Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DISPEPSIA

RUANG CENDRAWASIH RSU S.K LERIK KOTA KUPANG

OLEH:

NAMA : GAUDENSIUS OBE

NIM : 171111057

KELAS : KEPERAWATAN B/VII

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2020
A. TEORITIS DISPEPSIA
1. Pengertian
Penyakit dispepsia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas atau uluh hati (Irianto, 2015) dalam Fithriyana (2018). Dispepsia
juga merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari keluhan kesehatan yang berhubungan dengan gangguan saluran cerna.
2. Anatomi dan Fisiologi

a.  Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh
berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.
Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas
lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat
kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat
sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam
lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :

1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.


2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :

 Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus
 Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter,
yang berada dibawah lapisan pertama.
 erabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orivisium
kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran
limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/
rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada
beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi
lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini
mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir
selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik
atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam
suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik.
Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan
dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon
gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang
kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain
yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion
natrium, kalium, dan klorida.

Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk


lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus
vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang
anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan
primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.

Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,
dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat
gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa
(meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas
motoring dan sekresi mukosa lambung.

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan
cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis
(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding
postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena
dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran
cerna, berjalan kehati melalui vena porta.

Berikut ini adalah gambar anatomi lambung

b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :

 Mencerna makanan secara mekanikal


 Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice
(cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid),
pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
 Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi
polipeptida
 Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan
beberapa obat.
 Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
 Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam
duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang
lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Klasifikasi

Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila
tidak jelas penyebabnya.

4. Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda
memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran
muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan
nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan
dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara
rinci adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)


2. Regurgitasi(alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum  atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory

5.  Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi
asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

6. Tanda dan Gejala


 Nyeri perut
 Rasa perih di ulu hati
 Mual, kadang-kadang sampai muntah
 Nafsu makan berkurang
 Rasa lekas kenyang
 Perut kembung
 Rasa panas di dada dan perut
 Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan
dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar
asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu
penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi
lambung.
8. Komplikasi

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya komplikasi yang
tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di dinding lambung yang
dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung.

Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan
komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah. Menurut
Eliana, muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan.

Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. "Itu
artinya sudah ada perdarahan awal. Kalau muntah darah itu artinya sudah lebih lanjut lagi,
katanya.

Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi. "Yang dioperasi bukan hanya daerah yang mengalami kanker,
tapi juga jaringan sehat disekitarnya pun harus diambil juga”.
Pengambilan jaringan sehat ini, dilakukan akibat dokter tidak tahu sudah sampai sejauhmana
kanker menyebar ke daerah sekitar. "Jadi komplikasinya memang cukup luas dan cukup
berbahaya, jika tidak diperhatikan dengan baik.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD degan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori,
dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku
emas, selain sebagai diagnostic sekaligus teraupetik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan
endoskopi adalah :
 CLO (rapid urea test)
 Patologi antaomi (PA)
 Kultur moikroorganisme (MO) jaringan
 PCR (Plymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
(Mansjoer, A edisi III, 2000: 488)
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada
sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit
disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya,
maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu
diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan


penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada
dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.

b. Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-
tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan
sebaiknya menggunakan kontras ganda.

c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau
sangat tidak spesifik.

d. USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan
efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat
dimanfaatkan

e. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional
terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
9. Discharge Planing
Penatalaksanaan non farmakologis

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung


 Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stress
 Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

