Anda di halaman 1dari 26

7

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Konsep Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar
siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang direncanakan (Wina Sanjaya, 2006: 239). Pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. (Agus
Suprijono, 2014: 54-55)
Pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Menyelesaian tugasnya, setiap anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Pembelajaran ini belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
b. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut
1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “Tenggelam atau
berenang bersama”
2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam
kelompoknya, selain tanggung jawab diri sendiri dalam materi yang
dihadapi

7
8

3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang


sama.
4) Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab diantara anggota
kelompok.
5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau pengargaan yang ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6) Para siswa berbagi kepemimpinan dan mereka memperoleh
ketrampilan bekerja sama selama belajar.
7) Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
(Hamdani, 2011: 27)
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dan bekerja
bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu
sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri atas empat atau
enam orang siswa, dengan kemampuan heterogen (Abdul Majid, 2013:
174). Maksud kelompok heterogen adalah terdiri atas campuran
kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk
melatih siswa untuk menerima perbedaan cara bekerja dengan teman
yang berbeda latar belakangnya.
Para pembelajaran kooperatif diajarkan ketrampilan-ketrampilan
khusus agar siswa dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya,
menjadi pendengar yang baik, dan diberi lembar kegiatan berisi
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja
kelompok tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
c. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Beberapa ciri pembelajaran kooperatif adalah:
1) Setiap anggota memiliki peran
2) Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa
3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan
juga teman-teman kelompoknya.
9

4) Guru membantu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan


interpersonal kelompok
5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
(Hamdani, 2011: 28)

d. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif


Tiga konsep karakteristrik pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berkut:
1) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Pengargaan ini diperoleh jika
kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan.
Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu
sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar
personal yang saling mendukung, membantu, dan peduli.
2) Pertanggung jawaban individu
Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitik
beratkan aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam
belajar. Adanya pertanggung jawaban secara individu juga
menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-
tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang
mencangkup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi
yang diperoleh siswa dari yang terdulu. Dengan menggunakan
metode skorsing ini siswa yang berprestasi rendah, sedang, atau
tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. (Hamdani, 2011: 29)
10

e. Tujuan Pembelajaran Koooperatif


Pembelajaran Kooperatif mempunyai beberapa tujuan diantaranya:
1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model
kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk
memahami konsep-konsep yang sulit
2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai perbedaan latar belakang
3) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa, berbagai tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk
bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam
kelompok. (Abdul Majid, 2013: 175)

f. Manfaat Pembelajaran Kooperatif


Menurut Ibrahim,dkk., (2000:18), dalam buku Abdul Majid (2013: 175-
176) ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif
1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3) Memperbaiki sikap terhadap sekolah
4) Memperbaiki kehadiran
5) Angka putus sekolah menjadi rendah
6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
7) Perilaku mengganggu lebih kecil
8) Konflik antar pribadi berkurang
9) Sikap apatis berkurang
10) Pemahaman yang lebih mendalam
11) Meningkatkan motivasi lebih besar
12) Hasil belajar lebih tinggi
13) Retensi lebih lama
14) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. (Abdul
Majid, 2013:175-176)
11

2. Konsep Metode Kooperatif Rally Robin (Round Robin)


a. Pengertian Metode
Menurut Martinis Yamin (2007: 152) menyatakan metode
pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan,
menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada
siswa untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam kegiatan belajar mengajar, metode
diperlukan oleh guru dan penggunaannya pun bervariasi sesuai dengan
tujuan yang dicapai. Kedudukan metode sebagai alat motivasi sebagai
pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. ( Eveline, Siregar.
2010: 80)
b. Pengertian Round Robin
Round robin yakni melakukan curah pendapat (Brainstorming)
dalam kelompok kecil, kemudian peserta didik membentuk lingkaran dan
berbagi ide dengan anggota kelompok lain dengan cara berkeliling satu
orang dalam kelompok ditugaskan sebagai pencatat ide yang diajukan
oleh guru (Ridwan Abdullah Sani, 2013: 275)
Round robin (Merespon secara Bergiliran) sebenarnya adalah teknik
Brainstorming dimana siswa mengajukan gagasan-gagasan namun tanpa
mengelaborasikan, menjelaskan, mengevaluasi, atau mempertanyakan
gagasan tersebut. Setiap anggota kelompok secara bergiliran merespon
pertanyaan dengan sebuah kata, frase, atau pertanyaaan singkat. Urutan
pemberian respons ini diatur dengan memulai dari satu siswa ke siswa
lainnya sampai semua siswa memiliki kesempatan untuk berbicara.
Collaborative learning teching ini efektif diterapkan terutama untuk
memancing banyak gagasan karena mengharuskan semua mahasiswa
untuk berpartisipasi, dan karena tidak mendorong munculnya interupsi
atau menghalangi alur gagasan. (Elizabert.E.Barkley, dkk, 2012:162).
12

Contoh pelaksanakan metode kooperatif round robin misalnya


berikan sebuah kategori (misalnya nama-nama provinsi di indonesia)
untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-
item yang termasuk kedalam kategori tersebut (Imas Kurniasih, 2014:96)
c. Sintaks atau Cara Kerjanya
1) Siswa dikelompokkan dalam kelompok beranggota 4-6 orang siswa
2) Siswa duduk berkeliling membentuk lingkaran
3) Guru mengajukan sebuah pertanyaan berjawaban ganda atau suatu
topik yang dapat dipakai dalam curah pendapat (branstorming),
misalnya “Sebutkan macam-rmacam binatang khas pulau sulawesi”.
4) Guru mengatur pencatat waktu (timer, stopwath) sesuai waktu yang
disepakati, misalnya 10 detik untuk setiap siswa dan 2 menit untuk
seluruh tim (bergantung kemungkinan panjang pendeknya jawaban,
serta tingkat kesukaran soal yang diajukan guru)
5) Siswa yang duduk disekelling meja menyampaikan jawaban yang
mungkin secara bergiliran sesuai waktu yang disediakan, misalnya
anoa, babi, rusa, burung maleo, dan sebagainya.
6) Siswa melanjutkan curah pendapat itu sampai waktu yang disediakan
untuk pertanyaan tersebut habis.
7) Guru mendengarkan jawaban setiap siswa sepanjang pelaksanaan
pembelajaran, dan membuat klarifikasi dan penjelasan yang
diperlukan bagi kebaikan pemahaman siswa bila diperlukan.
(Warsono,dkk, 2012:213)

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kooperatif Rally Robin atau


Round Robin
1) Kelebihan Rally Robin
a) Adanya tanggung jawab setiap kelompok atau pun individu
b) Adanya pemberian sumbangan ide pada kelompoknya
c) Lebih dari sekedar belajar kelompok
13

d) Bisa saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat, pandangan


serta hasil pemikiran
e) Hasil pemikiran beberapa kepala lebih kaya dari pada satu kepala
f) Dapat melatih kesabaran dan memperkaya emosional

2) Kekurangan Rally Robin


a) Banyak waktu yang terbuang dalam pembelajaran keliling
kelompok
b) Suasana kelas menjadi ribut
c) Tidak dapat diterapkan pada mata pelajaran yang memerlukan
pengayaan (http://rumahdesakoe.blogspot.com)

3. Konsep Hasil Belajar Siswa


a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.(Nana, Sudjana.
2004: 22). Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.
Penilaian hasil belajar siswa menyangkut pencangkup segala hal yang
dipelajari disekolah, baik itu menyangkut sikap, dan ketrampilan yang
berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa.
b. Tipe – Tipe Hasil Belajar
Hasil belajar sebagaimana telah dijelaskan diatas meliputi
pemahaman konsep (aspek kognitif), ketrampilan proses (aspek
psikomotor) dan sikap siswa (aspek afektif). (Nana, Sudjana. 2011:49-
54)
1) Tipe hasil belajar dibidang kognitif
Membandingkan kriteria dengan suatu yang nampak atau
aktual atau terjadi mendorong seseorang menentukan putusan
tentang nilai sesuatu tersebut. Dalam proses ini diperlukan
kemampuan yang mendahuluinya, yakni pengetahuan, pemahaman,
14

aplikasi, analisis, sistesis. Tingkah laku operasional dilukiskan


dalam kata-kata, menilai, membandingkan, mempertimbangkan,
mempertentangkan, menyarankan, mengeritik, menyimpulkan,
mendukung, memberikan pendapat dan lain-lain.

