia menjadi responden dan menandatangani surat

persetujuan (informed consent).

2) Pasien yang pernah memiliki ciri-ciri demam pada pasien typhoid

3) Pasien yang aktif melakukan minum air cacing

4) Klien yang pernah memiliki riwayat typhoid namun pernah berobat

pada bulan januari – juli 2020 ke Puskesmas Cibeureum Kota

Tasimalaya

b. Kriteria Eksklusi :

1) Pasien yang droupout

2) Pasien typhoid yang memiliki komplikasi penyakit.

Batas toleran kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin

kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan

populasi. Dalam penelitian ini toleransi kesalahan 5% memiliki tingkat

akurasi 95 %.

3.5 Pengumpulan Data


34

Notoatdmojo (2012) Mengemukakan bahwa Pengumpulan data dalam

penelitian ini diambil dari 2 kategori data, yaitu :

a. Data Primer

Pengumpulan data primer diperoleh dengan menggunakan format

kuesioner yang diberikan langsung kepada responden. Sebelum proses

pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada instansi

terkait lahan penelitian. Peneliti mendatangi responden dan melakukan

informed consent. Pengambilan data diambil dengan menggunakan

kuesioner yang ditujukan kepada responden yang pernah mempunyai

penyakit typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya. Peneliti

membagikan lembar kuesioner, sedangkan responden memperhatikan

setiap pernyataan dan mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung untuk memperkuat data

primer. Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari catatan yang

sudah tersedia di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya terkait

dengan jumlah pasien demam pada pasien typhoid serta data lain yang

didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, buku, jurnal,

skripsi penelitian sebelumnya, perpustakaan dan internet.

3.6 Instrumen Penelitian


35

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan

alat ukur kuisioner dengan skala likert sebanyak 30 pertanyaan namun setelah

dilakukan uji validitas menjadi 15 pertanyaan yang valid dengan setiap item

pertanyaan menggunakan kategori jawaban yakni sebagai berikut :

1 : Sangat Tidak Setuju (STS)

2: Tidak Setuju (TS)

3: Setuju (S)

4: Sangat Setuju (SS)

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.7.1 Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan

dan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2013). Uji Validitas ini

dilakukan di Puskesmas Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Rumus :

n ( ∑ XY )− ( ∑ X ) . ( ∑ Y )
rxy=
2 2
√ {n ∑ X − ( ∑ X )
2
{
} n ∑ Y 2−( ∑ Y ) }
Keterangan :

r = Koefisien korelasi

N = Jumlah sampel yang digunakan

ƩX = Jumlah skor X

ƩY = Jumlah skor Y

ƩXY = Jumlah skor X dan skor Y

ƩX2 = Jumlah kuadrat skor X


36

ƩY2 = Jumlah kuadrat skor Y

Kuisioner ini dilakukan uji validitas kepada 20 responden. Untuk

menentukan r tabel dilihat pada tabel person product moment dengan rumus:

Df = n-2 yakni, 20-2 = 18. Maka lihat r tabel urutan ke 18 pada tabel person

product momant tersebut dengan taraf signifikansi 0.05 maka peneliti

mendapatkan hasil r tabel 0.468. dinyatakan valid apabila r hitung lebih besar

dari r tabel. Dari 30 soal hanya 15 soal yang valid dan reliabel.

3.7.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Instrument yang

reliable mengandung makna bahwa instrument tersebut cukup baik sehingga

mampu mengungkap data yang bisa dipercaya (Arikuonto, 2013).

Uji Reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat-alat

pengumpulan data yang digunakan konsisten dalam mengungkapkan

fenomena tertentu dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam

kurun waktu yang berbeda. Uji reliabilitas menggunakan konsistensi

interval yaitu memfokuskan pada pernyataan yang diajukan dengan teknik

belah dua (split half). Kuisioner dinyatakan reliabel apabila nilai alpha

cronbach lebih besar dari 0.6 (Sujarweni, 2014). Rumus uji reliabilitas

sebagai berikut :

2 r tt
r tot = 1+r tt
37

Keterangan :

rtot = Angka reliabilitas keseluruhan item

rtt = Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

dari perhitungan diatas maka keputusannya :

Jika rtot > rtt maka pernyataan tersebut reliabel

Jika rtot < rtt maka pernyataan tersebut tidak reliabe

Pada hasil uji reliabilitas pada kuisioner penatalaksanaan pemberian air

cacing yang telah di uji validitas mendapatkan nilai reliabilitas 0.927. Hal

ini dinyatakan reliabel menunjukkan hasil 0.927 lebih besar dari 0.6.

3.8 Langkah – langkah penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pertama di mulai dengan mengadakan observasi pendahuluan.

Dimaksudkan untuk menentukan data-data awal yang berkaitan

dengan Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya. Berdasarkan pada

hasil itu maka dilakukan identifikasi masalah penelitian. Dari hasil

tersebut di temukan permasalahan pokok yang dapat dijadikan fokus

penelitian ini. Hal ini di dukung oleh fakta yang berada di lapangan

dan teori atau konsep yang perlunya masalah itu sendiri.

2. Tahap Kedua Penyusunan Desain Penelitian

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, maka disusun desain

penelitian yang nantinya diajukan kepada proposal untuk

diseminarkan dan mendapatkan rekomendasi mengenai layak atau


38

tidaknya permasalahan yang dituangkan dalam desain penelitian ini

untuk dilanjutkan.

3. Tahap Tiga Permohonan Surat Ijin Penelitian

Surat ijin penelitian merupakan salah satu elemen yang penting dalam

suatu proses penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini surat ijin

penelitian menjadi prioritas guna membantu memperlancar jalannya

sebuah penelitian di tempat lokasi penelitian.

4. Tahap Empat Proses Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data akan dilakukan dengan beberapa

rangkaian kegiatan berikut : tahap orientasi dan tahap eksplorasi.

