Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional

Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019


“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

PENGARUH PENGGUNAAN GADGET TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER


ANAK USIA DINI
1)
Prajnidita Zaeny Rahmalah, 2)Puji Astuti, 3)Larasati Pramessetyaningrum, 4)Susan
Program Studi Pendidikan Guru PAUD,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Alamat : Jl. Raya Dukuhwaluh Dusun III, Kec. Kembaran, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah 53182
Email : prajniditazaenyrahmalah2131@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti seberapa besar pengaruh penggunaan gadget, terhadap
pembentukan karakter anak usia dini, yang dilakukan di salah satu lembaga yaitu Taman Kanak-kanak (TK)
UMP Dukuhwaluh. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yaitu metode yang berupa
narasi atau kata-kata tertulis. Dari metode ini, sampel yang akan diteliti pengaruhnya adalah anak kelompok B2
yang terdiri dari 21 anak. Dimana munculnya karakter seseorang, dapat dilihat dari pembiasaan yang dilakukan
dalam kehidupan. Di era globalisasi saat ini, teknologi semakin canggih dan dapat menjadi pendukung kegiatan
manusia. Kemajuan teknologi tersebut, menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan
karakter seseorang, termasuk pada anak usia dini. Sifat-sifat atau ciri-ciri karakter menurut de Jong : 2017, itu
setidaknya bersifat stabil, namun bisa diubah, misalnya dengan sebuah latihan intensif. Begitu juga berbagai
pengalaman dari lingkungannya dapat berpengaruh pada pembentukan karakter siswa. Sehingga dengan adanya
pola pembelajaran atau metode tertentu, diharapkan mampu untuk mengetahui pengaruh penggunaan gadget
terhadap pembentukan karakter anak usia dini.

Kata Kunci : Pendidikan, pembentukan karakter, penggunaan gadget, dan anak usia dini.

ABSTRACT

This study aims to examine how much influence the use of gadgets has on the formation of early
childhood character, which is carried out in one of the institutions, namely Kindergarten UMP Dukuhwaluh.
The method used is a qualitative research method, which is a method in the form of narration or written words.
From this method, the sample that will be examined for its influence is B2 group children consisting of 21
children. Where the appearance of one's character, can be seen from the habituation carried out in life. In the
current era of globalization, technology is increasingly sophisticated and can be a supporter of human
activities. The advancement of technology has become one of the factors that influence the formation of a
person's character, including in early childhood. Character traits according to de Jong: 2017, it is at least
stable, but can be changed, for example with an intensive training. Likewise, various experiences from the
environment can influence the formation of student character. So that with the learning patterns or certain
methods, it is expected to be able to determine the effect of the use of gadgets on the formation of early
childhood character

Keywords: Education, character building, gadget usage, and early childhood.

PENDAHULUAN
Di dunia digital yang serba canggih, teknologi hadir sebagai sebuah jawaban untuk
memudahkan semua aktivitas manusia. Bahkan, manusia menjadi tergantung akan teknologi yang
ada. Kemajuan teknologi inilah yang perlu dilihat, dari sisi positif dan negatifnya. Tidak jarang sisi
negatif lebih mendominasi karena ketidakmampuan kita untuk memanage penggunaan teknologi yang
ada, terutama gadget. Gadget menjadi salah satu alasan utama mengapa perilaku manusia, sedikit
demi sedikit menjadi apatis. Untuk manusia dewasa yang sudah mengerti akan dua sisi gadget
tersebut saja masih bisa salah dalam penggunaannya. Apalagi pada anak usia dini, dimana mereka
masih memerlukan pendampingan ketika menggunakan. Salah satu sisi baiknya adalah anak dapat
bermain sambil belajar melalui media audio visual yang lebih menarik, sehingga anak mudah
memahami apa yang mereka pelajari. Namun di sisi lain, berpengaruh pula pada pembentukan

