Anda di halaman 1dari 20

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336511419

Memberdayakan Keterampilan Abad Ke-21 melalui Pembelajaran Berbasis


Proyek

Conference Paper · October 2019

CITATION READS

1 321

1 author:

Siti Zubaidah
Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia
245 PUBLICATIONS   544 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Genetics mapping on local rice varieties View project

Simas eric learning model View project

All content following this page was uploaded by Siti Zubaidah on 14 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Memberdayakan Keterampilan Abad Ke-21
melalui Pembelajaran Berbasis Proyek1

Siti Zubaidah
Pendidikan Biologi – FMIPA – Universitas Negeri Malang
siti.zubaidah.fmipa@um.ac.id

Abstrak: Perkembangan di bidang industri sejak Revolusi Industri 1.0 sampai


Revolusi Industri 4.0 membawa dampak pada berbagai sendi kehidupan
manusia termasuk bidang pendidikan dan pembelajaran. Pendidikan dan
pembelajaran perlu menyiapkan peserta didik yang dapat beradaptasi terhadap
berbagai perubahan yang cepat dan memiliki berbagai keterampilan yang
disebut keterampilan abad ke-21. Pola pembelajaran juga perlu disesuaikan
dengan karakteristik perubahan di dunia nyata, salah satunya dengan
pembelajaran berbasis proyek yang sudah diketahui memiliki berbagai
keunggulan. Pada tulisan ini secara berurutan akan dipaparkan beberapa topik
berikut: revolusi industri, keterampilan abad ke-21 dalam pembelajaran biologi,
pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis proyek untuk
memberdayakan keterampilan abad ke-21, pembelajaran genetika, dan
pembelajaran genetika berbasis proyek untuk memberdayakan keterampilan
abad ke-21: sekilas tentang pembelajaran genetika di Universitas Negeri
Malang.
Kata kunci: revolusi industri, keterampilan abad ke-21, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran genetika berbasis proyek

 Don’t be afraid of change. You might lose something good,


but you’ll gain something better” 

PENDAHULUAN
Pada saat ini, kita berada pada masa Industri 4.0, suatu istilah yang mewakili masa
Revolusi Industri Keempat, juga dikenal sebagai revolusi digital, yang merupakan
perkembangan dari Revolusi Industri Ketiga, Kedua, dan Pertama. Oleh karena itu saat ini kita
telah mengenal istilah Revolusi Industri 1.0, Revolusi Industri 2.0, Revolusi Industri 3.0, dan
Revolusi Industri 4.0. Bukan tidak mungkin, segera kita akan memasuki Revolusi Industri 5.0.
Pada tahap Revolusi Industri 4.0 ini, garis batas antara aspek biologi, digital, dan fisika dari
kehidupan menjadi kabur. Masa ini ditandai oleh otomatisasi pada semua jenis tugas,
kecerdasan buatan (artificial intelligence) di semua bidang kehidupan, robot, dan berbagai
kemungkinan tanpa akhir (endless) yang membuka peluang teknologi baru.

1
Seminar Nasional Nasional Pendidikan Biologi 2019 di FKIP Universitas Universitas Halu Oleo,
Kendari, dengan Tema "Biologi dan Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0", 12 Oktober 2019.

1
Revolusi industri membawa dampak pada berbagai sendi kehidupan manusia termasuk
dunia pendidikan dan pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa perubahan dalam bidang
pendidikan dan pembelajaran yang terdampak oleh Revolusi Industri 4.0 (The Duke
Perspective, 2019).
1. Siswa memiliki ekspektasi (harapan) berbasis teknologi. Apakah kita tahu apa yang
mempengaruhi ekspektasi siswa? - Harapan pasar kerja di masa depan. - Pekerja di masa
depan diharapkan tidak hanya berpengetahuan luas di bidangnya, namun juga terlatih
dalam teknologi terbaru. Pembelajaran harus juga membekali siswa dengan keterampilan
praktis dalam hal penggunaan teknologi yang akan mereka hadapi dalam pekerjaan masa
depan mereka. Sebagai contoh, sekolah dokter. Saat ini telah dikembangkan robot medis
yang memiliki kemampuan mengumpulkan dan mengklasifikasikan data pasien, dan
menyerahkannya kepada dokter dalam format yang siap digunakan. Siswa di sekolah
kedokteran harus mengikuti perkembangan dan temuan-temuan baru. Sekolah harus
membekali mereka dengan pengetahuan tentang big data dan dampaknya pada profesi
mereka.
2. Pendidikan menjadi lebih personal/pribadi. Sudah saatnya bagi dunia pendidikan untuk
memberi kesempatan yang lebih luas untuk memahami kekuatan dan kelemahan kinerja
setap individu siswa. Istilahnya, pendidikan yang dipersonalisasi. Itulah sebabnya, kursus
online saat ini mendapat banyak peminat; siapa pun dapat mempelajari apa yang mereka
inginkan, dengan kecepatan mereka sendiri. Dunia pendidikan harus melangkah lebih jauh.
Secara ideal, guru perlu melakukan pengukuran kinerja dan perilaku siswa, dan selanjutnya
dapat menawarkan pengalaman belajar yang dipersonalisasi untuk siswa tertentu. Jika
seorang siswa menghadapi kesulitan belajar, guru dapat menemukan pendekatan yang
berbeda dalam metode pembelajarannya. Namun demikian, diperlukan banyak pelatihan
bagi para guru untuk dapat memahami dan menerapkan pembelajaran yang sedemikian.
3. IoT (Internet of Things) sedang mengambil alih. Internet of Things dikembangkan untuk
kenyamanan manusia saat ini dan ke depan. Pada lingkup tempat-tempat tertentu termasuk
sekolah-sekolah modern dilengkapi dengan kunci pintu nirkabel, sistem pelacakan
kehadiran, sensor suhu kamar, kamera keamanan, dan perangkat pintar lainnya.
Kenyamanan adalah bagian penting dari proses. Jika perangkat pintar dapat membuat
lingkungan kerja dan kelas lebih nyaman, akan lebih mudah bagi seseorang untuk bekerja
atau belajar dengan lebih fokus.

Berbagai perubahan tersebut membawa konsekuensi bagaimana sebaiknya pendidikan


dan pembelajaran dijalankan. Pada tulisan berikut akan disampaikan beberapa hal berturut-
turut tentang revolusi industri, keterampilan abad ke-21 dalam pembelajaran biologi,
pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis proyek untuk memberdayakan
keterampilan abad ke-21, pembelajaran genetika, dan pembelajaran genetika berbasis proyek
untuk memberdayakan keterampilan abad ke-21: sekilas tentang pembelajaran genetika di
Universitas Negeri Malang.

PEMBAHASAN
A. Revolusi Industri
Sekilas gambaran perjalanan dari Revolusi Industri dari 1.0 ke 4.0 telah dijelaskan oleh
Zubaidah (2019a). Revolusi industri telah memberikan pengaruh pada berbagai sektor
termasuk produksi dan pendidikan. Sebelum adanya revolusi industri, sebagian besar
masyarakat bekerja pada sektor pertanian untuk menopang kehidupan sehari-harinya. Mereka
bertani untuk kebutuhan keluarganya dan hanya sebagian kecil dari hasilnya yang
diperdagangkan. Perubahan terjadi pada saat periode mekanisasi ditemukan, yang membuat

2
kehidupan lebih mudah dan lebih baik. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang revolusi industri
seperti dipaparkan oleh Tan et. al. (2018). Perhatikan Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan Revolusi Industri 1.0 ke 4.0 (https://www.i-scoop.eu/industry-4-0/)

Revolusi Industri 1.0 dimulai pada abad ke-18, dengan adanya penggunaan tenaga uap
dan mekanisasi produksi. Sebagai contoh, sebelumnya produksi tekstil dilakukan dengan roda
pemintalan sederhana, namun dengan mekanisasi, volume produksi tekstil dapat mencapai
berlipat-lipat dalam waktu yang sama. Tenaga uap yang digunakan untuk keperluan industri
juga menjadi terobosan besar untuk meningkatkan produktivitas. Perkembangan seperti kapal
uap dan lokomotif bertenaga uap membawa perubahan besar karena manusia dan barang bisa
berpindah ke jarak yang sangat jauh dalam waktu yang jauh lebih cepat. Kehidupan mulai
beralih dari pertanian ke arah industri. Penggunaan batubara juga dilakukan untuk
menggantikan kayu dalam pemakaian mesin uap. Industri 1.0 menandai kemajuan besar dalam
industri manufaktur dan dimulainya siklus mekanisasi.
Revolusi Industri 2.0 dimulai pada abad ke-19 melalui penemuan produksi listrik dan
jalur perakitan. Michael Faraday menemukan bahwa listrik dapat diproduksi secara mekanis
yang mengarahkan pada transisi Industri 1.0 ke Industri 2.0. Segera setelah itu, metode tersebut
diterapkan pada mesin dan transportasi. Listrik menjadi sumber daya utama, yang
memungkinkan dunia bisnis untuk mengoperasikan mesin, membuatnya lebih portable dan
lebih mudah digunakan dibandingkan dengan penggunaan air dan uap. Tenaga listrik kemudian
digunakan untuk menggantikan tenaga uap di pabrik-pabrik karena terbukti lebih hemat biaya.
Pada jalur perakitan, Henry Ford (1863-1947) mengambil prinsip-prinsip “ban berjalan”
(conveyor belts) ke dalam produksi mobil dan secara drastis telah mengubah berbagai proses
menjadi lebih efisien, secara signifikan lebih cepat dan dengan biaya lebih rendah.
Revolusi Industri 3.0, juga dikenal sebagai revolusi informasi atau revolusi digital,
dimulai pada tahun 70-an di abad ke-20. Ini adalah era otomatisasi produksi saat ada
peningkatan penggunaan elektronik dalam proses industri dan perdagangan dan perangkat
elektronik yang diprogram oleh komputer menggantikan mesin produksi berbasis listrik.
Selama periode ini, ada pula otomatisasi parsial menggunakan memory-programmable
controls dan komputer, menjadikan sebagian besar proses produksi dapat diotomatisasi - tanpa
bantuan manusia. Contohnya adalah robot yang melakukan kerja berurutan yang terprogram