2) Tipe hasil belajar bidang afektif


Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahan-
perubahannya. Bila seseorang telah menguasai bidang kognitif
tingkat tinggi hasil belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian
dari guru. Para guru lebih banyak memberi tekanan pada bidang
kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa
dalam berbagai tingkah laku seperti atensi atau perhatian terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, mengargai guru dan teman
sekelas, kebiasan belajar, dan lain-lain. Sekalipun bahan pelajaran
berisikan bidang kognitif, namun bidang afektif harus menjadi
bagian integral dari bahan tersebut, dan harus nampak dalam proses
belajar dan hasil belajar yang dicapai siswa.
3) Tipe hasil belajar belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk
keterangan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang).
Ada enam tingkatan ketrampilan yakni:
(a) Gerakan refleks (ketrampilan pada gerak yang tidak sadar)
(b) Ketrampilan pada gerak-gerak dasar
(c) Kemampuan perseptual termasuk didalamnya membedakan
visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.
(d) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan,
ketepatan.
(e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana sampai
pada ketrampilan yang kompleks
15

(f) Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi


seperti gerakan ekspresif, interpretatif.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Secara perinci, uraian megenai faktor internal dan eksternal, sebagai
berikut:
1) Faktor internal
Merupakan faktor yang bersumber dari dalam peserta didik,
yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor ini meliputi:
a) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa
Intelegensi pada umunya dapat diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persolan kualitas otak saja,
melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi
memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya
dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran
organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara
pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat
diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi
seseorang siswa maka semakin besar peluanganya untuk meraih
sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi
seseorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk
memperoleh sukses. (Muhibbin Syah, 2003:147)
b) Minat
Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Dalam
perhatian yang lain, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa
16

keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang


menyuruh. Minat ini selalu diikuti dengan perasaan senang yang
akhirnya memperoleh kepuasan. (M.Sobry Sutikno, 2008:16)
c) Motivasi belajar
Motivasi didalam kegiatan belajar merupakan kekuatan
yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk
mendayagunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan
potensi di luar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar.
(Aunurrahman, 2011: 180)
d) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara
yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya,
baik secara positif, terutama kepada anda dan mata pelajaran
yang anda sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi
proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa
terhadap anda dan mata pelajaran anda, apabila jika seiring
kebencian kepada anda atau kepada mata pelajaran anda dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. (Muhibbin Syah,
2003:149)
e) Kebiasaan belajar
Kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang
telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga
memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya
(Aunurrahman, 2011: 185)

2) Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
a) Faktor keluarga
17

Faktor keluarga merupakan faktor yang sangat


mempengaruhi proses belajar anak kerena anak lebih banyak
berinteraksi di dalam keluarga dari pada di sekolah. Keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Yang
termasuk faktor keluarga adalah cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan
ekonomi keluarga.
b) Faktor sekolah
Diantara faktor-faktor sekolah yang dapat mempengaruhi
proses belajar anak adalah kurikulum, keadaan gedung, waktu
sekolah, alat pelajaran, metode mengajar, hubungan antara guru
dengan siswa, dan hubungan antara siswa dengan siswa.
c) Faktor masyarakat
Mengapa masyarakat berpengaruh terhadap belajar siswa?
Karena memang siswa itu berada ditengah masyarakat atau
lingkungan yang plural. Didalam masyarakat terdiri atas beragam
sifat dan karakter. Ada yang bersifat dan berkarakter baik dan ada
juga yang jahat. Tidak menutup kemungkinan siswa pasti bergaul
bersama mereka. Jika siswa menjadikan yang bersifat dan
berkarakter jelek atau jahat sebagai teman bergaul, hal itu akan
dapat berpengaruh jelek terhadap belajarnya. Jika siswa memilih
teman bergaul yang baik hal itu akan berpengaruh baik pula
terhadap siswa tersebut.(M.Sobry Sutikno, 2008:17-24)

