Jurnal Kekerasan Anak
Jurnal Kekerasan Anak
Hamid) 23
TINJAUAN PUSTAKA
Kata kunci: penganiayaan, penelantaran, dampak,rentang respons, tidak berdaya, kualitas hidup.
Abstract
Violence and its impact had been a global issu and strongly affecting the mental health status of the victims and their family.
Biological, psychological and socicultural theories have been used as theoretical foundation to explain about the predisposing
factors of violence behavious as well as the ecological model which divide violence into four levels. In general, the victims of
violence are women, children, and elderly in the forms of physical, sexual, emotional violences and neglected. The manifested
responses by the victim can be classified as physical, biological, behavioral, interpersonal, and psychological. The psychological
responses include low self esteen, guilty feeling shame, and anger. The treatmen of problems related to violence should be
addressed by nurses comprehensively and continuously through the provision of human touch and professional nursing care.
Key words: abuse, neglected, impact, continuum of response, helpless, quality of life.
melibatkan orang tua, keluarga, budaya, anak dan a. Penganiayaan Fisik (Physical Abuse).
stres dalam rentang mulai dari perilaku normal dan Erik Erikson dalamTownsend (1996) menyatakan
penuh kasih sayang sampai tindak penganiayaan dan bahwa “dosa terberat adalah mutilasi terhadap spirit
penelantaran (Milor, 2001). anak-anak.” Anak-anak merupakan makhluk yang
Korban penganiayaan biasanya mempunyai lemah dan tidak berdaya, dan tritmen yang salah pada
karakteristik yang sama, walaupun usia dan jenis anak dapat berakibat sangat dalam dan berjangka
kelamin berbeda. Korban biasanya sangat tergantung panjang. Penganiayaan anak didefinisikan sebagai
dan tidak berdaya. Tindak kekerasan ini umumnya cidera fisik atau emosi, penelantaranan fisik atau emosi,
diteruskan dari generasi sebelumnya ke generasi atau tindakan seksual yang dilakukan oleh orang yang
berikutnya. Schneider, Pollock, dan Helfer (1972) seharusnya mengasuh mereka (WHO, 2002).
melaporkan bahwa orang tua penganiaya pada masa Penganiayaan fisik dapat berupa tindakan memukul,
kecilnya pernah mengalami hukuman fisik yang berat, menendang, melempar, menyundut dengan rokok dan
mengalami ansietas yang lebih tinggi dalam mengatasi berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dapat
permasalahan anak mereka, dan lebih peka terhadap menimbulkan cidera. Cidera fisik dapat terjadi karena
kritik dan isolasi sosial, begitu pula mempunyai penganiayaan dari yang ringan hingga berat, bahkan
harapan yang tinggi terhadap anak mereka. mengancam kehidupan. Jenis cidera fisik yang
mungkin dialami korban meliputi cidera pada kulit
Lingkaran Tindak Kekerasan (Clunn, 1993) atau jaringan lunak, cidera internal; dislokasi dan
fraktur; gigi rontok; luka bakar; abrasi atau kebiruan
Pasangan tidak
mampu memenuhi Memilih karena dicambuk dengan ikat pinggang; rambut rontok
kebututuhan
Konsepsi
Tidak mampu karena dicambak; luka tembak, tusuk pisau atau obyek
menolong orang lain
Harga
diri
tajam lainnya, perdarahan pada retina; dan perdaharan
Hamil
Kebutuhan tak
di konjungtiva (Fontaine, 1996)
terpenuhi
Anak Penganiaya b. Penganiayaan Seksual (Sexual Abuse)
Isolasi Ada dua kategori penganiayaan seksual: incest
Harapan tidak Tidak mampu
realistik menggunakan orang lain dan penganiayaan seksual yang dilakukan bukan
oleh anggota keluarga. Incest didefinisikan sebagai
Putaran Peran Tidak ada rasa
percaya, semua bentuk kegiatan seksual antara anak di bawah
identitas diri,
harga diri. 18 tahun dengan anggota keluarga dekat (orang tua
Kebutuhan kandung, orang tua tiri, saudara kandung), anggota
untuk tergantung
tidak terpenuhi keluarga besar (kakek/ nenek, paman, bibi, sepupu)
atau orang tua angkat (Rappley & Speare, 1993).
Biasanya anak mempersepsikan dirinya sebagai Penganiayaan seksual di luar keluarga adalah bentuk
anak yang nakal dan menimbulkan kesulitan. Hal kontak seksual antara bukan anggota keluarga
ini mungkin disebabkan oleh sikap negatif orang dengan anak di bawah usia 18 tahun.
tua terhadap anaknya, atau juga karena pengetahuan Penganiayaan seksual oleh anggota keluarga
tentang perkembangan anak yang sangat terbatas, lebih traumatik bagi anak, karena mereka kehilangan
sehingga orang tua mempunyai harapan yang tidak rasa percaya, merasa tidak aman di lingkungan
realistik terhadap perkembangan bahasa, motorik, rumahnya sendiri, dan merupakan ancaman yang
perilaku dan kebutuhan psikologis anak. Orang tua paling mendasar dalam kehidupan anak. Perilaku
juga cenderung menganggap anaknya hiperaktif dan penganiayaan anak berkisar dari yang paling ringan,
agresif. perilaku tertutup hingga tindakan seksual yang
Penganiayaan pada anak umumnya meliputi terbuka. Misalnya tidak menghormati privacy anak,
penganiayaan fisik, seksual, penelantaran dan memandang anak secara sensual, meminta anak
penganiayaan emosional. untuk telanjang hingga berhubungan seksual.
Aspek psikososial pada korban tindak kekerasan dalam konteks keperawatan jiwa (Achir Yani S. Hamid) 27
Berbagai faktor dapat memediasi dampak emosional. Lima kategori penelantaran emosional
penganiayaan seksual terhadap anak. Secara umum, terhadap anak adalah menolak, mengisolasi,
anak yang lebih muda dengan riwayat masalah menteror, mengabaikan kebutuhan psikologisnya,
emosional mungkin dapat lebih traumatis dari pada dan mengkorupsi anak.
yang berusia lebih tua, dengan jiwa yang lebih stabil.
3. Penganiayaan Terhadap Lanjut Usia (Lansia)
Penganiayaan yang terjadi secara berulangkali dan
dalam jangka waktu yang lama disertai tindak Penganiayaan terhadap Lansia mengakibatkan
kekerasan dan penetrasi tubuh mengakibatkan cidera fisik atau penelantaran emosional, a.l:
trauma yang lebih hebat. Penganiayaan seksual yang menentang keinginan Lansia, mengintimidasi atau
dilakukan oleh seseorang yang diketahui dan membuat keputusan yang kejam. Eksploitasi
dipercayai oleh anak akan minimbulkan trauma lebih mencakup tindakan illegal untuk mendapatkan atau
parah. Reaksi negatif dari orang yang dekat dengan menggunakan sumber atau milik Lansia untuk
korban, tenaga kesehatan, atau orang lain dapat kepentingan pribadi. Penelantaran meliputi gagal
memperparah trauma. memberikan sesuatu atau pelayanan yang
diperlukan untuk menghindarkan bahaya fisik,
c. Penelantaran Anak (Child Neglect)
kemunduran mental, atau gangguan jiwa (Costa
Penelantaran anak merupakan suatu bentuk
dalam Townsend, 1996). Penganiayaan terhadap
penganiayaan anak yang paling sering dilaporkan
Lansia pada umumnya dilakukan oleh anak-anak
(Fontaine, 1996). Ada beberapa jenis pengabaian,
mereka. Lansia perempuan lebih cenderung
yaitu gagal melindungi anak, penelantaran fisik,
dianiaya daripada lansia pria. Karakteristik lansia
dan penelantaran medik. Termasuk gagal
yang mungkin menjadi korban penganiayaan antara
melindungi anak dari berbagai macam cidera
lain: berusia tua, tergantung pada anggota keluarga
kecelakaan, seperti terminum racun, kesetrum
atau pemberi pelayanan, penyalah guna alkohol,
listrik, jatuh dan terbakar. Penelantaran fisik
atau ada riwayat konflik antar generasi antara lansia
meliputi gagal memberi makan, pakaian dan tempat
dan pemberi pelayanan, kemunduran kondisi fisik
tinggal. Indikator penelantaran fisik adalah infeksi
dan mental, serta perilaku provokatif.
pada kulit, rambut berkutu, scabies, penampilan
yang kotor, pakaian yang tidak sesuai dan Respons Korban Tindak Kekerasan
lingkungan kehidupan yang tidak aman dan tidak Respons korban tindak kekerasan sangat tergantung
bersih. Sedangkan penelantaran medik/ kesehatan pada tingkat perkembangan korban pada saat terjadi
mencakup gagal untuk memberikan kebutuhan tindak kekerasan tersebut. Oleh karena itu, perawat
pelayanan kesehatan kepada anak. Indikator perlu memahami tahap perkembangan individu,
penelantaran dalam bentuk ini adalah kunjungan sehingga dapat mengidentifikasi dampak tindak
kesehatan yang dilakukan berulang kali, kekerasan sesuai dengan titik rawan pada tiap tahap
ketidakmampuan, dan komplikasi. perkembangan individu.
d. Penganiayaan Emosional Foley, cit Shives (1994) menjelaskan reaksi korban
Walaupun penganiayaan fisik dan seksual tindak kekerasan sesuai dengan tingkat perkembangan
merupakan pengalaman yang traumatik bagi anak, mulai dari masa bayi sampai usia dewasa tua. Rasa
namun perkembangan diri anak juga lebih besar percaya pada orang dewasa akan terguncang selama
bahayanya, karena pesan yang tersirat dari masa bayi (0-3 tahun); preokupasi dengan tindakan yang
penganiayaan tersebut adalah: “Saya tidak peduli salah dan benar pada masa kanak kanak (4-7 tahun);
kamu. Saya lebih berkuasa dari pada kamu. Kamu persepsi yang salah tentang tindak kekerasan selama
adalah milik saya dan tidak punya hak atas tubuh masa laten (7 tahun hingga remaja); kerancuan terhadap
anda (Garbarino, 1993). Kegagalan total orang tua perilaku tindak kekerasan dan akibatnya sebagai remaja
untuk memenuhi kebutuhan emosional anak (pubertas sampai 18 tahun); kepedulian terhadap
merupakan bentuk penganiayaan dan penelantaran kredibilitas, gaya hidup dan nilai moral terjadi pada masa
28 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 8, No. 1, Maret 2004; 23-29