Anda di halaman 1dari 104

1

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu

KITAB SIRR AL-ASRAR

TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA (ke-1)

Firman Allah WST. “Dan barang siapa yang di dunia ini buta, maka di akhirat pun akan
buta dan jalannya lebih sesat. (QS. Al-Isra’(17): 72)

Yang dimaksud “buta” di sini adalah buta mata hari. Sebagaimana firman Allah :

“… karena sesungguhnya bukanlah mata lahiriyah yang buta, tetapi yang buta adalah
hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj (22): 46)

Penyebab butanya mata hati seseorang hamba adalah kegelapan hijab, kelalaian, dan
kealpaan, karena jauhnya diri dari penepatan janji dengan Tuhannya (perjanjian
sewaktu di alam arwah).

Penyebab terjadinya kelalian adalah ketidaktahuan akan hakikat perintah Ilahi.

Penyebab terjadinya kebodohan adalah kungkungan sifat-sifat kegelapan atas diri si


hamba, seperti sombong, dengki, iri, kikir, ujub, menggunjing, adu domba, dusta, dan
2

berbagai macam sifat tercela lainnya. Sifat-sifat tercela inilah yang menjadi penyebab
terperosoknya hamba ke tingkat yang paling bawah (hina)

Insya Allah bersambung……

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu

KITAB SIRR AL-ASRAR

TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA (ke-2)

Cara menghilangkan sifat-sifat tercela ini adalah dengan mengilapkan (membersihkan)


cermin hati yaitu dengan kilap tauhid, ilmu, amal, dan mujahadah, baik lahir maupun
batin. Dengan begitu, akan tercapai hati yang hidup dengan cahaya asma dan sifat-
sifat Allah, sehingga ia dapat mengingat Negeri Asalnya (yaitu alam awal penciptaan
makhluk. Pen.), merindukannya, kembali kepadanya, dan sampai di sana berkat
pertolongan Allah yang Maha Pengasih.

Setelah semua tirai kegelapan itu tersibak, maka yang ada adalah tirai-tirai cahaya,
sehingga si hamba akan mampu melihat dengan mata ruh, sebagaimana ia akan
disinari oleh cahaya nama-nama dan sifat-sifat Allah. Saat itu tirai-tirai cahaya akan
tersingkap sedikit demi sedikit, dan si hamba akan disinari oleh cahaya Zat Allah.

Semoga dengan ibadah (Wajib/sunat) kita mendapatpertolongan dari-Nya untuk


menjauhkan diri (Mujahadatun nafsi) dari sifat-sifat tercela. Amiin Yarabbal ‘Alamiim!

Insya Allah Bersambung……


3

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu

KITAB SIRR AL-ASRAR

TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA (ke-3)

Perlu anda ketahui bahwa hati memiliki dua mata, yaitu mata kecil dan mata besar.

Mata kecil melihat semua tajalli sifat-sifat Allah dengan cahaya asma dan sifat-sifat-
Nya sampai ke ujung Alam Darajat (yaitu Alam Jabarut di sana terdapat surga Firdaus,
Alam Malakut di sana terdapat surga Na’im, dan Alam Mulk di sana terdapat surga
Ma’wa).

Sedangkan mata besar melihat Tajalli cahaya Zat Allah di Alam Lahut, yaitu berupa
kedekatan dengan cahaya tauhid ke-Esa-an. Semua martabat ini baru dapat dicapai
oleh manusia setelah kematian. Atau dapat pula dicapai sebelum kematian dengan
pencapaian fana dari sifat-sifat basyariyah (kemanusiaan) dan Sifat-sifat Nafsiyah
(seperti nafsu amarah dan lawwamah)

Semoga dengan pertolongan Allah kita dapat mengendalikan sifat-sifat basyariyah dan
nafsiyah yang terdapat pada diri kita…..Amiin Yarabbal ‘Alamiin!
4

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu

KITAB SIRR AL-ASRAR

TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA (ke-4)

Pengertian sampai (wushul) kepada Allah sama sekali bukan seperti sampainya jisim
pada bentuk wadah tubuh manusia, atau seperti sampainya pengetahuan pada
sesuatu yang diketahui, atau seperti akal pikiran pada sesuatu yang dipikirkan, dan
tidak pula seperti dugaan pada sesuatu yang diduga.

Pengertian pencapaian adalah sesuai dengan kadar keterputusan dari semua yang
selain Allah; tanpa ukuran dekat, jauh, arah, berhadapan, ketersambungan, dan juga
tanpa keterpisahan. Maha Suci Allah dalam tampak dan tidak tampak-Nya, dalam
tajalli dan ketertutupan-Nya, yang dalam ma’rifat-Nya terkandung hikmah yang
agung.

Siapapun yang mampu menggapai makna itu di duniia, lalu melakukan muhasabah
terhadap dirinya sebelum amalnya dihisab, maka ia termasuk orang-orang yang
beruntung.

Jika tidak, maka masa depannya adalah rangkaian hukuman berupa siksa di alam
kubur, mahsyar, hisab, mizan, titian shirath, dan berbagai penderitaan di akhirat
lainnya.
5

Semoga pertolongan Allah selalu bersama kita agar kita mampu selalu muhasabatun
nafsi sehingga kita dapat selau beristigfar dari kesalahan dan bersyukur atas segala
nikmat-Nya.

Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin!


6

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK (ke-1)

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang menjadikan surge sebagai pahala
bagi para ahli ibadah dan kedekatan (Alam al-Qurbah)sebagai anugrah bagi para ahli
ma’rifat.

MAKHLUK PERTAMA yang diciptakan Allah adalah ruh Muhammad SAW. Ia diciptakan
dari pancaran keindahan Cahaya Ilahi (Sifat Jamalnya Allah). Sebagaimana firman Allah
dalam sebuah hadits Qudsi:

“Aku menciptakan Muhammad pertama kali dari Cahaya Wajah-Ku”(*)


7

*Dalam hadits yang lain dengan redaksi yang berbeda diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
Rasulullah saw bersabda: “Allah menciptakan aku dari cahaya-Nya”

Dan sebagaimana Nabi saw bersabda: “Yang pertama Allah ciptakan adalah ruhku.
Dan yang pertama Allah ciptakan adalah cahayaku. Yang pertama Allah ciptakan
adalah Pena. yang pertama Allah ciptakan adalah akal (HR. Abu Daud)

Ruh, cahaya, pena, dan akal adalah satu entitas tunggal, yaitu Hakikat Muhammad.

Hakikat Muhammad disebut nur karena bersih dari kegelapan yang menghalangi
keagungan Ilahi.

Sebagaimana firman Allah SWT. “Sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah,
dan Kitab yang menerangkan”. (QS. Al-Maidah (5): 15)

Sedangkan Hakikat Muhammad di sebut akal, karena kemampuannya untuk


memahami segala sesuatu.

Ia disebut pula Pena, karena menjadi media transfer ilmu, seperti pena yang
memindahkan ilmu dalam bentuk huruf dan tulisan.

Jadi, ruh Muhammad adalah saripati semesta alam, yang menjadi asal-muasal semua
makhluk. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.: “Aku dari Allah, dan kaum
mukminin dariku”.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


8

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK (ke-2)

Dari Ruh Muhammad inilah Allah menciptakan semua ruh di Alam Lahut dalam bentuk
terbaik dan hakiki. Ia menjadi nama bagi semua manusia di Alam Lahut. Alam Lahut
inilah Negeri Asal ruh Manusia.

Setelah ruh Muhammad berusia 4000 tahun, Allah menciptakan Arasy dari Inti Cahaya
Muhammad, sebagaimana semua entitas yang lain juga diciptakan darinya. Setelah
itu, semua ruh dikembalikan ke tingkatan semesta yang paling rendah, yaitu jasad
manusia. Sebagaimana firman Allah: “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
paling rendah. (QS. At-Tin (95):5)

Maksudnya, pertama-tama, Allah menurunkan ruh dari Alam Lahut ke Alam Jabarut.
Kemudian, Allah mengenakan kepada ruh itu pakaian berupa cahaya Jabarut di antara
dua tempat suci (antara dimensi ketuhanan dan dimensi makhluk) yaitu Ruh Sulthani.
Kemudian Allah menurunkannya dengan pakaian itu ke Alam Malakut. Lalu Dia
mengenakan kepadanya pakaian berupa cahaya Malakut, yaitu Ruh Rawani. Kemudian
Allah menurunkan ke Alam Mulk. Lalu Dia mengenakan kepadanya pakaian berupa
cahaya Mulk, yaitu Ruh Jusmani. Kemudian, Allah menciptakan jasad-jasad.
9

Sebagaimana firman-Nya: “Darinya Kami ciptakan kamu dan kepadanya Kami akan
mengembalikan, dan darinya Kami akan membangkitkan kamu pada kesempatan yang
lain. (QS. Thaha(20):55)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


10

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK (ke-3)

Setelah menciptakan jasad, Allah memerintahkan semua pakaian ruh untuk masuk
kedalam jasad-jasad tersebut. Dengan tunduk dan patuh atas titah Allah SWT, ruh-ruh
itu pun masuk kedalam jasad manusia. Sebagaimana firman-Nya: “Maka apabila telah
Ku-sempurnakan kejadiannya, dan Ku-tiupkan ke dalamnya ruh-Ku” (QS. Al-Hijr
(15):29)

Setelah semua ruh bersemayam dalam jasad masing-masing, mereka lupa terhadap
perjanjian dengan Allah yang diambil pada Hari Alastu (yaitu hari ketika ruh telah
ditiupkan, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”) QS. Al-‘Araf (7): 172., sehingga ruh tidak
dapat kembali ke Negeri Asal.
11

Namun, Dzat Maha Pengasih yang menjadi tempat memohon pertolongan mengasihi
mereka dengan menurunkan sebuah Kitab Samawi untuk mengingatkan mereka akan
Negeri Asal itu. Sebagaimana Firman-Nya: “…. Dan ingatkanlah mereka pada hari-hari
bersama Allah” QS. Ibrahim(14):5.

Maksud dari kalimat “Ingatkanlah mereka pada hari-hari bersama Allah” adalah
ingatkanlah mereka pada hari saat pertemuan antara Allah SWT. dengan semua ruh di
Alam Lahut. Jadi, semua nabi diutus ke bumi demi member peringatan ini. Namun,
hanya sedikit manusia yang mau mengingat Negeri Asal Mereka, kembali dan
merindukannya, serta sampai di Negeri Asal itu.

Misi kenabian ini terus berlanjut sampai pada Sang Ruh Teragung. Yakni Muhammad
SAW, yang menjadi Nabi terakhir, semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada
beliau serta para nabi dan rasul.

Allah mengutus beliau kepada manusia yang lalai untuk membangunkan mata batin
mereka dari kealpaan, menyeru kepada Allah SWT., berinteraksi dengan-Nya, dan
menemukan keindahan bersama-Nya. Sebagaimana firmannya: “Katakanlah
(Muhammad), Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah nyata (bashirah), Maha Suci Allah, dan aku tidak
termasuk orang-orang yang musyrik.”(QS. Yusuf (12): 108)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


12

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

AWAL PENCIPTAAN MAKHLUK (ke-4)

Yang dimaksud dengan “bashirah” adalah mata batin yang terbuka di maqam hati bagi
para wali. Semua itu tidak dapat tercapai dengan ilmu lahir, melainkan hanya dengan
ilmu batin laduni. Sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu
laduni (dari sisi Kami)”. (QS. Al-Kahfi (18): 65).

Karena itu, seseorang manusia harus meraih mata batin itu dari ahli bashirah dengan
talqin (cara berguru) kepada wali mursyid yang menyampaikan kabar dari Alam Lahut.

Wahai saudara sekalian, bangun dan bersegeralah kalian menuju ampunan Rabb
kalian dengan taubat, lalu masuklah kalian ke jalan agama Allah (tariqah). Kembalilah
ke Rabb kalian bersama kafilah rahani ini. Tidak lama lagi, jalan ini akan tertutup
sehingga tidak ada lagi teman menuju alam itu.

Kita datang tidak untuk menyakralkan dunia yang hina dan fana ini, kemudian puas
dengan berbagai nafsu yang membuat kita terlena. Sebab, Nabi Muhammad SAW.,
selalu menunggu dalam kegalauan demi kalian semua. Beliau bersabda: “Kegalauanku
demi umatku yang hidup di akhir zaman.”
13

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

“PEMBAGIAN ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“PEMBAGIAN ILMU” (ke-1)

Ilmu yang diturunkan kepada kita ada dua macam: ilmu lahir dan ilmu batin. Yang
dimaksudkan di sini adalah ilmu syariat dan ilmu makrifat. Dengan ilmu syariat, Allah
memberikan titah kepada lahiriyah kita, dan dengan ilmu makrifat Dia member titah
kepada batin kita. Tujuannya adalah agar dari pertemuan keduanya (ilmu syariat dan
makrifat) akan muncul ilmu hakikat. Sebagaimana firman-Nya: “Dia membiarkan dua
lautan mengalir yang kemudian keduanya bertemu, antara keduanya ada batas yang
tidak dilampaui masing-masing.” (QS. Ar-Rahman (55): 19-20).

Kalau kita hanya mengandalkan ilmu lahir, maka ilmu hakikat tidak akan pernah diraih
dan tujuan tidak akan pernah tercapai, segala bentuk ibadah hanya dapat sempurna
dengan keduanya (ilmu syariat dan makrifat), bukan salah satu di antara keduanya.
14

Sebagaimana firman-Nya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk
menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat (51): 56).

Maksud “menyembah-Ku” adalah makrifat kepada Ku. Jika manusia tidak mengenal
Allah, bagaimana dapat menyembah-Nya?

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

“PEMBAGIAN ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“PEMBAGIAN ILMU” (ke-2)

Makrifat hanya dapat dicapai dengan menyingkapkan tirai nafsu dari cermin hati
melalui jalan penyucian. Dengan begitu, dalam cermin hati itu, si hamba dapat melihat
15

keindahan khazanah tersembunyi (kanzul mahfiyya) yang ada dalam lubuk hati paling
dalam (sir, lubb, al-qalb). Sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsi: “Aku adalah
khazanah tersembunyi. Aku ingin dikenali, karena itulah Aku ciptakan makhluk agar
Aku dikenali.”

Ketika Allah SWT. menerangkan bahwa penciptaan manusia adalah untuk mengenal
Allah (makrifatullah), maka mengenal Allah adalah wajib baginya.

Makrifat itu ada dua macam: makrifat sifat-sifat Allah dan makrifat Dzat Allah.
Makrifat sifat-sifat Allah menjadi tugas jasad manusia di dunia dan akhirat, sementara
makrifat Dzat Allah menjadi tugas Ruh Qudsi di akhirat kelak. Sebagaimana firman-
Nya: “Dan Kami memperkuatnya dengan Ruh Qudsi” QS. Al-Baqarah (2): 87).
Demikianlah manusia diperkuat dengan Ruh Qudsi.

Namun, kedua macam makrifat ini tidak dapat dicapai kecuali dengan dua ilmu, yaitu
ilmu lahir dan ilmu batin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: “Ilmu itu ada dua: ilmu
lisan, itulah hujjah Allah SWT. terhadap keturunan Adam. Dan ilmu hati, itulah ilmu
yang bermanfaat” (HR. ad-Darami).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

“KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP ILMU” (ke-3)


16

Pada awalnya, manusia membutuhkan ilmu syariat agar ruh dapat meraih derajat atau
pahala surge melalui usaha fieiknya. Kemudian, manusia membutuhkan ilmu batin
agar ruh dapat mencapai alam makrifat. Semua iti tidak akan tercapai, kecuali dengan
meninggalkan segala sesuatu yang menyimpang dari syariat dan tarekat. Caranya,
melatih hawa nafsu dan rohani demi meraih ridha Allah swt. tanpa dinodai keinginan
untuk dipuji (riya’) atau mencari kemasyhuran (sum’ah). Sebagaimana firman Allah
SWT.: “Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal saleh dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada
Tuhannya dengan seseorang pun.” QS. Al-Kahfi (18): 110)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

“ALAM MAKRIFAT”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ALAM MAKRIFAT” (ke-1)


17

Pada hakekatnya, Alam Makrifat adalam Alam Lahut. Itulah negeri asal dimana Ruh
Qudsi diciptakan dengan bentuk yang terbaik dan hakiki. Yang dimaksud dengan Ruh
Qudsi adalah insane hakiki yang menetap di dalam lubuk hati. Wujudnya akan tampak
dengan Tobat, Talkin, dan dengan melanggengkan kalimat “La ilaaha illallah” dengan
lisan pada tahap awal, kemudian menghidupkan hati.

Setelah hatinya hidup, kalimah itu diucapkan dengan lisan kalbunya. Para sufi sejati
(mutashawwif) menyebutnya dengan istilah bayi maknawi (thiflul ma’ani) karena ia
berasal dari makna-makna yang suci.

Penggunaan kata “bayi” di sini karena beberapa sebab:

Pertama, Ruh Qudsi itu lahir dari hati, seperti kelahiran seorang bayi dari ibunya.
Kemudian, hati manusia merawat Ruh Qudsi ini sebagimana seseorang ibu mengasuh
anaknya, yang sedikit demi sedikit tumbuh beranjak dewasa.

Ke-dua, mengajarkan ilmu kepada anak-anak kecil adalah sesuatu yang lazim,
demikian pula mengajarkan ilmu makrifat kepada insane hakiki.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


18

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

“ALAM MAKRIFAT”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ALAM MAKRIFAT” (ke-2)

Ke-tiga: bayi itu suci dari berbagai dosa. Demikian pula dengan “bayi maknawi” ini
bersih dari syirik, kealpaan, dan karakter jasmaniyah.

Ke- Empat: ruh sering sekali terlihat dalam citra seperti anak kecil yang suci. Itulah
sebabnya “bayi maknawi ini sering kali hadir dalam mimpi sebagai sosok pemuda
tampan bagai malaikat.

Ke-lima: Allah SWT. menggambarkan para penghuni surga dengan sifat kanak-kanak.
Sebagaimana firman-Nya: “Berada dalam surga kenikmatan. Mereka dikelilingi oleh
anak-anak muda yang tetap muda”. QS al-Waqi’ah(56): 12 dan 17). Juga Firman-Nya:
“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-
akan mereka itu mutiara yang tersimpan” (QS. Ath-Thur (52): 24).

Ke-Enam: Kata “bayi” mengandung pengertian lembut dan bersih.

Ke-Tujuh: Penggunaan istilah “bayi maknawi” ini bersifat majazi, karena


keterkaitannya dengan tubuh serta kemiripannya dengan rupa manusia. Selain itu,
19

juga berdasarkan kondisinya saat pertama kali diciptakan di alam Lahut, yaitu ketika ia
berupa insane hakiki yang berinteraksi langsung dengan Allah SWT.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Muqaddimah Kitab Sirr al-Asrar

“ALAM MAKRIFAT”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!


20

“ALAM MAKRIFAT” (ke-3)

Tubuh dan ruh jasmani tidak memiliki kedekatan dengan Allah, keduanya bukanlah
mahram bagi Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Aku memiliki waktu khusus
bersama Allah di mana malaikat terdekat dan nabi yang diutus pun tidak memiliki
kesempatan itu.” (HR. Rahawaih)

Yang dimaksud dengan nabi yang diutus di sini adalah kemanusiaan Nabi Muhammad
SAW., sementara yang dimaksud malaikat terdekat adalah sisi spirituan beliau yang
diciptakan dari nur Jabarut. Sebagaimana halnya malaikat juga diciptakan dari nur
Jabarut ini, maka ia tidak dapat memasuki Alam Lahut. Rasulullah SAW. bersabda: “
Sesungguhnya Allah memiliki surge yang di dalamnya tidak ada bidadari, tidak ada
istana, tidak ad ataman, tidak ada madu, dan tidak ada susu. Kenikmatan di surge itu
hanya satu, yaitu melihat Dzat Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya: “Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan merekalah mereka
melihat. (QS. Al-Qiyamah(75): 22-23). Dan sabda Rasulullah SAW.: “Kalian akan
melihat Tuhan sebagaimana kalian melihat bulan purnama di malam hari. (HR.
Bukhari)

Kalau saja malaikat dan Ruh Jasmani memasuki Alam Lahut, pastilah keduanya akan
terbakar. Demikian yang difirmankan oleh Allah SWT. dalam sebuah hadits Qudsi:
“Kalau kesucian wajah-Ku menyingkap keagungan-Ku, pasti terbakar semua yang ada
dalam jangkauan penglihatan-Ku (HR. Muslim)

Malaikat Jibril as. Pernah berkata: “Kalau aku mendekat seruas jari saja, niscaya aku
terbakar.”

Kitab ini (Sirr al-Asrar) terdiri atas 24 bab, sama persis dengan jumlah huruf dalam
kalimat Syahadat (la ilaha illallah Muhammadar Rasulullah) dan sama persis dengan 24
jam dalam sehari semalam.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Daftar Isi Kitab Sirr al-Asrar


21
22

Fasal 1 Kembali ke Negri Asal

Fasal 1 Turun ke Alam Terendah

Fasal 3 Singgasana Ruh dalam Jasad

Fasal 4 Macam-macam Ilmu

Fasal 5 Tobat dan Talkin

Fasal 6 Ilmu Tasawuf

Fasal 7 Dzikir

Fasal 8 Syarat Dzikir

Fasal 9 Melihat Allah

Fasal 10 Tirai Gelap dan Tirai Cahaya

Fasal 11 Bahagia dan Sengsara

Fasal 12 Para Pakir

Fasal 13 Bersuci
23

Fasal 14 Shalat Syariat dan Shalat Torekat (Batin)

Fasal 15 Menyucikan Makrifat di Alam Tajrid

Fasal 16 Zakat Syariat dan Zakat Torekat (Batin)

Fasal 17 Puasa Syariat dan Puasa Torekat (Batin)

Fasal 18 Haji Syariat dan Haji Torekat (Batin)

Fasal 19 Getaran dan Kejernihan Qalbu

Fasal 20 Khalwat dan Uzlah

Fasal 21 Wirid-wirid Khalwat

Fasal 22 Tafsir Mimpi

Fasal 23 Aliran-Aliran Tasawuf

Fasal 24 Penutup Sakaratul Maut


24
25

BAGIAN 1 KITAB SIRR AL-ASRAR

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL” (KE-1)

Manusia ada 2 macam: manusia jasmani dan manusia ruhani. Manusia jasmani adalah
kaum awam, sedangkan manusia ruhani adalah kalangan khusus yang layak kembali
ke Negeri Asal, yaitu alam Qurbah (kedekatan dengan Allah SWT)

Kembalinya manusia jasmani ke Negeri Asal yaitu darajat (berarti masuk surga)
dengan mengamalkan ilmu syariat (lahir), tarekat, dan makrifat –tanpa ri’a, dan
sum’ah. Karena sesungguhnya Surga itu ada tiga tingkatan. Yaitu:

Pertama: Surga di Alam Mulk, yaitu surga Ma’wa

Kedua, surge di Alam Malakut, yaitu surga Nai’im

Ketiga, surge di Alam Jabarut, yaitu surga Firdaus

Semuanya merupakan kenikmatan jasmaniyah. Manusia tidak akan mencapai ketiga


ala mini kecuali hanya dengan tiga ilmu, yaitu Ilmu Syariat, Ilmu Tarekat, dan Ilmu
Makrifat. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.: “ Hikmah yang sempurna
adalah mengenal Allah (makrifat al-Haqq), sementara pengamalannya adalah makrifat
batin.” Dan sabda nabi SAW.: “Ya Allah, tunjukanlah kepada kami bahwa yang benar
itu benar dan anugrahkan kami kemampuan untuk mengikutinya; dan tunjukanlah
bahwa yang batil itu batil dan anugrahi kami kemampuan untuk menghindarinya.”
Begitu juga dalam sabdanya: “Barangsiapa yang mengenal nafsunya dan melawannya,
maka sungguh ia telah mengenal Tuhannya dan mengikuti jalan-Nya.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


26

BAGIAN 1 KITAB SIRR AL-ASRAR

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL” (KE-2)

Sementara itu, kembalinya manusia rohani ke Negeri Asal, yaitu alam Qurbah, adalah
dengan mengamalkan ilmu hakekat. Ilmu hakekat adalah ilmu tauhid yang diajarkan
kepada Ruh Qudsi di Alam Lahut. Pencapaian ini diraih karena ibadahnya, baik dalam
keadaan tidur maupun terjaga. Bahkan ketika tubuh sedang tidur, hari mendapat
kesempatan mengunjungi Negeri Asalnya, baik secara keseluruhan maupun hanya
sebagian. Sebagaimana firman-Nya: “ Allah memegang jiwa (manusia) ketika matinya,
dan (memegang) jiwa (manusia) yang belum mati di waktu tidurnya. Dia menahan
(jiwa) yang telah ditetapkan mautnya, dan melepaskan jiwa yang lain sampai waktu
yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar (39): 42). Itu sebabnya,
Rasulullah SAW. pernah bersabda: “ Tidurnya orang alim lebih utama dari pada
ibadahnya orang bodoh.”

Kondisi ini dapat diraih setelah manusia mampu menghidupkan hatinya dengan
cahaya tauhid dan melanggengkan nama-nama tauhid dengan lisan hati – tanpa huruf
dan tanpa suara-. Demikian yang difirmankan Allah dalam hadits Qudsi berikut ini.
27

“Manusia adalah rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasianya” dan firman-Nya:

“ Sesungguhnya ilmu batin adalah relung rahasia-Ku. Aku sematkan ilmu itu dalam hati
hamba-Ku, dan tak aka nada seorang pun yang dapat mengetahuinya kecuali Aku”.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

BAGIAN 1 KITAB SIRR AL-ASRAR


28

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL” (KE-3)

Maksudnya, eksistensi manusia tergantung pada kemampuan bertafakur (manusia


dapat kembali ke Negeri Asalnya dengan ilmu tafakur). Demikianlah yang disabdakan
Rasulullah SAW.: “Tafakur sesaat lebih utama daripada ibadah 70 tahun.” (HR. Ibnu
Hibban)

Ilmu tafakur adalah ilmu furqan (pemisah antara yang hak dan yang batil). Itulah ilmu
tauhid. Dengan ilmu tauhid seseorang arif akan mencapai Dzat yang dia kenali dan dia
cintai, yaitu Allah SWT. Dengan ilmu ini seseorang arif mampu terbang dengan
ruhaninya ke Aalam Qurbah (Alam Lahut).

Jadi, seorang afif terbang menuju Alam Qurbah, sedangkan ahli ibadah berjalan
menuju surga.

Sebagian sufi sejati mengatakan:

“Hati orang-orang arif memiliki mata # Yang mampu melihat apa yang tidak bias
dilihat orang biasa”

“Juga memiliki sayap yang bisa terbang tanpa bulu # Mengepak hingga Malakutnya
Tuhan Pencipta Alam”

Kemampuan terbang di dalam batin yang arif inilah yang disebut Insan Hakiki. Dialah
sang Kekasih Allah, sekaligus mahram dan pasangan pengantin-Nya.

Abu Yajid al-Bustthami menyatakan: “Para wali adalah para pengantin Allah. Tidak ada
yang dapat melihat para pengantin itu selain hanya para mahramnya. Mereka
tertutup di sisi Allah karena terhijab sisi kemanusiaannya. Tak ada seorang pun yang
mampu melihat para pengantin itu, baik di dunia maupun di akhirat, kecuali Allah
SWT.”

Allah SWT. berfirman dalam hadits Qudsi:

“Para wali-Ku bersemayam di bawah kubah-kubah-Ku. Tidak ada yang mengenali


mereka selain Aku.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


29

BAGIAN 1 KITAB SIRR AL-ASRAR

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“JALAN KEMBALI KE NEGERI ASAL” (KE-4)

Syaikh Yahya bin Mu’adz ar-Razi menyatakan: “ Wali adalah wewangian Allah SWT. di
muka bumi. Tidak ada yang mampu mencium aramanya, kecuali para Shadiqun (orang
yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaqwaan). Ketika aroma wangi itu
menyentuh hati, mereka merasa rindu kepada Allah SWT. Ibadah mereka pun kian
bertambah sesuai kadar akhlak dan kefanaan mereka. Karena bertambahnya
kedekatan seseorang kepada Allah SWT. itu diraih dengan menambah kefanaan diri di
hadapan-Nya.

Dengan demikian, seorang wali adalah orang yang ada dalam keadaan fana dan selalu
musyahadah kepada Allah SWT. Dia tidak memiliki kemampuan memilih dan tidak
memiliki tempat tenang baginya kecuali Allah.
30

Seorang wali dikuatkan dengan berbagai karamah. Namun, karamah-karamah itu


ditutupi oleh sang wali dan dia tidak akan menyebarluaskannya. Sebab,
menyebarluaskan rahasia ketuhanan adalah sebentuk kekufuran. Demikian
dinyatakan oleh penulis kitab al-Mirshad, “Para pemilik karamah semuanya mahjub
(terhalang). Karamah itu laksana haid bagi kaum laki-laki.”

Wali Allah memiliki seribu maqam (kedudukan). Maqam yang pertama adalah
karamah. Barang siapa yang berhasil melewatinya, niscaya akan mudah naik ke tingkat
berikutnya.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


31

BAGIAN 2 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TURUN KE ALAM TERENDAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TURUN KE ALAM TERENDAH” (KE-1)

Ketika Allah menciptakan Ruh Qudsi dalam bentuk terbaik di Alam Lahut, kemudian
Dia ingin menurunkannya ke Alam terendah, yaitu Alam Mulk, untuk menambah
unsiyyah (Rasa nikmat yang diperoleh ruh dengan kesempurnaan musyahadah di
dalam hati) dan qurbiyyah (kedekatan)-nya kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: “
Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Mahakuasa”. (QS. Al-Qamar (54): 55)

Maka, pertama-tama dilakukan Allah adalah menurunkan Ruh Qudsi dari Alam Lahut
ke Alam Jabarut dan membekalinya dengan benih-benih tauhid. Di Alam Jabarut itu
32

pula, Allah menanamkan cahaya tauhid, lalu mengenakan kepada Ruh Qudsi sebuah
pakaian dari alam tersebut. Demikian pula ketika berada di Alam Malakut dan Alam
Mulk.

Ketika berada di Alam Mulk, Allah menciptakan pakaian ‘unsuriyyah agar Alam Mulk
atau jasad manusia tidak terbakar oleh kekuatan ruh.

Ketika diberi pakaian ‘unsuriyyah di Alam Jabarut, Ruh Qudsi itu disebut Ruh Sultoni;
ketika diberi pakaian ‘unsuriyah di Alam Malakut, ia disebut Ruh Sirani Ruwani; dan
ketika berada di Alam Mulk, ia disebut Ruh Jusmani.

Tujuan diturunkan Ruh Qudsi ke alam terndah, adalah agar dengan potensi tubuh dan
hatinya, manusia mampu mencapai derajat surga dan kedekatan dengan Allah. Oleh
karena itu, Allah menanamkan benih tauhid di ladang kalbu. Dengan begitu, akan
tumbuh di ladang kalbu itu pohon tauhid yang akarnya kokoh menetap di dalam Sirr
(relung hati paling dalam). Dari pohon itu akan menghasilkan buah tauhid untuk
menggapai ridha Allah SWT. Selain itu, Allah juga menanam benih-benih syariat di
dalam tubuh manusia agar tumbuh pohon syariat. Buah dari pohon syariat itulah yang
akan mengantarkan manusia masuk ke surga. Amiin Yarabbal ‘Alamiin!

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


33

BAGIAN 2 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TURUN KE ALAM TERENDAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TURUN KE ALAM TERENDAH” (KE-2)

Kemudian, Allah memerintahkan semua jenis ruh itu memasuki jasad, dan
menyemayamkan di tempat masing-masing. Tempat Ruh Jusmani dalam tubuh adalah
antara daging dan darah. Tempat Ruh Sirani Ruwani adalah hati atau qalbu. Tempat
Ruh Sulthani adalah Fuad (bagian hati yang berkaitan dengan makrifat). Tempat Ruh
Qudsi adalah Sirri.

Setiap ruh memiliki ruang edar di Negeri Wujud dengan potensi, hasil dan manfaat
yang tak akan sia-sia. KARENA ITU, SETIAP ORANG HARUS MENGETAHUI CARA
BERMUAMALAH DENGAN MASING-MASING RUH TERSEBUT. Di akhirat kelat, semua
manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia ini.
Sebagaimana firman-Nya: “ Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan
apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada? (QS. Al-
Adiyat (100): 9-10). Dan Firman-Nya: “Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan
amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami
keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (QS. Al-
Isra’ (17): 13).
34

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD” (KE-1)

RUH JUSMANI

Ruh Jusmani iti melekat di semua anggota tubuh lahiriyah. Potensinya adalah ilmu
syariat. Bentuk amalannya adalah ibadah-ibadah wajib yang diperintahkan Allah SWT.,
35

seperti hokum-hukum syariat yang diamalkan tanpa campuran kesyirikan. Hal ini
sebagaimana firman Allah: “... Dan tidak menyekutukan dalam beribadah kepada
Tuhannya dengan seorang pun.” (QS. Al-Kahfi (18): 110). Juga sabda Rasulullah SAW. :
“Sesungguhnya Allah Mahabaik, dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim).
Dan Sabda Rasul SAW.: “Sesungguhnya Allah itu gasal, dan menyukai yang gasal.” (HR.
Tirmidzi).

Yang dimaksud hadits tersebut adalah amal yang bersih dari riya’ dan sum’ah.

Keuntungan dunia dari kemampuan mengelola Ruh Jusmani ini adalah derajat
kewalian, tersingkapnya tabir (mukasyafah), dan penyaksian (musyahadah) kepada
Allah di Alam Mulk dari bumi sampai langit. Selain itu ia dianugerahi karamah, seperti
berjalan di atas air, terbang di angkasa, ilmu melipat bumi yang dapat memendekan
jarak, mendengar dari jarak yang sangat jauh, melihat rahasia tubuh, dan lain
sebagainya.

Sedangkan keuntungan di akhirat dari kemampuan mengelola Ruh Jusmani ini adalah
berupa surga. Bidadari, istana, pelayan, minuman, dan berbagai bentuk kenikmatan
lainnya. Tempatnya adalah di surga pertama, yaitu surga Ma’wa.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


36

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD” (KE-2)


37

SINGGASANA RUH RAWANI

TEMPAT aruh Ruwani adalah di dalam hati atau Qalbu. POTENSINYA adalah ilmu
tarekat. Bentuk amalannya adalah menyibukan diri dengan empat yang pertama di
antara 12 nama-nama Allah. Sebagaimana firman-Nya: “Hanya milik Allah asmaul
husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu…” (QS. Al-
A’raf(7): 180). Ini isyarat bahwa nama-nama Allah adalah sarana untuk menyibukan
diri dengan melafalkannya secara khusuk. Itulah ilmu batin. Sedangkan makrifat
adalah buah dari nama-nama tauhid, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
SAW.: “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama. Barang siapa yang menguasainya,
niscaya masuk surga.”

Yang dimaksud menguasai dalam hadits ini adalah orang yang bersangkutan memiliki
sifat nama-nama Allah dan berakhlak dengan akhlak nama-nama Allah. Ada 12 nama
Allah (jumlahnya sama dengan jumlah huruf dalam syahadat tauhid) yang menjadi
akar bagi nama-nama Allah yang lainnya. Jumlah huruf dalam kalimat ini ada 12.
Kemudian, Allah meneguhkan 12 huruf itu sebagai fase tingkatan hati: setiap huruf
mengandung satu asma Allah dan setiap alam rohani mengandung 13 asma Allah.
Dengan demikian nama-nama Allah itulah kemudian Allah meneguhkan hati kaum
muslimin. Sebagaimana Firman-Nya: “Allah meneguhkan (Iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS.
Ibrahim (14): 27)

Berkat kedekatan dengan Allah, maka Dia menurunkan ketenangan hati kepada
mereka. Kemudian, tumbuhlah di dalam hatinya pohon tauhid; akarnya menghunjam
kuat di bumi, bahkan tembus ke bawah tanah; sementara cabangnya mencapai langit
ketujuh, bahkan menembus Arasy. Sebagaimana firman-Nya: “… bagaikan pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim(14): 24).

KEUNTUNGAN dari kemampuan mengelola Ruh Ruwani adalah hidupnya hati dan
musyahadah di Alam Malakut, yakni menyaksikan surga dengan segenap
penghuninya, cahaya ilahi, dan para malaikat. Atau dalam bentuk kemampuan
“mengucap” secara lisan batin, tanpa suara dan tanpa huruf. Tempat Ruh Ruwani di
akhirat adalah di surga kedua, yaitu surga Na’im.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


38

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD” (KE-3)

SINGGASANA RUH SULTHANI

Tempat Ruh Sulthoni ada dalam fuad.

Potensinya adalah ilmu makrifat.

Bentuk amalannya adalah melanggengkan empat yang kedua di antara 12 asma Allah
dengan lisan hati. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW.: “Ilmu ada dua: Ilmu dengan
lisan, yaitu hujah Allah terhadap keturunan Adam; dan Ilmu dengan hati, itulah ilmu
yang bermanfaat.” (HR. ad-Darami)

Ilmu dengan hati menjadi ilmu yang bermanfaat karena sebagian besar manfaat ilmu
ada di level ini. Sabda Rasulullah SAW.: “Sesungguhnya al-Qur’an memiliki aspek lahir
dan batin. Batinnya al-Qur’an memiliki satu sampai tujuh batin lagi.” (HR. Ibnu
Hibban).
39

Begitu juga sabdanya: “Sesungguhnya Allah menurunkan al-Qur’an dengan 10 batin.”

Setiap yang lebih dalam itulah yang bermanfaat dan lebih menguntungkan, karena
mengandung banyak keajaiban. Ke dfua belas asma Allah itu memiliki kedudukan yang
serupa dengan 12 mata air bekas pukulan tongkat Nabi Musa as. Sebagaimana firman-
Nya: “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman,
“Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah darinya 12 mata air.
Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing)….” (QS.
Al-Baqarah (2): 60).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!


40

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD” (KE-4)

Ilmu lahir itu bagaikan air hujan di permukaan tanah, sedangkan ilmu batin bagaikan
mata air di dalam tanah. Air jenis yang kedua inilah yang lebih bermanfaat daripada
air jenis yang pertama karena ia terus mengalir tiada habisnya. Sebagaimana firman-
Nya: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka
makan.” (QS. Yasin (36): 33).

Allah SWT. mengeluarkan biji-bijian dari Bumi Afaq yang menjadi makanan bagi
binatang yang hanya memiliki nafsu, dan Dia juga mengeluarkan dari Bumi Anfus “biji-
bijian” yang menjadi makanan bagi ruh-ruh rohaniyah. Sebagaimana Rasulullah SAW.
bersabda: “Barang siapa yang ikhlas kepada Allah dalam empat puluh hari, niscaya
akan muncul mata air - mata air hikmah dalam hati dan lisannya.” (HR. Abu Nu’aim).

Keuntungan dari kemampuan mengelola Ruh Sulthani ini adalah melihat pantulan
keindahan Allah SWT. Fifman-Nya: “ Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
dilihatnya.” QS. An-Najm/53: 11)

Sabda Rasulullah SAW. “Mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain. (HR. Abu
Dawud). Mukmun yang pertama dalam hadits tersebut adalah hati hamba yang
beriman kepada Allah, sementara mukmin yang kedua adalah Allah SWT. Jadi Maksud
hadits tersebut “hati orang mukmin merupakan cermin bagi nama dan sifat Allah SWT.
“al-Mukminu al-Muhaiminu al-Jabbaru al-Mutakabbir” (QS. Al-Hasr/59:23)

Penulis kitab al-Mirshad menyatakan, “Tempat tinggal kelompok yang ketiga ini
adalah Surga Ketiga, Yaitu Surga Firdaus.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


41

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“SINGGASANA RUH DALAM JASAD” (KE-5)

TEMPAT Ruh Qudsi ada di dalam Sirr (pengertian sirr dalam tasawuf adalah Subtansi
halus dan lembut /Latifah dari rahmat Allah). Sebagaimana firman-Nya: “Manusia
adalah rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasianya”.

POTENSI Ruh Qudsi adalah melanggengkan Asma Tauhid, yaitu empat yang terakhir di
antara 12 Asma Allah, dengan lisan Sirri tanpa suara. Firman-Nya: “Dan jika kamu
42

mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih
tersembunyi.” (QS. Thaha/20:7).

Dan memang tidak ada yang dapat melihat ke dalam sirri itu selain Allah SWT.

Adapun KEUNTUNGAN dari kemampuan mengelola Ruh Qudsi adalah lahirnya bayi
maknawi (thiflul ma’ani), musyahadah dan mu’ayanah, sehingga ia dapat melihat
wajah Allah SWT dari segi keperkasaan dan keindahan-Nya. Firman-Nya: “Wajah-
wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka
melihat.” (QS. Al-Qiyamah/75:22-23). Tapi penglihatan itu tanpa perlu dipertanyakan
(kaifa), tanpa gambaran kualitas (kaifiyyah), dan tanta penyerupaan dengan makhluk
(tasybih). Firman-Nya: “… Tiadak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah
Yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura/42:11).

Ketika manusia telah sampai pada keinginannya, maka akal pun menjadi tumpul, hati
menjadi bingung, lidah menjadi kelu, Ia tidak akan dapat mengabarkan tentang itu,
karena Allah SWT. yang Mahasuci dari segala keserupaan.

Ketika kabar ini sampai kepada tangan para ulama, maka seyogianya mereka
memahami seluruh maqam hati, berhasrat untuk meraih hakikatnya, menghadap
kepada Tang Tertinggi, serta berupaya sekuat tenaga untuk mencapai maqam laduni,
yaitu makrifat atas Dzat Ahadi, tanpa menentang terhadap maqam yang telah kami
sebutkan ini.

Astaghfirulloh robbal baroyaa ≠ Astaghfirulloh minal khothoya

Robbi zidni ‘ilmannafii’aa ≠ Wawaffiqni ‘amalaan sholiha

Ya roshulalloh salam mun’alaik ≠ Ya rofi’asyaaniwaddaarojii

‘Athfatayyajii rotal’alaami ≠ Ya Uuhailaljudiwalkaromi 2X

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


43

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“MACAM-MACAM ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MACAM-MACAM ILMU” (KE-1)

Ilmu Lahir terdiri dari 12 macam ilmu, sebagaimana halnya ilmu batin juga terdiri atas
12 macam ilmu. Secara sederhana, ilmu batin ini dapat dibagai menjadi: Kalangan
awam, khusus, dan sangat khusus. Sesuai kadar kesiapan hamba yang bersangkutan.

Semua ilmu dapat dikelompokan menjadi 4 macam.

Pertama, ilmu lahiriyah, yaitu ilmu syariat; berupa perintah, larangan, dan segala
bentuk hokum.

Kedua, Batinnya syariat, disebut ilmu tarekat.


44

Ketiga, Batinnya Tarekat, disebut ilmu makrifat.

Keempat, Inti ilmu batin, disebut ilmu hakikat.

Semua macam ilmu itu harus dicapai oleh semua hamba, sebagaimana Rasulullah
SAW. bersabda: “Syariat adalah pohon, tarekat adalah rantingnya, makrifat adalah
daunnya, hakekat adalah buahnya. Al-Qur’an menghimpun semuanya dengan dalil
dan isyarat, baik lewat tafsir maupun takwil.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


45

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“MACAM-MACAM ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MACAM-MACAM ILMU” (KE-2)

Penulis kitab Al-Majma’ menjelaskan bahwa tafsir diperuntukan bagi kaum awam,
sedangkan takwil bagi kaum khusus yaitu para ulama yang rasikh. Kata rasikh berarti
tetap, kokoh, dan mendalam ilmunya, sebagaimana halnya pohon kurma yang
akarnya menghujam kokoh di dalam tanah, sementara cabangnya menjulang tinggi ke
langit. Kekokohan seperti ini adalah buah dari kalimat thayyibah yang ditanam di inti
hati (lubb al-qalb) setelah disucikan. Firman Allah SWT. dalam QS. Ali Imran/3: 7) lafad
“Warraasikhuna fil ‘ilmi” (dan orang-orang yang mendalam ilmunya) di atafkan pada
lafad “illallah”

Pengarang Kitab Tafsir al-Kabir menyatakan, “Kalau pintu hati telah terbuka, maka
semua pintu yang lain pasti juga akan terbuka.”

Selain itu, seorang hamba juga diperintahkan untuk mematuhi perintah dan larangan,
serta selalu melawan nafsu di level, yaitu syariat, tarekat, makrifat dan hakekat.

Dalam level syariat, nafsu selalu membisikan berbagai macam pelanggaran. Di level
tarekat, nafsu selalu membisikan berbagai macam pengakuan sebagai bentuk tipu
daya. Misalnya, pengakuan sebagai nabi atau sebagai wali. Sedangkan di level
makrifat, nafsu selalu membisikan syirik tersembunyi, seperti pengakuan sebagai
Tuhan. Sebagaimana firman-Nya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawanafsunya sebagai Tuhannya ….” (QS. Al-Jatsiyah/45: 23)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


46

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“MACAM-MACAM ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MACAM-MACAM ILMU” (KE-3)

Adapun dalam level hakikat, setan sama sekali tidak memiliki jalan masuk ke situ
sebagaimana halnya nafsu, bahkan malaikat sekalipun. Penyebabnya adalah karena
selain Allah SWT., segala apa pun akan terbakar di kawasan ini, sebagaimana yang
pernah disampaikan oleh Malaikat Jibril as. “ Kalau aku mendekat seruas jari saja,
niscaya aku terbakar”. Pada saat itulah si hamba akan selamat dari musuh utamanya,
yaitu nafsu dan setan, sehingga ia akan menjadi seorang mukhlis. Sebagaimana
firman-Nya: “ Iblis menjawab, demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang Mukhlis di antara mereka.” (QS. Shad/38:
82-83).

Barang siapa belum mencapai hakikat, maka ia belum menjadi orang yang mukhlis.
Karena sifat-sifat kemanusiaan tidak dapat hilang, kecuali hanya dengan tajalli Dzat.
Dan kebodohan juga tidak akan sirna, kecuali hanya dengan tercapainya makrifat Dzat
47

Allah SWT. Kemudian Allah akan mengajari si hamba ilmu laduni tanpa perantara,
langsung dari-Nya. Si hamba pun mampu mengenali Allah berkat pengenalan-Nya
kepada si hamba, serta dapat beribadah kepada Allah berkat pengajaran-Nya, seperti
dialami Nabi Khidir as. Di situ si hamba akan menyaksikan Ruh Qudsi serta mengenal
nabinya yang bernama Muhammad SAW. Artinya, si hamba telah mampu kembali ke
Negeri Asalnya. Saat itu para nabi akan menyampaikan kabar gembira kepadanya
berupa keterhubungan abadi dengan Allah. Sebagaimana firman-Nya: “ … dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa/4:69).

Dengan demikian, siapa pun yang belum sampai pada ilmu hakikat ini, ia belum dapat
disebut alim dalam hakikat, meski dia sudah membaca sejuta kitab, karena dia belum
sampai di tingkat Rohaniyah.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


48

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“MACAM-MACAM ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MACAM-MACAM ILMU” (KE-4)

Amal perbuatan Ruh Jusmani yang dilakukan dengan ilmu lahir haya akan mendapat
balasan sebatas surga. Di sini akan tampak banyak sifat yang saling bertentangan.
Sementara itu, seorang alim tidak akan masuk ke dalam Kawasan Suci Kekudusan dan
Kedekatan hanya berbekal ilmu lahir sebagaimana burung terbang tinggi di angkasa
(Alam Thayaran)). Padahal, seekor burung tidak akan terbang kecuali dengan kedua
sayapnya. Itulah sebabnya, hanya hamba Allah yang mengetahui dua ilmu inilah (Ilmu
Lahir dan Ilmu Batin) yang dapat mencapai Alam Thayaran. Allah menyatakan dalam
sebuah Hadits Qudsi. “Wahai hamba-Ku, jika engkau ingin memasuki Kawasan Suci-Ku
(harami), maka janganlah engkau menoleh kepada Mulk, Malakut, dan Jabarut, karena
49

Mulk adalah setan bagi orang alim, Malakut adalah setan bagi orang arif, dan Jabarut
setan bagi orang waqif. Dan barang siapa yang rela dengan satu di antaranya, maka
dia terusur dasi sisi-Ku”.

Yang dimaksud dengan “terusir dari sisi-Ku” di sini adalah terusir dari krdekatan
dengan Allah SWT., bukan terusir dari derajat-derajat ketinggian. Mereka mengejar
kedekatan dengan Allah, tetapi mereka tidak mampu mencapainya karena mereka
menginginkan sesuatu yang tidak layak diinginkan. Mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang-orang yang sempurna kedekatannya dengan Allah akan mendapatkan sesuatu
yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah terdengar telinga, dan tidak pernah
terbersit di hati manusia mana pun. Itulah Surga Kedekatan yang di dalamnya tidak
ada bidadari, istana, madu, dan tidak ada susu.

MANUSIA HARUS MENGETAHUI KADAR, DAN TIDAK MENGAKUI SESUATU YANG TIDAK
MENJADI HAKNYA. Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib Karamallahu wajhah pernah
berkata: “Allah mengasihi seseorang yang mengetahui kadar dirinya, tidak melampaui
batas dirinya, menjaga lidahnya, dan tidak menyia-siakan usianya.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


50

BAGIAN 3 KITAB SIRR AL-ASRAR

“MACAM-MACAM ILMU”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MACAM-MACAM ILMU” (KE-5)

Seorang alim seyogianya meraih makna hakikat bayi maknawi, lalu mengasuhnya
dengan mendawamkan Nama-nama Tauhid, dan keluar dari Alam Jusmani menuju
Alam Rohani, yaitu Alam Sir, yang di dalamnya tidak ada penghuni selain Allah. Alam
ini laksana gurun pasir yang terbentuk dari cahaya tanpa penghujung. Bayi Maknawi
lalu terbang dan melihat berbagai keajaiban dan ketakjuban yang ada di dalamnya.
Namun, ia tidak dapat memberi tahu semua itu.
51

Itulah maqam para ahli tauhid yang mengalami fana disebabkan konsentrasi mereka
pada Inti Keesaan (‘Ain al-Wihdah). Mereka tidak memiliki apa-apa di alam sir selain
hanya penglihatan terhadap Cahaya Keindahan Allah, sebagaimana Allah juga tidak
melihat apa-apa selain Diri-Nya. Ketika matahari memenuhi penglihatannya, tentu
manusia tidak lagi dapat melihat dirinya yang berhadapan dengan Keindahan Allah
SWT. karena didominasi hairah* dan mahwiyah** dalam dirinya. Isa bin Maryam as.
Berkata: “Manusia tidak akan pernah dapat memasuki malakut langit sampai dia
dilahirkan dua kali sebagaimana burung juga dilahirkan dua kali”.

Yang dimaksud dari ucapan Isa as. Ini adalah lahirnya bayi maknawi dari hakikat
potensi manusia di Alam Sirri. Bayi maknawi ini baru akan tampak wujud dan ilmu-
ilmunya ketika cahaya ilmu syariat dan cahaya ilmu hakikat berpadu. Sebagaimana
anak tidak akan dilahirkan kecuali setelah berpadunya dua benih laki-laki dan
perempuan. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari setetes mani yang bercampur…” (QS. Insan/76:2).

Setelah bayi maknawi ini lahir, ia mampu menyeberangi lautan ciptaan menuju
kedalaman segalanya. Bahkan setiap alam yang ada, jika dibandingkan dengan Alam
Ruh, laksana setetes air di tengah samudra. Setelah itu, berbagai ilmu yang bersifat
rohani dan laduni akan mengalir deras tanpa huruf dan tanpa suara.

*Hairah: kebingungan spiritual


**Mahwiyyah: terlepasnya hamba dari segala wujud selain wujud Allah SWT.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Pasal (bab 3) telah selesai.


52

BAGIAN 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-1)

KETAHUILAH BAHWA, semua martabat yang disebutkan pada bagian terdahulu tidak
akan dapat dicapai kecuali hanya dengan tobat nashuha dan dengan talqil dari
ahlinya. Demikian yang difirmankan Allah SWT.: “… dan Allah mewajibkan kepada
mereka kalimat taqwa dan mereka berhak dengan kalimat taqwa itu dan patut
memilikinya. …” (QS. Al-Fath/48:26)
Yang dimaksud “kalimat taqwa” di sini adalah lafal la ilaha illallah yang disertai syarat
bahwa kalimat itu harus diambil dari hati seseorang yang bertaqwa dan bersih dari
selain Allah, bukan sembarang kalimat yang terlontar dari mulut orang awam. Meski
mungkin bunyi lafalnya sama, tetapi makna kandungannya berbeda. Karena
sebongkah hati baru dapat hidup jika ia mengambil benih tauhid dari bongkahan hati
lain yang juga hidup, yaitu benih yang sempurna. Benih yang tidak sempurna tentu
tidak dapat bertumbuh. Itulah sebabnya, benih kalimat tauhid di dalam al-Qur’an
terletak di dua tempat.
53

Pertama: Kalimat tauhid yang tersemat dalam ucapan lahiriah semata. Sebagaimana
firman-Nya: “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, la ilaha
illallah (tiada tuhan selain Allah) mereka menyombongkan diri.” (QS. Ash-Shaffat/37:
35). Ini adalah kalimat tauhid yang dilontarkan kaum awam.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

SELAMAT HARI RAYA ‘IDUL ADHA 1442 H Mohon maaf lahir dan batin.

Semoga pada hari Kita diberi limpahan Rahmat dan ampunan dari Allah Yang
Mahaagung.

Amiin ya rabbal ‘alamiin!

Rabu/21 Juli 2021


54

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-2)

KEDUA: Kalimat tauhid yang tersemat dalam ilmu hakiki. Sebagaimana firman-Nya:
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon
ampunan bagi dosamu dan bagi orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. …”
(QS. Muhammad/47:19).
Dari sebab turunnya ayat inilah muncul talqin yang dilakukan kaum khusus.
Disebutkan dalam Kitab Bustan asy-Syari’ah, “Orang pertama yang mendambakan
jalan yang paling dekat, paling utama, dan paling mudah dari Nabi SAW. adalah Ali bin
Abi Thalib ra. Ketika Ali mengemukakan maksudnya itu, Rasulullah SAW. menunggu
lebih dulu sampai akhirnya Jibril as. Turun kepada Nabi dan melakukan talqin dengan
kalimat ini sebanyak tiga kali. Setelah itu, Rasulullah SAW. mengucapkan seperti yang
diucapkan Jibril as. Kemudian, Rasulullah SAW. mentalqin para shahabat beliau dan
mentalqin mereka semua. Kemudian Rasulullah bersabda: “Kita baru pulang dari jihad
kecil menuju jihad besar. (HR. Baihaqi). (begitu juga disebutkan oleh Imam Ghazali
dalam kitab Ihya’u Ulumuddin).
Yang dimaksud dengan “jihad besar” di hadits ini adalah “jihad menundukan nafsu”
sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW. : “Musuh terberatmu adalah nafsumu yang
ada di antara kedua sisi tubuhmu”. (HR. Baihaqi) (begitu juga di sebutkan oleh Imam
Ghazali dalam Ihya’u Ulumuddin)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


55

Kamis/22 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-3)

Cinta kepada Allah tidak akan pernah terwujud kecuali hanya setelah musuh yang ada
dalam diri berhasil ditaklukkan, yaitu musuh dalam bentuk nafsu ammarah, nafsu
lawwamah, dan nafsu mulhimah. Selain itu, engkau harus menyucikan diri dari semua
bentuk akhlak tercela sebagai berikut:
AKHLAK HEWANI, seperti banyak makan, minum, tidur, dan senda-gurau.
AKHLAK BINATANG BUAS, seperti marah, mengumpat, memukul, dan semena-mena.
AKHLAK SETAN, seperti sombong, ujub, iri, dengki, dan berbagai bentuk akhlak tercela
lainnya yang merusak jasmani dan rohani.
Jika sudah berhasil menyucikan diri dari semua itu, maka engkau telah berhasil
menyucikan diri dari akar segala dosa. Dengan begitu, engkau akan masuk golongan
orang-orang yang menyucikan diri* dan orang-orang yang bertaubat. Sebagai mana
firman-Nya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
mencintai orang-orang yang menyucikan diri” . (QS. Al-Baqarah/2: 222).
Itulah sebabnya, barang siapa yang bertaubat hanya dari dosa lahiriah, tidak termasuk
dalam pengertian ayat ini. Kalau pun orang itu dapat disebut ta’ib, tetapi ia tidak
dapat disebut tawwab. Karena yang disebutkan dalam ayat ini adalah tawwab dalam
56

bentuk superlative (mubalaghah). Jadi, yang dimaksud di sini adalah tobatnya kaum
khusus.

*Al-Mutathahhirun: orang-orang yang berusaha menyucikan diri (QS. Al-


Baqarah/2:222); Berbeda dengan al-Mutathahharun: orang-orang yang disucikan (QS.
Al-Waqi’ah/56: 79); dan berbeda dengan al-Muththahhirun: orang-orang yang suci
(QS. At-Taubah/9: 108).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

Jum’at/23 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-4)

Perumpamaan orang yang bertaubat hanya dari dosa-dosa lahiriah adalah bagaikan
orang yang memotong rumput hanya pada bagian cabangnya dan enggan
57

mencabutnya sampai ke akar, sehingga rumput itu pasti tumbuh lagi, bahkan jauh
lebih rimbun dari sebelumnya.
Perumpamaan orang-orang yang sungguh-sungguh bertobat dari segala dosa dan
akhlak tercela adalah bagaikan orang yang memotong rumput dari akarnya, sehingga
hampIr pasti rumput itu tidak akan pernah tumbuh lagi.
Talqin adalah alat untuk menghapus semua selain Allah dari hati orang-orang yang
melakukannya. Karena siapa pun yang belum memotong pohon pahit tidak akan
pernah dapat meraih pohon manis. Ambillah pelajaran dan pahamilah. Sebagai mana
firman Allah SWT. : “Dan Dialah yang menerima tobat hamba-hamba-Nya dan
memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Asy-
Syura/42:25). Dan firman-Nya: “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan
beramal soleh, maka Allah akan mengganti keburukan-keburukan mereka dengan
kebijakan-kebijakan. Dan Allah Mahapengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Furqan/25: 70).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


58

Sabtu/24 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-5)

Tobat terdiri atas dua macam, yaitu tobat umum dan tobat khusus.
Tobat umum adalah meninggalkan kemaksiatan menuju ketaatan, dari yang tercela
menuju yang terpuji, dari neraka jahim menuju surga, dari kenyamanan tubuh menuju
penempaan diri menggunakan zikir, kesungguhan, dan usaha keras.
59

Sedangkan tobat khusus adalah meninggalkan kebaikan-kebaikan menuju makrifat,


dari makrifat menuju ketinggian derajat, dari ketinggian derajat menuju kedekatan
dengan Allah, dari kedekatan dan berbagai kelejatan nafsani menuju kelejatan rohani,
yaitu meninggalkan semua selain Allah SWT., bersama dengan-Nya dan memandang-
Nya dengan ainul Yakin.
Semua yang telah disebutkan tadi termasuk usaha fisik. Padahal, segala bentuk usaha
fisik adalah dosa, seperti dikatakan orang, “Keberadaanmu adalah dosa yang tidak
dapat dibandingkan dengan dosa lain yang mana pun juga”. Para Sufi mengatakan: “
Kebaikan al-abrar (orang ahli kebaikan) adalah keburukan al-Qurbah (orang ahli
kedekatan), dan keburukan ahlul qurbah adalah kebaikan ahlul abrar.” Itulah
sebabnya Rasulullah SAW. setiap hari selalu memohon ampunan kepada Allah
sebanyak 100 kali. Sebagai mana firman Allah SWT.: “… dan mohonlah ampunan bagi
dosamu …” (QS. Muhammad/47: 19)
Maksudnya, mohonlah ampunan atas dosa keberadaanmu. Itulah yang disebut
inabah, yaitu kembali kepada Allah SWT. dari segala sesuatu selain Allah, masuk
ketangga kedekatan di akhirat, dan melihat Wajah Allah, sebagaimana dinyatakan
Rasulullah SAW. dalam sabda beliau: “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba
yang tubuh mereka di dunia, tetapi hati mereka di bawah Arasy.”
Sesungguhnya melihat Allah di dunia tidak akan pernah terjadi, tetapi yang bisa terjadi
adalah melihat sifat-sifat Allah SWT. pada cermin hati. Demikianlah yang dikatakan
oleh Umar bin Khattab ra. “Hatiku melihat Tuhanku.” Artinya, Umar melihat dengan
cahaya Tuhannya. Karena hati adalah cermin yang merefleksikan keindahan Allah
SWT.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


60

MINGGU/25 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-6)

Kesaksian seperti ini hanya dapat terjadi dengan adanya talqin dari seorang mursyid
yang sudah sampai dan diterima, serta termasuk golongan orang-orang yang unggul
(as-sabiqun)*, yaitu mereka yang ditempatkan di bumi untuk menyempurnakan
golongan orang-orang yang berkekurangan dengan perintah ALLah SWT. dan dengan
perantaraan Nabi Muhammad SAW.

Sesungguhnya para wali diutus kepada kalangan khusus, bukan kepada kalangan
awam. Inilah perbedaan antara nabi dan wali. Seorang nabi diutus kepada semua
kalangan, baik yang awam maupun yang khusus, serta membawa syariat sendiri.
61

Sedangkan wali mursyid diutus kepada kalangan khusus dan tidak membawa syariat
sendiri. Itulah sebabnya tidak ada ruang bagi wali selain hanya mengikuti Nabi SAW.
Ketika ada seorang wali mursyid yang mengaku memiliki syariat sendiri yang terlepas
dari syariat Nabi, maka jelas wali itu telah kufur.

Sesungguhnya Rasulullah SAW. telah menyerupakan para ulama dari kalangan umat
beliau dengan nabi-nabi Bani Israil karena mereka mengikuti syariat yang disampaikan
kepada Rasul utusan Allah, yaitu Musa as. Ulama umat Islam selalu melakukan
pembaharuan (tajdid) dan penguatan (ta’kid) atas hokum-hukum syariat Islam, bukan
menciptakan syariat baru. Demikian pula para ulama dari kalangan waliyullah, mereka
diutus kepada kalangan khusus untuk melakukan pembaruan semangat dalam urusan
perintah dan larangan Allah serta mengukuhkan amalan dengan penegasan yang kuat.

Di samping melakukan penjernihan terhadap para penganut syariat Islam, yaitu


dengan membersihkan hati menuju makrifat, mereka menerima kabar tentang
berbagai hal berdasarkan ilmu Nabi SAW., seperti yang terjadi pada para Ashab
Shuffah yang sudah berbicara tentang berbagai macam rahasia perjalanan mi’raj yang
dilakukan Rasulullah SAW., sebelum beliau sendiri melakukan perjalanan itu.

*As-Sabiqun: QS. Al-Mu’minun/23: 61 dan a Fathir/35: 32.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


62

SENIN/26 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-7)

Jadi yang dimaksud dengan wali adalah orang yang memiliki kesempurnaan kewalian
Muhammad SAW. yang menjadi salah satu bagian dari kenabian, sehingga batinnya
menjadi amanat bagi dirinya. Yang dimaksud dengan “wali” sama sekali bukanlah
orang yang memiliki ilmu lahiriah. Kalau pun orang yang memiliki pengetahuan
lahiriah itu termasuk golongan para pewaris nabi, ia hanya menjadi “pewaris” dari
garis keturunan.*
Sedangkan pewaris yang sejati adalah orang-orang yang berstatus sebagai anak
kandung. Karena anak kandung termasuk kelompok ‘ashabah yang paling dekat, dan
anak kandung menjadi rahasia bagi seorang ayah, baik secara lahir maupun secara
batin. Itulah sebabnya Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari ilmu
ada yang seperti entitas tersembunyi yang tidak diketahui kecuali hanya orang-orang
yang mengenal Allah. Jika mereka bicara, maka tidak ada yang mengingkarinya kecuali
hanya orang-orang lalai**(HR. Dailami)
63

Inilah rahasia yang disematkan di dalam hati Rasulullah SAW. pada malam mi’raj, di
kedalaman hati beliau yang terdalam yang terdiri atas 30.000 lapisan. Rasulullah SAW.
tidak pernah menyebarluaskan rahasia itu kepada oeang awam mana pun selain
hanya para sahabat beliau yang terdekat dan Ashab Shuffah. Semoga Allah member
kita manfaat dengan segala berkah yang mereka miliki, dan semoga Allah
melimpahkan kepada kita sebagian dari kebajikan dan kebaikan mereka. Amin
Yarabbal ‘alamiin!

Dengan berkah rahasia inilah syariat yang suci dapat tegak sampai Hari Kiamat.

*Dzawi al-arham adalah orang-orang yang secara hokum memiliki hubungan


kekerabatan dengan seseorang. Dalam perkara waris, Dzawi al-arham adalah kerabat
yang tidak memiliki jatah waris karena mereka tidak termasuk kelompok pewaris
ashab al-furudh.

**Yang dimaksud ahl al-ghirrah adalah orang-orang yang lalai karena terpukau oleh
dunia sehingga mereka terpedaya oleh gemerlap keindahannya, bermaksiat kepada
Allah, mengikuti syahwat, meninggalkan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, serta
menjauhi aturan agama.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


64

SELASA/27 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-8)

Selain itu, ilmu batinlah yang kemudian dapat menuntun menuju rahasia Ilahi. Karena
segala macam ilmu dan pengetahuan hanya kulit rahasia tersebut. Sementara itu, di
antara para ulama lahiriah ada sebagian dari mereka yang menjadi pewaris rahasia ini.
Sementara sebagian lagi memiliki kedudukan seperti kalangan yang memiliki
hubungan yang menerima bagian kulit dari ilmu, ditugaskan untuk menyeru ke jalan
Allah SWT. dengan nasihat yang baik.
65

Adapun para mursyid dari kalangan ahlu Susnnah wal Jama’ah yang silsilah mereka
tersambung sampai Syaidina Ali bin Abi Thalib ra., mereka memiliki inti ilmu yang
terletak di gerbang ilmu, mendapat tugas untuk menyeru kepada Allah SWT. dengan
hikmah dan kebijaksanaan. Sebagai mana firman Allah SWt. : “Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik …” (QS. An-Nahl/16: 125). Penjelasan mereka tentang pokok-
pokok aqidah selalu satu, sementara dalam cabang-cabang syariat mereka berbeda.
Ketiga makna (metode dakwah) yang terkandung dalam ayat ini (QS. An-Nahl/16:
125) terhimpun dalam jati diri Rasulullah SAW., dan tidak pernah dianugerahkan
kepada siapa pun selain beliau secara sekaligus seperti itu. Dari sini dapat disimpulkan
adanya pembagian ilmu menjadi tiga.

BAGIAN PERTAMA, yaitu bagian inti, yang disebut Ilmu Hal. Ilmu jenis ini diberikan
kepada para rijal*, serta menjadi dambaan mereka sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah SAW.: “Tekad para rijal dapat mencabut gunung-gunung”. Yang
dimaksud gunung-gunung di sini adalah kekerasan hati yang dapat memusnakan
dengan do’a dan kesungguhan ibadah mereka. Sebagaimana firman-Nya: “… Dan
barang siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh ia telah dianugerahi karunia yang
banyak…” (QS. Al-Baqarah/2: 269)

*Rijal, bentuk tunggalnya adalah rajul. Secara bahasa, berarti laki-laki. Dalam tradisi
sufi, kata rajul diartikan sebagai waliyullah, yaitu orang yang tidak pernah puas dengan
apa yang dating dari Allah, tetapi hanya dengan bersama Allah.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


66

RABU/28 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-9)

BAGIAN KEDUA, yaitu bagian kulit inti. Bagian ini di berikan kepada para ulama
lahirian. Bagian inilah yang berupa “nasihat yang baik” serta kemampuan untuk
mengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.: “Orang yang berilmu menasihati dengan ilmu dan adab. Orang
bodoh menasihati dengan pukulan dan amarah”.
BAGIAN KETIGA, yaitu bagian kulit dari kulit. Bagian ini diberikan kepada para umara,
yaitu dalam bentuk keadilan lahiriah dan kemampuan memerintah. Itulah sebabnya
para umara memiliki kemampuan untuk berkuasa yang akan menjadi alat untuk
melindungi agama, sebagaimana halnya kulit berwarna hijau pada buah pala.
Sementara itu, posisi para ulama lahiriah adalah seperti kulit berwarna merah buah
pala yang keras. Sedangkan posisi para fakir dari kalangan tasawuf dan arif adalah inti
buah pala yang menjadi tujuan ditanamnya pohon pala. Bagian itulah yang disebut inti
67

(lubb). Rasulullah SAW. bersabda: “Hendaklah kalian banyak bergaul dengan para
ulama dan mendengar kata-kata hikmah. Sesungguhnya Allah SWT. menghidupkan
hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan tanah yang
mati dengan air hujan.” (HR. Haitsami)
Dan sabda Rasulullah SAW.: “Satu kalimat yang mengandung hikmah adalah sesuatu
yang hilang dari ahli hikmah. Dia akan mengambilnya di mana pun menemukannya.”
(HR. Tirmidzi)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


68

KAMIS/29 Juli 2021

BAB 5 KITAB SIRR AL-ASRAR

“TAUBAT DAN TALQIN”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“TAUBAT DAN TALQIN” (KE-10)

Kata-kata yang terlontar dari mulut orang awam turun dari Lauh Mahfuzh, yang
menjadi derajat di alam Jabarut. Kata-kata yang terlontar dari mulut para rijal yang
sudah sampai kepada Allah turun dari Lauh Akbar (Loh Terbesar) dengan lisan Qudus
tanpa perantara. Demikianlah segala sesuatu kembali kepada asalnya. Itulah
sebabnya, tuntunan ahli talqin menjadi keharusan bagi hidupnya hati, sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah SAW. : “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim laki-laki dan muslim perempuan.” (HR. Ibnu Majah)
Yang dimaksud “ilmu” dalam hadits ini adalah ilmu makrifat dan kedekatan dengan
Allah. Sedangkan semua Ilmu lahiriah lainnya tidaklah diperlukan, kecuali hanya ilmu-
ilmu tertentu yang menjadi alat untuk melaksanakan kewajiban. Demikianlah yang
dinyatakan oleh Imam al-Ghazali: “
Hidupnya hati adalah ilmu, maka tabunglah
Matinya hati adalah kebodohan, maka hindarilah
Sumber takwa terbaik untukmu, maka tambahlah
Cukup bagimu dengan nasihatku, maka ambilah pelajaran.

Allah SWT. berfirman: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah


taqwa…” (QS. Al-Baqarah/2: 197)

Salah satu bentuk keridhaan Allah SWT. adalah ketika Dia memperkenalkan hamba-
Nya menuju kedekatan dengan-Nya tanpa menoleh sedikit pun kepada derajat-derajat
ketinggian. Demikianlah yang difirmankan Allah SWT.: “Sesungguhnya mereka yang
beriman dan beramal soleh, tentu Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-
orang yang mengerjakan amalannya dengan baik.” (QS. Al-Kahfi/18: 30)

Dan firman-Nya: “Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas
seruanku, kecuali al-mawaddah fi al-qurba (kasih saying dalam kekeluargaan)…” (QS.
Asy-Syura/42: 23)

Menurut sebagian pendapat, yang dimaksud dengan al-qurba dalam ayat ini adalah
kedekatan dengan Allah SWT.
69

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

BAB 5 …. selesai

JUM’AT/30 Juli 2021

BAB 6 KITAB SIRR AL-ASRAR

“ILMU TASAWUF”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ILMU TASAWUF” (KE-1)


70

Para ahli tasawuf disebut sufi kecuali karena kejernihan (tashfiyah) batin mereka
dengan cahaya makrifat dan tauhid. Mereka menisbahkan diri kepada para Ashab ash-
Shuffah. Mereka mengenakan pakaian wol (shuf). Seseorang pemula mengenakan wol
domba. Seseorang pertengahan mengenakan wol kambing. Seorang tingkat tinggi (al-
muntahi) mengenakan wol mar’az, yaitu kain wol persegi empat. Keadaan batin
mereka sesuai dengan keadaan lahiriah mereka. Demikian pula urusan makanan yang
mereka konsumsi.
Penulis tafsir al-Majma’ menyatakan, “Bagi ahli zuhud, pakaian, makanan dan
minuman yang layak mereka gunakan adalah yang paling kasar. Sedangkan bagi ahli
makrifat, yang paling layak bagi mereka adalah yang paling halus. Sebab
sesungguhnya menempatkan orang sesuai dengan posisinya mereka termasuk
sunnah. Tujuannya adalah agar tidak ada seorang pun yang melanggar batas dirinya.”
Kaum sufi disebut seperti itu karena mereka berada di saf pertama di al-Hadhrah al-
Ahadiyyah, fase tertinggi dalam maqam ruh.
Kata tasawuf terdiri atas empat huruf, yaitu ta, shad, waw, dan fa’.
HURUF TA’, berarti tobat. Tobat ada dua macam, yaitu tobat lahiriah dan tobat
batiniah. Tobat lahir adalah si hamba kembali dengan segenap anggota tubuh
lahiriahnya dari segala dosa dan hal tercela menuju ketaatan, dari hal-hal
menyimpang kepada kepatuhan, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Tobat batin adalah si hamba kembali dengan segenap anggota batinnya dari segala
penyimpangan batiniah menuju kepatuhan dengan penyucian hati. Ketika segala yang
tercela sudah berubah menjadi segala yang terpuji, maka maqam huruf ta’ ini telah
tercapai. Mereka disebut sebagai orang yang bertobat (ta’ib).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


71

SABTU/31 Juli 2021

BAB 6 KITAB SIRR AL-ASRAR

“ILMU TASAWUF”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ILMU TASAWUF” (KE-2)

HURUF SHAD, Huruf shod berarti shafa’ atau kejernihan. Kejernihan juga ada dua
macam, yaitu kesucian hati dan kesucian sirri.
Kesucian hati adalah sihamba menyucikan hatinya dari segala bentuk kotoran yang
bersifat manusiawi. Misalnya, segala bentuk ketergantungan yang muncul di dalam
hati karena banyak mengonsumsi makanan dan minuman halal, banyak bicara, banyak
tidur, dan terlalu banyak memperhatikan dunia seperti kesukaan terhadap
pertambahan sumber penghidupan, kesukaan bersetubuh, mencintai anak istri secara
berlebihan, dan berbagai hal-hal nafsani yang terlarang.
Penyucian hati dari segala bentuk kotoran itu tidak dapat terwujud tanpa
melanggengkan zikrullah melalui talqin dengan suara keras pada permulaan, sampai si
hamba berhasil mencapai maqam hakikat. Sebagaimana firman Allah SWT.:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang bila disebut nama
Allah bergetar hati mereka, …” (QS. Al-Anfal/8: 2)
72

Yang dimaksud “bergetar” di sini adalah hati mereka merasa merinding. Perasaan itu
tidak akan terwujud kecuali hanya setelah hati tersadar dari tidur kealpaan dan
setelah hati dibuat mengilap (jernih), sehingga pada permukaannya dapat
menorehkan berbagai bentuk lukisan gaib, baik lukisan yang baik maupun yang buruk
seperti yang disebutkan dalam sebuah ungkapan, “Otang alim mengukir, orang arif
mengilapkan.”
Sedangkan KESUCIAN SIRRI adalah si hamba menghindari perhatian kepada semua
selain Allah SWT. dan kecintaan kepadanya dengan melanggengkan pelafalan nama-
nama tauhid dengan lisan sir. Ketika penyucian ini terwujud, maka maqam huruf shad
ini dapat dikatakan sempurna.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


73

MINGGU/01 Agustus 2021

BAB 6 KITAB SIRR AL-ASRAR

“ILMU TASAWUF”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ILMU TASAWUF” (KE-3)

HURUF WAU. Huruf waw berarti wilayah atau kewalian yang muncul setelah dilakukan
penyucian. Sebagaimana firman-Nya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu
mereka tidak merasa takut dan mereka juga tidak bersedih hati.” (QS. Yunus/10: 62)
Buah dari kewalian adalah si hamba menjadi berakhlak dengan akhlak Allah SWT.,
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. dalam hadits beliau: “Berakhlaklah kalian
dengan akhlak Allah.” Artinya, memiliki sifat-sifat Allah SWT. agar kalian dapat
mengenakan pakaian sifat-sifat Allah setelah kalian menanggalkan sifat-sifat
manusiawi, sebagaimana yang Allah firmankan dalam sebuah hadits Qudsi:
“Jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku jadi pendengaran, penglihatan, tangan,
dan lisan. Maka dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia melihat, dengan-Ku dia
menghamparkan, dengan-Ku dia berbicara, dengan-Ku dia berjalan.” (HR. Bukhari)
Artinya, mereka bersih dari semua selain Allah SWT. Dengan begitu, maqam huruf
waw telah tercapai. Firman Allah SWT.: “Dan katakanlah, “yang benar telah dating dan
yang batil telah sirna.” Sesungguhnya yang bati itu adalah sesuatu yang pasti sirna.
(QS. Al-Isra’/17: 81).
HURUF FA’. Huruf fa berarti fana dalam Allah. Yaitu sirna dari segala sesuatu selain
Allah SWT. Ketika semua sifat manusiawi telah hilang, yang tetap ada hanyalah sifat-
sifat Ahadiyyah yang tidak pernah fana, musnah, atau sirna. Si hamba yang mengalami
fana akan mengalami baqa’ bersama Allah, Tuhan yang Mahakekal, di dalam ridha-
Nya. Selain itu, hati hamba yang mengalami fana juga akan mengalami baqa’ bersama
sir yang baqa dan pandangan-Nya. Sebagaimana firma-Nya: “…Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Wajah Allah….” (QS. Al-Qashash/28: 88).
Takwil terkuat dari “Wajah-Nya” ayat ini adalah “ridha-Nya”. Maksudnya, berbagai
macam amal saleh yang dihadapkan si hamba kepada Allah demi “wajah” dan
kedidhaan-Nya, sehingga si hamba yang diridhai itu akan mengalami baqa’ bersama
yang Mahakekal.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


74

SENIN/02 Agustus 2021

BAB 6 KITAB SIRR AL-ASRAR

“ILMU TASAWUF”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ILMU TASAWUF” (KE-4)

Buah dari amal saleh adalah hidupnya hakikat manusia, yaitu bayi maknawi. Firman
Allah SWT.: “… Kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya. …” (QS. Fathir/35: 10)
Amal perbuatan apa pun yang dilakukan untuk segala selain Allah SWT. dan
mengandung kesyirikan pasti akan membinasakan pelakunya. Ketika fana telah
tercapai, maka baqa’ akan terwujud di alam Kedekatan. Inilah maqam para nabi dan
wali di Alam Lahut. Sebagai mana firman-Nya: “Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan
yang berkuasa.” (QS. Al-Qamar/54: 55)
“… dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. Al-t-Taubah/9: 119)
Padahal, segala yang bersifat baru jika diletakan pada sesuatu yang bersifat kekal,
maka tidak aka nada lagi wujud dirinya, seperti yang dikatakan dalam sebuah syair:
Sifat-sifat Zat dan af’al seluruhnya # adalah qadim, terlindung dari kesirnaan
75

Ketika fana telah sempurna, maka sang sufi akan mengalami baqa’ bersama Alah
selamanya. Sebagai mana firman-Nya: “… mereka itu penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya.” (QS. Al-Baqarah/2: 82).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Bab 6 selesai.

SELASA/03 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

BAB 7 “ZIKIR”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ZIKIR” (KE-1)
76

Alah telah memberikan hidayah kepada orang-orang yang berzikir mengingat-Nya.


Sebagaimana firman-Nya: “… Dan berzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana
Allah telah memberI petunjuk kepadamu, ….” (QS. Al-Baqarah/2: 198). menuju
tingkatan-tingkatan zikir. Sabda Rasulullah SAW. “Ucapan yang paling utama yang
kuucapkan dan diucapkan oleh para nabi sebelumku adalah la ilaha illallah, tiada
Tuhan selain Allah.” (HR. Tirmidzi).
Setiap maqam memiliki martabat khusus dalam zikir, baik dengan suara keras maupun
pelan. Pada tahap awal Allah menunjuki mereka menuju zikir lisan, kemudian menuju
zikir jiwa, kemudian menuju zikir hati, kemudian menuju zikir ruh, kemudian menuju
zikir sir, dan menuju zikir khafi, dan kemudian menuju zikir akhfa’ khafi.

Adapun zikir lisan; seakan-akan dengan zikir ini si hamba mengingatkan hatinya pada
zikrullah yang ia lupakan.

Zikir Jiwa; adalah zikir yang tidak terdengar dengan huruf dan suara, tetapi terdengar
dengan rasa dan gerak dalam batin.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

RABU/04 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

BAB 7 “ZIKIR”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!


77

“ZIKIR” (KE-2)

ZIKIR HATI; adalah perhatian hati terhap segala sifat mulia dan indah yang ada di
dalam dhamir-nya. Adapun buah dari zikir ini adalah penyaksian terhadap cahaya-
cahaya tajali sifat-sifat Allah.
ZIKIR SIRRI; adalah perhatian terhadap ketersingkapan rahasia-rahasia Ilahi.
ZIKIR KHAFI; adalah perhatian terhadap cahaya-cahaya keindahan Zat Ahadiyah di
tempat yang disenangi di sisi Allah.
Firman Allah SWT. “di Tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa.” (QS. Al-
Qamar/54: 55)
ZIKIR AKHFA’ KHAFI; adalah melihat hakikat kebenaran sejati, padahal tidak ada yang
dapat melihatnya selain Allah SWT. Itulah alam tertinggi dan tujuan yang paling akhir.
Firman Allah SWT. “ Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia
mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (QS. Thaha/20: 7).

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


78

KAMIS/05 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

“ZIKIR”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

BAB 7 “ZIKIR” (KE-3)

Perlu anda ketahui, bahwa ada satu jenis ruh yang lebih lembut dibandingkan dengan
semua jenis ruh lainnya. Ruh tersebut bernama bayi maknawi. Itulah LATIFAH yang
menyeru kepada Allah SWT. dengan semua tingkatan ini. Para Sufi menyatakan: “Ruh
yang satu ini tidak dimiliki oleh setiap orang, tetapi hanya dimiliki kalangan khusus.”

Firman Allah SWT. “... Yang melelatak ruh itu dengan perintah-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya….” (QS. Al-Mu’min/40: 15)

Ruh bayi maknawi ini adalah penghuni Alam Qudrah dan menyaksikan Alam Hakikat
yang tidak akan pernah menoleh sedikit pun kepada selain Allah SWT.
79

Sabda Rasulullah SAW. “Dunia haram bagi ahli akhirat, akhirat haram bagi ahli dunia.
Tapi keduanya (dunia dan akhirat) haram bagi Ahlillah.” (HR. Dailami)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

JUM’AT/06 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

BAB 7 “ZIKIR”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“ZIKIR” (KE-4)

Jalan untuk sampai kepada Allah SWT. adalah dengan memperjalankan tubuh di atas
jalan yang benar dengan mematuhi semua hokum syariat, baik siang maupun malam.
Jadi, melanggengkan zikrullah adalah kewajiban mutlak bagi para pencari Tuhan.
Firman Allah SWT. “Orang-orang yang berzikir mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi …” (QS. Ali Imran/3: 191)
Yang dimaksud “berdiri” dalam ayat ini adalah siang. Yang dimaksud “duduk” adalah
malam. Yang dimaksud “berbaring” adalah di saat sulit, mudah, sehat, sakit, kaya,
miskin, mulia, abadi, dan lain sebagainya.
80

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Bab 7 selesai.

SABTU/07 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

BAB 8 “SYARAT ZIKIR”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!


81

“SYARAT ZIKIR” (KE-1)

SYARAT-SYARAT ZIKIR; Adalah penzikir harus dalam keadaan wudhu yang sempurna,
melafalkan zikir dengan hentakan yang kuat, dan suara lantang. Tujuannya, agar
cahaya zikir dapat membangunkan cahaya di dalam batin para penzikir dan hati
mereka menjadi hidup dengan cahaya tersebut, yaitu kehidupan ukhrawi yang abadi.

Firman Allah SWT. “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di
dunia…” (QS. Ad-Dukhan/44: 56)

Sabda Rasulullah SAW. “Para nabi dan wali menjalankan shalat di alam kuburan
mereka seperti mereka melakukan shalat di rumah mereka.” (HR. Abu Ya’la)

Yang dimaksud dengan “shalat” di sini adalah mereka selalu bermunajat kepada
Tuhan selama-lamanya, bukan shalat lahiriah yang dilakukan dengan berdiri, rukuk,
sujud, dan duduk, melainkan hanya dalam bentuk munajat yang dilakukan oleh si
hamba.

Hadiah dari apa yang mereka lakukan itu adalah makrifat dari hadirat Allah sehingga
seorang arif menjadi orang yang berihram kepada Allah SWT. dengan bertambahnya
munajat yang dilakukannya di dalam kubur. Inilah yang dinyatakan Rasulullah SAW.
dalam sabda beliau: “Orang yang shalat pada hakikatnya bermunajat kepada
Tuhannya.” (HR. Imam Malik)

Sebagaimana halnya hati yang hidup tidak pernah tidur, maka seperti itulah pula
keadaannya yang tidak pernah mati. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW.
Bersabda: “Kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak tidur. (HR. Bukhari)

Dan sabda beliau SAW.: “Barang siapa yang mati di saat sedang menuntut ilmu, maka
Allah akan mengutus dua malaikat ke kuburnya untuk mengajarinya ilmu makrifat,
dan dia akan bangkit dari kuburnya sebagai seorang alim dan arif.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


82

MINGGU/08 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

BAB 8 “SYARAT ZIKIR”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“SYARAT ZIKIR” (KE-2)


83

Yang dimaksud “dua malaikat” dalam hadits ini adalah rohani Nabi dan rohani wali.
Karena malaikat tidak dapat memasuki alam makrifat, apalagi mengajarkannya kepada
manusia.

Sabda Nabi SAW. “Betapa banyak orang yang mati dalam keadaan bodoh, tapi
kemudian ia bangkit di Hari Kiamat sebagai seorang alim dan arif. Dan betapa banyak
orang yang mati dalam keadaan alim, tapi kemudian bangkit di Hari Kiamat dalam
keadaan bodoh dan bangkrut.”

Firman Allah SWT.” … Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan
duniawimu dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu
dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri …”
(QS. Al-Ahqaf/46: 20)

Sabda Rasulullah SAW. “ Sesungguhnya semua amal berkait dengan niatnya.” (HR.
Bukhari)

Dan sabda Rasulullah SAW. “Niat seorang mukmin lebih baik daripada amal
perbuatannya, dan niat seorang fasik lebih buruk daripada amal perbuatannya.” (HR.
Baihaqi).

Kenapa demikian? Karena niat adalah bangunan bagi segala amal perbuatan,
sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah ungkapan, “Bangunan yang baik di atas
kebaikan berarti baik, dan bangunan yang rusak di atas kerusakan berarti rusak.”

Firman Allah SWT. “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami
tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya
suatu bagian pun di akhirat.” (QS. Asy-Syura/42: 20).

Jadi yang wajib dilakukan seorang hamba Allah adalah mencari kehidupan hati yang
bersifat ikhrawi dari ahli talqin (mursyid/khalifah tariqah) di dunia sebelum
kesempatan untuk itu habis.

Sabda Rasulullah SAW. “Barang siapa yang mencari dunia dengan amal perbuatan
akhirat, maka tidak ada bagian apa-apa baginya di akhirat.” (dikemukanan oleh-al-
Ajaluni dalam al-Kasyf).

Jadi, dunia adalah lading bagi akhirat. Jika si hamba tidak pernah menanami apa-apa
di dunia ini, maka ia tidak akan menuai apa-apa di akhirat nanti. Yang dimaksud
dengan “lading” di sini adalah bumi maknawi, bukan bumi secara fisik.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!
84

Bab 8 selesai.

Assalaamu’alaikum wr wb
Hapunten anu kasuhun kasadayana anggota di grup WA Alumni IPNU-IPPNU. Bilih
ngaraos kanggu ku postingan pribados.
Dumasar kana rasa ta’jub sareng ngagungken kana elmu Allah nudilungsurken ka para
Wali, jorojoy dina hate hoyong berbagi.
Ayena tos dugi kana 40 dinten, mudah-mudahan barokahna sing karaos kusadayana.
“Barang siapa yang ikhlas kepada Allah dalam 40 hari, niscaya akan muncul mata air -
mata air hikmah dalam hati dan lisannya.” (HR. Abu Nu’aim)
Amiin Yaa Rabbal’alamin.
85

SENIN/09 Agustus 2021

KITAB SIRR AL-ASRAR

BAB 9 “MELIHAT ALLAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MELIHAT ALLAH” (KE-1)

Melihat Allah SWT. ada dua macam, yaitu melihat keindahan Alllah di akhirat tanpa
perantaraan cermin hati dan melihat sifat-sifat Allah di dunia dengan perantaraan
cermin hati melalui fuad terhadap pantulan cahaya keindahan Allah.

Firman Allah SWT. “Fuad (inti hati) tidak medustakan apa yang telah dilihatnya.” (QS.
An-Najm/53: 11).

Sabda Nabi SAW. “Mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain.” (HR. Abu Dawud)
86

Yang dimaksud “mukmin” yang pertama dalam hadits ini adalah hati hamba yang
beriman kepada Allah, sementara yang dimaksud “Mukmin” yang ke dua adalah Allah
SWT.

Firman Allah SWT. “ … Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan keamanan, Maha


Memelihara, …” (QS. Al-Hasyr/59: 23).

Siapa pun yang melihat sifat-sifat Allah SWT. di dunia, pasti akan melihat Zat Allah di
akhirat tanpa perlu dipertanyakan. Semua pengakuan yang muncul dari para wali
menyatakan bahwa mereka melihat Allah SWT., seperti ucapan Syaidina Abu Bakar bin
Khaththab ra. “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku.” Dan Ucapan
Syaidina Ali bin Abi Thalib ra., “Aku tudak menyembah Tuhan yang tidak aku lihat.”.
Semua itu adalah bentuk penyaksian terhadap sifat-sifat Allah.

Hal ini serupa dengan seseorang yang melihat semburan sinar matahari dari misykat
atau benda lainnya, berarti benar bila mereka berkata sebagai bentuk perluasan, “Aku
telah melihat matahari.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


87

SELASA/10 Agustus 2021

BAB 9 “MELIHAT ALLAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MELIHAT ALLAH” (KE-2)

Allah SWT. telah membuat perumpamaan atas cahaya-Nya dengan menyebutkan


sifat-sifat-Nya.

Firman Allah SWT. “…Perumpamaan cahaya Allah seperti sebuah lubang yang tak
tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. …” (QS. An-Nur/24: 35)

Para sufi menyatakan bahwa “ceruk” atau lubang yang tak tembus yang dimaksud
dalam ayat ini adalah hati orang mukmin. Sementara pelita yang dimaksud di sini
adalah rahasia hati terdalam, yaitu Ruh Sulthani. Adapun yang dimaksud kaca adalah
Fuad, yang disebutkan memiliki karakter cemerlang disebabkan cahaya nuraniahnya
yang sangat cemerlang. Kemudian Allah menjelaskan bahan bakar “pelita” ini adalah
pohon yang berkah.

Yang dimaksud pohon yang berkah dalam ayat ini adalah pohon talqin. Tauhid yang
khusus tanpa perantara apa pun sebagaimana berkaitannya al-Qur’an dengan Nabi
88

Muhammad SAW. yang sejatinya turun langsung dari Allah SWT. Tapi kemudian
Malaikat Jibril as. Turun sebagai perantara demi kemaslahatan kaum awam serta
untuk menyangkal orang-orang kafir dan munafik.

Firman Allah WST. “ Dan sesungguhnya engkau benar-benar diberi al-Qur’an dari sisi
Allah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Naml/27: 6)

Itulah sebabnya, Rasulullah SAW. dapat lebih cepat melampaui wahyu yang
disampaikan Malaikat Jibril as. Sampai-sampai turunlah sebuah ayat kepada beliau
yang berbunyi: “… dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur’an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu,…” (QS. Thaha/20: 114)

Disebabkan hal ini pulalah Malaikat Jibril as. Tertinggal dalam perjalanan malam mi’raj
dan juga tidak mampu untuk menembus Sidratul Muntaha.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..

RABU/11 Agustus 2021


89

BAB 9 “MELIHAT ALLAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MELIHAT ALLAH” (KE-3)

Allah SWT. telah membuat perumpamaan atas cahaya-Nya dengan menyebutkan


sifat-sifat-Nya.

Kemudian Allah menjelaskan pohon yang berkah itu tidak di timur dan tidak di barat.
Maksudnya adalah pohon tersebut tidak terpapar oleh sifat baru, tiada, terbit, atau
tenggelam. Tetapi ia bersifat azali yang tidak pernah sirna, sebagaimana halnya Allah
juga memiliki sifat wajib ada. Dia bersifat yang awal dan yang akhir, serta tidak akan
pernah sirna selamanya. Kondisi ini juga berlaku pada sifat-sifat Allah karena sifat-sifat
Allah adalah pancaran cahaya dan tajaliyat-Nya.

Sifat-sifat itu menjadi nisbah yang berdiri sendiri sehingga tidak mustahil jika hijab diri
akan tersingkap dari wajah hati. Dengan begitu, hati akan hidup berkat paparan
cahaya-cahaya tersebut sehingga ruh dapat menyaksikan dari ceruk misykat itu
berbagai sifat Allah. Itulah tujuan penciptaan alam semesta, yaitu agar khazanah
tersembunyi itu dapat tersingkap.

Adapun melihat Zat Allah SWT. hanya terjadi di akhirat, tanpa perantaraan cermin
dengan pandangan sirri, yaitu dengan bayi maknawi.

Firman Allah SWT. “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri,
kepada Tuhannya mereka melihat.” (QS. Al-Qioyamah/75: 22-23)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


90

KAMIS/12 Agustus 2021

BAB 9 “MELIHAT ALLAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MELIHAT ALLAH” (KE-4)

Tampaknya , maksud dari sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi: “Aku melihat
Tuhanku dalam rupa seorang pemuda tampan”. Adalah bayi maknawi. Allah bertajali
dengan rupa seperti itu pada cermin ruh tanpa perantaraan antara Allah dan makhluk.
Karena kalau tidak seperti itu, maka yang pasti adalah Allah Maha suci dari segala jenis
rupa, materi, dan sifat-sifat jisim.

Oleh karena itu, rupa penampakan tersebut adalah cermin yang terlihat, bukan cermin
yang melihat. Pahamilah, karena inilah inti sirri. Semua ini terjadi di alam sifat. Karena
di alam dzat segala sesuatu perantara akan terbakar dan musnah. Tidak ada yang
mampu melakukannya selain Allah SAW. sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW.
“Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku”

Maksudnya, beliau mengenal Allah dengan Cahaya Allah sendiri.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung…..


91

JUM’AT/13 Agustus 2021

BAB 9 “MELIHAT ALLAH”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfaatihah!

“MELIHAT ALLAH” (KE-5)

Hakikat manusia mendatangi cahaya itu seperti difirmankan Allah SWT. dalam sebuah
hadits Qudsi:

“Manusia adalah rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasianya.”

Sabda Nabi SAW. “Aku dari Allah, dan kaum mukminin dariku”

Dalam hadits Qudsi Allah berfirman: “Aku menciptakan Muhammad pertama kali dari
Wajah-Ku.”

Yang dimaksud wajah di sini adalah Wajah Dzat yang qudus dan bertajali pada sifat-
sifat pengasih sebagaimana Allah SWT. firmankan dalam sebuah hadits Qudsi:
“Rahmat kasih sayang-Ku mendahului murka-Ku. (HR. Bukhari)

Dan Firman-Nya: “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’/21: 107)

Dan Firman-Nya: “… Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan
kitab yang menerangkan.” (QS. Al-Maidah/5: 15).
92

Allah berfirman dalam Hadits Qudsi lainnya: “Kalau bukan karena engkau
(Muhammad), kalau bukan karena engkau (Muhammad), Aku tidak akan menciptakan
alam semesta.”

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!
BAB 9 SELESAI …..

SABTU/14 Agustus 2021

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah.

KITAB SIRR AL-ASRAR

“TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA” (ke-1)

Firman Allah WST. “Dan barang siapa yang di dunia ini buta, maka di akhirat pun akan
buta dan jalannya lebih sesat. (QS. Al-Isra’(17): 72)

Yang dimaksud “buta” di sini adalah buta mata hari. Sebagaimana firman Allah :
93

“… karena sesungguhnya bukanlah mata lahiriyah yang buta, tetapi yang buta adalah
hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj (22): 46)

Penyebab butanya mata hati seseorang hamba adalah kegelapan hijab, kelalaian, dan
kealpaan, karena jauhnya diri dari penepatan janji dengan Tuhannya (perjanjian
sewaktu di alam arwah).

Penyebab terjadinya kelalian adalah ketidaktahuan akan hakikat perintah Ilahi.

Penyebab terjadinya kebodohan adalah kungkungan sifat-sifat kegelapan atas diri si


hamba, seperti sombong, dengki, iri, kikir, ujub, menggunjing, adu domba, dusta, dan
berbagai macam sifat tercela lainnya. Sifat-sifat tercela inilah yang menjadi penyebab
terperosoknya hamba ke tingkat yang paling bawah (hina)

Insya Allah bersambung……

MINGGU/15 Agustus 2021

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah!

KITAB SIRR AL-ASRAR

“TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA” (ke-2)

Cara menghilangkan sifat-sifat tercela ini adalah dengan mengilapkan (membersihkan)


cermin hati yaitu dengan kilap tauhid, ilmu, amal, dan mujahadah, baik lahir maupun
batin. Dengan begitu, akan tercapai hati yang hidup dengan cahaya asma dan sifat-
sifat Allah, sehingga ia dapat mengingat Negeri Asalnya (yaitu alam awal penciptaan
makhluk. Pen.), merindukannya, kembali kepadanya, dan sampai di sana berkat
pertolongan Allah yang Maha Pengasih.
94

Setelah semua tirai kegelapan itu tersibak, maka yang ada adalah tirai-tirai cahaya,
sehingga si hamba akan mampu melihat dengan mata ruh, sebagaimana ia akan
disinari oleh cahaya nama-nama dan sifat-sifat Allah. Saat itu tirai-tirai cahaya akan
tersingkap sedikit demi sedikit, dan si hamba akan disinari oleh cahaya Zat Allah.

Semoga dengan ibadah (Wajib/sunat) kita mendapatpertolongan dari-Nya untuk


menjauhkan diri (Mujahadatun nafsi) dari sifat-sifat tercela. Amiin Yarabbal ‘Alamiim!

Insya Allah Bersambung……

SENIN/16 Agustus 2021

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah!

KITAB SIRR AL-ASRAR

“TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA” (ke-3)

Perlu anda ketahui bahwa hati memiliki dua mata, yaitu mata kecil dan mata besar.

Mata kecil melihat semua tajalli sifat-sifat Allah dengan cahaya asma dan sifat-sifat-
Nya sampai ke ujung Alam Darajat (yaitu Alam Jabarut di sana terdapat surga Firdaus,
Alam Malakut di sana terdapat surga Na’im, dan Alam Mulk di sana terdapat surga
Ma’wa).

Sedangkan mata besar melihat Tajalli cahaya Zat Allah di Alam Lahut, yaitu berupa
kedekatan dengan cahaya tauhid ke-Esa-an. Semua martabat ini baru dapat dicapai
oleh manusia setelah kematian. Atau dapat pula dicapai sebelum kematian dengan
95

pencapaian fana dari sifat-sifat basyariyah (kemanusiaan) dan Sifat-sifat Nafsiyah


(seperti nafsu amarah dan lawwamah)

Semoga dengan pertolongan Allah kita dapat mengendalikan sifat-sifat basyariyah dan
nafsiyah yang terdapat pada diri kita…..

Amiin Yarabbal ‘Alamiin!

SELASA/17 Agustus 2021

BAB 10 TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“TIRAI KEGELAPAN DAN TIRAI CAHAYA” (ke-4)

Pengertian sampai (wushul) kepada Allah sama sekali bukan seperti sampainya jisim
pada bentuk wadah tubuh manusia, atau seperti sampainya pengetahuan pada
sesuatu yang diketahui, atau seperti akal pikiran pada sesuatu yang dipikirkan, dan
tidak pula seperti dugaan pada sesuatu yang diduga.

Pengertian pencapaian adalah sesuai dengan kadar keterputusan dari semua yang
selain Allah; tanpa ukuran dekat, jauh, arah, berhadapan, ketersambungan, dan juga
tanpa keterpisahan. Maha Suci Allah dalam tampak dan tidak tampak-Nya, dalam
96

tajalli dan ketertutupan-Nya, yang dalam ma’rifat-Nya terkandung hikmah yang


agung.

Siapapun yang mampu menggapai makna itu di duniia, lalu melakukan muhasabah
terhadap dirinya sebelum amalnya dihisab, maka ia termasuk orang-orang yang
beruntung.

Jika tidak, maka masa depannya adalah rangkaian hukuman berupa siksa di alam
kubur, mahsyar, hisab, mizan, titian shirath, dan berbagai penderitaan di akhirat
lainnya.

Semoga pertolongan Allah selalu bersama kita agar kita mampu selalu muhasabatun
nafsi sehingga kita dapat selau beristigfar dari kesalahan dan bersyukur atas segala
nikmat-Nya.

Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin!


97

RABU/18 Agustus 2021

JUM’AT/20 Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-1)

Perlu engkau ketahui bahwa manusia tidak pernah terhindar dari bahagia dan
sengsara, sebagaimana keduanya juga dapat ada secara sekaligus dalam diri
seseorang. Ketika kebaikan dan keikhlasan si hamba lebih banyak, maka
kesengsaraannya akan berubah arah menuju kebahagiaan.

Maksudnya, sifat-sifat nafsani si hamba akan berubah menjadi sifat-sifat rohani.


Namun jika ia memperturutkan hawa nafsunya, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
98

Jika kedua sisi ini ternyata seimbang, maka yang dilihat adalah sikap harap (raja’) si
hamba dan kebaikannya.

Firman Allah SWT. “Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya. …” (QS. Al-An’am/6: 160)

Dengan cara perhitungan seperti inilah Allah SWT menambah timbangan amal ketika
keseimbangan antara kedua sisi ini terjadi. Namun ketika perubahan dari nafsani
menuju rohani terjadi secara keseluruhan, maka mizan amal tidak diperlukan. Hamba
seperti ini akan datang di Hari Kiamat lalu langsung masuk surga tanpa hisab. Begitu
pula ketika yang terjadi sebaliknya, maka ia akan langsung masuk neraka tanpa
dihitung amalnya. Barang siapa yang lebih banyak amal baiknya, maka ia akan masuk
surga tanpa siksa apa pun.

Firman Allah SWT. “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya,
maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.” (QS. Al-Qari’ah/101: 6-7).

Sedangkan orang yang lebih banyak perbuatan buruknya, maka ia akan diazab sesuai
dengan kadar kejahatannya. Setelah itu, ia akan keluar dari neraka dan masuk ke
dalam surga, asalkan ia memiliki iman.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..


99

KAMIS/19 Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-2)

Yang dimaksud dengan kebahagiaan dan kesengsaraan adalah pengertian yang selaras
dengan kebaikan dan keburukan yang satu sama yang lain saling silih berganti,
sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah SAW. dalam sabda beliau: “Orang bahagia
terkadang sengsara. Orang sengsara terkadang bahagia.”
Ketika kebaikan yang lebih unggul, maka si hamba menjadi orang yang bahagia.
Namun ketika keburukan yang lebih unggul, maka ia menjadi orang yang sengsara.
Barang siapa yang bertaubat, beriman, dan melakukan amal saleh, niscaya Allah akan
menggantikan kesengsaraannya dengan kebahagiaan. Adapun berkenaan dengan
takdir Allah yang telah ditetapkan di zaman azali, baik berupa kebahagiaan maupun
kesengsaraan, itu bersifat menyeluruh atau satu paket.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: “Orang bahagia telah menjadi orang bahagia
sejak ia di perut ibunya, dan orang sengsara telah menjadi sengsara sejak ia di perut
ibunya.” (HR. Muslim)
Para ulama menakwilkan bahwa yang dimaksud “ibu” (Umm) dalam hadits di atas
adalah himpunan berbagai anasir yang lahir darinya segala daya kemanusiaan. Tidak
ada seorang pun yang boleh menyelisik ihwal ketetapan itu, karena itu termasuk
rahasia takdir, dan tidak ada seorang pun yang boleh berhujjah dengan rahasia takdir.

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..


100

JUM’AT/20 Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-3)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..

SABTU/21Agustus 2021
101

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-4)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..

MINGGU/22Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-5)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..


102

SENIN/23Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-6)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..


103

SELASA/24Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-7)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

Insya Allah bersambung …..


104

RABU/25Agustus 2021

BAB 11 “BAHAGIA DAN SENGSARA”

Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Zailani Qaddasallaahu Sirrahu. Alfatihah

KITAB SIRR AL-ASRAR

“BAHAGIA DAN SENGSARA” (KE-7)

Semoga kita semua mendapat limpahan barakah dari ilmu Kanjeng Sulthan Aulia
Qaddatsallaahu sirrahu. Alfatihah!

BAB 11 Selesai

Anda mungkin juga menyukai