Anda di halaman 1dari 6

#Terdapat 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu osmosis,

difusi dan ultrafiltrasi (Brunner & Suddarths, 2015).

1) Difusi

Pada proses ini toksik dan zat limbah didalam darah dikeluarkan dengan cara: darah yang memiliki
konsentrasi tinggi bergerak menuju ke darah yang memiliki konsentrasi rendah. Cairan dialisat tersusun
dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang idela.

2) Osmosis

Prinsip yang kedua adalah osmosis, pada prinsip ini terjadi pengeluaran air yang berlebihan.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan; dengan kata lain, air bergerak
dari tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).

3) Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi dikenal juga dengan meningkatkan gradien melalui penambahan tekanan negatif. Tekanan
negatif yang diterapkan pada alat ini sebagai pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran
air.Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mngeluarkan cairan
hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).

#Komplikasi jangka panjang hemodialisa terutama dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular. Penyebab
dasar penyakit kardiovaskular bersifat multivariabel seperti diabetes mellitus, inflamasi kronis,
perubahan besar pada volume ekstraseluler, hipertensi yang tidak terkontrol, dislipidemia, anemia.
Selain itu, adanya kalsifikasi vaskuler yang luas, peningkatan fibrosis miokardial, dan hiperplasia intima
juga merupakan patologi yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.

#Komplikasi interim (akut) hemodialisa di antaranya yaitu:

Hipotensi: Hipotensi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi selama hemodialisa Adapun faktor
risiko terjadinya hipotensi selama hemodialisa seperti ultrafiltrasi dalam jumlah besar, mekanisme
kompensasi pengisian vaskular yang tidak adekuat, gangguan respon vasoaktif atau otonom, dan
menurunnya kemampuan pompa jantung. Pencegahan hipotensi saat hemodialisa seperti dengan
melakukan evaluasi berat badan kering dan modifikasi dari ultrafiltrasi. Cara lain dengan ultrafiltrasi
bertahap dilanjutkan dengan dialisis, mendinginkan dialisat selama dialisis berlangsung, dan
menghindari makan berat selama dialisis
Kram otot: Kram otot juga sering terjadi selama dialisis dan mekanismenya belum jelas. Adanya
gangguan perfusi otot karena pengambilan cairan yang agresif dan pemakaian dialisat rendah sodium
menjadi faktor pencetus kram otot selama dialisis

Reaksi anafilaktoid: Reaksi anafilaktoid terhadap dialiser sering dilaporkan terjadi pada membran
biokompatibel yang mengandung selulosa.

#Komplikasi Jangka Panjang Hemodialisa

Komplikasi jangka panjang hemodialisa terutama dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular. Penyebab
dasar penyakit kardiovaskular bersifat multivariabel seperti diabetes mellitus, inflamasi kronis,
perubahan besar pada volume ekstraseluler, hipertensi yang tidak terkontrol, dislipidemia, anemia.
Selain itu, adanya kalsifikasi vaskuler yang luas, peningkatan fibrosis miokardial, dan hiperplasia intima
juga merupakan patologi yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.

Menurut Hutagaol (2017) komplikasi yang timbul pada gagal ginjal kronis yaitu:

1. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gasstrointestinal akibat iritasi

2. Penyakit tulang disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin
D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium

3. Hiperkalemia yang diakibatkan karena adanya penurunan eskresi asidosis metabolik.

4. Gagal jantung, gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis dimulai dari anemia yang
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri, kemudian
otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (syndrome
cardiorenal).

5. Psikologis pada pasien dengan kondisi gagal ginjal kronis terpengaruh oleh perjalanan penyakit yang
panjang sehingga dapat memicu gangguan jiwa.Pasien dengan gagal ginjal kronis sering mengalami
gangguan psikologis terkait dengan kondisi medis umumnya, kecemasan dan depresi merupakan
gangguan psikologi yang sering dialami.

#Menunda atau Menghentikan Proses Perburukan Penyakit


Aspek utama untuk menunda atau menghentikan proses perburukan penyakit adalah dengan
melakukan kontrol tekanan darah sesuai usia. Menurut kidney disease: improving global outcomes
(KDIGO), aturan kontrol tekanan darah untuk penyakit ginjal kronis adalah:

Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah > 140/90 mmHg,
target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 140 mmHg pada sistolik dan ≤ 90 mmHg pada
diastolik

Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah > 130/80 mmHg,
target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 130 mmHg pada sistolik dan ≤ 80 mmHg pada
diastolik

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
direkomendasikan digunakan untuk pasien penyakit ginjal kronis dengan diabetes dan ekskresi albumin
urin 30 – 300 mg/24 jam (atau ekuivalen)

ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan atau tanpa diabetes dengan
ekskresi albumin urin > 300 mg/24 jam (atau ekuivalen)

Pada pasien anak-anak dengan penyakit ginjal kronis, obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah
secara konsisten berada di atas persentil 90 sesuai usia, jenis kelamin dan tinggi badan dan disarankan
untuk menggunakan ARB dan ACEI untuk mencapai persentil 50, kecuali timbul tanda dan gejala
hipotensi

Perlu diperhatikan hipotensi postural pada pasien penyakit ginjal kronis dengan obat antihipertensi

Pasien juga harus dibatasi asupan proteinnya sebanyak < 0.8 gr/kg/hari pada LFG < 30 ml/min/1.73 m2.
Pasien yang dibatasi asupan proteinnya harus mendapat pengawasan status nutrisi secara teratur untuk
mencegah terjadinya malnutrisi. Pengaturan gizi pada pasien hendaknya berkonsultasi dengan ahli gizi
atau dokter spesialis gizi.[18,19]

Dokter juga harus melakukan kontrol gula darah dengan target HbA1c 7.0%, kecuali bila timbul
hipoglikemia saat menurunkan gula darah, serta membatasi asupan garam <2 gram per hari. Pasien juga
harus dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik sekitar 30 menit selama 5x seminggu untuk mencapai
berat badan ideal, kecuali pada pasien dengan gangguan kardiovaskular, dan berhenti merokok.