302
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

karakter seorang anak. Anak usia dini yang sejatinya masih memerlukan bimbingan dan contoh nyata
dari lingkungan sekitarnya. Karakter anak juga bisa terbentuk ketika ia berlebihan dalam
menggunakan gadget.
Menurut Soedarsono, karakter merupakan sebuah nilai yang sudah terpatri di dalam diri
seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan, percobaan, serta pengaruh lingkungan yang
kemudian dipadupadankan dengan nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi nilai yang
intrinsik yang terwujud di dalam sistem daya juang yang kemudian mendasari sikap, perilaku dan
pemikiran seseorang.1 Berdasarkan pengertian tersebut, karakter didapat melalui pengalaman dan
pendidikan. Anak usia dini yang rasa keingintahuannya tinggi, tentu akan terbentuk karakternya yang
baik ketika diarahkan pada hal yang positif, terutama pada penggunaan gadget mereka. Sehingga,
pada penelitian ini akan dilihat bagaimana penggunaan gadget berpengaruh pada pembentukan
karakter anak usia dini.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif disini, menggunakan teknik yaitu observasi. Observasi merupakan kegiatan
dengan mengamati secara langsung, perilaku anak usia dini ketika dalam kegiatan pembelajaran di
kelas. Data kalau digolongkan menurut asal sumbernya dapat dibagi menjadi dua: (1) data primer,
yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang akan diteliti (responden), (2) data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu, seperti Biro Pusat Statistik, Departemen
Pertanian, dan lain-lain (Suyanto : 2005, p.55)

Berdasarkan bagan di atas, peneliti melakukan observasi yang berupa pengamatan pada
perilaku anak ketika kegiatan belajar mengajar di kelas. Setelah melakukan observasi, peneliti
mengambil sampel sejumlah 21 anak dalam kelas tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut sejauh
mana penggunaan gadget setiap anak, maka peneliti menyebarkan kuisioner kepada wali siswa berupa
pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya mendapatkan jawaban lebih mendalam. Dengan diperolehnya
hasil kuisioner, peneliti membahasnya melalui penjabaran berupa kalimat atau narasi yang disebut
deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. PENDIDIKAN KARAKTER
Berbicara mengenai karakter, sebenarnya apa itu karakter? Karakter (character) mengacu
pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Dalam tulisan bertajuk Urgensi Pendidikan Karakter, Prof. Suyanto, Ph.D. menjelaskan
bahwa “karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
an bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut
Alwisol diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk
baik secara eksplisit maupun kepribadian. Kata karakter berasal dari bahasa Yunanti yang berarti “to

303
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

mark” (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku ( Zubaedi : 2012, p.11-12).
Dengan adanya karakter, tentu diperlukan adanya pendidikan karakter. Pendidikan karakter
diartikan sebagai the deliberate us of all dimensioins of school life to foster optimal character
development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah utnuk membantu
pengembangan karakter dengan optimal). Raharjo memaknai pendidikan karakter sebagai suatu
proses pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam
kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu
hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan (Zubaedi :
2012, p. 15-16).
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mangatasi krisis
moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau tidak diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan
mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-
anak (Zubaedi : 2012, p. 1). Pendidikan karakter di Indonesia, sebenarnya tidak dicantumkan dalam
format berupa kegiatan pembelajaran. Namun pada setiap mata pelajaran, memuat nilai-nilai yang
salah satunya adalah pendidikan karakter. Jadi, dalam pemberian materi atau kegiatan-kegiatan yang
diadakan di sekolah, bertujuan untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak. Karena, karakter
anak di Indonesia perlu dibentuk sejak dini. Pendidikan dasar di Taman Kanak-kanak (TK), menjadi
lembaga awal untuk mengaplikasikan pendidikan karakter, setelah anak didasari dari lingkungan
keluarga.
Sejalan dengan implementasi pendidikan karakter, UNESCO dalam empat pilar pendidikan
secara implisit sebenarnya juga menyingggung pentingnya pendidikan karakter. Seperti kita ketahui
ada empat pilar pendidikan yang diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan di seluruh
dunia, yang meliputi, learning to know, learning to, laerning to be, dan learning to live together. Dua
pilar terakhir learning to be dan learning to live together pada hakikatnya adalah implementasi dari
pendidikan karakter (Samani : 2012, p. 18).

B. PENGERTIAN GADGET
Gadget adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang mengartikan sebuah alat elektronik
kecil dengan berbagai macam fungsi khusus. Gadget dalam pengertian umum dianggap sebagai suatu
perangkat elektronik yang memiliki fungsi khusus pada setiap perangkatnya. Contohnya komputer,
handphone, game, dan lainnya. Gadget memiliki fungsi dan manfaat yang relatif sesuai dengan
penggunaanya. Fungsi dan manfaat gadget secara umum diantaranya (Chusna : 2017, p. 4-5) :
1. Komunikasi; 2. Sosial; 3. Pendidikan.
Dengan segala kemudahan yang terdapat pada fitur gadget tersebut, semakin mempermudah
aktivitas manusia. Indonesia menjadi negara dengan pengguna gadget yang cukup banyak. Dari data
statistik pengguna gadget, khususnya komputer atau laptop, didapat hasil bahwa jumlah pengguna
internet di Indonesia tahun 2016 sebanyak 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total jumlah
penduduk Indoesia sebesar 256,2 juta.

Hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016

Kepemilikan gadget yang cenderung mudah, serta harga yang relatif dapat dijangkau oleh
seluruh kalangan, membuat setiap orang menjadi pengguna gadget yang aktif. Intensitas penggunaan

304
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

gadget yang cukup sering, dapat memengaruhi orang-orang di sekitar pengguna gadget tersebut.
seperti misalnya anak-anak, yang dapat terpengaruh oleh orang tuanya yang merupakan pengguna
aktif.

C. PENGARUH PENGGUNAAN GADGET PADA PEMBENTUKAN KARAKTER


ANAK USIA DINI
Kecenderungan anak-anak untuk menggunakan gadget, bisa berasal dari pengaruh lingkungan
maupun keluarga. Lingkungan tempat anak itu berada, juga mendukung anak tersebut untuk
menggunakan gadget. Kondisi keluarga yang kurang kondusif seperti anggota keluarga yang sibuk,
membuat anak mengalihkan perhatiannya pada gadget milik orang tua. Semisal anak tidak ingin
bermain di luar bersama temannya, atau orang tua yang tidak memperbolehkan karena alasan tertentu,
maka gadget menjadi alternatif andalan untuk membuat anak diam atau betah dirumah.
Pengguna gadget yang juga berasal dari kaum anak-anak atau anak usia dini, belum mengerti
mengenai penggunaan gadget yang baik dan benar. Mereka memerlukan pendampingan dan
pemahaman dari orang tua, guru, maupun lingkungan sekitar yang tidak hanya memberikan
pengetahuan berupa kata-kata lisan, tetapi juga dengan contoh nyata berupa perbuatan. Anak usia dini
yang sejatinya masih dalam proses mengamati dan meniru, dapat diarahkan ke arah yang positif.
Pengaruh penggunaan gadget pada anak usia dini, dapat dilihat dari perkembangan yang
dialami oleh anak. Hal tersebut dapat dilihat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sinta dari
Universitas Tanjungpura Pontianak, pada sebuah Taman Kanak-kanak (TK) di Pontianak, yaitu TK
Aisyiyah Bustanul Athfal VI Pontianak. Penelitian tersebut mengkrucut pada perkembangan sosial
anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dari sekian anak yang menjadi sampel,
hanya ada 1 anak yang intensif menggunakan gadget. Setelah diteliti, ternyata penggunaan gadget
tidak berpengaruh terhadap perilaku sosial anak di TK Aisyiyah Bustanul Athfal VI. Kesimpulannya,
penelitian ini lebih mengarah kepada penggunaan gadget yang memberi dampak positif, dan hal
tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku sosial anak.
Terdapat pula penelitian lainnya yang sejenis, sehingga menjadi acuan pada penelitian ini.
Penelitian berjudul Pengaruh Media Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak, oleh Puji Asmaul
Chusna dari STIT Al-Muslibun. Penelitian ini membahas mengenai, pengaruh gadget pada
perkembangan karakter seorang anak. Hal yang terlihat paling menonjol dan utama, adalah pada sikap
perilaku anak tersebut.Selain dari perubahan sikap perilaku, faktor kesehatan juga menjadi penyebab
selanjutnya yang mengakibatkan karakter seorang anak dapat berubah. Kesimpulannya, peran yang
paling berpengaruh terdapat pada orang tua. Ketika orang tua memiliki andil penuh dalam
memberikan pengawasan, maka penggunaan gadget pada anak, serta faktor negatifnya pun dapat
diminimalisir.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang sejenis, penelitian ini akan membahas mengenai
dampak penggunaan gadget pada pembentukan karakter anak usia dini. Keluarga sebagai tempat
pertama yang dilihat anak, serta sekolah lanjutan awal atau Taman Kanak-kanak (TK) sebagai
lembaga formal yang juga mendukung pembentukan karakter tersebut, menjadi fokus pada penelitian
ini. Penggunaan gadget yang mengakibatkan sikap ketergantungan, berimbas pada karakter seorang
anak. Karakter anak yang belum terbentuk seutuhnya, dapat berubah ketika anak melihat suatu hal
baru, atau ia terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang saat ini serba
menggunakan gadget, membuat rasa ingin tahu seorang anak bertambah. Awalnya anak mengamati,
lalu anak mencoba memakainya, hingga menjadi pengguna gadget itu sendiri. Sebenarnya,
penggunaan gadget pada anak usia dini dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Di satu
sisi, anak dapat belajar melalui media audio visual yang menarik sehingga anak lebih mudah
memahami apa yang ia ingin tahu. Di sisi lain pengawasan yang kurang terhadap anak, dapat
memberikan dampak negatif. Salah satunya terhadap pembentukan karakter mereka.
Sampel yang dipilih oleh peneliti dalam sebuah Taman Kanak-kanak di Purwokerto, yaitu TK
UMP Dukuhwaluh, terdapat 21 anak dalam sebuah kelas. Untuk penggunaan gadget di sekolah,
terkadang guru menggunakan media seperti LCD, laptop, dan DVD player sebagai media

