Anda di halaman 1dari 6

Nama : Citra Purwita

NIM : 241201020
Mata Kuliah : Manajemen Mineral, Migas
dan Panas Bumi
Kelas : Jumat Malam

 Jaminan Pasokan Energi Rendah


Indonesia darurat energi, patut menjadi alasan untuk Indonesia mengubah mindset,
bahwa Indonesia sudah tidak menjadi penghasil minyak yang bersifat surplus. Berbagai
kajian telah membuktikan bahwa Indonesia kedepan berpotensi menjadi negara pengimpor
minyak,manakala kita tidak mengganti perilaku konsumsi energi sehari – hari. Pola
konsumsi energi dunia,maupun Indonesia saat ini, masih didominasi energi fosil dalam
bentuk minyak bumi, gas, dan batu bara. konsumsi minyak bumi Indonesia melebihi
produksi sehingga menjadikan Indonesia sebagai importir minyak bumi. Di sisi lain,
Indonesia pun belum memiliki cadangan penyanggaenergi lain yang dapat memberikan
jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila terjadi kondisi krisis dan darurat energi.

 Cadangan Energi Fosil Menurun


Berdasarkan data dari Kementrian ESDM RI, konsumsi energi Indonesia yang cukup
tinggi hampir 95% dari bahan bakar fosil. Dari total tersebut, hampir 50%nya merupakan
Bahan Bakar Minyak (BBM). Jadi tidak heran jika konsumsi energi di sektor Transportasi
juga cenderung semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini.

Ternyata Industri minyak bumi nasional itu sudah tua, umurnya sudah lebih dari 100
tahun, dan produksinya semakin menurun. Sepanjang sejarah Republik Indonesia
merdeka, puncak produksi minyak terjadi sebanyak 2 kali yaitu pada tahun 1977 dan 1995
dimana produksi minyak bumimasing – masing sebesar 1,68 juta bpd dan 1,62 juta bpd.
Setelah 1995 produksi minyak Indonesia rata – rata menurun dengan natural decline rate
sekitar 12% per tahun. Namun sejak tahun 2004 penurunan produksi minyak dapat ditahan
dengan decline rate sekitar 3% per tahun.

 Energi Fosil Masih Sebagai Komoditi Ekspor


Batubara juga merupakan salah satu komoditas energi yang banyak tersedia di
Indonesia. Produksi batubara Indonesia terus meningkat dan tidak hanya digunakan untuk
kebutuhan domestik, tetapi juga memenuhi permintaan luar negeri.
Sumber daya batubara yang masih melimpah dan harga relatif murah
menjadikankomoditas ini sebagai pilihan untuk memenuhi kebutuhan energi. Batubara
Indonesia memang masih digunakan sebagai sumber penghasil devisa negara dan belum
sebagai modal pembangunan. Namun, saat ini pemerintah sudah mulai melakukan inisiasi
untuk memperlambat ekspor batubara dan mengutamakan produksi batubara untuk
kebutuhan domestik saja terutama sebagai bahan baku pembangkit listrik. Pemerintah
Indonesia berjanji membangun 35 GW kapasitas pembangkit listrik dalam rangka
peningkatan rasio elektrifikasi 100 persen tahun 2020 dan 20 GW di antaranya berasal dari
bahan bakar batubara.
 Pengelolaan Belum Efisien, Upaya Konservasi dan Kelestarian Lingkungan Hidup Rendah
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan
hidup maka strategi kebijakan yang ditempuh sebagai berikut:
a. Mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial
dalampemanfaatan sumber daya alam.
b. Menumbuhkan tanggung jawab sosial dan praktik ekoefisiensi di tingkat perusahaan
dengan mengintegrasikan biaya lingkungan dan biaya sosialterhadap biaya produksi
c. Menerapkan teknologi yang terbaik dan tersedia, termasuk teknologi tradisional untuk
kegiatan konservasi, rehabilitasi sumber daya alam.
d. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin keseimbangan antara
pemanfaatan dankonservasi sumber daya alam, yang didukung oleh kepastian hukum
atas kepemilikan dan pengelolaan.
e. Menata kelembagaan, termasuk pendelegasian kewenangan dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap kepada pemerintah daerah.
f. Melakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang ada menuju sistem hukum yang
responsif yang didasari prinsip – prinsip keterpaduan, pengakuan hak – hak asasi
manusia, serta keseimbangan ekologis, ekonomis, dan pengarusutamaan gender.
g. Melakukan reorientasi paradigma pembangunan yang mengakui hak – hak publik
terhadap pengelolaan sumber daya alam.
h. Mendorong budaya yang berwawasan lingkungan melalui revitalisasi budaya lokal dan
menumbuhkan etika lingkungan dalam pendidikan dan lingkungan masyarakat.
i. Mengembangkan pola kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam.

 Kondisi Geopolitik Dunia dan Isu Lingkungan Global


Meskipun Indonesia secara geografis terletak jauh dari wilayah yang sedang
konflik,negara ini tidak lagi mampu mengandalkan kebutuhan energinya dari produksi
tambang – tambang minyaknya sendiri. Lonjakan harga minyak mentah dunia sudah
barang tentu akan berpengaruh besar terhadap kondisi finansial negara, karena sejauh ini
harga BBM di dalam negeri masih terjangkau masyarakat lewat subsidi Pemerintah.
Namun, sampai kapankah Pemerintah mampu mempertahankan subsidi yang semakin
membengkak nilainya atau, seberapa kuatkahketahanan energi nasional kita terhadap
lonjakan harga minyak mentah dunia.
Untuk menjaga ketahanan energi nasional, sektor bio-fuel perlu semakin diperkuat
dengan melibatkan potensi masyarakat lewat pengembangan perkebunan inti rakyat (PIR).
Pemerintah disarankan agar tidak meningkatkan jumlah impor minyak mentah; sebaliknya,
melakukan kompensasi melalui peningkatan produksi bio-fuel dengan menaikkan mix
ratioantara minyak nabati dan minyak bumi. Kita harus mengurangi produksi premium,
pertamax, maupun solar yang selama ini murni berasal dari minyak bumi dan
mengkompensasinya dengan mencampur minyak nabati. Ini berarti, kita harus
meningkatkan produksi bio-premium, bio-pertamax, dan bio-solar melalui peningkatan
produksi bio-ethanol dan CPO.

 Harga Belum Sesuai Keekonomian


Harga eceran BBM, khususnya premium dan solar yang mendapat subsidi Pemerintah
memberikan dorongan untuk konsumsi lebih dari yang dibutuhkan. Semakin besar selisih
antaraharga keekonomian dan harga eceran, semakin besar insentif untuk mengkonsumsi
BBMbersubsidi.Tidak heran target penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional
tidak sesuaidengan yang diharapkan karena tidak ada insentif ekonomi bagi konsumen
kendaraan bermotor untuk mengurangi penggunaan BBM. Kita juga tidak melihat
penurunan porsi BBM bisatercapai dalam tahun 2025 atau kurang dari 11 tahun lagi jika
Pemerintah belum memilikikeberanian untuk menaikkan harga eceran BBM secara
bertahap.
BBM impor yang semakin besar tidak hanya berasal dari fluktuasi harga minyak tetapi
juga dari fluktuasi nilai tukar. Premium memberikan kontribusi dominan dalam keseluruhan
subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalam APBN termasuk subsidi listrrik yang juga sangat
erat terkait dengan penggunaan BBM dalam pembangkitan listrik telah mencapai nilai yang
sangat besar.

 Cadangan Penyangga Belum Tersedia


Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki cadangan penyangga minyak. Selama ini,
Indonesia hanya mengandalkan cadangan operasional yang dimiliki oleh Pertamina.
Cadangan penyangga minyak memiliki nilai yang sangat strategis, terutama bagi negara
pengimpor minyak seperti Indonesia. Ketergantungan pada negara asing tentu berbahaya
bagi ketahanan energi nasional apabila sewaktu – waktu terjadi gangguan pasokan. Kedua,
Indonesia termasuk negarayang rawan bencana alam. Karena itu, cadangan penyangga
minyak menjadi signifikan untuk mengantisipasi potensi kerentanan tersebut selain potensi
kerentanan di atas, soal keamanan juga harus menjadi pertimbangan.

 Pemanfaat Energi Baru dan Terbarukan Belum Optimal


Untuk mengatasi ancaman defisit energi di masa depan dan dampak lingkungan emisi,
pengembangan energi baru dan terbarukan (renewable energy/EBT) di Indonesia menjadi
sebuah keharusan. Apalagi, potensi yang dimiliki oleh Indonesia ini sangat berlimpah.
Sayangnya, darisekian banyak potensi tersebut pemanfaatan EBT secara keseluruhan di
Indonesia masih relative kecil. Sebenarnya Indonesia telah memiliki blueprint energy mix
yang berfokus pada pengurangan penggunaan energi fosil sebagai energi nasional utama
dan perlahan beralih ke EBT. Namun dilihat dari hasil capaian yang diperoleh, terlihat
masih cukup jauh untuk mampu menggapai target yang telah ditetapkan tersebut. Banyak
kebijakan yang telah dibuat pemerintah baik dalam segi regulasi, maupun Insentif demi
menarik investor dalam mengembangan EBT,namun setelah dikeluarkannya Permen
ESDM Nomor 12 Tahun 2017, pemerintah belum kembali memfasilitasi dengan insentif
lainnya seperti pemberian bunga, pinjaman rendah, hingga pembebasan pajak untuk dana
investasi. Dalam pengembangan EBT, masih dihadapkan pada kendala tantangan seperti
biaya produksi energi terbarukan relatif lebih tinggi, skema bisnis dan insentif belum
optimal, terbatasnya penyimpanan EBT, jenis pembangkit EBT masih berskala kecil,
tersebar, dan sistem interkoneksi masih terbatas, perbedaan persepsi antara Pemerintah
dan DPR mengenai terminologi subsidi, inovasi teknologi dan kapasitas sumber daya
manusia dalam penguasaan teknologi masih terbatas. Untuk itu diperlukan upaya dan
terobosan serta dukungan dari semua pihak, sebagai modal dasar pembangunan untuk
mengembangkan potensi EBT demi keberlangsungan energi kedepannya.

 Kapasitas Litbang, Industri & Infrastuktur Belum Optimal


Perencanaan infrastruktur energi saat ini masih belum optimal dan cenderung masih
berupa rencana perusahaan Perencanaan pembangungan infrastruktur energi di Indonesia
perlu diperjelas strateginya. Pada dasarnya ada 3 hal yang menjadi faktor penentu strategi.
Pertama, potensi energi, kedua, jenis permintaan energi; ketiga, faktor eksternal seperti
tax, teknologi, dan investasi. Pembangunan infrastruktur energi ditujukan untuk menjamin
adanya keamanan energi di Indonesia. Bappenas sebagai perencana pembangunan akan
mengetahui secara pasti infrastruktur energi yang harus dibangun. Dengan demikian krisis
energi di Indonesia dapat dihindari. Beberapa persyaratan yang harus dikaji lebih
mendalam pembangunan infrastruktur energi di Indonesia, yaitu:
a. Adanya infrastrukur energi.
b. Potensi sumber energi primer.
c. Permintaan jenis energi primer dari sektor rumah tangga, komersial dan industri.
d. Harga setiap jenis energi primer.
e. Faktor lainnya seperti geografi, lingkungan, teknologi, social/culture dan demografi.
Berdasarkan beberapa studi terdahulu, potensi sumber energi di Indonesia
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Cadangan energi primer yang besar dan sangat beragam.
b. Ekspor sumber daya energi sangat vital terhadap ekonomi nasional.
c. Ekonomi domestik sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi di pasar dunia
d. Permintaan terhadap energi final di dalam negeri terus tumbuh dengan pesat.
 Akses Masyarakat terhadap Energi Rendah
Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan pertumbuhan konsumsi energi dunia
masihdidominasi oleh energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara. Namun
sayangnya, sumber daya serta cadangan energi fosil tersebut sifatnya tak terbarukan dan
terus menurun. Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang menjadi harapan
untuk menggantikan peranenergi fosil masih terkendala dalam pengembangannya. Terjadi
ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan energi. Laju pertumbuhan konsumsi
energi dalam beberapa tahun terakhir lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan
penyediaan.
Hambatan penyediaan energi di dalam negeri antara lain disebabkan penurunan
produksi minyak bumi tidak diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Akibatnya
tingginyaangka impor guna pemenuhan kebutuhan minyak bumi tersebut. Hambatan
berikutnya yakni permasalahan di bidang infrastruktur energi yang menyebabkan harga
energi menjadi mahal dan akses masyarakat kepada energi rendah terutama masyarakat
yang berada di kepulauan dan daerah terpencil. Salah satu aspek penting yang diatur
dalam rancangan kebijakan energi nasional adalah mengurangi ketergantungan terhadap
energi fosil. Pengurangan kontribusi energi fosil dengan mendorong pemanfaatan EBT
yang ditargetkan mencapai lebih 23 persen pada 2025 dan diatas35 persen pada 2050.

 Kebutuhan Energi Tinggi


Jumlah penduduk yang terus bertambah dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat
tentunya sejalan dengan kebutuhan energi Indonesia. Maka Indonesia memiliki kebutuhan
energi yang tinggi. Peningkatan populasi dan taraf hidup masyarakat diikuti dengan
peningkatankebutuhan energi yang berdampak pada tingginya laju pertumbuhan
kendaraan bermotor, kebutuhan energi fosil untuk pembangkit listrik dan sektor industri.

Anda mungkin juga menyukai