3
tanpa campur tangan manusia. Alat perencanaan sumber daya perusahaan juga dibuat untuk
membantu manusia dalam perencanaan, penjadwalan dan pelacakan aliran produk pada
sebagian besar proses pabrik. Komputer Apple, Commodore dan International Business
Machines (IBM) memasuki pasar komputer mikro, karena penggunaan komputer dalam bisnis
menjadi layak secara ekonomi. Selain itu, sistem telekomunikasi juga berkontribusi pada
Industri 3.0. Selama waktu ini, industri telekomunikasi mengalami beberapa perubahan ketika
kabel kawat tembaga diubah menjadi teknologi serat optik, yang meningkatkan efisiensi
sistem. Satelit ruang angkasa digunakan dalam komunikasi yang bertindak sebagai alternatif
dari kabel darat atau kabel bawah laut, yang lebih lambat dalam hal pengiriman data.
Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan penerapan teknologi informasi dan komunikasi
untuk industri, juga dikenal sebagai "Industri 4.0", yang merupakan pengembangan Revolusi
Industri Ketiga. Sistem produksi yang sudah memiliki teknologi komputer diperluas oleh
koneksi jaringan dan digital twin di Internet. Hal ini memungkinkan adanya komunikasi
dengan berbagai fasilitas lain dan informasi tentang hasil-hasilnya, yang selanjutnya
mengarahkan pada otomatisasi produksi. Jaringan semua sistem mengarah pada "cyber-
physical production systems", sebab “pabrik cerdas”, di mana berbagai komponen sistem
produksi, dan manusia berkomunikasi melalui jaringan dan proses produksi hampir otonom.
Pengembangan lebih lanjut pada berbagai bidang seperti robotika, kecerdasan buatan (artificial
intelligence) dan teknologi kognitif lainnya, advanced materials, dan augmented reality.
Industri 4.0 menggunakan cyber physical systems, yang menampilkan respon real-time,
menggantikan Programmable Logic Controller. Internet of Things (IOT) diciptakan untuk
menghubungkan teknik manufaktur yang memungkinkan sistem terintegrasi untuk berbagi
informasi, dan menganalisis informasi yang digunakan untuk memandu berbagai pekerjaan.
Tan et. al. (2018) merangkum revolusi industri pada Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan Revolusi Industri


Versi 1.0 2.0 3.0 4.0
Industri
Fokus Mekanisasi/Uap Listrik/Produksi Otomasi/IT/Elektronik Otomasi cerdas
massal
Contoh  Mesin uap  Produksi  Komputerisasi/internet  Mesin otomatis
 Pabrik massal  PLC/robot  Robot canggih
bermesin uap  Globalisasi  Digital Manufacturing  Big data/
 Produksi besi  Turbin/motor dan Digitalisasi manajemen
 Pertambangan  Adopsi secara  Otomatisasi cloud
dan metalurgi luas pada  Jaringan elektronik/  IoT
 Alat-alat telegraf, gas, Digital  Artificial
bermesin dan pemasokan  Mesin Digital Intelligence
air  Cyber physical

B. Keterampilan Abad Ke-21 dalam Pembelajaran Biologi


Pada Revolusi Industri 4.0 di abad ke-21, harapan terhadap siswa telah berubah. Saat
ini ada kebutuhan untuk individu yang tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, namun juga
memiliki keterampilan untuk dapat menerapkan pengetahuan teoretis yang mereka peroleh,
yang dikenal dengan keterampilan abad ke-21. Dalam hal ini, teknologi telah memainkan
peran yang cukup penting dalam memperoleh keterampilan ini. Terdapat beragam definisi
tentang keterampilan abad ke-21, namun memiliki kesamaan-kesamaan yaitu mencakup
keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, kolaborasi, komunikasi, dan

4
kreativitas. Keterampilan lain yang penting adalah kemampuan dalam memperoleh informasi
yang benar, menerapkan pengetahuan dan tidak hanya mengetahuinya saja, menghargai
perbedaan budaya, dan dapat hidup bersama dengan masyarakat yang memiliki kebudayaan
yang berbeda. Terdapat pula penekanan untuk menjadi warga negara yang baik dalam
menggunakan alat teknologi dan memiliki literasi (pengetahuan, media, dan era digital).
Individu dengan berbagai keterampilan tersebut diharapkan dapat memiliki kehidupan dengan
kualitas yang lebih tinggi dan lebih produktif. Pembahasan lebih lanjut tentang keterampilan
abad ke-21 dapat dibaca pada tulisan Zubaidah (2016, 2018a, 2018b), dan penilaian
keterampilan abad ke-21 dalam tulisan Zubaidah (20118b).
Pada abad ke-21 ini, Biologi dihadapkan pada kebutuhan untuk menjawab berbagai
permasalahan tentang kehidupan, sistem alam, dan perubahan lingkungan. Berbagai masalah
atau topik pembelajaran, menjadi concern dalam dunia pendidikan di Indonesia, beberapa di
antaranya telah dipaparkan oleh Zubaidah (2019b). Biologi juga menghadapi masalah tentang
bagaimana menerapkan pengetahuan yang sudah ada dan pengetahuan baru untuk
memecahkan masalah mendesak saat ini, termasuk krisis lingkungan akibat perubahan iklim
global, asidifikasi laut, hilangnya keanekaragaman hayati dan pengenalan spesies non-asli,
keprihatinan serius bagi kesehatan manusia, penyakit yang muncul dan pandemi, kebutuhan
kritis untuk produksi pertanian dan biofuel, serta masalah lainnya yang merupakan tantangan
bagi dunia biologi (Robinson, et. al., 2010). Tantangan biologi abad ke-21 tersebut
membutuhkan integrasi pendekatan dan hasil dari berbagai subdisiplin biologi, seperti
genetika, pengembangan, fisiologi, ekologi, evolusi, juga teknologi, informasi, dan pendekatan
dari disiplin ilmu lain, seperti teknik, ilmu komputer , fisika, kimia, matematika, dan ilmu-ilmu
geologi dan atmosfer.
Seperti dijelaskan sebelumnya, pembelajaran biologi abad ke-21 membutuhkan
pendekatan interdisipliner lintas disiplin ilmu yang berbeda, seperti teknik, ilmu komputer,
fisika, kimia, dan matematika untuk menangani masalah kompleks yang lebih tinggi
tingkatannya, terutama yang berkaitan dengan kesehatan, pangan, energi, dan lingkungan yang
menjadi lebih tergantung pada disiplin ilmu lain, dalam hal metode baru, teknik baru dan alat
baru. Pembelajaran melalui perspektif interdisipliner baru ini membutuhkan pendekatan,
bahan, dan pedagogi baru. Memecahkan masalah interdisipliner yang kompleks akan
mengharuskan siswa untuk jauh melampaui pengetahuan konten biologi mereka. Siswa
dituntut untuk memahami hubungan apa yang ada lintas disiplin ilmu dan bagaimana membuat
hubungan tersebut (Osman, Hiong, & Vebrianto, 2013).
Pembelaran biologi perlu memberikan prioritas berdasarkan desain pembelajaran yang
holistik. Pembelajaran biologi harus mengupayakan agar semua siswa dapat melakukan hal-
hal berikut.
1. Memahami kebutuhan dan interaksi dalam biosfer, masyarakat dan individu, pada saat ini
dan di masa depan.
2. Mendorong siswa untuk mengalami, memahami dan menghargai dinamika sistem alam
sebagai langkah pertama menuju pemahaman bagaimana aktivitas manusia telah
mempengaruhi sistem dan dapat menghargai sistem.
3. Memperhatikan peran sosiologis dan teknologi untuk penerapan konsep dan prinsip dasar
dari biosfer.
4. Mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan kritis untuk proses pengambilan
keputusan.

Program pembelajaran biologi untuk abad ke-21 harus mencakup serangkaian strategi
yang beragam, termasuk hal-hal berikut ini (Wright & Govindarajan, 1992).
1. Integrasi yang "manusiawi" dari organisme hidup, termasuk vertebrata, ke dalam semua
tingkatan pengajaran biologi.