305
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

pembelajaran. Tujuan utamanya adalah, untuk memperkenalkan teknologi masa kini yaitu gadget.
Tujuan lainnya yaitu untuk mengajarkan mengenai hal hal baru pada tema-tema tertentu, misalnya
pada tema tema Pekerjaan. Guru memperkenalkan tentang berbagai pekerjaan yang sehari-hari dapat
ditemui oleh anak. Salah satunya adalah dokter. Kemudian guru meminta salah satu wali siswa yang
berprofesi serupa untuk mengisi kelas inspirasi. Tentu saja pengisian kelas tersebut melibatkan
penggunaan gadget. Dengan tujuan edukasi, gadget berupa laptop tersebut menjadi media audio
visual yang dapat mendukung pembelajaran, sehingga penyampaian informasi pendidikan dapat
dimengerti dengan mudah oleh anak serta lebih menarik, seperti lewat video maupun animasi gambar.
Namun bagaimana ketika karakter anak yang sehari-harinya berperilaku baik, dapat berubah
menjadi negatif? Tentu sekolah tidak memperkenankan anak untuk menggunakan gadget secara
pribadi. Artinya adalah, anak tidak membawa atau meggunakan gadget miliknya saat berada di
sekolah. Pembatasan ini hanya diberlakukan di sekolah, yang hanya berkisar 2-3 jam saja. Ketika
anak kembali ke rumah, bagaimana peran orang tua? Hal ini terkadang tidak disadari, karena hanya
membebankan pada peran guru sebagai pendidik. Padahal, waktu-waktu efektif untuk menggunakan
gadget salah satunya adalah di rumah. Untuk itu peneliti memberikan kuisioner kepada orang tua
siswa, dengan harapan mendapatkan jawaban yang lebih mendalam.
Dari 6 buah pertanyaan yang diajukan, pemahaman orang tua mengenai pendidikan karakter,
sebagian besar sudah mengerti dan memahaminya. Bahwa dari 21 wali siswa, hampir seluruh orang
tua siswa paham akan pentingnya pendidikan karakter pada anak. Namun, mengerti dan memahami
secara teoritis saja tidak cukup. Pada praktiknya, terkadang orang tua lupa bahwa gadget bisa menjadi
dua mata pedang. Pertama dapat mengedukasi anak, yang sebaliknya dapat berpengaruh negatif pada
anak. Hal tersebut terlihat ketika pertanyaan diajukan, mengenai seberapa sering frekuensi anak dalam
memakai gadget. Sebanyak 10 anak menjadi pemakai, atau pengguna gadget secara intensif.
Meskipun pada rentang waktunya anak diberi pembatasan, nyatanya tetap berpengaruh pada
pembentukan karakter anak.
Berikut merupakan hasil, dimana terdapat beberapa anak yang penggunaan gadgetnya di
rumah cenderung lebih sering. Hal tersebut ternyata dapat berpengaruh terhadap perilaku anak, yang
akhirnya mampu membentuk karakternya. Apa yang dilihat oleh anak, tidak langsung disaring begitu
saja. Mereka menerima secara utuh apa yang dilihat dan didengarnya.
No. Nama Anak Penggunaan Gadget
1. AL Anak cukup sering menonton tv, dan menggunakan handphone. Perubahan
sikapnya, anak menjadi kurang fokus, dan gerak motoriknya kurang.
2. AE Anak diizinkan bermain handphone, untuk mengurangi waktu bermain dengan
temannya yang cenderung suka membangkang. Sehingga agar anak dapat
diam di rumah, handphone menjadi solusi yang dapat diandalkan.
3. AT Anak cukup sering diizinkan bermain handphone, karena sang ibu harus
mengurus adiknya AT. Sehingga ketika tidak bisa disambi, handphone
menjadi pertolongan pertama. Namun hasilnya, anak cenderung kecanduan /
ketergantungan.
4. AS Pemakaiannya cukup lama dalam sehari, dan hal tersebut berpengaruh
terhadap sikap fokus anak terhadap suatu hal.
5. RI Pemakaian dibatasi namun diberlakukan setiap hari, membuat anak agak sulit
ketika diberi nasehat.
6. AC Orang tua memperbolehkan anak memakai gadget, ketika AC memintanya.
Namun, ia menjadi suka meminta suatu hal berdasarkan apa yang dilihatnya
atau ada di dalam gadget.
7. GL Setiap hari diperbolehkan memakai gadget, dengan tenggang waktu 1-2 jam
per hari.
8. AI Pemakaiannya lumayan sering, sehingga ketika AI melihat apa yang ia tonton
di dalam gadgetnya, ia cenderung meminta sesuatu seperti itu.
9. NR NR sering memakai gadget, dan ia tidak akan berhenti jika orang tua tidak
menyetopnya. Sehingga ketika sudah asyik, ia kurang dalam bersosialisasi.