Diagnosis dan Tata Laksana Manifestasi serta Penyebab Penyakit Ginjal Kronis
Dokter menentukan dan menangani penyebab penyakit ginjal kronis, misalnya batu ginjal, untuk
mencegah perburukan penyakit ginjal kronis pasien. Pada penyebab yang tidak jelas, biopsi ginjal dapat
dipertimbangkan. Pada penyakit ginjal kronis dengan diabetes, metformin lebih disarankan
dibandingkan sulfonilurea.

Selain itu, dokter juga harus menangani manifestasi yang disebabkan oleh penyakit ginjal kronis, yaitu
anemia, gangguan mineral tulang, edema/asites, asidosis metabolik, manifestasi uremia, komplikasi
kardiovaskular, serta pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan.

Anemia

Pengecekan Hb pada penyakit ginjal kronis tidak perlu dilakukan secara rutin pada pasien dengan laju
filtrasi glomerulus (LFG) ≥ 60 mL/min/1.73 m2. Pada pasien dengan LFG 30 – 59 mL/min/1.73 m2,
pemeriksaan dilakukan minimal 1 kali/tahun, dan pada LFG <30 mL/min/1.73 m2, pemeriksaan
dilakukan minimal 2 kali/tahun.

Pemberian eritropoietin disarankan dimulai bila Hb < 10 mg/dL dengan target Hb 10 – 12 mg/dL.
Sebelum memulai terapi, sebaiknya dilakukan studi kadar besi di dalam darah. Target saturasi besi
adalah 30 – 50% dan feritin 200 – 500 ng/mL.

Gangguan Mineral Tulang

Pengukuran kadar kalsium, fosfat, hormon paratiroid dan alkalin fosfatase dilakukan setidaknya satu kali
pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m2. Bila diperlukan pemberian vitamin D, pemeriksaan ulang
dilakukan setidaknya 3 bulan sekali. Bone mineral density tidak disarankan dilakukan pada pasien
dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m2.

Rekomendasi pemberian vitamin D diberikan hingga kadar kalsium di atas 10.2 mg/dL. Bila kadar fosfat
di atas 4.6 mg/dL, berikan pengikat fosfat, seperti kalsium asetat, sevelamer karbonat, atau lanthanum
karbonat. Bila tetap tinggi setelah pemberian pengikat fosfat, hentkan terapi vitamin D.[20,21]
Kelebihan Cairan

Kelebihan cairan pada pasien yang terlihat dari adanya edema atau asites dapat ditatalaksana dengan
loop diuretik atau ultrafiltrasi.

Asidosis Metabolik

Untuk penanganan asidosis metabolik, berikan suplemen bikarbonat per oral pada konsentrasi
bikarbonat serum < 22 mmol/L hingga mencapai nilai normal, kecuali dikontraindikasikan.

Manifestasi Uremik

Pada manifestasi uremik yang berat, misalnya perikarditis, pertimbangkan untuk terapi pengganti ginjal
seperti hemodialisis.

Komplikasi Kardiovaskular

Semua pasien penyakit ginjal kronis disarankan dipertimbangkan berada dalam risiko tinggi penyakit
kardiovaskular. Terapi kejadian kardiovaskular pasien penyakit ginjal kronis disamakan dengan pasien
yang tidak menderita penyakit ginjal kronis, tetapi pada pasien dengan gagal jantung, sebaiknya lakukan
pengawasan laju filtrasi glomerulus dan kadar kalium darah.

Gangguan Pertumbuhan pada Anak-anak

Pada pasien anak dengan penyakit ginjal kronis yang mengalami gangguan pertumbuhan,
pertimbangkan untuk memberikan terapi hormon.

#Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya melalui metode
pendidikan individu yaitu dengan cara bimbingan dan konseling serta wawancara kepada masing-masing
pasien.Metode tersebut memungkinkan kontak antara pasien dan petugas menjadi lebih intensif dan
pasien akan merasa lebih diperhatikan serta terciptanya hubungan saling percaya diantara keduanya,
sehingga pendidikan kesehatan secara individual ini lebih efektif. pemberian pendidikan kesehatan
secara individual tentang pembatasan asupan cairan terhadap pengetahuan tentang pembatasan
asupan cairan dan IDWG diketahui nilai mean hasil pengukuran sesudah diberikan intervensi meningkat,
hal ini dikarenakan pada kelompok eksperimen diberikan pendidikan seccara individual selama lebih
kurang 15 menit dengan menggunakan media leaflet sesudah dilakukannya pre test. Pendidikan yang
diberikan secara individual memungkinkan kontak antara klien dengan peneliti menjadi lebih intensif,
sehingga klien dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku
yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai