Anda di halaman 1dari 3

Nama : Jauhara Dian Nurul Iffah

NIM : 130311910793
Kelas : Matematika 2013 B RESUME BAB 2
REKONSEPTUALISASI FILSAFAT MATEMATIKA
Lingkup Filsafat Matematika
Korner (1960): filsafat matematika tidak seperti filsafat hokum yang membuaut undang-undang.
Bukan merupakan filsafat ilmu pengetahuan yang menemukan atau menguji hipotesis. Tymoczko
(1986): dimulai dari penjelasan umum tentang matematika (cici-ciri esensial dari matematika dalam
mampu mengerjakan). Ernest (1991): Matematika adalah multi-faceted, dan juga sebagai pokok
pengetahuan proposisional, hal itu dapat dijelaskan dalam hal konsep, karakteristik, sejarah dan
praktek. Peran dari filsafat matematika adalah untuk merefleksikan,dan memberikan penjelasan
tentang sifat-sifat matematika. Isu utama berhubungan dengan bagaimana 'memberikan penjelasan'
agar matematika dipahami. Ruang lingkup filsafat matematika
a. Isu I: Kepentingan Tertentu(Pengetahuan sebagai produk jadi)
Absolutist: - Pengatahuan sudah selesai berikut dasar dan pembenarannya
- mempertimbangkan asal-usul pengetahuan dan menyerahkan kepada psikologi
dan ilmu sosial
Fallibilist : - Mengakui peran kesalahan dalam matematika yang tidak dapat lepas dari teori
penggantian dan pertumbuhan pengetahuan
- Pandangan tersebut harus terkait dengan konteks manusia dalam pembentukan
pengetahuan
b. Isu II: Filsafat (matematika sebagai disiplin ilmu yang terisolasi dan terpisah)
Absolutist: Matematika mempunyai status tunggal, ia hanya menjadi bidang tertentu dari
pengetahuan, dengan pembuktian yang ketat
Fallibilist : Karena matematika dimungkinkan salah, ini tidak dapat dikategorikan terpisah
dari hal-hal yang bersifat empiric
c. Isu III: Pengembangan (pandangan matematika sebagai tujuan dan bebas nilai)
Absolutist: Matematika sebagai tujuan dan bebas secara mutlak dari nilai-nilai moral dan
kemanusiaan
Fallibilist : Mengaitkan matematika dengan seluruh pengetahuan manusia melalui sejarah
dan asal usul sosial

Kriteria Ketercukupan Filsafat Matematika


(i) Pengetahuan matematika: sifat, jastifikasi dan asal-usulnya,
(ii) Obyek matematika: sifat dan asal-usulnya,
(iii) Aplikasi matematika: efektivitas dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan ranah lainnya.
(iv) Matematika praktis: kegiatan matematikawan, baik di masa sekarang dan masa lalu

1
Pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran-aliran filsafat
a. Aliran absolute
Tugas mereka termasuk memberikan penjelasan terhadapsifat matematika, termasuk faktor-
faktor sosial eksternal dan sejarah, seperti kegunaan matematika, dan asal usulnya. Karena
keterbatasan mereka,kesibukan internal yang eksklusif, aliran-aliran tersebut tidak memberikan
kontribusi terhadap penjelasan dari matematika yang dipahami secara luas
b. Aliran absolute progresif
1. mengakomodasi penciptaan dan perubahan teori aksiomatik;
2. mengakui bahwa lebih dari pada kemurnian matematika formal yang ada, untuk matematika
yang bersifat intuisi diperlukan sebagai dasar untuk penciptaan teori, dan karenanya
3. mengakui aktivitas manusia dan hasil-hasilnya, dalam penciptaan pengetahuan dan teori-
teori baru
c. Aliran platonisme
Platonisme berpandangan bahwa obyek matematika adalah nyata, adanya tujuan di beberapa
wilayah yang ideal. Sekalipun ini menarik, Platonis memempunyai dua kelemahan utama.
Pertama, tidak mampu menawarkan penjelasan yang memadai tentang bagaimana matematika
mendapatkan akses kepengetahuan dari dunia platonis. Kedua adalah bahwa ia tidak dapat
menawarkan penjelasan yang memadai terhadap matematika, baik secara internal maupun
eksternal
d. Aliran konvensionalisme
Pandangan konvensionalisme menyatakan matematika bahwa pengetahuan matematika dan
kebenarannya didasarkan pada konvensilinguistik. Khususnya, bahwa kebenaran-kebenaran
dari logika dan matematika adalah analitik, benar dengan baik berdasarkan arti dari istilah yang
terlibat. Para konvensionalis filsafat matematika telah dikritik oleh penulis sebelumnya pada
dua alasan. Pertama, ia diklaim tidak informatif. Kedua (keberatan Quine), kebenaran logika,
yang tak terbatas jumlahnya, harus diberikan oleh konvensi umum dari pada secara tunggal,
dan logika diperlukan kemudian untuk memulai dengan, dalam metateori, untuk menerapkan
konvensi umum untuk kasus-kasus individual
e. Aliran empirisme
Kebenaran-kebenaran matematika adalah generalisasi empiris. empirisme ini terbuka untuk
sejumlah kritik lebih lanjut. Pertama-tama, ketika pengalaman kita bertentangan dengan
kebenaran matematika elementer, kita tidak memberikan mereka. Kedua, matematika adalah
sebagian besar abstrak, dan begitu banyak konsep-konsepnya tidak memiliki asal-usul dalam
pengamatan dunia.
2
Quasi-Empirisme
Quasi-empirisme adalah nama yang diberikan untuk filsafat matematika yang dikembangkan oleh
Imre Lakatos (1976, 1978). Ia memandang matematika adalah apa yang matematikawan kerjakan
dan telah dikerjakan, dengan semua kekurangan dalam sebarang aktivitas atau penciptaan manusia.
Lima tesis quasi-empirisme dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pengetahuan Matematika dapat
salah, Matematika adalah hipotetis-deduktif, Sejarah adalah sentral, Keunggulan dari matematika
informal ditegaskan, Teori dari penciptaan pengetahuan disertakan.
filsafat matematika Lakatos adalah jauh dari lengkap atau sepenuhnya sistem kita bekerja. Ini
karena dua faktor. Pertama-tama, kematiannya terlalu cepat. Lakatos menulis hanya satu volume
ramping dan lima paper pada filsafat matematika dan sejumlah ini tidak selesai dan dipubliksikan
dengan anumerta. Kedua, gaya dari presentasinya di pekerjaan utamanya adalah tidak langsung,
pemanfaatan suatu tanya jawab yang bersifat persaudaraan untuk mengkonstruks kembali suatu
aspek dari sejarah matematika.Dalam empat kriteria ketercukupan, quasi-empirisme memenuhi
sebagian, yaitu: pengetahuan matematika (i), aplikasi (iii) dan praktek (iv).
Quasi-empirisme dapat dikritisi pada sejumlah alasan. Peratama, tidak ada penjelasan kepastian
secara matematika. Kedua, Lakatos tidak memberikan penjelasan dari sifat objek-objek matematika,
atau dari asal-usulnya. Ketiga, Lakatos tidak menjelaskan salah satu sifat atau keberhasilan dari
aplikasi matematika, atau keefeektifannya dalam sain, teknologi, dan dalam dunia lain. Keempat,
Lakatos tidak mempunyai bukti cukup yang sah untuk membawa sejarah matematika ke inti dari
filsafat matematika. Kelima, ada permasalahan dari pertentangan status filsafat dan tesis dan
historisnya. Lakatos gagal menyajikan pembenaran untuk mengantarkan secara empiris (yaitu,
konjektur) tesis historis ke dalam pendekatan filsafat analitis pada pijakan yang sama dengan
metodologi logis. Keenam, filsafat matematika quasi empiricist Lakatos menyajikan alasan-alasan
yang perlu tetapi tidak cukup untuk membuktikan pengetahuan matematika. Terakhir, tidak ada
penjelasan sistematis dari quasi-empirisme, meletakkan bagian depannya secara rinci, dan
mengantisipasi dan membantah keberataannya itu.

Anda mungkin juga menyukai