Legitimacy Theory
Teori legitimasi (Legitimacy theory) berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan
masyarakat. Teori ini menyatakan bahwa organisasi adalah bagian dari masyarakat sehingga
harus memperhatikan norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan norma sosial
dapat membuat perusahaan semakin legitimate.
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan
yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun
sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan. Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan
dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi
perkembangan perusahaan ke depan. Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang
diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan
dari masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung
keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan
yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan
kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengutamakan keberpihakan atau
kepentingan masyarakat.
Operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan dari masyarakat. Deegan,
menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan
perusahaan tidak mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi sistem nilai yang ada
dalam masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju ketidaksesuaian, maka
pada saat itu legitimasi perusahaan dapat terancam. Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi
atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi
beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori
legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat
diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk
menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat.
Stakeholder Theory
Teori stakeholder berkaitan dengan dua elemen yaitu:
1. Etika (moral) atau cabang normative (dimana juga dieptimbangkan sebagai
sbeuah perspektif), dan
2. Cabang positif (manajerial)
Dari kedua elemen diatas secara eksplisit mempertimbangkan berbagai kelompok (dari
stakeholder) yang ada dalam masyarakat, bagaimana harapan dari kelompok stakeholder tertentu
dapat mempunyai lebih (kurang) pengaruh pada strategi perusahaan. hal ini dapat mempunyai
implikasi bagaimana harapan stakeholder dipertimbangkan dan dikelola oleh perusahaan.
Terdapat kesamaan antara teori legitimasi dengan teori stakeholder, maka tidak tepat untuk
membeda-bedakan, membuat satu teori rivalnya.
Perspektif moral (dan normative) dari stakeholder teori menyatakan bahwa semua
stakeholder mempunyai hak untuk diperlakukan secara wajar oleh sebuah organisasi, dan bahwa
isu stakeholder power tidak secara langsung relevan.
Definsi hak stakehokder oleh Freedman dan Reed (1983, p.91) yaitu apapun kelompok yang
dapat diidentifikasi atau individu yang dapat mempengaruhi pencapaian sebuah tujuan
organisasi, atau dipengaruhi oleh pencapaian dari sebuah tujuan organisasi. Clarkson (1995)
membagi stakeholder kedalam stakeholder utama dan stakeholder pendukung.
Seluruh stakeholder (primary dan pendukung) mempunyai hak minimum tertentu yang tidak
dapat dilanggar atau diabaikan. Dengan kata lain perspective etika tersebut menyatakan bahwa
semua stakeholder juga mempunyai hak untuk diberikan informasi tentang bagaimana organisasi
mempengaruhi stakeholder (mungkin melalui polusi, beasiswa komunitas, provisi karyawan,
inisiatif keselematan, dll) meskipun stakeholder sendiri memilih untuk tidak menggunkaan
informasi ersebut, dan meskipun mereka tidak dapat mempunyai pengaruh langsung pada
kelangsungan hidup organisasi. Berkaitan dengan hak terhadap informasi dapat
mempertimbangkan penelitian Gray, Owen an Adams’ (1996) perspektif dari akuntabilitas yang
digunakan dalam model akuntabilitas. Akuntabilitas berhubungan dengan tanggungjawab atau
tugas:
Tanggungjawab untuk menjalankan tindakan tertentu (atau menahan diri dari
melakukan tindakan tertentu), dan
Tanggungjawab untuk menyediakan laporan dari tindakan tersebut.
Institusional Theory
Teori institusional (Institutional Theory)atau teori kelembagaan dasar pikirannya adalah
terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan
terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau
gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan
keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai norma-norma dalam konsep
organisasi.
Teori kelembagaan dalam administrasi publik berkaitan dengan organisasi dan manajemen
institusi publik, mencakup hubungan antara struktur organisasi, peraturan terkait serta norma-
norma, dan proses organisasi, perilaku, hasil, dan akuntabilitas lembaga publik. Dalam
administrasi publik, istilah "lembaga" biasanya mengacu pada sebuah organisasi publik yang dapat
memanggil otoritas negara untuk menegakkan keputusannya. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga
umum didefinisikan sebagai konstruksi sosial, aturan dan norma-norma yang membatasi perilaku
individu dan kelompok.
Teori kelembagaan baru (new institutional theory), juga dikenal sebagai paham neo-
kelembagaan (neo-institutinalism). Para ilmuwan menelusuri munculnya teori kelembagaan
mengenai reaksi terhadap munculnya paham perilaku ilmu sosial. Dalam suatu peristiwa, teori
kelembagaan yang mungkin merupakan pendekatan teoritis tunggal yang terpopuler dewasa ini
di dalam administrasi publik, sebagaimana diendors oleh H George Fredericson (1999) yang
merupakan salah satu figur terkemuka di bidang teori administrasi publik.
Hall & Taylor (1996), membedakan tiga tradisi pada paham kelembagaan:
1. Pilihan rasional (rational choice).
2. Paham kelembagaan historis (historical institutionalism).
3. Paham kelembagaan sosial (sosiological institutionalism).