4. Konsep Pembelajaran IPS Terpadu


a. Mata Pelajaran IPS
Ilmu pengetahuan sosial (IPS ) merupakan mata pelajaran yang
mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian
sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan tata negara.
Yang terdiri atas dua bahan kajian pokok: pengetahuan sosial dan
18

sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial mencangkup antropologi,


sosiologi, geografi ekonomi dan tata negara. Bahan kajian sejarah
meliputi perkembangan masyarakat indonesia sejak masa lampau
hingga masa kini (Syafruddin Nurdin, 2005: 23)
Salah satu tantangan mendasar mempelajari IPS dewasa ini
adalah cepat berubahnya lingkungan sosial budaya sebagai kajian
materi IPS itu sendiri. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam
lingkungan sosial budaya bersifat multidimensional dan berskala
internasional. Baik yang berhubungan dengan masuknya arus
globalisasi maupun masuknya era abad ke-21 (Lif khoiru Ahmadi dan
Sopan Sauri, 2011: 5-6)
Masalah ini semakin serius manakala dihadapan kenyataan
bahwa selama ini mata pelajaran IPS kurang mendapat perhatian
semestinya. Padahal, dengan memahami IPS akan membimbing siswa
menghadapi kenyataan dalam lingkungan sosialnya dan dapat
menghadapi masalah-masalah sosial terjadi dengan lebih arif dan
bijaksana. Untuk menghadapi tantangan perubahan ini, sesunggunya
gurulah yang harus memandu siswa membuka cakrawala pengetahuan
sosialnya. Maka guru di tuntut lebih profesional. Guru tidak lagi hanya
berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi harus bisa sebagai
pembimbing siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan
mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan, bermakna dan
bermutu. Guru dituntut setiap saat meningkatkan kompetensinya baik
melalui bahan bacaan, seminar maupun penelitian yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya. Itu semua akan
meningkatkan pengetahuan dan kreativitas anak didiknya (Lif Khoiru
Ahmadi dan Sopan Sauri, 2011: 5-6)
Salah satu wadah yang diharapkan mampu menumbuh
kembangkan profesional dan kompetensi guru adalah berbagai program
kegiatan yang diharapkan dapat merealisasikan program-program
19

peningkatan mutu pendidikan dan tenaga pendidiknya (Lif Khoiru


Ahmadi dan Sofan Sauri, 2011: 5-6)
Guru mata pelajaran IPS dibentuk untuk mengembangkan
kompetensi dan profesional sesuai tuntutan dunia pendidikan yang
berkembang pesat. Untuk itu, sehingga guru dituntut dapat
menumbuhkan karakter guru yang mampu mengembangkan dirinya
dan bersama-sama bertanggung jawab terhadap profesinya demi
kemajuan pendidikan diberbagai daerah pada umumnya.(Lif Khoiru
Ahmadi dan Sofan Sauri, 2011: 5-6).
Atas dasar pemikiran inilah, guru IPS sangat perlu mengadakan
seminar guru-guru IPS diberbagai daerah terutama menyangkut
penelitian tindakan kelas (PTK) agar mampu meningkatkan
profesionalitas dan kualitas proses pembelajaran. Lomba-lomba
kreativitas bagi siswa untuk mengembangkan cara berfikir dan
kemampuan pengetahuan sosial mereka juga sangat perlu digalakkan.
(Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Sauri, 2011: 5-6)
b. Dimensi IPS
Program pendidikan IPS yang komprehensif adalah program yang
mencangkup empat dimensi meliputi:
1) Dimensi pengetahuan (knowledge)
2) Dimensi ketrampilan (skills)
3) Dimensi nilai dan sikap (values dan attitudes)
4) Dimensi tindakan (action)
Walaupun empat dimensi ini memiliki karakteristik tersendiri
yang berbeda satu sama lain, namun dalam proses pembelajaran empat
dimensi ini saling tumpang tindih (overlaving) dan saling melengkapi,
untuk kepentingan analisis akademik, empat dimensi ini dibedakan agar
para guru dapat merancang pembelajaran IPS secara sistematis dan
untuk meyakinkan bahwa semua kawasan (domain) sudah terliput.
(Sapriya, 2011:48)
20

c. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


Menurut Nursid Sumaatmaja (dalam Trianto, 2011: 193)
mengatakan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan sosial ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan terampil
mengatasi setiap masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan secara umum, kegiatan mutu guru IPS diberbagai daerah
adalah: “meningkatkan profesionalitas mereka serta mutu pembelajaran
IPS agar sesuai dengan tuntutan dunia pendidikan nasional” yang
bertujuan:
1) Merangsang minat guru dalam melakukan penelitian tindakan
kelas sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dalam
kelas.
2) Mendorong guru dan siswa mempelajari IPS lebih intensif serta
mempelajari perkembangan sosial disekitarnya.
3) Mendorong guru dan siswa aktif mengembangkan keterampilan
sosial serta latihan menyusun analisis pengalaman untuk membuat
kesimpulan
4) Merangsang dan meningkatkan apresiasi dan minat belajar siswa
akan mata pelajaran IPS melalui kegiatan yang menyenangkan
5) Mengembangkan kreatifitas dan memberdayakan potensi siswa
sesuai minat dan bakatnya.(Lif Khoiru Ahmadi dan Sopan Sauri,
2011:7)
d. Fungsi IPS Sebagai Pendidikan
Fungsi IPS sebagai pendidkan yaitu membekali anak didik
dengan pengetahuan sosial yang berguna untuk masa depannya,
ketrampilan sosial intelektual dalam membina perhatian serta
kepedulian sosalnya sebagai SDM yang bertanggung jawab dalam
21

merealisasikan tujuan pendidikan nasional. (Lif Khoiru Ahmadi dan


Sofan Sauri, 2011: 10)
IPS merupakan salah satu pelajaran yang mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.
Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga
negara indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga
negara yang cinta damai. (Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Sauri, 2011:
10)
Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam
kehidupan sosial.
3) Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal,
nasional, dan global.
Sebagai bidang pengetahuan, ruang lingkup IPS dapat terlihat
nyata dari tujuan. Sampai saat ini IPS memiliki lima tujuan yaitu:
a) IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut dibidang ilmu-ilmu
sosial jika nantinya masuk ke perguruan tinggi
b) IPS yang tujuannya mendidik kewarganegaraan yang baik.
c) IPS yang hakikatnya merupakan suatu kompromi antara 1 dan 2
tersebut diatas
d) IPS mempelajari masalah-masalah yang pantang untuk
dibicarakan dimuka umum.
22

e) Menurut pedoman khusus bidang studi IPS, tujuan bidang studi


tersebut, yaitu dengan materi yang dipilih, di saring dan
disingkronkan kembali maka sasaran seluruh kegiatan belajar
dan pembelajaran IPS mengarah kepada dua hal, yaitu
pembinaan warga negara indonesia atas dasar moral pancasila
atau UUD 1945 dan sikap sosial yang rasional dalam kehidupan.
(Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Sauri, 2011: 10)

5. Konsep Aktivitas Belajar Siswa


a. Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan aktivitas yang melibatkan aktivitas
fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas tersebut
harus berkait. Sebagai contoh seseorang sedang belajar dengan
membaca, secara fisik terlihat bahwa orang tersebut membaca buku,
tetapi mungkin pikiran dan sikap mentalnya tidak tertuju pada apa yang
dia baca. Hal ini menunjukan tidak ada keserasian antara aktivitas fisik
dan aktivitas mental. Jika demikian maka belajar itu tidak optimal.
(Sardiman, 2012: 100)
Aktivitas belajar siswa adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga menimbulkan
perubahan perilaku belajar pada diri siswa. Banyak jenis aktivitas siswa
yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup
hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang terdapat disekolah
tradisional
b. Jenis-Jenis Aktivitas Belajar
Diedrich menggolongkan 8 aktivitas siswa dalam pembelajaran
sebagai berikut:
1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar, demontrasi, percobaan, pekerjaan orang
lain.
23

2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, dan


memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara,
diskusi, interupsi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,
laporan, angket, menyalin.
5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram, pola dan sebagainya
6) Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain,
berkebun, berternak.
7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan,
mengambil keputusan.
8) Emotional activities, seperti misalnya : menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup
( Oemar Hamalik, 2013: 172-173)
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
aktivitas belajar merupakan rangkaian kegiatan yanmg dilakukan siswa
dalam mengikuti pembelajaran sehingga menimbulkan perubahan
perilaku belajar pada diri siswa, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu
atau dari tidak mampu melakukan kegiatan menjadi mampu melakukan
kegiatan.

6. Konsep Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)


a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris
Classroom Action research, yang berarti penelitian yang dilakukan
pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diharapkan
pada suatu subyek penelitian dikelas tersebut. Pertama kali penelitian
24

tindakan kelas diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika Serikat


Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh
Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan
lainnya pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model
penelitian yang dilakukan untuk mengatasi secara praktis berbagai
masalah pada bidang pekerjaan tertentu dimana peneliti melakukan
pekerjaannya (praktis) misalnya dibidang kesehatan, hukum, sosial,
eksakta, maupun pengelolahan sumber daya manusia. (Sudaryono,
2014: 65-66)
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian kualitatif yang
dilakukan oleh guru sendiri ketika mendapatkan permasalahan dalam
pembelajaran dan mencarikan solusinya dalam upaya memperbaiki
kualitas pembelajarannya. Jika kita perhatikan, maka titik tumpu
(orientasi) dari pada PTK adalah suatu kegiatan penelitian dengan
mencermati sebuah kegiatan pembelajaran yang diberikan tindakan,
yang secara sengaja di munculkan dalam sebuah kelas yang bertujuan
memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran dikelas
tersebut.(Sudaryono, 2014:70)

b. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


1) Memperbaiki dan meningkatkan kondisi serta kualitas
pembelajaran dikelas
2) Meningkatkan layanan profesional dalam konteks pembelajaran
dikelas, khususnya layanan kepada peserta didik.
3) Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan tindakan
dalam pembelajaran yang direncanakan dikelas
4) Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan
pengkajian terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
(Sudaryono, 2014:76)
25

c. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Banyak manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan PTK.
Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Dengan Pelaksanaan PTK akan terjadi peningkatan Kompetensi
guru dalam mengatasi masalah pembelajaran yang menjadi tugas
utamanya.
2) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi peningkatan Sikap
profesional guru
3) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan peningkatan
kinerja belajar dan kompetensi siswa
4) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan peningkatan
kualitas proses pembelajaran dikelas
5) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan peningkatan
kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar
lainnya
6) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan peningkatan
kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk
mengukur proses dan hail belajar siswa
7) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan
pengembangan pribadi siswa disekolah
8) Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan peningkatan
kualitas penerapan kurikulum.(Masnur, Muslich. 2011:11)

d. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas


Menurut Richart Winter dalam buku Iskandar (2012: 24-26) ada
enam karakteristik penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu:
1) Kritik refleksi; salah satu langkah didalam penelitian kualitatif pada
umumnya, dan khususnya penelitian tindakan kelas (PTK) ialah
adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan
kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud
dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan
26

refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada


taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2) Kritik dialektis; dengan adanya kritik dialektif diharapkan
penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang
ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan
pemeriksaan terhadap (1) kontek hubungan secara menyeluruh
yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas,
dan (2) struktur kontradiksi internal, maksudnya dibalik unit yang
jelas yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami
perubahan meskipun sesuatu yang berada dibalik unit tersebut
bersifat stabil.
3) Kolaboratif; didalam penelitian tindakan kelas (PTK) diperlukan
hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan,
sejawat, atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu
diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa
demikian ? karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK
merupakan bagian dari latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya
sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu
proses situasi dan kondisi.
4) Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar
peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu mengambil
proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada
diantaranya: melesetnya hipotesis dan adanya tuntutan untuk
melakukan suatu transpormasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan
dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan
mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri
adanya diskusi atau pertentangan dari para kolaborator dan
selanjutnya menyebabkan pandangan berubah.
5) Susunan jamak; pada umunya penelitian kuantitatif atau tradisional
berstruktur tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki
struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif,
27

partisipasitif atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan


pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencangkup semua
komponen pokok supaya bersifat komprehensif.
6) Internalisasi teori dan praktik; didalam penelitian tindakan kelas
keberadaan antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia
yang berlainan. Akan tetapi keduanya merupakan dua tahap yang
berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk
mendukung transpormasi.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mengkaji penelitian yang relevan, penulis mengkaji beberapa
contoh penelitian di antaranya sebagai berikut:
1. Dalam penelitian Ika Kartika (2012) tentang” Penggunaan Cooperative
Learning metode Question Student Have (QSH) untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPS Ekonomi (Studi Penelitian Tindakan
Kelas pada siswa kelas VII SMPN 3 Luragung Kabupaten Kuningan)” yang
menyatakan bahwa penggunaan Cooperatif Learning metode Question
Student Have (QSH) dalam pembelajaran IPS Ekonomi dapat diterapkan
dengan baik pada siswa kelas VII SMPN 3 Luragung. Hal ini dapat dilihat
dari data hasil observasi (Pengamatan) selama proses pembelajaran dari
siklus I sampai siklus III semakin meningkat. Perolehan rata-rata nilai hasil
observasi aktivitas siswa pada siklus I sebesar 52%, aktivitas siswa pada
siklus II sebesar 74% dan aktivitas siswa pada siklus III mengalami
peningkatan sebesar 86% sedangkan aktivitas kinerja guru pada siklus I
68%, pada siklus II 76%, dan pada siklus III aktivitas kinerja guru
mengalami peningkatan sebesar 94% dengan demikian penggunaan
Cooperative Learning metode Question Student Have (QSH) dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa yang baik. Berdasarkan hasil
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Cooperative Learning
metode Question Student Have (QSH) dapat bahwa hasil belajar siswa
dalam mempelajari IPS Ekonomi dengan pokok bahasan kegiatan pokok
ekonomi dikelas VII SMPN 3 Luragung Kabupaten Kuningan membuahkan
28

hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari siklus I perolehan nilai rata-rata
sebesar 60,85%, siklus II sebesar 68, 28% dan siklus III sebesar 76%.
Terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi
pokok bahasan kegiatan ekonomi dengan menggunakan Cooperative
Learning metode Question Student Have (QSH). Hal ini dapat dilihat dari
siklus I perolehan nilai sebesar 60,85% dengan ketuntasan belajar siswa
sebesar 45, 72 %, meningkat pada siklus II menjadi 68,28% dengan
ketuntasan belajar siswa sebesar 62,85%, dan dari siklus III meningkat
menjadi 76% dengan ketuntasan belajar 88,57%.
2. Dalam penelitian Imam Syafi’i (2012) tentang “ upaya meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPS terpadu melalui Cooperative
Learning metode Listening Team di MTs KHAS Kempek Palimanan
Cirebon (Penelitian Tindakan Kelas)” yang menyatakan bahwa penerapan
Cooperatif Learning metode Listening Team pada pembelajaran IPS terpadu
kelas VII MTs KHAS Kempek Palimanan Cirebon dikategorikan sangat
baik. Hal ini ditandai dengan adanya upaya perbaikan dalam proses
pembelajaran dari siklus ke siklus. Secara bertahap penggunaan metode
Listening Team telah mampu mendorong peningkatan hasil belajar siswa
dengan nilai rata-rata siswa 80,37% dengan ketuntasan belajar 87,5%.
Observasi aktivitas siswa menunjukan adanya kenaikan dalam proses
belajarnya. Pada siklus I mencapai rata-rata 2,0 siklus II 3,1 dan siklus III
4,0. Dari perhitungan angket dengan menerapkan cooperatif learning
metode listening team di Mts Khas Kempek Palimanan Cirebon tergolong
cukup baik yaitu mncapai 68,25%. Hasil belajar siswa dengan
menggunakan cooperatif learning metode listening team pada pembelajaran
IPS Terpadu di kelas VII MTs Khas Kempek Palimanan Cirebon
dikategorikan sangat baik hal ini ditunjukan dengan perolehan nilai rata-rata
siswa pada siklus I 62,37% dengan ketuntasan belajar 27,5% pada siklus II
72,75% dengan ketuntasan belajar 70%, meningkat nilai rata-rata siswa
mencapai 10,38 dan siklus III 80,37 dengan ketuntasan belajar 87,5%
meningkat lagi dengan nilai rata-rata siswa mencapai 7,62.
29

3. Dalam penelitian Rizki Fitrakhatun Nisa (2012) tentang “Penerapan model


Learning Cycle dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa IPS Ekonomi
siswa kelas VII di MTs Negeri Karangkendal Kecamatan Kapetakan
Kabupaten Cirebon” yang menyatakan bahwa penerapan model learning
cycle pada pembelajaran IPS ekonomi dapat dikatagorikan baik, hal ini
dapat dilihat hasil observasi (Pengamatan) aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dari siklus I dengan rata-rata 60%. Pada siklus II dengan rata-
rata 72% ada peningkatan hasil rata-rata sebesar 12%. Hasil rata-rata
peningkatan sampai siklus III mencapai 88% meningkat sebesar 14% dari
siklus II. Adapun melihat dari observasi kinerja guru selama proses
pembelajaran dari siklus I dengan rata-rata 62%. Pada siklus II dengan rata-
rata 74% ada peningkatan hasil rata-rata 12%. Hasil rata-rata peningkatan
sampai siklus III mencapai 90% meningkat sebesar 16% dari siklus II.
Dengan demikian penerapan model learning cycle pada pembelajaran IPS
Ekonomi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan kinerja guru
selama proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dengan menggunakan
Model Learning Cycle pada pembelajaran IPS Ekonomi termasuk katagori
cukup baik. Secara kuantitatif menunjukan bahwa rata-rata hasil tes dari
siklus I yaitu 67,14%, siklus II 74,00% dan siklus II sebesar 77,14%.
Peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model learning cycle
pada pembelajaran IPS mengalami peningkatan yang signifikan.

C. Kerangka Pemikiran
Dalam proses pembelajaran guru harus bervariasi menggunakan metode
yang menarik dalam kelas, karena guru harus bisa menciptakan kondisi-kondisi
atau mengatur lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi
antara murid dengan lingkungan termasuk guru, alat peraga, sumber belajar,
metode dan sebagainya.
30

Didalam suatu kelas siswa membutuhkan kondisi dan situasi menunjang


perkembangan potensinya. Tidak hanya terpenuhinya fasilitas saja tetapi
seorang guru akan sangat menentukan keaktifannya dalam mengelola kelas dan
metode apa yang akan di pakai dalam pembelajaran tersebut. Dengan begitu
peneliti memperkenalkan metode pembelajaran kooperatif rally robin (round
robin ) metode pembelajaran kooperatif sendiri lebih menekankan pada
keaktifan siswa di kelas. Sedangkan metode round robin yakni melakukan curah
pendapat (Brainstorming) dalam kelompok kecil, kemudian peserta didik
membentuk lingkaran dan berbagi ide dan gagasan dengan anggota kelompok
lain dengan cara berkeliling satu orang dalam kelompok. Dengan metode ini,
suasana belajar menjadi lebih bersemangat dan tidak kaku dalam mengeluarkan
ide-ide yang mereka miliki atau ketahui. Siswa bekerjasama dengan
kelompoknya untuk bersaing dengan kelompok lain guna menjadi kelompok
terbaik ini siswa terlibat dalam aktivitas belajar untuk mengembangkan
pengetahuan dan menciptakan pemahaman sendiri melalui refleksi. Dengan
begitu siswa akan terdorong untuk melaksanakan pembelajaran guna meningkat
kan hasil belajar siswa.
Maka peneliti membuat skema antara proses belajar mengajar
menggunakan metode Kooperatif Rally Robin (Round Robin) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa sebagai berikut:
31

Bagan 2.1
Skema metode kooperatif rally robin (round robin)

Proses Pembelajaran Siswa


Guru

Metode Round Robin


(Rally Robin )

Aktivitas siswa

Hasil Belajar Siswa

Dari skema diatas menunjukan bahwa dalam proses pembelajaran guru


hanya berperan sebagai fasilitator untuk siswa hanya sekedar menjelaskan
materi inti pembelajaran. Setelah guru menjelaskan materi guru menerapkan
sebuah metode yaitu metode kooperatif Round Robin (Rally Robin) dan
mengawasi jalannya diskusi tersebut agar siswa tidak menyeleweng dari materi
yang diajarkan. Dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif
mengemukakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang mereka miliki. Proses
pembelajaran selesai barulah guru melakukan evaluasi guna mengetahui apa
yang dihasilkan siswa yang tak lain adalah hasil belajar siswa itu sendiri
32

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang
dihadapi, sebagai alternatif tindakan yang dipandang paling tepat untuk
memecahkan masalah yang telah dipilih untuk diteliti melalui penelitian
tindakan kelas (PTK) (Mulyasa, 2012:63)
Berdasarkan pada teori yang ada maka hipotesis yang diajukan dalam skripsi ini
adalah : Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif rally robin (round
robin) untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami mata
pelajaran IPS kelas VII di MTs Karangmangu

Anda mungkin juga menyukai