5
2. Penekanan pada laboratorium/kerja lapangan dalam jangka pendek dan jangka panjang,
baik eksperimen maupun pengalaman, yang diarahkan pada:
a) pengembangan konsep dan keterampilan, termasuk komponen psikomotor dari studi
lapangan dan kegiatan laboratorium,
b) berpikir kreatif dan kritis yang relevan dengan masalah dan solusi saat ini,
c) mendorong kegiatan di waktu luang yang berkaitan dengan kajian sistem kehidupan
(biota).
3. Kegiatan yang melibatkan siswa, baik secara individu dan kolektif, untuk memperoleh,
menggunakan, menafsirkan, menganalisis, dan mengevaluasi data.
4. Pembelajaran kelompok dan individual yang berdasarkan penelitian saat ini sesuai dengaan
teori pembelajaran dan psikologi kognitif, untuk mengoptimalkan proses pembelajaran
semua siswa.
5. Penggunaan matematika, statistik dan komputer secara sistematis dalam proses
pembelajaran dan penyelesaian masalah.
6. Penerapan strategi belajar-mengajar eklektik yang akan mengarahkan siswa untuk
menggunakan proses penalaran seperti:
a) berpikir divergen/konvergen,
b) berpikir induktif/deduktif,
c) berpikir metaforik.
7. Implementasi dari kajian yang mendalam tentang permasalahan biologi untuk merangsang
diskusi terhadap pertanyaan terbuka melalui berbagai teknik diskusi kelompok kecil.
8. Fasilitas yang disediakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan dari program yang
dicanangkan.
9. Pergeseran dari ketergantungan besar terhadap buku teks dan buku kerja untuk lebih
menekankan pada:
a) sumber daya masyarakat (lingkungan alami dan/atau modifikasi di rumah, museum,
kebun binatang, akuarium, perpustakaan; mengundang pembicara tamu dari lembaga
pendidikan tinggi, bisnis dan industri);
b) literatur terkini dari berbagai sumber termasuk dari internet;
c) multi-media cetak dan non-cetak (videodiscs, computer-assisted instruction, pusat
pembelajaran dan televisi pendidikan);
d) partisipasi aktif mencari solusi untuk masalah yang berhubungan dengan biologi dalam
masyarakat. Siswa harus diberi kesempatan untuk mempelajari masalah yang realistis
dan mengembangkan solusi yang bisa diterapkan untuk masalah tersebut.

C. Pembelajaran Berbasis Proyek


Pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah suatu model
pembelajaran (ada yang menyatakan sebagai strategi atau pendekatan pembelajaran), di mana
siswa belajar dengan menyelidiki pertanyaan, masalah atau tantangan yang kompleks. Buck
Institute for Education mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek sebagai pengajaran
sistematis yang melibatkan siswa dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan melalui
proses penyelidikan yang terstruktur terhadap pertanyaan yang kompleks, otentik, dan produk
serta tugas yang dirancang dengan cermat (Markham, Larmer, & Ravitz, 2003). Pembelajaran
berbasis proyek juga dinyatakan sebagai salah satu model yang "menyimpang" dari metode
transmisi pembelajaran tradisional dan mendukung konstruksi pengetahuan, dan berpotensi
untuk meningkatkan pengetahuan materi pelajaran dan pemikiran siswa (Krajcik &
Blumenfeld, 2006). Pembelajaran berbasis proyek bersifat multi-disiplin, yang dapat dilakukan
anak-anak sejak dini (TK) sampai jenjang paling tinggi.
Pembelajaran berbasis proyek memiliki delapan komponen penting berikut ini.
1. Masalah yang otentik bagi siswa dan komunitasnya.

6
2. Pembelaran lintas-kurikuler berdasarkan pada standar konten.
3. Pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan di luar sekolah, juga dikenal sebagai
keterampilan abad ke-21.
4. Pembelajaraan berbasis inkuiri.
5. Pendampingan orang yang lebih berpengalaman.
6. Penilaian melalui produk akhir, pameran, atau portofolio (sebagai tambahan penilaian
"yang biasanya".
7. Pilihan siswa.
8. Refleksi dan revisi yang terus berlangsung.
Pada umumnya pembelajaran berbasis proyek dicirikan dengan penyusunan pertanyaan
pengarah. Pertanyaan pengarah tersebut adalah masalah dunia nyata yang bermakna yang
dikembangkan dalam konteks tujuan kurikulum. Pertanyaan pengarah tersebut dapat dibuat
oleh siswa atau guru, tergantung pada tingkat kelas siswa atau tingkat kenyamanan guru dalam
pembelajaran pembelajaran berbasis proyek. Apapun, tema keseluruhan pembelajaran berbasis
proyek adalah kelas yang lebih berpusat pada siswa di mana guru lebih berperan sebagai
fasilitator, yang memantau kemajuan siswa ketika mereka bekerja menuju solusi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan pengarah dan membimbing siswa ketika mereka melakukan
penelitiannya.
Pembelajaran berbasis proyek bukan kegiatan tambahan untuk mendukung
pembelajaran inti, namun pembelajaran berbasis proyek berdasar dari kurikulum. Sebagian
besar proyek membutuhkan kegiatan membaca, menulis, dan memerlukan keterampilan
matematika. Banyak pertanyaan sains berasal dari masalah sosial saat ini. Hasil dari
pembelajaran berbasis proyek adalah pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu topik,
kegiatan membaca tingkat yang lebih tinggi, dan peningkatan motivasi untuk belajar.
Pembelajaran berbasis proyek adalah strategi utama untuk menciptakan pemikir dan
pembelajar mandiri. Anak-anak memecahkan masalah dunia nyata dengan merancang
pertanyaan mereka sendiri, merencanakan pembelajarannya, mengatur penelitiannya, dan
menerapkan banyak strategi pembelajaran. Siswa akan berkembang dan mendapatkan
keterampilan yang berharga yang akan membangun fondasi yang kuat untuk masa depan
mereka dalam ekonomi global (Bell, 2010).
Ada beberapa fase dalam pembelajaran berbasis proyek (Bell, 2010). Setiap fase harus
diselesaikan tepat waktu. Perencanaan yang cermat dan hati-hati sangat penting untuk
pelaksanaan proyek dan keberhasilan siswa. Pada awalnya, siswa menentukan pertanyaan
inkuiri. Siswa kemudian melakukan brainstorming untuk merancang bagaimana prosedur
untuk penelitian dan mengidentifikasi bahan-bahan yang mereka perlukan untuk melakukan
penelitian. Selanjutnya, siswa memilih cara untuk mewujudkan apa yang telah mereka pelajari
dalam bentuk proyek. Ujung dari proyek ini adalah siswa menampilkan hasil yang telah
diwujudkan sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Pembelajan berbasis proyek melibatkan siswa dalam masalah nyata dan bermakna yang
berpotensi penting bagi siswa untuk berlatih melakukan serupa dengan apa yang dilakukan
para ilmuwan di bidangnya (Krajcik & Blumenfeld, 2006). Pembelajaran berbasis proyek
memungkinkan siswa untuk menemukan lima hal penting berikut ini.
1. Memicu pertanyaan pengarah (“driving question”), yang memandu pembelajaran siswa dan
menemukan kebermaknaan. Pertanyaan pengarah ini memberikan arah terhadap prinsip
dan konsep, serta mendorong kegiatan-kegiatan yang mengarahkan kepada pencapaian
tujuan pembelajaran dan kegiatan praktik ilmiah. Siswa merancang dan melakukan
penyelidikan untuk menjawab pertanyaan, yang harus relevan dengan tujuan pembelajaran,
diarahkan pada pemecahan masalah dunia nyata, bermakna dan menarik bagi peserta didik,
dan tetap sesuai etika. Sebagai contoh, pertanyaan pengarah: “Seberapa mirip atau berbeda
kita satu sama lain?”. Pertanyaan tersebut mendorong siswa untuk mengamati persamaan

7
dan perbedaan fisik, seperti warna mata, warna kulit, dan kesehatan. Para siswa kemudian
didorong untuk mengajukan pertanyaan dan menyelidiki persamaan dan perbedaan pada
tingkat yang lebih dalam secara berurutan: sel, protein, dan gen. Melalui penyelidikan,
siswa membahas hal-hal yang terkait dengan sel, protein, gen, dan dasar-dasar biokimia
dari suatu sifat. Pertanyaan pengarah tersebut dikaitkan dengan konten dalam konteks dunia
nyata yang menarik minat siswa (tentang persamaan dan perbedaan di antara orang-orang),
yang merupakan awal dari penyelidikan lebih mendalam.
2. Pengalaman berinkuiri, di mana siswa menyelidiki pertanyaan dan masalah spesifik yang
merupakan pusat perhatian untuk dipecahkan. Pada pembelajaran berbasis proyek, siswa
menggunakan apa yang telah mereka pelajari sebagai dasar untuk melakukan penyelidikan
selanjutnya. Siswa akan merancang dan melaksanakan penyelidikan untuk menguji
gagasan mereka. Siswa juga belajar bagaimana menulis data dan penjelasan berbasis bukti
hasil pengamatan dan prinsip ilmiah yang telah dilakukan. Penerapan inkuiri pada
pembelajaran berbasis proyek membantu siswa menghargai tugas dan kegiatan yang
mereka lakukan dalam sains dan menggeneralisasi pengetahuan mereka ke berbagai situasi
yang lebih luas. Untuk mengeksplorasi persamaan dan perbedaan di antara orang-orang
lebih mendalam, para siswa dapat menyelidiki berbagai fenomena, di antaranya warna kulit
dan intoleransi laktosa, pada berbagai tingkat biologis, termasuk sel, protein, dan gen. Para
siswa dapat mencermati gambar sel dari berbagai warna kulit dan memikirkan apa yang
mirip dan berbeda tentang sel. Dari kegiatan ini, siswa belajar bahwa meskipun sel-sel kulit
serupa di antara berbagai jenis orang, jumlah melanin yang dihasilkan berbeda dan
menghasilkan berbagai warna kulit manusia. Guru dapat menilai pengetahuan siswa
sebelumnya dan mendorong mereka untuk menyelidiki lebih lanjut terkait pertanyaan
pengarah yang telah diberikan sebelumnya.
3. Kolaborasi, di mana siswa berpeluang untuk belajar bersama siswa lain dalam lingkungan
belajar. Ketika siswa terlibat dalam diskusi dengan siswa lain, mereka akan belajar
membangun makna dari konsep dan pengalaman secara bersama-sama, memanfaatkan
pengalaman orang lain, merefleksikan pikiran mereka sendiri, dan menginternalisasi cara
berbicara yang lazim dalam forum ilmiah. Melalui kolaborasi di ruang kelas berbasis
proyek, siswa tidak hanya belajar membangun pemahaman bersama tentang ide-ide ilmiah
dan konten dalam disiplin ilmunya, tetapi juga belajar menjadi peserta dalam komunitas
sains yang terlibat dalam kerja ilmiah.
4. Teknologi, yang berfungsi sebagai alat kognitif untuk meningkatkan pembelajaran.
5. Penciptaan artifak, di mana siswa membuat perwujudan riil dari pemahaman mereka.
Penggunaan multi representasi dalam genetika dinyatakan dapat meningkatkan
pemahaman siswa (dari gen, protein, sel). Pembelajaran berbasis proyek dapat mendorong
siswa untuk membangun multi representasi untuk memproses informasi dengan cara yang
berbeda. Siswa didorong untuk menunjukkan dan memperluas pengetahuan dan
keterampilan mereka melalui penyelesaian berbagai artifak yang mencerminkan
representasi produk yang dibangun bersama. Artifak yang dibuat di kelas dapat digunakan
sebagai alat penilaian untuk mengukur pemahaman siswa tentang konten, proses, dan
pertanyaan pengarah.

D. Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Memberdayakan Keterampilan Abad ke-21


Pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran inovatif untuk melatihkan banyak
strategi penting untuk sukses di abad ke-21. Siswa dipicu untuk belajar melalui inkuiri, bekerja
secara kolaboratif untuk meneliti dan membuat proyek yang mencerminkan pengetahuan
mereka. Siswa dilatih untuk menggunakan keterampilan memanfaatkan teknologi, hingga
menjadi komunikator dan pemecah masalah, dan siswa mendapat manfaat dari pembelajaran
tersebut. Pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari

8
pengetahuan atau konten secara mendalam dan keterampilan abad ke-21. Praktik pembelajaran
berbasis proyek bervariasi tergantung pada tingkat kelas dan bidang studi, proyek harus
direncanakan, dikelola, dan dinilai dengan cermat untuk menghubungkan konten akademik
dengan keterampilan abad ke-21 (seperti kolaborasi, komunikasi & berpikir kritis) melalui
pengembangan suatu produk dan presentasi yang berkualitas tinggi dan otentik (Ravits,
Hixson, English, & Megendoller, 2012).
Pada abad ke-21 siswa perlu memiliki keterampilan untuk membantu mereka berhasil
dalam dunia yang kompetitif dan maju secara teknologi. Pembelajaran berbasis proyek
membantu siswa dengan melatih mereka untuk berpikir kritis dan menyelesaikan masalah,
bekerja dengan baik dengan orang lain, dan mengelola diri mereka secara efektif (Larmer &
Mergendoller, 2015). Selain keterampilan kerja yang dipelajari di ruang kelas melalui kerja
proyek, ada peluang belajar lain bagi siswa untuk mengalami situasi di tempat kerja di luar
kelas. Berada dalam budaya belajar keras dan terus menerus dalam pembelajaran berbasis
proyek, berkontribusi pada pengembangan banyak soft skill yang kelak akan berguna di tempat
kerja yang tampaknya akan memenuhi kebutuhan pasar kerja di abad ke-21 (Musa, Mufti,
Latiff, & Amin, 2012).
Pada seluruh proses pembelajaran berbasis proyek, siswa melatih berbagai macam
kecakapan hidup yang akan bermanfaat bagi kehidupan mereka kelak. Siswa mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan literasi informasi, melalui kerja penelitian dan sintesis
pengetahuan yang diperoleh. Siswa meningkatkan keterampilan kepemimpinan dan sosial
mereka, melalui bekerja pada kelompok-kelompok kecil. Berbagai kegiatan dalam proyek,
melatih siswa untuk meningkatkan fleksibilitas, produktivitas, dan pembelajaran untuk
mengambil inisiatif. Pada akhirnya, dengan mempresentasikan produk akhirnya, siswa
membangun kreativitas dan keterampilan komunikasi mereka.
Banyak keterampilan abad ke-21 yang dilatihkan melalui pembelajaran berbasis
proyek, yang sangat penting bagi siswa di saat mereka memasuki dunia kerja kelak, di
antaranya kemampuan untuk bekerja dengan baik bersama orang lain dan menangani konflik
antarpribadi, membuat keputusan yang bijaksana, berlatih dalam memecahkan masalah yang
kompleks, dan berlatih untuk menjadi inovatif. Hasil belajar siswa tidak semata-mata kognitif,
namun juga pengalaman dalam perencanaan, pengelolaan, dan penyelesaian proyek.
Pembelajaran berbasis proyek memainkan peran penting dalam melatihkan siswa pada proses
belajar yang bermakna saat mereka terlibat dalam menyelesaikan proyek mereka.
Pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa untuk mempraktikkan
keterampilan abad ke-21 saat mereka bekerja dalam kelompok dan memiliki kesempatan untuk
berkolaborasi dengan temannya untuk mencapai tujuan akhir. Bekerja dalam kelompok akan
memberdayakan siswa dan meningkatkan keyakinan mereka bahwa mereka dapat berhasil
dalam pembelajaran, yang pada gilirannya mengarah pada sikap yang lebih positif terhadap
pembelajaran mereka (Lord, 2001). Pembelajaran berbasis proyek mampu memberikan siswa
pengalaman terkait berbagai keterampilan modern yang membantu mereka menjadi lebih
sukses di dunia nyata. Pembelajaran berbasis proyek tidak hanya memberikan pemahaman
yang lebih mendalam tentang konten tetapi juga keterampilan penting yang dapat mereka bawa
di luar kelas.
Pembelajaran berbasis proyek memicu pembelajaran sosial karena siswa berlatih
keterampilan abad ke-21, setidaknya dalam hal keterampilan komunikasi, negosiasi, dan
kolaborasi. Ketika mengerjakan proyek, siswa harus bertukar pikiran dan bertindak sebagai
pendengar yang baik. Keterampilan mendengarkan aktif, dapat meningkatkan kemampuan
kolaboratif serta kreativitas. Siswa juga belajar keterampilan dasar komunikasi yang produktif,
menghormati orang lain, dan kerja tim seraya menghasilkan ide bersama. Menegosiasikan cara
memecahkan masalah secara kolektif juga merupakan bagian dari pembelajaran berbasis
proyek. Di akhir proyek, siswa diharapkan melakukan evaluasi diri, tidak hanya pembelajaran

9
mereka, tetapi juga keberhasilan interaksi sosial mereka, keterampilan komunikasi mereka, dan
keterampilan lainnya. Jika dilatihkan terus menerus, berbagai keterampilan tersebut akan
memperkuat mereka dari waktu ke waktu, dimana keterampilan tersebut sangat penting
untuk kesuksesan masa depan dalam struktur perkembangan jaman yang terus berubah.
Buck Institute for Education (2013) merangkum berbagai kelebihan pembelajaran
berbasis proyek seperti dijelaskan berikut ini. Tujuan pembelajaran abad ke-21 menekankan
pentingnya penguasaan akademik yang signifikan, yang merupakan dasar dari setiap proyek
yang dirancang dengan baik. Perbandingan hasil belajar dengan pembelajaran berbasis proyek
dibandingkan pembelajaran yang lebih tradisional (berbasis buku teks dan kuliah)
menunjukkan bahwa: (a) siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis proyek memiliki
pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang mereka pelajari dan mempertahankan
ingatan tentang materi lebih lama; (b) dalam materi tertentu, pembelajaran berbasis proyek
telah terbukti lebih efektif daripada metode tradisional untuk pembelajaran matematika,
ekonomi, bahasa, sains, dan disiplin ilmu lainnya; dan (c) siswa yang belajar melalui
pembelajaran berbasis proyek berkinerja baik atau lebih baik daripada siswa yang diajarkan
secara tradisional.
Hal lain yang dirangkum oleh Buck Institute Ffor Education (2013), pembelajaran
berbasis proyek memiliki keunggulan dalam kompetensi abad ke-21, kesetaraan (equity),
motivasi belajar, dan kepuasan guru. Terkait kompetensi abad ke-21, pembelajaran berbasis
proyek membantu siswa menguasai kompetensi utama yang diidentifikasi penting untuk
kesiapan belajar dan karier. Penelitian telah menunjukkan: (a) siswa menunjukkan
keterampilan pemecahan masalah yang lebih baik dalam pembelajaran berbasis proyek
daripada di kelas yang lebih tradisional, dan mampu menerapkan apa yang mereka pelajari
untuk situasi kehidupan nyata; (b) ketika guru mengajar dengan pembelajaran berbasis proyek,
mereka mencurahkan lebih banyak waktu untuk mengajar keterampilan abad ke-21, dan siswa
lebih terlibat dalam pembelajaran dibandingkan dengan kelas tradisional; (c) siswa juga
menunjukkan peningkatan berpikir kritis melalui pembelajaran berbasis proyek; (c) melalui
pengalaman pembelajaran berbasis proyek, siswa meningkatkan kemampuan nya untuk
bekerja secara kolaboratif dan menyelesaikan konflik, dan (d) peluang untuk pembelajaran
kolaboratif memberikan manfaat bagi siswa di seluruh tingkat kelas, mata pelajaran, dan
tingkat prestasi.
Terkait kesetaraa (equity), pembelajaran berbasis proyek memiliki keunggulan berikut:
(a) pembelajaran berbasis proyek berpotensi sebagai strategi untuk mendekatkan kesenjangan
prestasi dengan melibatkan siswa yang lebih rendah pencapaiannya, (b) pembelajaran berbasis
proyek dapat dilakukan di berbagai jenis sekolah, untuk siswa yang beragam; (c) pembelajaran
berbasis proyek juga dapat memberikan model yang efektif untuk reformasi seluruh sekolah.
Pembelajaran berbasis proyek menyebabkan peningkatan sikap siswa terhadap pembelajaran.
Siswa menunjukkan lebih banyak keterlibatan, lebih mandiri, dan memiliki kehadiran yang
lebih baik daripada dalam pembelajaran yang lebih tradisional. Guru mungkin membutuhkan
waktu dan pengembangan profesional untuk menjadi terbiasa dengan pembelajaran berbasis
proyek, namun mereka yang telah membuat perubahan dengan pembelajaran tersebut di kelas,
melaporkan peningkatan kepuasan kerja.