Tahap orientasi: pada tahap ini yang pertama kali dilakukan adalah

mempelajari dokumen-dokumen yang berkenaan dengan data yang

diperlukan dan juga melakukan wawancara dengan petugas

penanggung jawab di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya.

Tahap eksplorasi: tahap ini dilakukan setelah mendapatkan

informasi/data dari hasil observasi dan studi dokumentasi. Dalam

tahap ini dilakukannya penelitian dengan menyebarkan kuisioner

sebagai alat untuk terkumpulnya data responden.

Kegiatan penelitian dilakukan dengan metode TIM. Pada

metode TIM ini peneliti menggunakan jasa asisten penelitian dimana

meminta pertolongan kepada teman – teman tingkat akhir mahasiswa

Universitas Bhakti Kencana yang sedang melakukan skripsi dan


39

penelitian sebanyak 3 orang, sehingga sudah faham dengan alur

penelitian.

Langkah awal sebelum penyebaran kuisioner ini, peneliti

melakukan pertemuan dengan 3 rekan – rekan mahasiswa tingkat

akhir untuk menjelaskan alur penelitian dan menyamakan presepsi.

Setelah 3 rekan – rekan mahasiswa tersebut faham dengan alur

penelitian saya dan presepsi sama, maka saya membagi setiap

mahasiswa memegang 10 responden penelitian saya, sehingga 3 rekan

mahasiswa telah memegang 30 responden, dan saya memegang 24

responden, Saya sebagai ketua sehingga semua alur penelitian saya

sebagai penanggung jawab. Penelitian ini dibagi kedalam 4 TIM

sehingga total 54 responden.

Penelitian dilakukan pendekatan kepada responden dengan

menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian dan meminta persetujuan

dilakukannya penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan

responden. Setelah itu dilakukanlah penelitian dengan pembagian

kuisioner kepada responden.

Setelah lembar kuisioner terkumpul dan diserahkan kepada saya

dari setiap TIM. Kemudian dilakukan evaluasi kepada setiap TIM.

Data terkumpul pada lembar kuisioner kemudian dilakukan input data

menggunakan komputerisasi SPSS 16 untuk mengetahui hasil

penelitian sesuai tujuan awal yakni tergambarkan jumlah responden


40

yang menggunakan pengobatan air cacing dan obat kimia, atau air

cacing saja atau bahkan hanya menggunakan obat sintesis kimia saja.

3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.9.1. Pengolahan Data

Menurut Setiadi (2017), dikatakan bahwa dalam melakukan

analisa, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data

menjadi informasi. Dalam pengolahan data terdapat langkah-langkah yang

harus ditempuh yaitu:

a. Pemeriksaan Data (Editing data)

Setelah dilakukan penelitian peneliti melakukan editing data atau

pemeriksaan data sekunder untuk memeriksa kelengkapan pengisian

jika terdapat masih ada kekurangan dalam pengisian peneliti melakukan

kunjungan ulang kerumah responden untuk melakuan pengisian ulang.

b. Pemberian kode (Coding)

Setelah dianggap kusioner lengkap dalam pengisian, lalu peneliti

mengadakan koding data atau pemberian kode di setiap item pertanyaan

dengan angka yang telah di tetapkan sebelumya, pada tingkat

Penurunan Demam Pada Pasien Tifus yang di katakan benar kodenya 1

dan yang dikatakan salah kodenya 0, selanjutnya untuk usia (Midle

Age) di beri kode 1, (Erderly Age) di beri kode 2, (Old Age) di beri

kode 3. Sedangkan untuk jenis kelamin laki laki di beri kode 1 dan

perempuan di beri kode 2.


41

c. Pemasukan Data (Entry data)

Setelah dilakukan editing dan koding data selesai dan jawaban dilembar

jawaban sudah rapih peneliti melakukan entry data dengan

memasukan data tersebut ke program komputer yaitu program

microsoft office excel 2013.

d. Pembersihan Data (Cleaning data)

Setelah data tersebut di entri peneliti melakukan Claning data atau

pembersihan data dengan mentransferkan data dari microsoft office

excel 2013 lalu di tranfer ke program SPSS16 untuk melihat kesalahan-

kesalahan data tersebut dengan melihat distribusi adalah dengan melihat

distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti dan melihat kelogisannya.

3.9.2. Analisis Data

Analisa data adalah suatu proses penyederhanaan data ke dalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan mudah diinterpretasikan.

a. Analisis Univariat

Notoadmojo (2012) Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel. Untuk

mengetahui gambaran hasil penelitian tentang pemberian air cacing dan

obat sintesis kimia untuk pasien typhoid Di Puskesmas Cibeureum Kota

Tasikmalaya Tiap responden akan memperoleh nilai sesuai pedoman

penilain tersebut kemudian nilai tersebut dipresentasikan dengan

menggunakan rumus:
42

X
P  x100%
Ns

Keterangan:

P : prosentase

X : Jumlah observasi

Ns : jumlah responden

Untuk mengetahui presentase gambaran penatalaksanaan pemberian

air cacing terhadap pasien typhoid menggunakan cara distribusi proporsi

dengan ketentuan hasil pengukuran dimasukan dalam kriteria objektif.

Selanjutnya hasil perhitungan di interpretasikan dengan menggunakan

skala kategori :

0% : Tidak seorangpun dari responden

1% - 19% : Sangat sedikit responden

20% - 39% : Sebagian kecil responden

40% - 59% : Sebagian responden

60% - 79% : Sebagian besar responden.

80% - 99 % : Hampir seluruhnya responden

3.10 Etika Penelitian

Notoadmojo (2012) Dalam melakukan penelitian peneliti harus

memperhatikan etika penelitian diberikan penelitian yang meliputi :

a. Persetujuan responden (Informed Consent)

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan karya tulis ilmiah yang dilakukan

serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah mengumpulkan data.

Jika responden penelitian bersedia diteliti, maka responden harus


43

menandatangani lembar persetujuan tersebut tetapi jika menolak untuk diteliti

maka peneliti tidak memaksa dan peneliti menghormati hak-hak responden.

b. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian, maka penelitian

tidak mencantumkan namanya pada lembar observasi data cukup dengan nama

inisial dan nomor kode pada masing masing lembar yang hanya diketahui oleh

peneliti.

c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil karya tulis ilmiah.

3.11 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dijadikan dan pengumpulan data ini akan dilakukan di

Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya pada bulan juni 2020

sampai dengan bulan Agustus 2020.


44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada BAB ini peneliti menjelaskan uraian hasil penelitian berupa data

demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan serta pekerjaan. Selain

itu uraian pada analisis data univariat yang menggambrakan jenis pengobatan

pasien typhoid yang menggunakan rebusan air cacing dan obat kimia, atau hanya

rebusan air cacing saja atauh bahkan hanya obat sintetis kimia saja yang telah

diresepkan oleh dokter. Berikut analisis data hasil penelitian yang telah di input

melalui komputerisasi SPSS16.

A. Data Demografi Responden

Karakteristik responden berdasarkan rentang umur menurut DEPKES RI

tahun 2009, yakni :

Tabel. 4.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Pasien
Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya
Umur Frekuensi Persentase
9-16 Tahun 11 20.4%
17-25 Tahun 15 27.8%
26-35 Tahun 5 9.3%
36-45 Tahun 3 5.6%
46-55 Tahun 10 18.5%
56-65 Tahun 5 9.3%
>65Tahun 5 9.3%
Jumlah 54 100%
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia

17– 25 tahun sebanyak 15 anak (27.8%) dan sebagian kecil berada pada kategori

usia 36-45 tahun sebanyak 3 orang atau (5.6%).

45
46

Tabel 4.2
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien
Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 17 31.5%
Perempuan 37 68.5%
Jumlah 54 100%
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien typhoid

berjenis kelamin perempuan sebanyak 37 orang atau (68.5%) dan sebagian kecil

berjenis kelamin laki–laki sebanyak 17 orang atau (31.5%).

Tabel 4.3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Pasien
Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya
Pendidikan Frekuensi Presentase
SD 25 46.3%
SMP 15 27.8%
SMA 14 25.9%
Jumlah 54 100%
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpendidikan SD sebanyak 25 orang atau (46.3%) dan sebagian kecil

berpendidikan SMA sebanyak 14 orang atau (25.9%).

Tabel 4.4
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pasien
Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya
Pekerjaan Frekuensi Presentase
Buruh 11 20.4%
IRT 8 14.8%
Pelajar 14 25.9%
PNS 2 3.7%
Tani 3 5.6%
Wiraswasta 16 29.6%
Jumlah 54 100%
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan

responden ialah wiraswasta sebanyak 16 orang atau (29.6%) dan sebagian kecil

ialah PNS sebanyak 2 orang atau (3.7%).


47

B. Analisis Univariat

Hasil penelitian ini menggambarkan jenis pengobatan pasien typhoid dengan

menggunakan rebusan air cacing ataupun obat sintetis kimia berdasarkan resep

dari dokter. Berikut analisis data hasil penelitian yang telah di input melalui

komputerisasi SPSS16 :

Tabel 4.5
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Penatalaksanaan
Pengobatan Pasien Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas
Cibeureum Kota Tasikmalaya
Pengobatan Frekuensi Presentase
Pengobatan rebusan air cacing 39 72.2%
dan obat sintetis kimia
Pengobatan rebusan air cacing 13 24.1%
Pengobatan obat sintetis kimia 2 3.7%
Jumlah 54 100%
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

melakukan pengobatan kombinasi antara pengobatan rebusan air cacing dengan

obat sintetis kimia sebanyak 39 orang atau (72.2%) dan sebagian kecil responden

melakukan pengobatan dengan meminum obat sintetis kimia saja sebanyak 2

orang atau (3.7%).

4.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia

17– 25 tahun sebanyak 15 anak (27.8%) dan sebagian kecil berada pada kategori

usia 36-45 tahun sebanyak 3 orang atau (5.6%). Hal ini menyatakan bahwa

semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pemahaman seseorang

berdasarkan semakin banyak rangsangan yang direspon oleh sitem syaraf pusat.

Begitupun pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden


48

berpendidikan SD sebanyak 25 orang atau (46.3%) dan sebagian kecil

berpendidikan SMA sebanyak 14 orang atau (25.9%). Hal ini menunjukan

semakin tinggi pendidikan, maka semakin bertambah ilmu yang didapat

responden. Hal ini menjadi tolak ukur peneliti untuk mengetahui sejauhmana

responden melakukan pengobatan demam typhoid.

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan

responden ialah wiraswasta sebanyak 16 orang atau (29.6%) dan sebagian kecil

ialah PNS sebanyak 2 orang atau (3.7%). Pekerjaan seseorang ditinjau dari

lingkungan pekerjaan terhadap demam typhoid. Berbeda halnya antara pelajar

dengan petani. Petani bekerja dan berinteraksi langsung dengan alam bahkan

berani bersahabat dengan tanah atau lingkungan kotor lainnya. Hal ini lebih

beresiko bagi pekerja tani terhadap demam typhoid yang ditinjau dari lingkungan

pekerjaan dan kebiasaan saat makan atau tidak meneapkan cuci tangan dengan

baik dan benar.

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

melakukan pengobatan kombinasi antara pengobatan rebusan air cacing dengan

obat sintetis kimia sebanyak 39 orang atau (72.2%) dan sebagian kecil responden

melakukan pengobatan dengan meminum obat sintetis kimia saja sebanyak 2

orang atau (3.7%). Hal ini menunjukkan bahwa saat dilakukan penelitian

responden mengatakan bahwa responden meyakini pengobatan sintetis kimia dan

rebusan air cacing lebih banyak diminati dan telah menjadi sesuatu yang

membudaya dimasyarakat. Namun pada beberapa responden yang menyakini

pengobatan air cacing lebih percaya terhadap kandungan yang terdapat pada
49

cacing tanah tersebut dan juga responden telah mendengar bahwa rebusan air

cacing telah benyak dilakukan penelitian.

Efek rebusan air cacing ialah Hal ini terbukti telah memunculkan kasiat yang

dirasakan responden saat demam typhoid menjadi lebih menyejukkan tubuh.

membantu memperlancar sirkulasi darah, menenangkan syaraf, mempercepat

penyembuhan luka, meningkatkan napsu makan, manjur meredakan diare,

berkhasiat untuk sembuhkan typhoid .

Hal tersebut diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan Herawati dkk

(2019) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa kandungan rebusan air

cacing tanah (Lumbricus Rubellus) memiliki banyak kandungan, yang salah

satunya lisozim dan protein. Berdasarkan teori lisozim diketahui bahwa

kandungan ini yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan baketeri-bakteri

patogen yang berada didalam tubuh manusia atau yang disebut menghasilkan

antibiotik pada kandunan rebusan air cacing bagi bakteri slamonella typhi.

Adapun saat proses perebusan yang dilakukan tidak boleh melebihi batas

maksimal suhu yang diperlukan yaitu 50ᵒC. Hal ini jelas akan merusak beberapa

kandungan baik dari cacing tanah tersebut. Air rebusan cacing tanah (Lumbrius

rubellus) mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada

keadaan tertentu. Kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi, dikarenakan air rebusan cacing tanah (Lumbrius rubellus)

memiliki zat aktivitas antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi. Adapun

komponen bioaktif yang terdapat pada cacing tanah (Lumbrius rubellus) yaitu

asam amino non-esensial, valin, metionin, fenilalalnin, lisisn, tirosin, lumbricin


50

dan lisozim. (Sofyan, 2011). Menurut Jepe (2017) cacing tanah memiliki banyak

fungsi dan manfaat antara lain adalah: membantu memperlancar sirkulasi darah,

menenangkan syaraf, mempercepat penyembuhan luka, meningkatkan napsu

makan, manjur meredakan diare, berkhasiat untuk sembuhkan typhoid.

Pada 2 responden yang hanya terapi farmakologi obat sintetis kimia saja dari

resep dokter pada saat typhoid menyatakan tidak ingin meminum air rebusan

cacing dikarenakan jijik melihat bentuk cacing tersebut, merasa telah menyakiti

hewan dan memiliki bau khas saat diminum yang membuatnya memunculkan

respon mual. Responden tersebut menyakini bahwa obat sintetis kimia yang telah

diresepkan dokter untuk typhoid sudah sesuai dosis yang hitungannya.

Hal ini sejalan dengan Cita (2011) dalam penelitiannya yang berjudul

“Bakteri Slamonella Typhi dan Demam Typhoid” menyatakan bahwa pada terapi

antibiotika yakni kloramfenikol masih merupakan jenis antibiotika yang

digunakan dalam pengobatan demam typhoid (53,55%) dan merupakan

antibiotika pilihan utama yang diberikan untuk demam typhoid. Berdasarkan

efektivitasnya terhadap Salmonella typhi disamping obat tersebut relatif murah.

Namun pada penelitian yang lain menunjukkan bahwa angka relaps pada

pengobatan demam typhoid dengan menggunakan kloramfenikol lebih tinggi bila

dibandingkan dengan penggunaan kotrimoksazol. Selain itu pada lima tahun

terakhir ini para klinisi dibeberapa negara mengamati adanya kasus demam

typhoid anak yang berat bahkan fatal yang disebabkan oleh strain Salmonella

typhi yang resisten terhadap kloramfenikol. Angka kematian di Indonesia

mencapai 12% akibat strain Salmonella typhi ini. Penelitian yang dilakukan oleh
51

Musnelina et al (2004) di RS Fatmawati menunjukkan adanya pemberian obat

golongan sefalosporin generasi ketiga yang digunakan untuk pengobatan demam

typhoid pada anak yakni seftriakson (26,92%) dan sefiksim (2,19%). Namun dari

2 jenis obat ini, seftriakson menjadi pilihan alternatif pengobatan demam typhoid

anak yang banyak digunakan dibagian Kesehatan Anak Rumah Sakit Fatmawati

sepanjang periode Januari 2001-Desember 2002. Seftriakson dianggap sebagai

obat yang poten dan efektif untuk pengobatan demam typhoid jangka pendek.

Sifat yang menguntungkan dari obat ini adalah secara selektif dapat merusak

struktur kuman dan tidak mengganggu sel tubuh manusia, mempunyai spektrum

luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi kuman masih terbatas

mekanisme resistensi bakteri yang resisten terhadap antibiotika, terdapat dua jenis,

yaitu bakteri yang secara alamiah resisten terhadap antibiotika dan bakteri yang

berubah sifatnya dari peka menjadi resisten. Perubahan sifat bakteri tersebut dapat

terjadi karena mutasikromosom dan atau perolehan materi genetik dari luar.

Mekanisme resistensi yang khusus terjadi terhadap antibiotika lini pertama

adalah sebagai berikut: Mekanisme resistensi terhadap ampisilin, dapat terjadi

karena bakteri menghasilkan inaktivator berupa enzim laktamase, perubahan

target antibiotika sehingga kekurangan Penicillins Binding Protein (PBP),

kegagalan dalam mengaktifkan enzim autolisis dan bakteri tidak memiliki

peptidoglikan. Resistensi terhadap kloramfenikol, dapat terjadi melalui perubahan

target (ribosom) dari antibiotika, dihasilkannya inaktivator berupa enzim

kloramfenikol asetil transferase dan mekanisme yang membatasi antibiotika

masuk secara terus menerus melalui membran luar serta akan memompa keluar
52

antibiotika dari sitoplasma. Selanjutnya resistensi terhadap tetrasiklin dapat terjadi

karena mekanisme yang membatasi antibiotika masuk ke dalam target, melalui

perubahan permeabilitas terhadap tetrasiklin dan perubahan target (Ribosom)

antibiotika dihasilkannya inaktivasi berupa enzim yang menghambat kerja

antibiotika, pengaturangen represor dan melalui aktifefluks.

Mekanisme resistensi terhadap trimetroprimsulfametoksazol, dapat terjadi

karena kuman mampu mengembangkan jalur metabolisme lama yang dihambat

antibiotika dan peningkatan sintesis metabolit yang bersifat antagonis kompetitif,

melalui peningkatan sintesis PABA (Para amino benzoic acid) yang digunakan

untuk melawan efek sulfonamida dan perubahan yang terjadi pada enzim

reduktase asam dehidrofolat sehingga dapat menjalankanfungsi metabolismenya.

Semua mekanisme resistensi yang telah diuraikan di atas dapat dikelompokkan

menjadi:

1) mekanisme yang diperantarai oleh plasmid berupa aktif efluks, enzim

inaktivator yang dihasilkan bakteri, pengaturangen represor, dan

2) Mekanisme yang diperantarai oleh kromosom yaitu perubahan target

antibiotika, peningkatan sintesis metabolit yang bersifat antagonis serta

pengembangan jalur mekanisme lama yang dihambat antibiotika Beberapa gen

yang menyandikan sifat resistensi ekspresinya dikendalikan oleh sistem

regulator yang spesifik, seperti represor dan aktivator transkripsi gen-gen

resisten dapat dipindahkan melalui transformasi, transduksi atau konjugasi.

Pada umumnya gen resisten dalam satu spesies atau antar spesies gram negatif
53

dipindahkan melalui konjugasi elemen konjugasi ada dua macam yaitu plasmid

konjugatif dan transposon konjungtif.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini ialah terhambatnya permintaan data,

terhambat dalam bimbingan dengan dosen pembimbing dikarenakan sistemnya

online dan terbatas dalam penyebaran kuisioner kepada responden dengan sistem

penelitian survei langsung secara dor to dor ke tempat tinggal responden. Waktu

penelitian yang ditentukan akademik dirasakan jarak waktunya sedikit sehingga

peneliti harus mengejar waktu tersebut untuk penelitian.

Keterbatasan yang dirasakan peneliti ini dikarenakan penelitian dilakukan

ditengah maraknya wabah virus covid-19 yang menyerang seluruh dunia

khususnya indonesia. Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah yang berada

pada status KLB (Kejadian Luar Biasa) sehingga pemerintah Kota Tasikmalaya

menerapkan peraturan baru yakni diharuskan menerapkan sosial distancing yang

memiliki arti jaga jarak saat berkomunikasi antar sesama sehingga semua.

Sistem penelitian TIM ini yang menjadi keterbatasan penelitian ialah saat

awal harus disamakan presepsi pada setiap anggota, dan harus tetap

mempertahankan presepsi agar tetap sama dengan presepsi peneliti. Sehingga

peneliti mempertahankan presepsi dengan stay contac by phone yakni tidak

terlepas dari kontak telpon yang harus anggota TIM menanyakan yang tidak

dimengerti saat survei lapangan berjalan.begitupun saat dilakukannya evaluasi

pada anggota TIM penelitian.


BAB V

KESIMPULAN

5.1 Simpulan

a. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden melakukan pengobatan kombinasi antara pengobatan rebusan

air cacing dengan obat sintetis kimia sebanyak 39 orang atau (72.2%)

b. Jumlah responden yang menggunakan pengobatan air cacing saja saat

typhoid ialah sebanyak 13 orang atau (24.1%)

c. sebagian kecil responden melakukan pengobatan dengan meminum obat

sintetis kimia saja sebanyak 2 orang atau (3.7%).

5.2 Saran

a. Bagi Institusi Universitas Bhakti Kencana Tasikmalaya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang

berguna bagi para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan

keperawatan khususnya tentang typhoid dan pemberian air cacing

b. Bagi Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan

informasi dalam melakukan terapi pada pasien typhoid

c. Bagi peneliti lain

Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut, dengan

memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi atau faktor-

faktor yang menjadi hambatan dalam pemberian rebusan air cacing pada

54
55

pasien typhoid atau pada kasus penyakit lainnya. Tak hanya itu, bisa juga

diperhatikan tingkat keberhasilan pasien saat mengkonsumsi air cacing

sebagai pengobatan demam typhoid.

d. Bagi peneliti

Diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan untuk

melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.N., Pearsall, D., Hunn, dan Turner, N. (2011). Etnobiology. John

Wiley & Sons, Inc: Canada.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Preaktik. Jakarta:

Rineka Cipta

(2016). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Catalan, G. I. (2018). Earthworms a News Resource of Protein. Philippine

Earthworm Center. Philippines.

Depkes RI.( 2020). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Depkes Kota. Tasikmalaya. (2020). Standar Pelayanan Keperawatan. Kabupaten

Tasikmalaya

Edward, C,H., dan J,R, Lofty., (2017). Biology Of Earthworm. New York :

London Chapman and Hall. Jhon Wiley And Sons.

Herawati. Purnama Ari. Mawati Meli. Sahrir Dede Cahyati. (2019). Pemanfaatan

Rebusan Cacing Tanah Lumbricus sp Oleh Masyarakat Dukupuntang

Sebagai Obat Tipes. Seminar Nasional Pendidikan Sains.

Jepe, Melick, & Adeberg’s. (2017). Mikrobiologi Kedokteran, Penerbit EGC,

Jakarta.

Musnelina, Lili., A. F. Afdhal, A. Gani, dan P. Danayani. (2004). Pola

Pemberian Antibiotika Pengobatan Demam Tifoid Anak Di Rumah

Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 – 2002. Makara Kesehatan. 8(1):

27-31.
Notoatdmojo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

(2012). Promosi Kesehatan Dan Prilaku Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Novianingrum. (2019). Ilmu Psikologi Kesehatan Masyarakat. Edisi II.

Yogyakarta : Liberti

Purba, I. E., T. Wdanra, N. Nugrahini, S. Nawawi, dan N. Kdanun. (2016).

Program Pengendalian Demam Tifoid Di Indonesia: Tantangan Dan

Peluang. Media Litbangkes. 26(2): 99-108.

Saptono. (2011). Faktor Penentu Kualitas Kompos.

http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/artikel-coba-

2/plh/565 peduli-kesehatan-ii. Tanggal Akses 16 juni 2020.

Setiadi, Sutarno dan AD Setyawan. (2017). Biodiversitas Indonesia: Penurunan

dan Upaya Pengelolaan untuk Menjamin Kemandirian Bangsa. Prosiding

Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia 1(1): 1-13.

Simandjuntak, AK. Dan Walujo. (2009). Cacing Tanah : Budidaya dan

Pemanfaatannya. Jakarta : Penebar Swadaya (Anggota IKAPI)

Sofyan Ismael. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta Sagung

Seto

Sugito dan Slamet. (2018). Daya Hambat Konsentrasi Ari Rebusan Cacing Tanah

(Lumbricus Rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Slamonella Typhi

Dengan Metode Difusi. Jurusan Analis Kesehatan. Poltekkes Kemenkes

Pontianak
Supriyanto., J. Waluyo, dan S. Hariyadi. (2010). Deteksi, Isolasi dan

Karakterisasi Senyawa Antibakteri Pheretima javanica (Horst) sebagai

Obat Tipus (Secara In Vivo). Jember: Universitas Jember.

Waluyo, J., B. Sugiharto, dan N. C. Zaini. (2007). Purifikasi dan Karakterisasi

Protein Antibakteri dari Pheretima javanica. Jurnal Ilmu Dasar. 8(1):

37-44.

Warisno dan Kres D. (2014). Budidaya Cacing Tanah. Yogyakarta : LILY

Pubhliser

Widoyono. (2012). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

pemberantasannya. Jakarta : Erlangga


LAMPIRAN-LAMPIRAN

PENJELASAN PENELITIAN
Judul : Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Air Cacing Terhadap
Pasien Typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya
Tahun 2020

Saya mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Bhakti


Kencana Kota Tasikmalaya bermaksud mengadakan penelitian tentang Pengaruh
Pemberian Air Cacing Terhadap Penurunan Demam Pada Pasien Tifus di
Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui deskripsi penatalaksanaan pemberian air


cacing terhadap pasien tifus di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya. Kami
sangat menghargai dan menjunjung tinggi hak responden dengan cara menjamin
kerahasiahan identitas dan data yang diperoleh, baik dalam pengumpulan data,
pengolahan data ataupun pada saat penyajian data.

Melalui penjelasan singkat ini, peneliti sangat mengharapkan partisipasi anda


untuk berperan serta dalam penelitian ini, atas kesediaan dan partisipasinya
peneliti ucapakan terima kasih.

Tasikmalaya, Mei 2020


Peneliti

Chandra Mulyana
MB 1016042

PERSETUJUAN RESPONDEN

Setelah membaca, mencermati dan memperoleh jawaban terhadap pertanyaan


yang saya ajukan mengenai penelitian ini, saya bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya berdampak
positif terhadap pengetahuan saya tentang keperawatan komunitas.

Tasikmalaya, Juli2020
Responden

(……………………………)
Lampiran 1 : Surat Imformed Consent

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Responden

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Yth.

Bapak/Ibu/Sdr/i. …………………….

Di Tempat.

Dengan Hormat,
Dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu
Keperawatan, maka saya:
Nama : Chandra Mulyana
NPM : MB 1016042
Prodi : Keperawatan
Judul Skripsi : Gambaran Penatalaksanaan pemberian air cacing (Lumbricus
Rubellus) Pasien Tifus di Puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya tahun 2020
Bermaksud melakukan penelitian dengan menggali informasi dari pasien yang
berhasil dalam pemberian air cacing, ataupun obat sistesis kimia yyang diresepkan
dokter menjadi pengobatan pada penderita penyakit thyfus di Puskesmas
Cibeureum Kota Tasikmalaya. Saya mohon dengan hormat kepada
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi angket yang
terlampir berikut. Kuesioner ini semata-mata untuk kepentingan Studi. Kami akan
menjaga kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i.
Atas kesediaan dalam meluangkan waktu untuk mengisi Kuesioner ini
kami mengucapkan terimakasih.

Tasikmalaya, Juli 2020

Peneliti,

Chandra Mulyana
MB 1016042
Lampiran 3 : Data Demografi Responden
DATA DEMOGRAFI RESPONDEN

Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Air Cacing Terhadap Pasien


Typhoid di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

A. PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah baik-baik setiap pertanyaan dan seluruh alternatif jawabannya.
2. Pilihlah alternatif jawaban dengan melingkari salah satu jawabannya.
3. Berhubung data yang Bapak / Ibu berikan sangat besar artinya bagi
penulis, dimohon setiap pertanyaan diisi dengan sebenarnya.
4. Kerahasiaan responden dijamin peneliti.

B. DATA RESPONDEN
1. No. Responden : ……………………………
2. :Jenis Kelamin : ……………………………
3. Pendidikan : ............................................
4. Pekerjaan : ……………………………
5. Pendidikan : a. SD/Sederajat
b. SMP/Sederajat
c. SMA/Sederajat
d. Sarjana
e. Pasca Sarjana
6. No. Hp. : …………………………….
Lampiran 5 : Kuisioner Penelitian

Kuisioner Penelitian

Isilah tabel dibawah ini dengan memberi tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai
dengan persepsi dan perilaku anda!

Keterangan:

STS = Sangat Tidak Setuju S = Setuju


TS = Tidak Setuju SS = Sangat Setuju
No. Pernyataan STS TS S SS
V1. Saat terjadi thyfus air cacing menjadi obat
tradisional
2. Pengobatan air cacing diminum saat terjadi
thyfus

3. Saya meyakini bahwa rebusan air cacing mampu


menurunkan demam thyfus

4. Rebusan air cacing banyak mengandung kasiat,


sehingga banyak yang menganjurkan untuk
meminumnya
5. Tanpa anjuran orang lain, saya mengkonsumsi
rebusan air cacing sebagai obat thyfus

6. Meminum rebusan air cacing saja saat thyfus


menjadi salah satu obat.
7. Sejak dahulu sampai sekarang saya hanya yakin
terhadap rebusan air cacing saat thyfus
8. Saat saya thyfus, saya hanya meminum rebusan
air cacing sevagai obatnya
9. Air rebusan cacing diminum 2x sehari selama
thyfus

10. Saya meyakini rebusan air cacing saja yang


menjadi obat thyfus sejak zaman dahulu

11. Selain rebusan air cacing saya pun minum obat


yang dianjurkan dokter
12. Saya meyakini bahwa demam thyfus akan turun
saat meminum obat dari dikter dan rebusan air
cacing.
13. Rebusan air cacing dan obat dari dokter menjadi
satu kesatuan penurunan demam thyfus
14. Saat thyfus saya meminum obat dari dokter dan
minum rebusan air cacing dengan jeda waktu
beberapa jam
15 Dokter menyarankan meminum obat yang
diresepkannya yaitu paracetamol dan amoxilin
yang kemarin saya minum, namun saya juga
percaya bahwa air cacing menjadi salah satu
turunnya demam saat thyfus
16 Rebusan air cacing menjadi banyak yang dicari
saat thyfus, karena kemarin saya pun
meminumnya dengan obat yang diresepkan pula
17 Dokter menyarankan untuk meminum obat yang
diresepkannya tanpa diikuti dengan obat
tradisional
18 Obat yang diresepkan dokter ialah paracetamol
dan amoxilin

19 Saya hanya yakin kepada dokter yang


memberikan resep obat, dan saya tidak percaya
terhadap rebusan air cacing
20 Saya jijik meilhat cacing, jadi saat thyfus saya
hanya meminum obat dari dokter saja

21 Saya tidak percaya bahwa cacing banyak


kasiatnya, sehingga saya hanya meminum obat
dari dokter saja saat thyfus
22 Saat thyfus saya hanya minum air rebusan
cacing

23 Saat thyfus saya hanya minum obat dari dokter

24 Saat thyfus saya meminum obat dari dokter dan


rebusan air cacing

25 Terkadang saya minum rebusan air cacing atau


obat ataupun keduanya

26 Saat thyfus saya tidak suka meminum rebusan


air cacing, karena merasa bahwa itu menyakiti
hewan
27 Saat thyfus saya tidak suka meminum rebusan
air cacing, karena saya belum mengetahui
sumber terkuatnya
28 Lebih baik meminum obat dari resep dokter
lebih yakin daripada rebusan air cacing yang
belum saya fahami cara pengolahannya saat
typhus
29 Saat thyfus saya meminum obat resep dokter
saja, karena air cacing sudah menjadi budaya
masyarakat saat thyfus menurut saya
30 Thyfus menjadi fokus utama dalam pengobatan
rebusan air cacing

Dikarenakan 15 soal yang valid, maka perhitungan kuisioner ialah sebagai berikut
:

Jumlah x 100
=
60 Cara Hitung Kuisioner :

Sangat Tidak Setuju (STS) : jumlah jawaban x 1 =....

Tidak Setuju (TS) : jumlah jawaban x 2 =....

Setuju (S) : jumlah jawaban x 3 =....

Sangat Setuju(SS) : jumlah jawaban x 4 =....

(Di Jumlahkan)

Hasil ukur :

1. Air cacing dan obat sintetis kimia, apabila pertanyaan dijawab benar oleh

responden 75%-100%

2. Hanya rebusan air cacing. apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden

50%-75%

3. Hanya obat sintetis kimia, apabila pertanyaan dijawab benar oleh responden

<50%
Lampiran 6 : Hasil Statsitik Penelitian

A. Uji Validitas
Uji validitas dari mentahan SPSS16 tidak bisa dipindahkan karena sistem tidak
mendukung. Maka untuk mengetahui valid atau tidaknya di setiap item soal
yakni sebagai berikut :
Tabel 3.7.1 Nilai Uji Validitas Setiap Item Soal Kuisioner

N
r tabel r hitung Validitas
o
1 0.468 0.680 Valid
2 0.468 0.336 Tidak valid
3 0.468 0.580 Valid
4 0.468 0.082 Tidak valid
5 0.468 0.023 Tidak valid
6 0.468 0.582 Valid
7 0.468 0.464 Tidak valid
8 0.468 0.814 Valid
9 0.468 0.507 Valid
1 0.468 0.055 Tidak valid
0
1 0.468 0.187 Tidak valid
1
1 0.468 0.149 Tidak valid
2
1 0.468 -0.195 Tidak valid
3
1 0.468 0.431 Tidak valid
4
1 0.468 0.330 Tidak valid
5
1 0.468 0.695 Valid
6
1 0.468 0.728 Valid
7
1 0.468 0.561 Valid
8
1 0.468 0.765 Valid
9
2 0.468 0.675 Valid
0
2 0.468 0.707 Valid
1
2 0.468 0.808 Valid
2
2 0.468 0.615 Valid
3
2 0.468 0.300 Tidak valid
4
2 0.468 0.108 Tidak valid
5
2 0.468 0.647 Valid
6
2 0.468 0.341 Tidak Valid
7
2 0.468 0.320 Tidak Valid
8
2 0.468 0.163 Tidak Valid
9
3 0.468 0.746 Valid
0

B. Uji Reabilitas Kuisioner :


Dari jumlah responden yang dilakukan uji validitas sebanyak 20 orang
yang pernah memiliki riwayat typhoid 1-3 bulan yang lalu diwilayah kerja
UPTD Puskesmas Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2020.

Case Processing Summary

N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Nilai Reliabilitas hasil statistik :

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.927 15 Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
9-16 Tahun 11 20.4 20.4 20.4
C. Data Demografi Responden 17-25 Tahun 15 27.8 27.8 48.1
26-35 Tahun 5 9.3 9.3 57.4
36-45 Tahun 3 5.6 5.6 63.0
46-55 Tahun 10 18.5 18.5 81.5
56-65 Tahun 5 9.3 9.3 90.7
>65 Tahun 5 9.3 9.3 100.0
Total 54 100.0 100.0
Frequencies

Statistics
UMUR
N Valid 54
Missing 0
Responden sebanyak 54 orang yang pernah memiliki riwayat typhoid 1-3
bulan terakhir pada tahun 2020 diwilayah kerja puskesmas cibeureum kota
tasikmalaya

JK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid L 17 31.5 31.5 31.5
P 37 68.5 68.5 100.0
Total 54 100.0 100.0

PENDIDIKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 25 46.3 46.3 46.3
SMP 15 27.8 27.8 74.1
SMA 14 25.9 25.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

PEKERJAAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BURUH 11 20.4 20.4 20.4
IRT 8 14.8 14.8 35.2
PELAJAR 14 25.9 25.9 61.1
PNS 2 3.7 3.7 64.8
TANI 3 5.6 5.6 70.4
WIRASWASTA 16 29.6 29.6 100.0
Total 54 100.0 100.0

D. Analisis Univariat
TOTTALJENISPENGOBATAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pengobatan rebusan air
cacing dan obat sintetis 39 72.2 72.2 72.2
kimia
Pengobatan rebusan air
13 24.1 24.1 96.3
cacing
Pengobatan obat sintetis
2 3.7 3.7 100.0
kimia
Total 54 100.0 100.0

Lampiran 7 : Dokumentasi Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian disamakan dulu presepsi antara peneliti


dengan asisten peneliti dengan sistem penelitian TIM (Anggota 1, 2, dan 3).
Peneliti menjelaskan alur penelitian, pembahasan kuisioner.
Setelah penelitian maka peneliti melakukan evaluasi hasil penelitian survey lapangan.
Survei lapangan Ketua TIM Survei lapangan TIM 1

Survei lapangan TIM 2 Survei lapangan TIM 3


Lampiran 8 : Form Catatan Bimbingan

CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : CHANDRA MULYANA


NIM : MB1016042
Judul Skripsi : Pengaruh Air Cacing Terhadap Penurunan Demam
Pada Pasien Tifus Di Puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya
Nama Pembimbing I : Rikky Gita Hilmawan. M.KM
No Hari/Tanggal Catatan Pembimbing Paraf Pembimbing
1 18 Maret 2020 Konsul judul dan BAB I

ACC Judul
2

4
CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : CHANDRA MULYANA


NIM : MB1016042
Judul Skripsi : Pengaruh Air Cacing Terhadap Penurunan Demam
Pada Pasien Tifus Di Puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya
Nama Pembimbing II : Ns. Asep MP, S.K.ep., MHKes
No Hari/Tanggal Catatan Pembimbing Paraf Pembimbing
1

Lampiran 9 : Lembar Revisi Sidang Proposal

LEMBAR REVISI
Nama : CHANDRA MULYANA
NIM : MB 1016042
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Perbandingan Air Cacing Dengan Air Kelapa
Terhadap Penurunan Demam Pasien Typhoid Di
Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya Tahun 2020
Hari/Tanggal : Kamis, 4 Juni 2020
Nama Penguji/Moderator : Rikky Gita Hilmawan. M.KM

No. Bagian Saran/Koreksi Dari Penguji/Moderator

1 BAB I - Lihat dan baca lagi perbaiki cara penulisan dan


disesuaikan dengan buku pedoman
- Identifikasi masalah
- Judul Menjadi Gambaran Penatalaksanaan Pemberian
Air Cacing Tanah Terhadap Pasien Typhoid Di
Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya Tahun 2020

2 BAB II - Lihat cara ukur typhoid dengan menggunakan air


cacing saja, obat kimia saja, atau antar keduanya dan
berapa skor nya.
- Air cacing tambah teorinya dan pembahasan nya yang
sesuai antara Air cacing. Cara ukur nya

3 BAB III - Untuk kuesionernya perbaiki semua cari pertanyaan


yang sesuai dari cara ukur yang telah di cantumkan di
bab 2 dan 3, serta sesuaikan dengan DO di Bab 3

Tasikmalaya, Juni 2020


Penguji/Moderator*

TTD

Rikky Gita Hilmawan. M.KM


Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian KESBANGPOL Kota Tasikmalaya

Pada surat izin penelitian ini, peneliti mengajukan judul yang pertama
yakni “Pengaruh Air Cacing Terhadap Penurunan Demam Pada Pasien Tifus
Di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya”. Namun seiring berjalannya
waktu bimbingan, banyak pertimbangan yang harus diselesaikan sehingga
mendapat arahan dan perintah dari pembimbing untuk mengganti judul baru
yakni “Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Air Cacing Terhadap Pasien
Typhoid Di Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya Tahun 2020”.
Lampiran 11 : Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
Lampiran 12 : Surat Balasan Izin Penelitian Dari Puskesmas Cibeureum Kota
Tasikmalaya
Lampiran 13 : Surat Pengantar Izin Uji Validitas Dan Reabilitas Puskesmas
Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

Anda mungkin juga menyukai