306
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

10. RN Pemakaiannya cukup intensif. Karena ketika orang tua mengambil gadgetnya,
ia akan marah.
Berdasarkan hasil di atas, rata-rata anak memakai gadget dengan intensif. Hal tersebut
mengakibatkan adanya perubahan pada karakter anak. Dimana anak menjadi kurang perhatian atau
fokusnya ketika orang tua sedang mengajak bicara atau meminta tolong suatu hal. Selain itu, apa yang
dilihat dan didengar anak pada gadget tersebut langsung diminta olehnya kepada orang tua. Padahal,
sebelumnya anak tersebut tidak memiliki sikap demikian.
Setelah diamati lebih lanjut, ketika kegiatan pembelajaran di kelas, anak-anak tersebut
ternyata memiliki karakter yang tidak mudah diam ketika guru sedang menerangkan sesuatu, fokus
dari anak tersebut kurang, ada pula yang menggunakan fisik kepada temannya, sebagai cara untuk
mengungkapkan ekspresi atau perasaannya seperti marah, atau senang. Ketika diberi stimulus untuk
mengasah kemampuan motorik kasarnya seperti kegiatan senam atau drumband, anak akan
mengeluarkan energi sewajarnya saja atau bahkan hanya mengeluarkan sedikit energi. Hal tersebut
akibat anak sering menggunakan gadget, sehingga kemampuan geraknya kurang. Padahal, ia
sebenarnya bisa bergerak lebih aktif lagi, namun karena terbiasa duduk diam dan memandangi gadget,
maka ia cenderung lamban atau malas. Ketika diberi stimulus pada motorik halusnya berupa kegiatan
mewarnai, anak juga kurang telaten. Karena terbiasa dengan hal-hal yang praktis, anak menjadi
kurang bersabar dan telaten pada sebuah proses. Dimana ketika proses mewarnai, anak dituntut
menjadi pribadi yang ulet dan tekun untuk memenuhi gambar dengan warna.
Karakter yang perlu dibentuk dan dikembangkan pada anak usia dini, terdapat lima hal yang
dapat dikelompokkan. Antara lain adalah karakteristik nilai moral dan agama, sosial emosional,
kognitif, bahasa, dan fisik motorik.
a. Karakter anak pada bidang pengembangan Nilai Moral dan Agama
Pada tahap ini terdiri atas dua level. Dimulai dengan tahap prakonvensional anak mulai
belajar moral dari interaksinya dengan lingkungan. Pada tahap konvensional perbuatan anak
diorientasikan pada harapan/ penghargaan sosial. Anak akan berbuat moral agar dianggap baik oleh
masyarakat. Perbuatannya dilakukan agar dihargai oleh orang lain. dalam bidang pengembangan ini,
anak akan terbentuk karakternya ketika lingkungan keluarga memberikannya contoh nyata melalui
kegiatan beribadah yang dapat diamati oleh anak, sehingga anak tergerak untuk mengikutinya.
Selanjutnya di sekolah, anak melalui guru mendapat contoh nyata lainnya melalui perbuatan saling
memberi kepada orang lain sebagai tindakan yang paling sederhana. Sehingga anak sedikit demi
sedikit akan mengetahui bahwa tindakan-tindakan baik yang dilakukannya, akan membuatnya
diterima dilingkungan sekitarnnya.
b. Karakter anak pada bidang Sosial-emosional
Bidang pengembangan ini, karakter anak yang sebelumnya seorang individual dapat menjadi
seseorang yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Dimana ketika berasal atau baru berangkat dari
rumah, anak belum dan hanya mengenal anggota keluarganya saja. Maka ketika sampai di
sekolahnya, ia haruslah berhadapan dengan teman-teman baru, guru baru, serta lingkungan baru.
Ketika karakter anak yang sudah menjadi pengguna gadget secara aktif, tentu akan mengalami
kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Ia cenderung menutup diri, dan lebih suka
menyendiri. Selain itu, emosinya juga tidak dapat terkontrol dengan baik. Misalnya ketika ia marah,
dapat menjadi pribadi yang menyeramkan ketika meluapkan emosinya. Atau ketika sedih, ia akan
menjadi sangat pendiam dan tidak mau berbaur dengan teman-temannya.
c. Karakter pada bidang pengembangan Kognitif
Kognitif berarti berpikir. Anak usia dini sebenarnya sudah berpikir melalui imajinasinya atau
daya fantasinya. Ia melihat suatu hal baru, dan dapat langsung mengimajinasikannya dengan apa yang
ia mengerti sendiri. Ketika anak intensif menggunakan gadget, maka kognitifnya akan terbentuk pada
apa yang dilihat dan didengarnya pada gadget. Misalnya ketika ia menggunakan gadget untuk
mengoperasikan game. Maka apa yang ada di pikirannya bahwa suatu hal harus dilakukan seperti di
game ini, atau di game itu. Ketika terjadi seperti ini, maka ia akan bertindak seperti tokoh ini yang
melakukan tindakan ini, sehingga ia akan memenangkan pertandingan. Itulah hal yang muncul di
pikirannya, berdasarkan kognitif yang ia terima dari penggunaan gadgetnya itu. Sehingga karakter

307
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

yang terbentuk adalah, ia menjadi paling bisa diantara orang lain, atau merasa bosan dengan hal-hal
mengenai pengetahuan lain yang ia lihat secara langsung disekitarnya. Karena ia merasa sudah bisa
dengan hanya melihat lewat gadgetnya.
d. Karakter pada bidang Bahasa
Bidang ini yang menjadi paling rawan, dalam pembentukan karakter anak usia dini. Mengapa
demikian? Karena gadget yang menyuguhkan berbagai konten menarik dan menyenangkan bagi anak,
belum tentu menggunakan bahasa yang baik dan benar. Dalam dunia digital seperti saat ini, tidak
semua hal melalui sensor. Seperti gambar dan suara, tidak semua hal buruk terkena sensor. Akibatnya,
anak-anak yang tidak mendapatkan pengawasan dalam menggunakan gadget, karakternya terbentuk
dari segi bahasanya yang seperti orang dewasa. Ia menjadi seorang anak yang telah dewasa sebelum
waktunya. Selain itu, intonasi bicaranya menjadi cenderung lebih keras dan terkadang mengeluarkan
kata-kata yang kurang pantas untuk anak seusianya. Ketika seorang anak ditanya, darimana ia
mendapatkan kata-kata tersebut? Ia menjawab, “aku dapat dari nonton ... di youtube.” Atau “aku habis
main game ini, si ini (nama tokoh dalam permainan tersebut) ngomongnya begini kan keren.” Anak
tentunya belum tahu mana perkataan yang baik dan tidak, karena ia masih memerlukan bimbingan
untuk diarahkan dengan cara memberi contoh secara nyata, melalui perkataan yang baik dan benar.
e. Karakter pada bidang Fisik-motorik
Anak yang menggunakan gadget secara intensif, maka gerak motoriknya kurang. Yang
menjadi pusat gerakan hanyalah jari-jari tangannya, indera penglihatan,serta pendengarannya. Ketika
anak sedang fokus menggunakan gadget, maka tenaga yang secara full digunakan adalah tangan.
Anggota tubuh lain yang seharusnya diberi stimulus juga, agar ia menjadi anak yang lebih aktif
ternyata tidak digunakan. Sebagai contoh ketika anak dipanggil oleh ibu atau ayahnya untuk
melakukan sesuatu atau dimintai tolong, maka anak yang sedang asyik menggunakan gadget tentu
akan merasa malas untuk bergerak, meresponnya dengan bergerak namun agak lambat, atau bahkan
tidak beranjak dari posisinya saat itu. Mengapa demikian? Karena anak sudah merasa bahwa
posisinya yang sedang duduk atau tiduran di kasur atau kursi, merupakan posisi yang terbaik. Dengan
hanya berposisi demikian, ia dapat melakukan berbagai hal di dunia maya dengan gadgetnya. Maka
untuk apa ia melakukan gerakan lebih, dan membuatnya lelah. Karakter anak akan menjadi anak yang
cenderung malas untuk bergerak lebih, atau mengeluarkan tenaganya meskipun hanya sedikit.
Misalnya untuk mengambil sesuatu, ia akan memilih meminta tolong pada orang lain meskipun
sebenarnya ia dapat melakukannya sendiri.
Berdasarkan lima bidang di atas, penggunaan gadget yang berlebihan dapat memunculkan
karakter pada anak. Karakter tersebut antara lain :
1. Individualis; 2. Emosional; 3. Fokus yang kurang; 4. Bahasa yang tidak sesuai usianya.
Jika melihat dari teori Erickson, ia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial
anak. Ia menyebutkan pada tahap II di usia 2-3 tahun yaitu autonomy vs shame and doubt, anak tidak
ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. anak mulai mempunyai keinginan dan kemauan sendiri.
dalam masa ini orang tua perlu memberikan kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu
dikendalikan/ didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, dan kecewa
(Sunardi : 2017, p.9).
Ketika dikaitkan dengan anak yang menggunakan gadget, orang tua dan guru memiliki
peranan penting dalam pembentukan karakter anak. Pada usia ini, anak yang rasa ingin tahunya tinggi
mempunyai keinginan untuk tahu hal baru apa yang bisa ia dapatkan dari gadget tersebut. Dan orang
tua tidak bisa mendikte, atau mengendalikan secara berlebihan. Terlebih jika dilarang, tentu anak akan
semakin penasaran, mengapa dirinya tidak boleh tahu isi di dalam gadget tersebut dan mengapa ia
tidak boleh menggunakannya. Yang terjadi adalah anak akan mencoba untuk menggunakannya,
secara diam-diam ketika orang tua sedang sibuk. Ketika di sekolah pun demikian, guru tidak perlu
ragu untuk memperkenalkan gadget sebagai sarana penunjang kehidupan kususnya pada kegiatan
pembelajaran di sekolah. Agar anak tahu, bahwa gadget memiliki hal positif yaitu bisa digunakan
untuk belajar, dan ia bisa tahu banyak hal.
Pada tahap berikutnya yaitu initiative vs guilt pada anak usia 3-6 tahun, pada diri anak mulai
tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang dewasa disekitarnya.

308
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari,
lompat, banyak dilakukan. Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan,
kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa
dan bersalah (Sunardi : 2017, p.9)
Sejatinya, anak usia dini yang rasa ingin tahunya tinggi, dan tumbuh inisiatif, orang tua
maupun guru perlu memfasilitasinya dengan menjadi fasilitator. Misalnya ketika anak terlihat
memiliki bakat menggambar. Maka orang tua harus sigap mengetahuinya, dan memberikan dukungan
dengan menyediakan fasilitas di rumah seperti buku gambar, pensil warna, krayon, sehingga minat
anak akan terus muncul dan berkembang. Setelah itu orang tua dapat mengomunikasikannya dengan
guru di sekolah, agar dapat diberi stimulus yang tepat ketika kegiatan pembelajaran. Dengan tahap
inisiatif anak pada suatu hal, yang dapat memunculkan ide maupun kreativitas, anak menjadi kurang
atau bahkan tidak tertarik untuk menggunakan gadget. Karakter yang timbul adalah anak akan
menjadi pribadi yang kreatif, memiliki inisiatif yang tinggi, bahwa ketika ia dihadapkan pada situasi
tertentu, maka ia sebaiknya melakukan hal apa. Atau tanpa disuruh, ia akan melakukan hal yang
sekiranya dapat memberikan efek baik bagi dirinya dan orang lain.
Dengan menggunakan teori Erickson diatas, dan realitas pada anak usia dini saat ini, karakter
mereka perlu dibentuk. Salah satu caranya adalah melalui perilaku pembiasaan. Misalnya, anak diberi
waktu untuk bermain dengan teman-temannya, dengan cara anak berangkat lebih awal ke sekolah
sehingga tidak memberi kesempatan anak untuk menonton televisi di pagi hari. Selain itu perlunya
konsekuensi dari orang tua dan guru, bahwa ketika pada waktu-waktu tertentu anak tidak
diperkenankan menggunakan gadget, maka orang tua pun tidak menggunakannya. Hal tersebut akan
membuat karakter anak menjadi seseorang yang konsekuen dan disiplin. Ia belajar mencontoh dari
sikap orang tuanya maupun gurunya, ketika mereka mengatakan suatu hal untuk tidak dilakukan oleh
dirinya, maka orang tuanya dan gurunya pun tidak melakukannya. Sehingga akan timbul rasa percaya
pada orang lain, dan ia terbiasa untuk konsekuen pada apa yang dilakukannya. Bahwa dari setiap hal
yang dilakukannya, ada resikonya dan ia harus siap dengan konsekuensi yang ada.
Karakter anak dapat dibentuk melalui pembiasaan, yang dicontohkan secara nyata oleh orang
tua maupun guru. Contoh nyata berupa tindakan, akan lebih mengena pada anak sehingga anak dapat
mengetahui secara langsung bahwa kebiasaan-kebiasaan yang baik akan berpengaruh baik pula pada
lingkungan sekitar kita. Sedangkan kebiasaan yang buruk, juga ada pengaruhnya baik bagi diri sendiri
dan lingkungan sekitar. Anak usia dini yang masih meniru pembiasaan dari orang dewasa khususnya
orang tua dan gurunya, akan memiliki karakter sesuai pembiasaan yang ia lihat, ia terima, dan ia
dapatkan. Pembiasaan yang terkadang tidak orang tua maupun guru sadari, tentunya perlu dilakukan
secara hati-hati. Karena apabila kita tidak sengaja melakukan suatu tindakan yang cenderung kurang
baik, sebagai contoh membentak anak di tempat umum, maka bibit karakter yang terbentuk adalah
anak akan menjadi seseorang yang emosional. Karena ia terbiasa dibentak dihadapan umum, yang
membuatnya menjadi malu. Dalam dirinya akan timbul rasa marah, malu, sedih, dan kecewa.
Sehingga tidak jarang ia akan menjadi pribadi emosional nantinya, ketika pembiasaan negatif itu terus
dilakukan (secara tidak disadari).
Selain itu, perlunya kegiatan parenting kepada orang tua. Pembentukan karakter pada anak
usia dini, tidak hanya menjadi tugas seorang pendidik di sekolah. Tetapi juga orang tua, yang menjadi
guru pertama bagi anak-anaknya sebelum memasuki jenjang sekolah. Ketika seorang anak mendapat
stimulasi yang baik dan tepat di sekolah, namun pada akhirnya di rumah tidak dilanjutkan melalui
pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, atau bahkan dibiarkan, maka karakter anak yang diharapkan
menjadi generasi yang baik tidak dapat terwujud. Intinya peran serta orang tua dan guru diperlukan
dalam pembentukan karakter anak. Melalui kegiatan parenting yang intensif di sekolah, memberikan
pengetahuan tentang perkembangan anak, dan senantiasa bekerjasama dengan guru, dalam
memberikan stimulus kepada anak tentang kegiatan yang positif.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penggunaan gadget pada anak usia dini ternyata
berpengaruh pada pembentukan karakternya. Dimana ketika penggunaan gadget tersebut intensif,

309
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

maka karakter yang terbentuk pada anak cenderung ke arah yang kurang baik. Sebaliknya ketika
penggunaan gadget dibatasi atau bahkan jarang, maka karakter yang baik dapat dibentuk kepada anak.
Tentu pembentukan ini didukung dengan peran serta orang tua dan guru, yang dapat memfasilitasi
anak usia dini, sehingga karakter generasi penerus bangsa yang berdasar nilai-nilai luhur Pancasila
dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2018). Hasil surveu Penetrasi dan Perilaku
Pengguna Internet di Indonesia 2018 didunduh dari apjii.or.id diakses pada 17 Oktober 2019.
Budiningsih, A. (2008). Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chusna, Puji A. (2017). Pengaruh Media Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak. STIT Al-
Muslibun. Jurnal Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan, Vol. 17, No.2.
De Jong, Willem. (2). Pendekatan Pedagogik & Didaktik Pada Siswa Dengan Masalah Dan Gangguan
Peilaku. Jakarta: Prenada Media.
Hariyanto., Samani, Muchlas. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
https://dosenpsikologi-com. Diakses tanggal 13 Oktober 2019
Sinta. (2018). Pengaruh Gadget terhadap Perkembangan Sosial Anak Di TK Aisyiyah Bustanul Athfal
VI. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Sujadi, Imam., Sunardi., Sutama, I Wayan. (2017). Pengembangan Dan Karakteristik Anak Usia Dini.
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Sutinah., Suyanto, B. (2005). Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Kencana.

310

Anda mungkin juga menyukai