E. Pembelajaran Genetika
Selama ini banyak yang menyatakan bahwa materi genetika dianggap sulit dipahami.
Tidak saja di Indonesia antara lain yang dilaporkan Fauzi dan Fariantika (2018) dan Fauzi dan
Ramadani (2017) bahwa Genetika adalah materi tersulit, namun juga di luar negeri. Banyak
publikasi dari luar yang menyatakan bahwa pembelajaran genetika memiliki kesulitan-
kesulitan karena kompleksitasnya terkait gen, DNA, kromosom, dan pembelahan sel, serta
berbagai hal terkait prinsip mendasar dari fenotip dan pewarisan sifat (Redfield, 2012; Johnson

10
& Jackson, 2015). Berdasarkan kajian berbagai literatur sebelumnya, Duncan dan Tseng (2010)
menjelaskan alasan mengapa genetika dianggap sulit dipelajari, yaitu disebabkan kompleksitas
yang melekat pada fenomena genetika yang membuatnya sulit untuk dipahami.
Fenomena genetika dianggap kompleks karena terdiri dari beberapa tingkat organisasi
yang saling terkait (gen, protein, sel, jaringan, organ, dan lain-lain), yang mengandung banyak
sekali elemen yang heterogen. Level-level tersebut telah diatur secara hierarkis, sehingga
elemen-elemen pada satu level organisasi membentuk elemen-elemen level organisasi yang
semakin tinggi. Dinamika fenomena ini sedemikian rupa sehingga pola makrolevel (misal
karakter fisik) muncul dari interaksi di tingkat mikro (misal antara protein dalam sel atau antara
sel dalam jaringan).
Fenomena genetika juga memiliki keunikan lain. Tidak hanya tingkatan-tingkatan
terdiri dari unsur-unsur heterogen tetapi sistem secara keseluruhan adalah "hibrid" dari lapisan
ontologis yang berbeda: lapisan informasi (gen) dan lapisan biofisik (protein, sel, jaringan, dan
lain-lain). Lapisan biofisik diatur secara hierarkis, sehingga elemen-elemen pada satu level
organisasi, seperti protein dan sel, membentuk elemen-elemen level organisasi yang semakin
tinggi, seperti jaringan dan organ. Fenomena tersebut dinamakan Duncan & Reiser (2007)
sebagai hirarki hibrid.
Gen (lapisan informasi) menentukan urutan asam amino yang dihubungkan untuk
membentuk protein (elemen biofisik yang secara langsung ditentukan oleh lapisan informasi).
Struktur tiga dimensi protein muncul dari lipatan, dan interaksi antara asam amino dalam rantai.
Struktur dan fungsi sel adalah hasil dari komplemen protein yang ada dalam sel dan interaksi
di antara mereka. Demikian pula, sifat dan perilaku jaringan adalah sifat yang muncul dari
komposisi dan interaksi sel-sel penyusunnya.
Hubungan antara genotip (materi genetik) dan fenotip (sifat atau karakter), juga susah
dipahami bagaimana perubahan pada tingkat gen menghasilkan efek pada tingkat organisasi
berikutnya, melalui berbagai interaksi. Perlu dipahami bahwa kode genetik tidak secara
langsung menentukan efek yang dapat diamati, sebaliknya efek ini didorong oleh interaksi di
tingkat organisasi yang lebih rendah dalam sistem. Siswa menemukan kesulitan untuk
memahami kompleksitas tersebut. Gagasan bahwa gen menentukan urutan asam amino juga
cukup membingungkan. Siswa sering kali tidak dapat memberikan penjelasan tentang
bagaimana interaksi di tingkat molekuler dan seluler dapat digunakan untuk menjelaskan
fenotip yang muncul di tingkat makro. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan, siswa
beranggapan bahwa kontrol terpusat dari gen langsung menentukan fenotip (Duncan & Reiser,
2007). Selain itu, pengetahuan siswa tentang protein dan peran mereka dalam fenomena
genetik sangat terbatas. Temuan-temuan ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana cara
memberikan pemahaman, atau bentuk pengetahuan dalam genetika yang diperlukan bagi siswa
untuk dapat bernalar secara baik tentang fenomena genetik.
Pada sisi lain, Alozie, Eklund, Rogat, & Krajcik (2010) menjelaskan bahwa
pemahaman tentang genetika dapat membantu siswa berpartisipasi dalam diskusi dan
pembahasan tentang isu-isu dalam sains dan teknologi, sekalipun konten genetika kompleks,
abstrak, dan sulit untuk dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai akibatnya,
pembelajaran genetika menjadi tantangan bagi guru dan siswa. Pembelajaran biologi
dengan konten genetika harus diupayakan agar relevan dan merangsang pembelajaran dan
meningkatkan rasa ingin tahu siswa, mengingat genetika merupakan landasan bagi semua
proses hayati dan berkontribusi terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan siswa
kelak. Harus dipahami, bahwa genetika merupakan cabang ilmu biologi yang menjadi dasar
bagi ilmu biologi, maupun ilmu-ilmu lain yang terkait dengan biologi, seperti dinyatakan oleh
Th. Dobzhansky dalam Ayala & Kinger (1984) bahwa “Nothing in biology is understandable
except the light of genetics. Genetics is the core biological science”.

11
F. Pembelajaran Genetika Berbasis Proyek untuk Memberdayakan Keterampilan
Abad Ke-21: Sekilas tentang Pembelajaran Genetika di UM
Di jurusan Biologi Universitas Negeri Malang (UM) terdapat matakuliah Genetika I
dan Genetika II untuk mahasiswa S1, yang keduanya dilakukan dengan pola teori dan
praktikum yang tidak terpisah. Maksudnya, pemahaman tentang teori didukung oleh hasil-hasil
praktikum yang dilakukan. Matakuliah Genetika di UM untuk kajian teori dilakukan dengan
berpendekatan konsep. Pendekatan tersebut dilakukan dengan melakukan pengelompokan
seluruh informasi tentang genetika sejak dari awal mula tumbuhnya ilmu genetika (sejak
periode JG. Mendel) hingga periode masa kini. Pengelompokan tersebut tanpa memperhatikan
urutan waktu kemunculannya dalam perjalanan waktu (Corebima, 2009). Perkuliahan teori
dijalankan dengan menggunakan model pembelajaran RQA (Reading Questioning Answering).
Selain pembelajaran teoritis, matakuliah Genetika I dan II dilakukan dengan praktikum.
Kegiatan praktikum terdiri atas dua bagian, yaitu praktikum klasikal (semua mahasiswa
melakukan hal yang sama) dan praktikum kelompok (setiap kelompok melakukan hal yang
berbeda). Pada praktikum klasikal, topiknya adalah tentang mitosis akar bawang merah,
pengamatan kromosom raksasa, dan isolasi DNA dari buah secara sederhana. Pada praktikum
proyek kelompok, mahasiswa dilatih untuk menemukan sendiri topik praktikum,
permasalahan penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, pengumpulan data, interpretasi
data, menyusun laporan penelitian, sampai mengomunikasikan hasil penelitiannya. Terdapat
16 kelompok dengan 16 topik proyek di setiap semester. Setiap kelompok memperoleh topik
praktikum yang berbeda dengan kelompok lainnya.
Praktikum Genetika di UM menggunakan berbagai obyek atau bahan kajian, di
antaranya berikut ini.
1. Lalat buah Drosophila melanogaster untuk mempelajari berbagai fenomena
pewarisan sifat. D. melanogasster adalah satu organisme model yang sering digunakan
dalam mempelajari berbagai konsep biologi. Organisme ini telah digunakan sebagai
organisme model selama berabad-abad untuk mempelajari berbagai aspek dalam proses
biologi, termasuk genetika dan pewarisan sifat, perkembangan embrio, perilaku, dan
penuaan (Fauzi dan Corebima, 2016a; Fauzi, Corebima, dan Zubaidah, 2016a). Organisme
model tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat, genom yang sederhana, tidak
menghabiskan banyak biaya dalam perawatan, mudah dalam perawatan dan perbanyakan,
serta strukturnya yang sederhana yang memudahkan dalam mempelajari berbagai
fenomena biologi. Laboratorium Genetika di Jurusan Biologi FMIPA UM saat ini memiliki
22 strain D. melanogaster dengan 1 sifat beda dan 2 sifat beda (Tabel 2). Informasi
mengenai ciri fenotip strain D. melanogaster dapat diakses pada laman web
http://www.flybase.org.