ASUHAN KEPERAWATAN DISPEPSIA


1. Pengkajian
a. Identitas
Usia :
Usia merupakan salah satu factor penting dalam personal hygiene, bertambahnya usia
sering dihubungkan dengan berbagai kesehatan maupun kerusakan fungsi sensoris.
Pemenuhan kebutuhan personal hygiene akan bertambah seiring dengan bertambahnya
usia dan kemampuan. Semua usia dapat dilakukan personal hygiene untuk
mempertahankan atau meningkatkan kesehatan
Jenis kelamin :
Jenis kelamin mempunyai kontribusi dalam perawatan diri. Pada laki-laki lebih banyak
melakukan penyimpangan kesehatan seperti kebiasaan merokok, mengkomsumsi
alcohol dibandingkan perempuan. Sehingga laki-laki lebih dilakukan tindakan personal
hygiene
b. Keluhan utama :
Tanyakan kepada klien apa apakah merasakan satu atau lebih gejala atau kekuatiran
pasien yang menyebabkan klien mencari perawatan.
c. Riwayat Kesehatan sekarang :
Menjelaskan keluhan utama, gambaran perkembangan setiap gejala
d. Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan kepada Apakah kemungkinan klien pernah sakit seperti ini atau sudah pernah,
tanyakan juga riwayat alergi.
e. Pemeriksaan umum :
Pemeriksaanumum yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tanda-tanda vital seperti:
Tekanan darah, suhu, Nadi dan Pernapasan.
f. Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan Rambut:
Pertumbuhan pola rambut menggambarkan status kesehatan secara umum.
Perubahan hormonal, stress emosional, penuaan infeksi, dan penyakit tertentu dapat
mempengaruhi karekteristik rambut. Rambut yang normal tampak bersih,
bercahaya, tidak kusut, dan kulit kepala bebas dari lesi. Perawatan rambut berupa
menyikat, menyisir, bersampho dan mencukur
b. PemeriksaanKepala :
Amati kebersihan kulit kepala apakah kotor atau tidak, amati adanya kebotakaan,
amati apakah terdapat kutu pada kepala dan apakah terdapat Ketombe atau tidak.
c. Pemeriksaan Mata:
Tujuan pameriksaan mata adalah untuk mempertahankan kesehatan mata dan
mencegah infeksi. Mata yang sehat akan tampak jernih dan bersih dari kotoran.
Kotoran mata dapat menempel pada bulu mata dan sudut mata serta tanyakan
apakah mata terasa gatal atau tidak
d. PemeriksaanHidung :
Amati apakah ada pilek atau tidak, tanayakan kepada pasien apakah ada perubahan
penciuman, melihat Kebersihan hidung apakah terdapatnya kotoran didalamnya,
amati Keadaan membrane mukosa hidung, melihat apakah ada septum atau tidak.
e. Pemeriksaan Mulut:
Amati Keadaan mukosa mulut, melihat keadaan Kelembaban mukosa mulut, kajia
danya lesi pada mulut atau tidak, amati Kebersihan mulut apakah kotor atau tidak.
f. Pemeriksaan Gigi :
Amati adanya karang gigi atau tidak, amati adanya karies atau tidak, apakah gigi
masih lengkap semua atau ada yang kurang, amati Kebersihan gigi apakah terdapat
kotoran disela-sela gigi atau tidak.
g. Pemeriksaan Telinga:
Memeriksa apakah adanya serumen atau tidak, apakah adanya lesi atau infeksi
dalam telinga.
h. Pemeriksaan Kulit:
Amati perubahan Warna kulit, kaji apakah adanya luka pada kulit atau tidak.
i. Pemeriksaan Kuku :
Amati Bentuk kuku, kaji Warna kuku apakah ada perubahan atau tidak, amati
kebersihan kuku apakah terlihat panjang dan kotor atau tidak.
j. Pemeriksaan Genitalia :
Amati Kebersihan genitalia apakah terlihat kotor atau tidak, melihat adanya luka
atau tidak, amati pertumbuhan Rambut pubis.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan
dispepsia.
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
anoreksia.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

3. Intervensi
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien melaporkan
terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

 Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)


Rasional : Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
 Berikan istirahat dengan posisi semifowler
Rasional : Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang

 Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja asam
lambung
Rasional : dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik

 Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya


Rasional  : mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium

 Observasi TTV tiap 24 jam


Rasional : sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya

 Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi


Rasional : Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol

 Kolaborasi dengan pemberian obat analgesic


Rasional : Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi
terapi lain

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu,
dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

 Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat

Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan

 Timbang BB klien
Rasional : Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat

 Berikan makanan sedikit tapi sering


Rasional : meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster
 Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan

 Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.


Rasional : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.

 Monitor intake dan output secara periodik.


Rasional :  Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan

 Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.

2. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki
defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan,
dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

 Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit
Rasional : Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

 Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat
Rasional : Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau
mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit

 Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretic


Rasional : Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau
penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut

 Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal


misalnya : jadwal masukan cairan.
Rasional : Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk
berhasil

 Berikan/awasi hiperalimentasi IV
Rasional : Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektrolit

3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya


Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan
kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.

 Kaji tingkat kecemasan


Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien
sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya
 Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan
semua keluhannya
Rasional : Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam
segala hal tundakan yang diberikan

 Jelaskan semua prosedur dan pengobatan


Rasional : Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama
dalam perawatannya.

 Berikan dorongan spiritual

Rasional : Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan


penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

4. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah
masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan
dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan
intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, A, et al. 2012. Kapita selekta kedokteran edisi 5.Jakarta: Medika aeusculapeus.


Price & Wilson. 2010. Patofisiologi edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai