Anda di halaman 1dari 19

MODUL PERSPEKTIK BUDAYA DAN HUMANIORA DALAM PELAYANAN

KEBIDANAN
Pengertian ilmu kebidanan
Kebidanan adalah satu bidang lmu yang mempelajari kelimuan dan seni mempersiapkan
kehamilan, menolong persalinan, nifas, dan menyusui, masa interval dan pengaturan
kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi-fungsi reproduksi
manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari system pelayanan Kesehatan yang diberikan
oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri., kolaborasi
dan rujukan. Pengerucutan dari pelayanan kebidanan ini adlaah pemberian asuhan kebidanan
yaitu proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.

A. Aspek sosial budaya dalam pelayanan kebidanan


Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era
globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua
manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak
merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak
yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di
dalam masyarakat dimana mereka berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti
konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa
dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik
maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi
di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan
masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap kesehatan masyarakat.. Tidak
mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses
persalinan yang umum masih banyak menggunakan dukun beranak.
Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari
solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan.
Untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu
mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, meliputi tingkat pengetahuan penduduk,
struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan
nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
1. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Perkawinan
a) Pra Perkawinan
Masa pra perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan diri ke
jenjang perkawinan Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan
kesehatan para calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang
perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri
pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan mental dalam
menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses kehamilan dan
persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan.
Promosi kesehatan pada masa pra kehamilan disampaikan kepada kelompok
remaja wanita atau pada wanita yang akan menikah. Penyampaian nasehat
tentang kesehatan pada masa pranikah ini disesuaikan dengan tingkat intelektual
para calon ibu dan keadaan sosial budaya masyarakat. Nasehat yang di berikan
menggunakan bahasa yang mudah di mengerti karena informasi yang di berikan
bersifat pribadi dan sensitif. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis
diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja
perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu
yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan
konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina
kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa
remaja dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan
dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi
kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri
remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau
kelainan tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya
untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada
pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil
secara teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang
menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV.
Caranya adalah agar menggunakan kondom saat besrsenggama, bila menikah.
Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui
kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka,
organisaai wanita remaja dan sebagainya.
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
yang ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah.
Bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra
nikah yang masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi
perempuan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat,
anak perempuan yang menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14
tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari jumlah perempuan usia 10-59
tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang usia 16-19 tahun berjumlah 41,9
persen. Dengan demikian, hampir 50 persen perempuan Indonesia menikah
pertama kali pada usia di bawah 20 tahun. Provinsi dengan persentase
perkawinan dini tertinggi adalah Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5
persen), serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7
persen. Hal ini sangat berhubungan dengan sosial budaya pada daerah tersebut
yang mendukung perkawinan dini.
Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan mengindikasikan
rentannya posisi perempuan di masyarakat. Koordinator Kartini Network
Nursyahbani Katjasungkana menyebut dalam berbagai kesempatan, pernikahan
dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun
budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai
tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk
mengembangkan diri sebagai individu utuh. Selain itu, segera menikahkan anak
perempuan artinya keluarga akan mendapat mas kawin yang berharga di
masyarakat setempat, seperti hewan ternak. Data Riskesdas memperlihatkan,
perkawinan sangat muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada perempuan di
pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus ekonomi termiskin, serta berasal dari
kelompok buruh, petani, dan nelayan.
Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia
sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan
masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan
juga bayinya. Dan resiko hamil muda sangat tinggi.
b) Perkawinan
Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri.
Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang
dilahirkan juga adalah bayi yang sehat dan direncanakan. Kegiatan
pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan
kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan
keluarga meningkat.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan
bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek
sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-
pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-
kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Misalnya pola makan, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera
manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa
setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu
hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu,
dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. Misalnya di Jawa Tengah
adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di
Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena
akan membuat ibu dan anak kurang gizi.
2. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan
janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah
penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu
yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati.
Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya
pemeriksaan kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-
faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru
diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah
terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan
kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya
perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan
persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih
banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya
preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang
menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka
waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi saat
melahirkan.
Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku)
terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu
peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan
pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah
mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara.
Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan
seorang perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri
perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat
yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya
sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya,
khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat
tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di
posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang
anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang
telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh
mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk
kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan
mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu
dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup
tinggi terutama di daerah pedesaan.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur
karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di
Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar  bayi yang dikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan
laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan
memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga
rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si
bayi.
3. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kelahiran, Nifas dan Bayi Baru
Lahir
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian
ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000
kematian pertahunnya. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator
kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas.
Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan
merupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4%
dengan penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain
menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko
terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari
11gr%.
Angka kematian balita masih  didapatkan sebesar 10,6 per 1000 anak balita.
Seperti  halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran
pernafasan, polio, dan lain-lain.
Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat
dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang
belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi
tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan
dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain
sebagainya.
Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,
mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi.
Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta
huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat
pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak
mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan
semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan,
kontrol ulang, dan sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali
merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti
misalnya:
- Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit
melahirkan,
- Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan asin,
telur asin karena bisa membuat ASI jadi asin
- Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang,
- Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar
mekoniumnya cepat keluar,
- Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk
karena takut darah kotor naik ke mata,
- Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus
diuraikan dan persalinan yang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat
dengan mudah melahirkan.
- Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda
tajam.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa
wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena
kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan,
kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong
persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun
beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa
masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi
vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok"
(memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan
placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi
bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih
diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan
ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada
makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi
ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat
mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang
dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan
kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk
mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti
daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan
cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu
untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
Ini adalah sedikit gambaran tentang aspek sosial budaya masyarakat yang
berkaitan dengan persalinan dan pasca persalinan, yang tentunya masih
banyak terdapat aspek sosial budaya yang mempengaruhi persalinan dan
pasca persalinan sesuai dengan keanekaragaman masyarakat di Indonesia.
4. Pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya dengan
Peran Seorang Bidan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan
status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah
kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat
khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi
baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki
kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung
jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga
kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan
berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat
sadar pentingnya kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah
sebagai berikut:
1) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman
medis kontrasepsi.
2) Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan
permasalahan kesehatan setempat.
3) Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun
bayi.
4) Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5) Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya
masyarakat.
6) Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas
kesehatan lainnya.
7) Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi
sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu
diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan
dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri
Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur
kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa
dengan cara:
1) Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada
pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta
mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2) Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang
taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-
lain.
3) Mempelajari data penduduk yang meliputi:
- Jenis kelamin
- Umur
- Mata pencaharian
- Pendidikan
- Agama
4) Mempelajari peta desa
5) Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan
golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan
harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu
kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan
yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah
mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat
tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan,
adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,
bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui
pendekatan social dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan
Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah
memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara
aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif.
Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian
atau kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata.
Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup
hanya bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara
empati. Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan
dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat
dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau
kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit
melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di
awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

Dalam masyarakat pada umumnya pentingnya akan kesehatan masih banyak


yang belum sepenuhnya memahami,terutama pada orang awam yang masih
menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya  daerah selain itu mereka juga masih
memegang  kepercayaan pada nenek moyang atau orang terdahulu sebelum
mereka,meraka masih mempercayai mitos-mitos tentang cara-cara mengobati masalah
kesehatan,padahal pada faktanya kegiatan mereka tersebut malah menjadi
penghambat dalam peningkatan kesehatan masyarakat terutama masalah kesehatan
ibu dan anak.apa lagi di era sekarang ini kondisi kesehatan ibu dan anak sangat-sangat
memprihatinkan.masih banyak anak-anak yang nutrisi dan gizinya belum
tercukupi,karena sebagian masyarakat masih menganggap bahwa apa yang telah di
berikan orang terdahulu  harus di berikan kepada anak mereka sekarang.
Pada ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di
lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di
kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu bergizi
tinggi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan janin,tapi
mitos dalam budaya mereka melarang untuk memakannya.Pada budaya di daerah
mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti upacara mengandung
empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan.
Menjadi seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan
masih tinggi menjunjung adat istiadat kebudayan dan mempercayai mitos sangatlah
susah dan penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih
mempercayai mitos dari pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih
mempercayai dukun untuk menolong persalinan atau pun menyembuhkan  penyakit
yang di derita masyarakat dan anak.Padahal persalinan dengan bantuan dukun akan
menakutkan sekali,karena takut terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan
penyakit selama persalinan,seperti pemotongan tali pusar dengan menggunakan
gunting biasa atau belatih dari bambu,padahal seharus naya semua alat yang di
gunakan dan gunting tersebut harus di sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak
melakukan hal itu.
Jadi tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk
menanggulangi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak
kita harus merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan
bidan di mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melakukan
tindakan karena sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang
masalah dan penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang
ada,dan pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk 
mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri nama
sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan sebuah
masyarakat yang tanggap dan berperan aktif dengan masalah kesehata,terutama untuk
diri meraka sendiri,dan menjadikan suami siaga pada saat akan persalinan,dan
tercapai lah tujuan pemerintah tecapai tindakan untuk membuwat “ibu selamat,bayi
sehat,dan suami siaga”.
Contoh –Contoh Aspek Sosial Budaya Dalam Pelayanan Kesehatan
Pada masyarakat di daerah tempat tinggal saya,masih banyak mitos-mitos yang
dipercayai ketika hamil dan pada saat anak sakit misalnya:
1.    Minum air kelapa muda dan minyak kelapa saat hamil,karena akan memperlancar
persalinan.
2.  Pada saat hamil ketika keluar malam harus membawa  gunting atau pisau
kecil,agar tidak di ganggu oleh mahluk halus.
3.    Ada kepercayaan kalau pada saat hamil perutnya bulat,berati bayi perempuan.
4.    Minum jamu pada saat hamil,akan membuat ibu dan bayinya sehat.
5.    Pada saat hamil tidak boleh mengantongi  telor karena di percaya pada saat
persalinan akan sulit atau di kenal dengan istilah “bebelen”.
6.    Wanita hamil tidak boleh makan buah nanas dan duren,karena bisa menyebabkan
keguguran.
7.    Saat hamil tidak boleh membicarakan orang lain tentang kejelekannya karena
dapat berbalik pada anak yang di kandungnya.
8.  Saat hamil juga di larang untuk membangun rumah,karena bisa membuat janin
yang di kandung keguguran.

B. Aspek humaniora dalam pelayanan kebidanan


Ilmu kebidanan dan ilmu humaniora,ssebenarnya 2 ilmu yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Namun, ternyata keduanya memiliki hubungan yang saling
melengkapi. Pelayanan kebidanan tanpa dilandasi konsep humaniora bisa
dikategorikan tindak criminal karena baik secara langsung maupun tidak langsung,
tindakan tidak manusiawi tersebut akan merampas hak klien sebagai pengguna
layanan kebidanan. Hal ini tentunya merugikan bagi pengguna jasa maupun pelaksana
pelayanan dalam hal ini adalah bidan. Bagi bidan yang tidak menerapkan ilmu
humaniora bisa dikatakan telah melanggra kode etiknya dan kepadanya diberikan
sanksi yang tegas atas kelalaian yang dibuatnya baik disengaja maupun tidak
disengaja.
1. Pengertian humaniora
Menurut Bahasa latin, humaniora disebut artes liberals yaitu studi tentang
kemanusiaan. Sedangkan menurut Pendidikan Yunani kuno, humaniora disebut
dengan trivium yaitu logika, retorika dan gramatika. Pada hakikatnya humaniora
adalah ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
mencakup etika, logika, estetika, Pendidikan Pancasila, Pendidikan
kewarganegaraan, agama dan fenomenologi. Yang sering disebut sebagai mata
kuliah dasar umum (MKDU).
2. Alasan penerapan humnaiora dalam ilmu kebidanan
Telah dijelaskan diatas, bahwa humaniora secara singkat diartikan sebagai ilmu
untuk memuliakan manusia baik dari segi fisik maupun psikis.
Lantas, alasan apa yang menyebabkan humaniora ini bisa sangat penting artinya
diterapkan dalam pelayanan kebidanan ? Beberapa alasan untuk menunjang dan
menjawab dari pertanyaan tersebut antara lain :
a) Bidan sebagai barisan pertama dalam masyarakat untuk menangani masalah
Kesehatan. Hal ini menambah peluang bidang untuk menangani maslaah
kemasyarakatan yang sangat memerlukan aturan humaniora dalam
menjalankan kehidupannya.
b) Bidan sebgaai pelayan Kesehatan yang menangani, mempersiapkan
kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause yang keseluruhan
mencakup setengah dari masa kehidupan manusia.
c) Bidan merupakan ujung tombak pelayanan Kesehatan di masyarakat yang
mana berhadapan langsung dengan masyarakat itu sendiri. Bidan seringkali
dianggap sebagai seseorang yang tau segala hal, mampu mrngobsti banyak
penyakit baik yang berhubungan dengan kebidanan maupun masalah
kesehatan secara umum.
d) Bidan sebagai komponen sosial di masyarakat yang menunjukkan empatinya
dihadapan anggota keluarga, sehingga tercermin bahwa keputusan yang
diambil semata-mata memang untuk kepentingan masyarakat.
e) Bidan memiliki peluang besar dalam hal aborsi, pembatasan kelahiran yang
hingga kini masih menjadi teka teki masih kurang jelasnya status illegal dari
aborsi.
3. Penerapan ilmu humaniora dalam memberikan pelayanan kebidanan
a) Pemberian asuhan kebidanan
Dalam memberikan pelayanan kepada klien, bidan harusnya memenuhi kode
etik dan sumpah profesi yang telah dilakukan sebelum terjun menjadi bidan
antara lain :
 Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
 Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
 Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga Kesehatan (2 butir)
 Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
 Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
 Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)
Kode etik inilah yang menjadi pembatas tindakan-tindaan bidan yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh bidan yang tentunya harus dilandasi ilmu
humaniora sehingga mampu memuliakan klien.
b) Aborsi
Aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu
yang mengakibatkan kematian janin. Aborsi ini menjadi illegal bila
dilakukan dengan sengaja, khususnya dalam hal ini adalah dilakukan oleh
tenaga bidan untuk menghentikan kehamilan klien.
Ilmu humaniora ini snagat dibutuhkan sebagai penguat dasar kode etik
bidan. Secara otomatis bidan yang memegang teguh kode etik dan
memegang konsep humaniora tidak akan melakukan aborsi. Karena selain
bukan merupakan kewenangan, juga dilar kode etiknya.
c) Pembatasan kehamilan
Semakin bertambahnya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan
meningkatnya sumber daya alam yang dibutuhkan memacu adanya
prosedur diberlakukannya pembatasan kehamilan. Dalam hal ini merujuk
pada 2 sistem pembatasan kelahiran yaitu promotive untuk memiliki 2
anak saja dan adanya keluarga berencana. Sebenarnya KB ini dapat
memicu kontra terkiat pelanggaran hak manusia dalam meneruskan
keterunan. Namun setelah dikaji lebih mendalam. Hal ini tidaklan
melanggar perikemanusiaan yang tentunya juga disandingkan dnegan
alasan-alasan yang logis. Sehingga diperlukan bidan professional yang
mampu memahami penerapan ilmu humaniora dalam melaksakan
tugasnya.
C. Aspek spiritualitas dan spiritual care dalam pelayanan kebidanan
“Seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya
bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang
unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu
yang sama”.Dalam implementasinya: “Praktik kebidanan dilakukan dengan
menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap
perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional, sosial, budaya, spiritual
serta pengalaman reproduksi”.
Kutipan di atas merupakan pernyataan yang termuat dalam falsafah kebidanan yang
menjadi panduan dalam menjalankan praktik kebidanan yang termuat dalam Standar
Profesi Bidan Indonesia. Profesi bidan berperan dalam memberikan asuhan yang
aman, bersifat holistik, dan berpusat pada individu di segala batasan usia dan berbagai
setting kehidupan.
Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang paling komprehensif dalam
pelayanan kesehatan, termasuk kebidanan. Dalam pendekatan ini, seorang individu
merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari dimensi fisik, mental, emosional, sosio
kultural dan spiritual, dan setiap bagiannya memiliki hubungan dan ketergantungan
satu sama lain. Untuk mempertahankan seorang individu sebagai satu kesatuan,
pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan
disamping pemenuhan terhadap kebutuhan lain.
Kajian tentang spiritualitas dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan sebagian
besar hanya membahas tentang spiritualitas pada akhir kehidupan, sedangkan aspek
spiritualitas sendiri juga melekat pada praktik dan peran bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan (kebidanan), dan termasuk di dalamnya adalah proses kelahiran.
Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) dalam penelitiannya berjudul “Keseimbangan
Fisik, Psikis, dan Spiritual Islam pada Masa Kehamilan dan Persalinan” memaparkan
tentang pentingnya keseimbangan fisik, psikis dan spiritual dalam asuhan kebidanan.
Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang
menganut budaya ketimuran dalam tatanan kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Keberagaman agama dan budaya merupakan entitas yang mendasari pentingnya
pemenuhan kebutuhan spiritual ibu hamil dengan mempertemukan kedua komponen
tersebut.
1. Spiritualitas
Hingga saat ini masih terjadi perdebatan terkait definisi spiritualitas. Donia
Baldacchino (2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education
of Health Care Professionals menyebutkan bahwa spiritualitas dapat diartikan
sebagai sebuah kekuatan yang menyatukan semua aspek manusia, termasuk
komponen agama, memberikan dorongan kepada seseorang untuk menemukan
arti, tujuan, dan pemenuhan dalam kehidupan, serta menumbuhkan semangat
untuk hidup.
Konsep spiritualitas merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam
pelayanan kebidanan. Price et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “The
Spiritual Experience of High‐Risk Pregnancy” menyebutkan bahwa aspek
spiritualitas membantu dalam mengatasi stres pada kehamilan risiko tinggi, dan
diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin. Fatma Sylvana Dewi
Harahap (2018) dalam publikasinya menyebutkan bahwa asuhan kebidanan yang
diberikan selama kehamilan dengan memperhatikann keseimbangan fisik, psikis
dan spiritual pada wanita dengan risiko rendah dapat menurunkan intervensi
medis dalam proses persalinan.
Dalam publikasi yang sama, Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) dengan
mengutip dari berbagai sumber menyebutkan efek positif dari pemenuhan
kebutuhan spiritualitas dalam asuhan kebidanan, baik saat kehamilan, persalinan,
maupun nifas yang dikutip dari berbagai sumber. Dalam kehamilan, asuhan
kebidanan yang diberikan secara seimbang, baik aspek fisik, psikis, dan spiritual
akan meningkatkan derajat kesehatan, serta menghindarkan kecemasan. Kondisi
ini jika dijaga, dapat meningkatkan keyakinan ibu hamil serta menghindarkan ibu
dari persoalan psikologis saat menghadapi dan menjalani proses persalinan,
disebabkan spiritualitas sendiri merupakan bentuk coping dalam menghadapi
persalinan. Dalam masa setelah melahirkan, spiritualitas membantu proses
penyembuhan dan mengurangi depresi postpartum.
2. Spiritual Care
Asuhan kebidanan yang dilakukan secara holistik pada masa
kehamilan berdampak positif pada hasil persalinan. Pengabaian terhadap
aspek spiritual dapat menyebabkan klien akan mengalami tekanan secara
spiritual. Dalam melakukan asuhan kebidanan yang holistik, pemenuhan
kebutuhan spiritual klien dilakukan dengan pemberian spiritual care. Aspek
penghormatan, menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan penuh
kasih sayang merupakan bagian dari asuhan ini. Donia Baldacchino (2015)
dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of Health Care
Professionals menyebutkan bahwa dalam memberikan spiritual care, tenaga
kesehatan (bidan) berperan dalam upaya mengenali dan memenuhi
kebutuhan spiritual klien dengan memperhatikan aspek penghormatan pada
klien. Bidan juga berperan memfasilitasi klien dalam melakukan kegiatan
ritual keagamaan. Selain itu, membangun komunikasi, memberikan
perhatian, dukungan, menunjukkan empati, serta membantu klien untuk
menemukan makna dan tujuan dari hidup, termasuk berkaitan dengan kondisi
yang sedang mereka hadapi. Spiritual care dapat membantu klien untuk
dapat bersyukur dalam kehidupan mereka, mendapatkan ketenangan dalam
diri, dan menemukan strategi dalam menghadapi rasa sakit maupun
ketidaknyamanan yang dialami, baik dalam masa kehamilan, maupun
persalinan. Selain itu, hal ini juga akan membantu klien dalam memperbaiki
konsep diri bahwa kondisi sakit ataupun tidak nyaman yang dialami juga
bentuk lain dari cinta yang diberikan oleh Tuhan.
Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa transformatif dalam
kehidupan seorang wanita. Pemberian asuhan kebidanan dengan tidak
mengabaikan aspek spiritual merupakan hal yang sangat penting dalam
menunjang kebutuhan klien. Ibu dan bayi yang sehat, fase tumbuh kembang
anak yang sehat, serta menjadi manusia yang berhasil dan berkontribusi
positif bagi masyarakat merupakan harapan bersama. Bidan sebagai tenaga
kesehatan yang berperan dalam kesehatan ibu dan anak diharapkan agar
dapat memberikan asuhan dengan pemahaman holistik terhadap wanita.
Mengutip dari Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) "merekonstruksi
bangunan keseimbangan kesehatan dengan sinergitas fisik, psikis, dan
spiritualitas perlu dilakukan melalui pendidikan dan pelayanan kebidanan".

Anda mungkin juga menyukai