Tabel 2. Strain Drosophila melanogaster di Lab. Genetika Jurusan Biologi UM


Kode
No. Nama Strain Ciri Fenotip
Strain
Strain wild type
Mata berwarna merah, tubuh berwarna kuning
1 Normal N
kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen
Strain 1 sifat beda
Mata berwarna putih, tubuh berwarna kuning
2 White w
kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen

12
Mata berwarna merah, tubuh berwarna hitam,
3 Ebony e
panjang sayap melebihi andomen
Mata berwarna orange, tubuh berwarna kuning
4 white apricot wa
kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen
Mata berwarna putih tulang, tubuh berwarna kuning
5 white eosin we
kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen
Mata berwarna merah, tubuh berwarna kuning
6 Miniature m
kecoklatan, panjang sayap tidak melebihi abdomen
Mata berwarna merah, tubuh berwarna kuning
7 vestigial vg
kecoklatan, sayap tidak tumbuh sempurna
Mata berwarna merah, tubuh berwarna kuning
8 dumpy dp kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen, ujung
sayap berlekuk
Mata berwarna coklat, tubuh berwarna kuning
9 clot cl
kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen
Mata berwarna merah maroon, tubuh berwarna
10 maroon light mal
kuning kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen
Memiliki mata tunggal (tidak majemuk), tubuh
11 eye missing eym berwarna kuning kecoklatan, panjang sayap melebihi
abdomen
Memiliki mata majemuk berbentuk sipit, tubuh
12 bar3 bar3 berwarna kuning kecoklatan, panjang sayap melebihi
abdomen
Mata berwarna merah, faset mata kasar, tubuh
13 Rough ro berwarna kuning kecoklatan, panjang sayap melebihi
abdomen
Mata berwarna ungu, tubuh berwarna kuning
14 plum pm
kecoklatan, panjang sayap melebihi abdomen
Strain 2 sifat beda
Mata berwarna coklat, tubuh berwarna hitam,
15 black clot bcl
panjang sayap melebihi abdomen
Mata berwarna merah, tubuh berwarna hitam, sayap
16 black vestigial bvg
tidak tumbuh sempurna
ebony maroon Mata berwarna merah maroon, tubuh berwarna
17 emal
light hitam, panjang sayap melebihi abdomen
Mata berwarna coklat, tubuh berwarna hitam,
18 ebony clot ecl
panjang sayap melebihi abdomen
ebony white Mata berwarna orange, tubuh berwarna hitam.
19 ewa
apricot panjang sayap melebihi abdomen
ebony white Mata berwarna putih tulang, tubuh berwarna hitam,
20 ewe
eiosin panjang sayap melebihi abdomen

13
Mata berwarna merah, tubuh berwarna hitam, sayap
21 ebony vestigial evg
tidak tumbuh sempurna
Mata berwarna coklat, tubuh berwarna kuning
22 miniature clot mcl
kecoklatan, sayap tidak melebihi abdomen

Pada perkuliahan Genetika I, D. melanogaster digunakan sebagai media belajar


dalam mempelajari berbagai macam pola pewarisan sifat, seperti Hukum Mendel I (Hukum
Pemisahan Bebas), Hukum Mendel II (Hukum Pemilihan Bebas), Nondisjunction,
Crossing Over, sex linked, lethal gene, dan epistasis. Pada topik Hukum Mendel I, D.
melanogaster digunakan adalah strain N dengan dengan salah satu strain mutan, untuk
mendemonstrasikan Hukum Pemisahan Bebas Mendel pada anakan F2 hasil persilangan
(Fauzi & Corebima, 2016b). Mendel menyatakan bahwa kedua faktor untuk tiap ciri tidak
bergabung dalam cara apapun. Kedua faktor tersebut tetap berdiri sendiri selama hidupnya
individu dan memisah pada waktu pembentukan gamet-gamet. Dalam hubungan ini,
separuh gamet membawahi satu faktor, sedangkan separuhnya yang lain membawahi faktor
lainnya. Penjelasan tersebut dikenal dengan hukum pemisahan Mendel (Corebima, 2013).
Pada topik Hukum Mendel II atau Hukum Pemilihan Bebas, misalnya persilangan
antara strain N dengan bse. bse merupakan double mutant yang mengalami mutasi di lokus
b dan se (Fauzi & Corebima, 2016b). Kedua lokus tersebut terletak pada kromosom yang
berbeda, yaitu lokus b pada kromosom II dan lokus se pada kromosom III. Persilangan
tersebut akan menghasilkan anakan berupa strain N, b, se, dan bse yang memenuhi
perbandingan 9:3:3:1 pada F2. Hal tersebut disebabkan terjadinya hukum pilihan bebas saat
gametogenesis. Hukum pilihan bebas menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan
karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain (Corebima, 2013).
Terkait topik Nondisjunction, kemunculan anakan hasil produk gagal berpisah
disebabkan oleh terbentuknya gamet abnormal pada parental betina (misalnya, persilangan
♀w >< ♂N). Gamet abnormal yang dimaksud adalah gamet w/w dan 0. Arti kedua simbol
tersebut adalah gamet w/w merupakan gamet yang membawa dua kromosom X sekaligus,
sedangkan gamet 0 merupakan gamet yang tidak membawa kromosom X sama sekali
(Fauzi & Corebima, 2016c). Pada topik Crossing over, Kemunculan tipe bukan parental
pada testcross N x bcl disebabkan oleh terjadinya fenomena pindah silang selama
gametogenesis. Pindah silang yang dimaksud adalah fenomena pertukaran kromosom
homolog pada saat profase I selama meiosis pembentukan gamet (Corebima, 2013). Akibat
dari pertukaran kromosom tersebut, maka pada persilangan muncul gamet b+cl dan bcl+.
Keberadaan kedua gamet tersebut yang kemudian berpasangan dengan gamet bcl dari
parental jantan akhirnya menghasilkan strain cl dan b pada F2 (Fauzi & Corebima, 2016c).
Proyek selanjutnya yakni pautan kelamin (sex linked), misalnya persilangan ♀w ><
♂N, dihasilkan anakan F1, yaitu betina mata merah dan jantan mata putih. Data F2
menunjukkan antara jantan mata merah, jantan mata putih, betina mata merah, dan betina
mata putih memenuhi rasio 1:1:1:1. Kemunculan rasio anakan F1 dan F2 seperti yang telah
disampaikan sebelumnya disebabkan oleh faktor warna mata yang terlibat pada persilangan
ini terletak pada kromosom kelamin X (Fauzi & Corebima, 2016c).
Pada perkuliahan Genetika II, D. melanogaster digunakan sebagai media belajar
untuk mempelajari faktor internal dan eksternal pada berbagai fenomena genetik. Topik
praktikum proyek antara lain pengaruh usia, pemanis buatan, pewarna sintetis terhadap
frekuensi Nondisjunction dan Crossing over. Lebih lanjut lagi, D. melanogaster juga
digunakan untuk mempelajari konsep genetik yang lain, misalnya (1) Nondisjunction
autosom untuk mengungkap fenomena gagal berpisah pada kromosom tubuh; (2) Nisbah
Kelamin untuk mengungkap perimbangan ekspresi gen-gen pada kromosom kelamin D.

14
melanogaster. Berkaitan dengan nisbah kelamin pada D. melanogaster, penentuan jenis
kelamin pada serangga tersebut tidak hanya didasarkan pada keberadaan kromosom Y pada
tubuh. Artinya, belum tentu individu bergenotip XY akan berfenotip sebagai jantan, begitu
pula individu yang tidak membawa kromosom Y belum tentu berjenis kelamin betina
(Fauzi & Corebima, 2016c); (3) Indeks isolasi dan dendogram untuk mempelajari pola
hubungan kekerabatan antar spesies Drosophila pada wilayah yang berbeda; dan (4)
Fekunditas betina D. melanogaster untuk mengungkap faktor lingkungan (suhu tertentu)
dan usia betina yang berbeda terhadap ekspresi gen yang dikaitkan dengan materi pada
perkuliahan Genetika 2 yaitu Regulasi Ekspresi Gen pada Makhluk Hidup Eukariot.
D. melanogaster juga menjadi bahan kajian berbagai topik, diantaraya seperti
ditunjukkan oleh Fauzi, Corebima, dan Zubaidah (2016b) tentang fluktuasi jumlah filial
dewasa dan waktu eklosi D. melanogaster yang terpapar telpon genggam pada beberapa
generasi. Juga tentang penjelasan bagaimana fenomena yang berkaitan dengan pola
pewarisan sifat seperti gagal berpisah, epistasis, dan nisbah kelamin. Pada fenomena gagal
berpisah, kemunculan anakan yang tidak sesuai rekonstruksi persilangan dimungkinkan
karena kegagalan berpisah kromosom saat gametogenesis. Pada fenomena epistasis,
ekspresi suatu gen akan ditutupi oleh gen lain yang mengkodekan sifat yang sama, dan
nisbah kelamin adalah perbandingan atau rasio jumlah jantan dibandingkan dengan betina
pada suatu populasi. Fenomena lain yang dapat diungkap antara lain fenomena pindah
silang dan pautan kelamin (Fauzi dan Corebima, 2016c).
2. Kelenjar saliva atau kelenjar ludah D. melanogaster untuk pengamatan kromosom
raksasa. Dikatakan kromosom raksasa (kromosom politen) karena mengandung ribuan
kali DNA lebih banyak dari kromosom biasa. Praktikum pengamatan kromosom politen
menggunakan kelenjar ludah larva instar III D. melanogaster, karena saat fase larva instar
III, kromosom kelenjar ludahnya sangat besar, terlihat jelas, dan memberikan gambaran
yang jelas dari efek ecdyson pada ekspresi gen (Kalthoff, 2001). Kromosom politen terdiri
dari 4 lengan yang sama panjang, 1 lengan pendek, kromosenter, band, interband, dan puff.
Bagian yang banyak terkondensasi pada kromosom politen memiliki banyak salinan sekuen
DNA tetapi karena berada dalam kondisi terpadatkan dan tidak mengekspresikan informasi
genetik yang dikodekan dalam DNA, bagian tersebut disebut heterokromatin.
Heterokromatin berwarna gelap karena berada dalam kondisi yang terpadatkan.
Heterokromatin tidak aktif dalam melakukan transkripsi karena tidak mengandung gen-gen
yang aktif. Eukromatin adalah bagian yang tidak terkondensasi dan terlihat berwarna
terang. Hal tersebut terjadi karena eukromatin tidak mengalami pemadatan. Eukromatin
mengandung gen-gen yang aktif dan hampir mengandung semua gen yang ditranskripsi
sehingga menjadi bagian yang aktif dalam melakukan replikasi.
3. Tumbuhan paku untuk mempelajari konsep poliploidisasi alami. Tumbuhan paku
digunakan sebagai organisme model dalam kegiatan praktikum proyek karena tumbuhan
paku sering mengalami poliploidi akibat berbagai proses baik proses somatik maupun
meiotik, sekalipun secara umum jumlah kromosom pada sel suatu spesies adalah konstan
(Zubaidah, 2006). Terkait dengan frekuensi poliploidi, tumbuhan paku mengalami
poliploidi paling tinggi dibandingkan pada Angiospermae. Tumbuhan paku yang diamati
berasal dari daerah ketinggian yang berbeda, yaitu daerah berketinggian rendah, sedang,
dan tinggi (di atas permukaan laut). Poliploidisasi adalah peningkatan jumlah genom yang
disebabkan oleh pewarisan perangkat kromosom. Terdapat dua macam poliploidi, yaitu
autopoliploidi dan allopoliploidi. Pada autopoliploidi, perangkat kromosom yang
mengganda berasal dari individu yang sama atau berkerabat dekat, sedangkan perangkat
kromosom pada allopoliploidi berasal dari hibridisasi dua spesies yang berbeda.
Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada daerah ketinggian tinggi dan suhu
yang lebih rendah, cenderung ditemukan tumbuhan paku dengan tingkat ploidi yang lebih

15
besar (Darnaedi & Praptosuwiryo, 1994). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa di
dataran tinggi dengan suhu rendah, tingkat ploidi tumbuhan paku lebih besar (Zubaidah,
1998). Hal ini sesuai dengan survei yang disajikan dalam penelitian sebelumnya oleh
Weiss-Schneeweis, et al., (2013) yang menyimpulkan peningkatan ketinggian
menyebabkan peningkatan frekuensi poliploidi. Kemunculan spesies poliploidi pada
tumbuhan dapat terjadi secara spontan di alam melalui berbagai mekanisme, termasik
kesalahan mitosis dan meiosis dan fusi gamet yang tidak tereduksi (2N) (Comai, 2005).
4. Ikan Mas (Cyprinus carpio) untuk mempelajari polipolidisasi buatan. Praktikum
proyek poliploidi pada ikan mas ini dilakukan dengan memanfaatkan teknik manipulasi
kromosom yaitu kejutan suhu panas (sebesar 40C, selama 1,5 menit) untuk menginduksi
terjadinya poliploidi (Mustami, 2017). Kejutan suhu panas diberikan untuk menghambat
pemisahan kromosom pada pembelahan mitosis maupun meiosis. Poliploidi menyebabkan
suatu organisme mengalami perubahan perangkat kromosom menjadi lebih dari dua
perangkat kromosom. Poliploidi dikenal dengan penamaan triploid (3N), tetraploid (4N),
pentaploid (5N) dan seterusnya (Corebima, 2008). Kajian proyek ini bermanfaat sebagai
objek pembelajaran mengenai mutasi jumlah kromosom (poliploidi). Ikan mas hasil induksi
kejutan suhu panas dilakukan kajian lebih lanjut mengenai frekuensi jumlah ploidi
menggunakan teknik pewarnaan silver staining atau perak nitrat (AgNO3). Pewarna perak
nitrat secara spesifik akan berikatan dengan protein RNA polymerase I selama proses
transkripsi yang menghasilkan rRNA.
5. Akar bawang merah (Allium cepa) untuk pengamatan mitosis. Praktikum pembelahan
mitosis dilakukan dengan pengamatan pada bagian ujung akar karena sel-sel penyusunnya
adalah sel somatik yang bersifat meristematik. Akar bawang merah biasanya cukup jelas
terlihat karena memiliki ukuran kromosom yang relatif besar dan cukup mudah membuat
preparatnya, sehingga dijadikan model untuk mengetahui fase-fase mitosis. Akar bawang
merah juga dapat digunakan sebagai media belajar untuk mengamati adanya perubahan
pembelahan mitosis oleh faktor pemberian zat kimia misalnya kolkisin dan rotenon, atau
bahan kimia lainnya yang berpotensi mempengaruhi proses mitosis.
6. Aneka buah untuk isolasi DNA sederhana. Pada praktikum isolasi DNA ini digunakan
buah semangka, jeruk, melon, dan nanas, atau buah lainnya. Tahap pertama isolasi DNA
adalah penghancuran dinding sel dengan cara mekanis dengan lalu menyaring hasilnya.
Buah digunakan karena penghancuran dinding selnya lebih mudah sebab tidak banyak
mengandung selulosa, lignin, pektin dan bahan pengeras dinding sel yang lain. Tahap kedua
isolasi DNA adalah melisiskan membran sel dengan menambahkan deterjen dan garam ke
dalam campuran. Pemberian deterjen berfungsi untuk membuka atau memecah membran
sel (baik membran sitoplasma maupun membran nukleus). Tahap ketiga adalah pemurnian
DNA. Cara ini dilakukan dengan menambahkan alkohol dingin 96%. Alkohol berfungsi
untuk memisahkan DNA dengan molekul-molekul yang lain, seperti protein. Alkohol
mempunyai molekul yang ringan daripada air sehingga akan berada di atas permukaan
campuran. Protein dan lemak akan berada pada bagian bawah dan bagian-bagian sel
lainnya. Struktur DNA yang berhasil diisolasi adalah berupa gumpalan serabut-serabut
putih seperti benang yang terletak diantara aliquot dan alkohol.

Kegiatan praktikum berbasis proyek tersebut diharapkan mendorong mahasiswa untuk


melakukan penelitian berdasarkan desain mereka sendiri, dan berlatih untuk menjadi peneliti
yang sesungguhnya. Praktikum berbasis proyek melatih mahasiswa melakukan beberapa
metode ilmiah, seperti menemukan ide penelitian, menyusun desain penelitian, melakukan
penelitian, menafsirkan data, membuat kesimpulan, membuat laporan penelitian, dan
mengomunikasikan hasil penelitian. Dengan demikian, selama mempelajari berbagai konsep
genetika, para mahasiswa melakukan hal yang serupa dengan apa yang telah dilakukan oleh

16
seorang ilmuwan. Pembelajaran semacam ini adalah pembelajaran yang tepat dalam
pembelajaran sains. Banyak manfaat yang telah diketahui dalam praktikum berbasis proyek,
selain kendala-kendala yang dihadapi.
Berbagai manfaat dapat diperoleh oleh mahasiswa melalui kegiatan praktikum dengan
memanfaatkan D. melanogaster. Salah satu manfaatnya adalah mahasiswa dapat mempelajari
berbagai konsep genetika secara kontekstual, yang memungkinkan lima bentuk kegiatan
pembelajaran yang penting, yaitu menghubungkan, mengalami, menerapkan, bekerja sama,
dan mentransfer pengetahuan. Manfaat lain yang dirasakan oleh mahasiswa setelah melakukan
praktikum proyek yang topiknya adalah tumbuhan paku menyatakan bahwa siswa lebih mudah
mempelajari konsep poliploidi, dapat memiliki keterampilan untuk melakukan penelitian dan
keterampilan dalam membuat objek sel tumbuhan paku, dan mahasiswa merasa dilatih untuk
menjadi seorang peneliti sesungguhnya (Fauzi, Corebima, & Zubaidah, 2016c).

PENUTUP
Perubahan yang terjadi dalam dunia industri membawa dampak bagi dunia pendidikan
dan pembelajaran, yang harus menyiapkan sumber daya manusia untuk dapat beradaptasi
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dengan sangat cepat. Salah satu model pembelajaran
yang dianggap dapat menyiasati hal tersebut adalah pembelajaran berbasis proyek, yang dapat
dilakukan untuk segala jenjang pendidikan. Berbagai kelebihan pembelajaran berbasis proyek
telah diketahui, namun untuk menjalankan dengan baik, guru dan siswa memerlukan kesiapan
yang baik agar dapat berjalan dengan baik dan menunjukkan hasil seperti yang diharapkan.
Salah satu pembelajaran yang dapat menerapkan pembelajaran berbasis proyek adalah
Genetika, yang menjadi tantangan bagi para pendidik karena harus membantu upaya siswa
dalam memahami dasar-dasar genetika dan menghubungkan pengetahuan yang dipelajarinya
dengan dunia nyata. Meskipun pembelajaran genetika berbasis proyek cukup menantang,
namun hal itu akan membantu siswa mempelajari genetika dan membantu mengaitkan dengan
berbagai hal penting yang relevan dengan dunia nyata. Dunia pendidikan menghadapi
tantangan, yang semua ini adalah bagian dari proses yang harus dihadapi menghadapi berbagai
perubahan. Kolaborasi yang lebih besar, keamanan yang lebih besar, dan pendidikan yang
digerakkan oleh teknologi - seperti itulah masa depan pendidikan.

DAFTAR RUJUKAN
Alozie, N., Eklund, J., Rogat, & Krajcik. J. (2010). Genetics in the 21st Century: The Benefits &
Challenges of Incorporating a Project-Based Genetics Unit in Biology Classrooms. The American
Biology Teacher, Vol. 72, no. 4, pages 225–230.
Ayala, F. J. & Kinger, J. A. (1984). Modern of Genetics. Menlo Prk California: The
Benjamin/cummings Publishing Company, Inc.
Bell, S. (2010). Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the Future. The Clearing House.
83:2, 39-43, DOI: 10.1080/00098650903505415.
Buck Institute for Education. (2013). Research Summary: PBL and 21st Century Competencies. bie.org.
Comai, L. (2005). The advantages and disadvantages of being polyploid. Nature Reviews Genetics, 6,
11, 836-846.
Corebima, A.D. (2008). Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang. UM Press.
Corebima, A. D. (2009). Pengalaman Berupaya menjadi Guru Profesional. Pidato Pengukuhan Guru
Besar dalam Bidang Genetika pada Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang, 30 Juli 2009.
Corebima, A.D. (2013). Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Darnaedi, D. & Ng. Praptosuwiryo. (1994). Cytological Study of Fern Genus Diplazium in Gunung
Gede-Pangrango National Park, Java. Floribunda, 1(15): 57-60.

17
Duncan, R. G., & Reiser, B. J. (2007). Reasoning across ontologically distinct levels: Students’
understandings of molecular genetics. Journal of Research in Science Teaching, 44(7): 938 – 959.
Duncan, R. G., & Tseng, K. A. (2010). Designing project-based instruction to foster generative and
mechanistic understandings in genetics. Science Education, 95(1), 21–56. doi:10.1002/sce.20407
Fauzi, A. & Corebima, A.D. (2016a). Pemanfaatan Drosophila melanogaster sebagai Organisme Model
dalam Mempelajari Hukum Pewarisan Mendel. Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016, 372-
377.
Fauzi, A. & Corebima, A.D. (2016b). Pemanfataan Drosophila melanogaster sebagai Organisme Model
dalam Mengungkap berbagai Fenomena Penyimpangan Rasio Mendel. Prosiding Seminar
Nasional Biologi 2016, 278-282.
Fauzi, A. & Corebima, A.D. (2016c). Fenomena Gagal Berpisah, Epistasis, dan Nisbah Kelamin pada
Drosophila melanogaster. Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016, 283-288.
Fauzi, A. & Fariantika, A. (2018). Courses perceived difficult by undergraduate students majoring in
biology. Biosfer: Jurnal Pendidikan Bilogi, 11(2): 78-89.
Fauzi, A. & Ramadani, S.D. (2017). Learning the Genetics Concepts Through Project Activities Using
Drosophila melanogaster: A Qualitative Descriptive Study. Jurnal Pendidikan Biologi
Indonesia, 3(3): 238-247.
Fauzi, A., Corebima, A.D., & Zubaidah, S. (2016a). The Utilization of Drosophila melanogaster as a
Model Organism in Genetics I and Genetics II Courses in Faculty of Mathematics and Natural
Science, State University of Malang. Proceeding 2nd International Conference on Education and
Training 2016: 50-55.
Fauzi, A., Corebima, A.D., & Zubaidah, S. (2016b). The Fluctuation of Adult Filial Number and
Eclosion Time of Drosophila melanogaster that Exposed by Mobile Phone in Multiple
Generations. Proceeding of the 6th Annual Basic Science International Conference Published
online, on June 7, 2016.
Fauzi, A., Corebima, A.D., & Zubaidah, S. (2016c). The Utilization of Ferns as a Model Organism for
Studying Natural Polyploidization Concepts in Genetics Course. International Conference on
Education, 52-58.
Flybase. A Database of Drosophila Genes & Genomes. (Online), (http://www.flybase.org).
Johnson, J. & Jackson, F. (2015). Use of Multiple Intelligence Modalities to Convey Genetic and
Genomic Concepts in African American College Biology Students. Natural Science, 7: 299-308.
Kalthoff, K. (2001). Analysis of Biological Development. New York: The Mcgraw-Hill.
Krajcik, J. & Blumenfeld, P. (2006). Project-based learning. In R. K. sawyer (ed.), The Cambridge
Handbook of the Learning Sciences. NY: Cambridge University Press.
Larmer, J., & Mergendoller, J. (2015). Gold Standard PBL: Essential Project Design Elements.
Retrieved from http://bie.org/blog/gold_standard_pbl_essential_project_design_elements
Lord, T. (2001). 101 Reasons for Using Cooperative Learning in Biology Teaching. The American
Biology Teacher, 63(1), 30-38.
Markham, T., Larmer, J., & Ravitz, J. (2003). Project based learning handbook: A guide to standards-
focused project based learning for middle and high school teachers (2nd ed.). Novato, Calif.:
Buck Institute for Education.
Musa, F., Mufti, N., Latiff, R.A., & Amin, M.M. (2012). Project-based learning (PjBL): inculcating
soft skills in 21stcenturyworkplace. Procedia - Social and Behavioral Sciences 59: 565–573.
Mustami, M. K. (2017). The Formation of Polyploidy on Cyprinus carpio Linn Punten Race by Heat
Shocking Temperature. Journal of Aquaculture. 8(8): 2-4.
Osman, K., Hiong, L.C., & Vebrianto, R. (2013). 21st Century Biology: An Interdisciplinary Approach
of Biology, Technology, Engineering and Mathematics Education. Procedia – Social and
Behaavioral Sciences. 102: 188-194.
Ravits, J., Hixson, N., English, M., & Megendoller, M. (2012). Using project based learning to teach
21st century skills: Findings from a statewide initiative. Paper presented at Annual Meetings of
the American Educational Research Association. Vancouver, BC. April 16.

18
Redfield, R.J. (2012). Why Do We Have to Learn This Stuff? A New Genetics for 21st Century
Students. PLoS Biol 10(7): e1001356. doi:10.1371/journal.pbio.1001356.
Robinson, G.E., Banks, J.A., Padilla, D.A.K, Burggren, W.W., Cohen, S.C., et. al. (2010). Empowering
21st Century Biology. BioScience. December 2010 / Vol. 60 No. 11: 923-930.
Tan, S.Y., Al-Jumeily, D., Mustafina, J., Hussain, A., Broderick, A., & Forsyth, H. (2018). Rethinking
Our Education to Face the New Industry Era. Proceedings of EDULEARN18 Conference 2nd-4th
July 2018, Palma, Mallorca, Spain: 6562-6571.
The Duke Perspective. (2019). Impact of Industry 4.0 on Education. March 21, 2019.
https://sites.duke.edu/perspective/2019/03/21/impact-of-industry-4-0-on-education/
Weiss-Schneeweiss, H., Emadzade, K., Jang, T.S., and Schneeweiss, G.M. (2013). Evolutionary
Consequences, Constraints and Potential of Polyploidy in Plants. Cytogenet Genome Res., 140,
1-22.
Wright, E. L., & Govindarajan, G. (1992). A Vision of Biology Education for the 21st Century. The
American Biology Teacher, Vol. 5 No. 5: 269-274.
Zubaidah, S. (1998). Kajian Sitologi, Tipe Reproduksi Dan Ciri-ciri Morfologi Pteris Biaurita L. di
Daerah Berketinggian Berbeda. Tesis tidak diterbitkan. Malang: UM.
Zubaidah, S. (2006). Tingkat Ploidi dan Tipe Reproduksi Dryopteris sparsa di Hutan Wisata Cangar
Kotatif Batu Jawa Timur. Berk. Penel. Hayati, 11:113–117.
Zubaidah, S. (2016). Keterampilan Abad Ke-21: Keterampilan yang Diajarkan melalui Pembelajaran.
Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Isu-isu Strategis Pembelajaran MIPA Abad 21, di
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Persada Khatulistiwa Sintang – Kalimantan Barat, 10
Desember 2016.
Zubaidah, S. (2018a). Mengenal 4C: Learning And Innovation Skills untuk Menghadapi Era Revolusi
Industri 4.0. Seminar 2nd Science Education National Conference dengan tema “Meningkatkan
Keterampilan Abad 21 Menuju Revolusi Industri 4.0”, di Universitas Trunojoyo Madura, 13
Oktober 2018.
Zubaidah, S. (2018b). Keterampilan Abad Ke-21: Bagaimana Membelajarkan dan Mengasesnya.
Seminar Nasional dengan Tema “Tantangan Biologi dan Pendidikan Biologi Abad-21” di
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Islam Riau, 28 April 2018.
Zubaidah, S. (2019a). STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics):
Pembelajaran untuk Memberdayakan Keterampilan Abad ke-21. Seminar Nasional Matematika
dan Sains dengan Tema “STEAM Terintegrasi Kearifan Lokal dalam Menghadapi Era Revolusi
Industri 4.0” di FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, 19 September 2019.
Zubaidah, S. (2019b). Biodiversitas: Lestarikan melalui Pembelajaran dan Pewarisan Pengetahuan
Lokal. Seminar Nasional Pendidikan Biologi dengan tema “Biodiversitas Kepulauan Maluku dan
Pemanfaatannya bagi Pembelajaran Biologi di Era Revolusi Industri 4.0” di Universitas
Pattimura, Ambon, 29 Agustus 2019.

19

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai