Anda di halaman 1dari 26

ETIKA BISNIS DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengauditan II yang diampu oleh
SUTOYO, DRS.MSI

Disusun Oleh:
Vinabilla Ramadhania (142170056)
Galih Aulia Mahadi (142170058)
Mathea Tyas Rena Benita (142170063)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola Perusahaan Yang
Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran akan
pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang
menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan
(korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi
ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke
dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yangberpengaruh tersebut.
Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis danbahkan cenderung criminal yang dilakukan
oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat
besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan
pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut. Disamping berbagai praktik tata kelola
perusahaan dan pemerintahan yang buruk.

Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi disuatu negara, dan
timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebagai akibat adanya tata kelola
perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan
terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di
Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa
perusahan besar dan ternama dunia. Disamping juga menyebabkan krisis global dibeberapa
belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah amerika
mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002. Undang-undang dimaksud berisikan penataan
kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap
investor. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan
penciptaan GCG diberbagai negara. Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian
masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubunganantar
para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup:

a. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,


b. Peran para karyawan dan pihak-pihak yangberkepentingan ( stakeholders) lainnya

2
c. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu
d. Transparansi terkait dengan struktur danoperasi perusahaan
e. Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadp perusahaan itu sendiri,
kepada para pemegang saham dan pihaklain yang berkrpentingan

Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut organisasi untuk mengambil


langkah strategis agar organisasi dapat terus berkembang dengan baik sesuai dengan
perubahan yang terjadi. Perubahan untuk menjadi lebih baik, tidak akan terlepas dari
sejumlah tantangan yang akan terus menghadang, apalagi di era yang penuh dengan
persaingan dan ketidakpastian. Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka siapa
yang cepat dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari
pesaingnya maupun kecepatan merespon permintaan pelanggan terhadap produk yang telah
ada.

Oleh karena itu organisasi yang ingin terus berkembang harus merespon dengan cepat
tantangan-tantangan yang ada. Tingkat persaingan yang tinggi harus dihadapi perusahaan
dengan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang dapat membedakan dengan pesaingnya.
Dengan adanya perbedaan tersebut berarti perusahaan telah memiliki keunggulan kompetitif.
Namun, tujuan dari organisasi seharusnya tidak hanya sampai pada keunggulan kompetitif
saja tetapi keunggulan kompetitif tersebut sifatnya berkelanjutan atau tidak hanya sementara
sehingga dikatakan perusahaan memiliki keunggulaan kompetitif yang berkelanjutan. Untuk
membentuk keunggulan yang kompetitif, maka semua komponen dalam perusahaan harus
melakukan kerja keras dan kreatifitas ekstra agar mampu menjawab tantangan usaha ini,
yaitu dengan salah satu cara membentuk dan melakukan proses internalisasi budaya
perusahaan yang kuat dan sehat kepada seluruh insan perusahaan.

Disadari atau tidak, penerapan Good Corporate Governance dalam implementasi etika
dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu
kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG
mencerminkan etika bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika
bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap
berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud Good Corporate Governance?
2. Apa yang di maksud Etika Bisnis?
3. Bagaimana Etika Bisnis dengan konsep Good Corporate Governance?
4. Apa hubungan Etika Bisnis dengan Good Corporate Governance?
5. Bagaimana kasus yang terjadi dalam hubungan Etika Bisnis dan Good Corporate
Governance?

1.3 Tujuan Makalah

1. Dapat menjelaskan dan mengerti pengertian dari Good Corporate Governance


2. Dapat mengerti dan memahami pengertia Etika Bisnis
3. Mengetahui Etika Bisnis dengan Konsep Good Corporate Governance
4. Mengerti dan dapat menjelaskan hubungan Etika Bisnis dengan Good Corporate
Governance
5. Dapat menjelaskan kasus yang terjadi dalam hubungan Etika Bisnis dan Good
Corporate Governance

4
BAB 2
PEMBAHASAN

Good Corporate Governance


2.1 Pengertian Good Corporate Governance

Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh


Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam
laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes, 2006). Good
Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan
(stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.

Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa


sumber, diantaranya:

1. Cadbury Committee of United Kingdom

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors,
the government, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their
right and responsibilities,or the system by which companies are directed and controlled.”

2. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)


FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury
Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.

3. Sukrisno Agoes (2006)


Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan
peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan

5
lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economics Cooperation and Development (OECD)
(dalam Tjager dkk, 2004)
The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board
objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring
performance. [Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manager,
seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan
dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.]

5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)


Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan
(stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk
berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang
diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.

Jadi Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang
politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan
keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan

2.2 Konsep Good Corporate Governance


Berdasarkan beberapa definisi tersebut, pada intinya konsep GCG mengandung
pengertian yang berintikan 4 point, yaitu:

1. Wadah Organisasi (perusahaan, social, pemerintah)


Suatu system, proses dan seperangkart peraturan, termasuk prinsip-prinsip,
2. Model
serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat

6
 Meningkatkan kinerja organisasi
 Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
3. Tujuan  Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan
dalam mengelola organisasi
 Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan
 Mengatur dan mempertegas kembali hubungan peran, wewenang dan
tanggung jawab.
4. Mekanisme  Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan komisaris,
dan dewan direksi.
 Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan

2.3 Tujuan – Tujuan Good Corporate Governance


Berdasarkan berbagai definisi GCG yang disampai di atas dapat diketahui ada lima
macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu :
1. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
2. Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien.
3. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi
menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan.
4. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan
pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
5. Meningkatkan investasi nasional; dan
6. Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.

2.4 Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Nilai Perusahaan

Berdasarkan Keputusan Kementrian BUMN bahwasanya GCG adalah merupakan


kebijakan yang merupakan strategi operasional perusahaan yang wajib dilaksanakan disetiap
BUMN maupun anak usaha dari BUMN secara konsisten. Pertimbangan dikeluarkannya
keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 tentang
penerapan praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
adalah :

7
a. bahwa prinsip good corporate governance merupakan kaedah, norma ataupun pedoman
korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat;

b. bahwa prinsip good corporate governance belum diterapkan sepenuhnya dalam


lingkungan BUMN;

c. bahwa untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip good corporate
governance perlu lebih dioptimalkan;

d. bahwa mengingat hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk menegaskan kembali
penerapan prinsip good corporate governance pada BUMN melalui penetapan keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara;

Dapat diketahui bahwa GCG adalah merupakan landasan beretika dalam bisnis/usaha
sesuai dengan pasal 1 keputusan Menteri BUMN tersebut yang berbunyi “Corporate
governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.

Etika dalan usaha diperlukan untuk menjaga kestabilan dan perkembangan perusahaan
dalam jangka panjang agar dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu operasional yang baik,
bertanggungjawab, mandiri, kuat dalam kompetensi dan berkelanjutan.

Adapun pengaruh terhadap perusahaan dengan mengimplementasikan GCG ini adalah :

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.

2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan penerapan Good Corporate
Governance.

3. Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja


ekonomi perusahaan.

4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder


terhadap perusahaan.

5. Mempengaruhi harga saham secara positif.

8
6. Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan
melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar
mekanisme korporasi.

Dalam Kegiatan usaha GCG juga mengatur mekanisme operasional yang bersesuaian
dengan Etika berbisnis dan budaya organisasi yang dapat mengurangi akuntabilitas
perusahaan. Misalnya :

 Dengan memberikan, menawarkan, atau menerima baik langsung ataupun tidak langsung
sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau seorang pejabat Pemerintah untuk
mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan
lainnya,

 Tidak boleh memberi atau menerima suatu tanda terima kasih dalam kegiatan usaha,
seperti hadiah, sumbangan atau “entertainment”, pada suatu keadaan yang dapat
dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut,

 Memberikan donasi untuk tujuan amal dengan batas kepatutan,

 Memberikan donasi dengan tujuan lain harus merujuk pada SOP yang ada pada
perusahaan tersebut.

Dengan penerapan Good Corporate Governance maka tata kelola atau manajerial perusahaan
akan berjalan dengan baik, akuntabel, mencapai sasaran dan tujuan akhir yaitu profit yang
optimal dapat tercapai sehingga keberlangsungan perusahaan dapat terjaga.Kelangsungan
yang dapat terjaga diantaranya produksi lancar dan meningkat seiring kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan yang transparan, hubungan bisnis dapat diperluas, kepercayaan
pemegang saham meningkat karena pengelolaan yang akuntabel. Dalam hal kekuatan
perusahaan terjamin karena kemandirian perusahaan yang dimiliki, sehingga tidak terbebani
dengan pengeluaran utang dan resiko bisnis.

2.5 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance


Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis,
yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya
diakronimkan menjadi TARIF. Penjabarannya sebagai berikut :

9
1. Transparency (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan
prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat
waktu kepada segenap stakeholders-nya.

2. Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka
akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan
keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang
kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan
akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga
mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-
lainnya.
4. Indepandency (kemandirian)
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa
ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Fairness(kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi
faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di
antara beragam kepentingan dalam perusahaan

2.6 Implementasi Good Corporate Governance (GCG).


Perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikan dan menjalankan Good
Corporate Governance (GCG) tentunya akan membuat kebijakan dengan menyusun Pedoman
GCG yang dapat diterima semua organ perusahaan sebagai SOP yang harus dipatuhi oleh
semua elemen perusahaan. Aturan main seperti SOP menentukan hak dan kewajiban dari
masing-masing bagian dari struktur organisasi yang ada.
10
2.7 Manfaat Good Corporate Governance

Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan
terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan
bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
I. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan
bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-
perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
II. Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola
perusahaan.
III. Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
IV. Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi
dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap
bisnis yang kini telah banyak berubah.
V. Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

2.7 Penerapan Good Corporate Governance Dalam Perusahaan


Maksud dan tujuan penerapan GCG di dalam perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara mengingkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercara, bertanggung jawab dan adil agar perusahaan memiliki daya
saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelola perusahaan secara professional, transaparan dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
3. Mendorong agar manajemen perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap stakeholdersmaupaun kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan.
4. Meningkatkan kontribusi perusahaan dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan nilai investasi dan kekayaan perusahaan.

11
Etika Bisnis
2.8 Pengertian Etika Bisnis
1. Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens,
2000). Untuk menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens, 2000):
1. Etika sebagai Praktis
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak
dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
a. Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa
yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai
objeknya.
c. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.

2. Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis
dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks

12
individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan
pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, di mana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta,
bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya.
Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha,
atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti
ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya
atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis
seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, di mana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh
pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang
sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki
tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada
badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari
laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu,
misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas
yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang tepat
masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Berikut ini adalah pengertian bisnis menurut para ahli :
 Menurut Musselman adalah keseluruhan dari aktivitas yang diorganisir oleh orang
yang tidak berurusan di dalam bidang industri dan perniagaan yang menyediakan
barang dan jasa agar terpenuhinya suatu kebutuhan dalam perbaikan kualitas hidup.
 Menurut Hooper, Pengertian Bisnis adalah keseluruhan yang lengkap pada berbagai
bidang seperti industri dan penjualan, industri dasar dan industri manufaktur dan
jaringan, distribusi, perbankkan, transportasi, insuransi dan lain sebagainya; yang
kemudian melayani dan memasuki dunia bisnis secara menyeluruh.
 Peterson dan Plowman mengemukakan Pengertian Bisnis merupakan serangkaian
kegiatan yang berhubungan dengan pembelian ataupun penjualan barang dan jasa
yang dilakukan secara berulang-ulang. Menurut paterson dan plowman, penjualan
jasa ataupun barang yang hanya terjadi satu kali saja bukanlah merupakan pengertian
bisnis.
 Menurut Owen adalah suatu perusahaan yang berhubungan dengan distribusi dan
produksi barang-barang yang nantinya dijual ke pasaran ataupun memberikan harga
yang sesuai pada setiap jasanya.
13
 Menurut Hunt dan Urwick, Pengertian Bisnis ialah segala perusahaan apapun yang
membuat, mendistribusikan ataupun menyediakan berbagai barang ataupun jasa yang
dibutuhkan oleh anggota masyarakat lainnya serta bersedia dan mampu dalam
membeli atau membayarnya.
 Menurut L.R.Dicksee mengatakan bahwa Pengertian Bisnis yaitu suatu bentuk dari
aktivitas yang utamanya bertujuan dalam memperoleh keuntungan bagi yang
mengusahakan atau yang berkepentingan di dalam terjadinya aktivitas tersebut.
3. Pengertian Etika Bisnis
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita
menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada
kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis juga merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana
standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern
untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-
orang yang ada di dalam organisasi.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan
standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam
kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan
hukum. Sedangkan menurut para ahli etika bisnis adalah :
 Velasques (2002), etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral
yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
 Hill dan Jones (1998) menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk
membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap
pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis
yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Lebih jauh ia mengatakan, “Most
of us already have a good sense of what is right and what is wrong. We already know
that is wrong to take action that put the lives other risk” ("Sebagian besar dari kita
sudah memiliki rasa yang baik dari apa yang benar dan apa yang salah. Kita sudah tahu

14
bahwa salah satu untuk mengambil tindakan yang menempatkan risiko kehidupan yang
lain.")
 Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and Environment An
Introduction” memberi batasan yakni, ”business ethics is ethical standards that concern
both the ends and means of business decision making” (“Etika bisnis adalah standar
etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.")
 Business & Society - Ethics and Stakeholder Management (Caroll & Buchholtz,:
dalam Iman, 2006): Ethics is the discipline that deals with what is good and bad and
with moral duty and obligation. Ethics can also be regarded as a set of moral principles
or values. Morality is a doctrine or system of moral conduct. Moral conduct refers to
that which relates to principles of right and wrong in behavior. Business ethics,
therefore, is concerned with good and bad or right and wrong behavior that takes place
within a business context. Concepts of right and wrong are increasingly being
interpreted today to include the more difficult and subtle questions of fairness, justice,
and equity (Etika adalah disiplin yang berurusan dengan apa yang baik dan buruk dan
dengan tugas dan kewajiban moral. Etika juga dapat dianggap sebagai seperangkat
prinsip moral atau nilai. Moralitas adalah doktrin atau sistem perilaku moral. moral
perilaku yang didasarkan pada apa yang terkait dengan prinsip benar dan salah dalam
perilaku. Etika bisnis, oleh karena itu, terkait dengan perilaku yang baik dan buruk
atau benar dan salah yang terjadi dalam konteks bisnis. Konsep ini lebih sering
diartikan benar dan salah untuk memasukkan pertanyaan pertanyaan lebih sulit dan
halus keadilan, keadilan dan kesetaraan).
 Sim (2003) dalam bukunya Ethics and Corporate Social Responsibility – Why Giants
Fall, menyebutkan:Ethics is a philosophical term derived from the Greek word “ethos,”
meaningcharacter or custom. This definition is germane to effective leadership
inorganizations in that it connotes an organization code conveying moral integrity and
consistent values in service to the public (Etika adalah istilah filosofis yang berasal
dari "etos," kata Yunani yang berarti karakter atau kustom. Definisi erat dengan
kepemimpinan yang efektif dalam organisasi, dalam hal ini berkonotasi kode
organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten dalam
pelayanan kepada masyarakat.)

2.9 Perkembangan Etika Bisnis


Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
15
 Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas
bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
 Masa Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen,
yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business
and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
 Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar
bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
 Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah
bisnis yang disebutEuropean Business Ethics Network (EBEN).
 Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia.Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE)
pada 25-28 Juli 1996.

2.10 Prinsip-prinsip Etika Bisnis


Adapun prinsip-prinsip etika bisnis yaitu sebagai berikut :
 Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai
dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan
komunitasnya.
 Kesatuan (Unity)

16
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang memadukan keseluruhan
aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang
homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
 Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi kebebasan itu tidak
merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan
pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan
segala potensi yang dimilikinya.
 Kebenaran (kebajikan dan kejujuran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.Dalam konteks bisnis kebenaran
dimaksudkan sebagia niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi)
proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya
meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis sangat
menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang
melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
 Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.
Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama
kepada konsumen, dan lain-lain.
 Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat
jahat dan prinsip keadilan.
 Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. secara logis
prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.

2.11 Pendekatan Dasar Perumusan Tingkah Laku Etika Bisnis

17
Menurut pendapat dari Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance
Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah
laku etika bisnis, yaitu :
1. Pendekatan Manfaat (Utilitarian Approach) : setiap tindakan harus didasarkan pada
konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti
cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan
cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Pendekatan Hak Azazi Manusia (Individual Rights Approach) : setiap orang dalam
tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan
ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan
terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Pendekatan Hukum (Justice Approach) : para pembuat keputusan mempunyai
kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

2.12 Tujuan Etika Bisnis


Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan batasan-
batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan monkey
business atau dirty business yang bisa merugikan banyak pihak yang terkait dalam bisnis
tersebut.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis
yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya
dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai
kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan
oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya. Etika Bisnis adalah seni
dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan
masalah-masalah moral yang kompleks.
Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di
Amerika Serikat. Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral
perilaku manusia dan peraturan-peraturan yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan
manajemen. Oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan
menerapkan prinsip-prinsip etika dibidang hubungan ekonomi antar manusia. Secara
terperinci, Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat kegiatan
sebagai berikut:
18
a. Penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-prinsip etika
bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau tindakan yang
diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Dengan demikian
etik bisnis membantu pra pelaku bisnis untuk mencari cara guna mencegah tindakan
yang dinilai tidak etis.
b. Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia bisnis,
tetapi juga metematika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah perilaku yang
dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisasi atau perusahaan bisnis.
Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab
sosial atau tidak.
c. Bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai bisnis. Dalam
hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada umumnya dan sistem
ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah keadilan sosial, hak milik, dan
persaingan.
d. Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan
multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain- lain.

2.13 Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance


1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-
praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.
Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture),
maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi peraturan yang ada. Pelanggaran atas Kode Etik dapat termasuk kategori
pelanggaran hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan


Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu
kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang
efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik
tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan
akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan
19
kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain
masalah :
a. Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia
mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain
yang tidak berhak. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik
dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi
(keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.
Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya
dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan
masyarakat pada umumnya.
b. Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas
dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan
kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung
maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana
keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi
kepentingan terbaik dari perusahaan.
Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan
suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa
bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua
hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik
tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di
perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan
Kerja).
Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu
dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent,
misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang
akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.
Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of
Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan
GCG.
20
2.14 Hubungan Etika Bisnis dan Good Corporate Governance
Disadari atau tidak, penerapan Good Corporate Governance dalam implementasi etika
dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu
kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG
mencerminkan etika bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika
bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap
berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi.
Etika bisnis dan konsep good corporate governance merupakan hubungan yang
berkesinambungan antar keduanya. Kode etik (komponen etika bisnis) harus ada dalam
penerapan good corporate govenance. Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan
(Code of Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah satu prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan dan pimpinan
perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etika bisnis yang terbaik di dalam semua hal
yang dilaksanakan atas nama perusahaan.

Kasus
2.15 Kasus terhadap hubungan Etika Bisnis dan Good Corporate Governace

Kasus Pelanggaran Good Corporate Governance oleh PT. Katarina Utama Tbk.
Berkaitan dengan pasar modal di Indonesia
PT Katarina Utama Tbk (RINA) merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang jasa pemasangan, pengujian dan uji kelayakan produk dan peralatan telekomunikasi.
Direktur Utama RINA adalah Fazli bin Zainal Abidin. RINA tercatat di BEI sejak 14 Juli
2009. Belum lama ini RINA menggelar penawaran saham perdana kepada publik dengan
melepas 210 juta saham atau 25,93% dari total saham, dengan harga penawaran Rp 160,- per
lembar saham. Dari hasil IPO, didapatkan dana segar sebesar Rp 33,66 miliar. Rencananya
seperti terungkap dalam prospectus perseroan, 54,05% dana hasil IPO akan digunakan untuk
kebutuhan modal kerja dan 36,04% dana IPO akan direalisasikan untuk membeli berbagai
peralatan proyek.

21
Pada Agustus 2010 lalu, salah satu pemegang saham Katarina, PT Media Intertel
Graha (MIG), dan Forum komunikasi Pekerja Katarina (FKPK) melaporkan telah terjadi
penyimpangan dana hasil IPO yang dilakukan oleh manajemen RINA. Dana yang sedianya
akan digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantorcabang, tidak
digunakan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum
melakukan realisasi sebagaimana mestinya. Dari dana hasil IPO sebesar Rp 33,66 miliar,
yang direalisasikan oleh manajemen ke dalam rencana kerja perseroan hanya sebesar Rp 4,62
miliar, sehingga kemungkinan terbesar adalah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp
29,04 miliar untuk kepentingan pribadi. Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi
laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna
memperbesar nilai aset perseroan. Bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah memutus
aliran listrik ke kantor cabang RINA di Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu
membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan.
Akhirnya Cabang Di Medan ditutup secara sepihak tanpa meyelesaikan hak hak
karyawannya. Bahkan selama ini manajemen tidak menyampaikan secara utuh dana
jamsostek yang dipotong dari gaji karyawan, ada juga karyawan yang tidak mengikuti
jamsostek tetapi gajinya juga ikut dipotong. Bursa menghentikan perdagangan
saham RINA sejak awal September 2010. BEI kemudian melimpahkan kasus ini
kepada Bapepam-LK untuk ditindaklanjuti.

2.16 Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Good Corporate Governance


1. Keadilan/Kewajaran (Fairness)
PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan baik
primer maupun sekunder, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula
bagi karyawan salah satu contoh yang sangat jelas yaitu pada pemotongan gaji untuk asuransi
jamsostek para karyawan, para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek
gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah
melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan
tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT
Katarina Utama, terbukti bahwa manajemen RINA melanggar prinsip Keadilan.

2. Prinsip Transparansi (Keterbukaan)


PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah
disampaikan diatas Manajemen RINA telah memasukkan sejumlah piutang fiktif guna
22
memperbesar nilai aset perseroan, sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku
kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku kepentingan
seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa PT
Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian
informasi.

3. Prinsip Akuntabilitas
Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan
prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi
direktur, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang
dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti
bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.

4. Prinsip Responsibilitas (Tanggung Jawab)


PT Katarina Utama Jelas sangat melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan
penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, Manajemen
RINA juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan membayar gaji
mereka, selain itu RINA tidak membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan
selama 3 bulan berjalan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Seputar Indonesia (SI),
sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah
melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip
Responsibilitas.
5. Prinsip Kemandirian
Dengan adanya penyelewengan dana hasil IPO membuat perseroan menjadi tidak efektif
dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, tidak mampu membayar gaji karyawan, dan
tidak mampu membayar tunggakan listrik PLN sehingga menyebabkan ditutupnya
cabang PT Katarina Utama di Medan. Hal ini lah yang menyebabkan PT Katarina Utama
tidak dapat melaksanakan prinsip kemandirian.

2.17 Dampak terhadap Pelanggaran Good Corporate Governance

1. Ketidakpercayaan para pemegang saham

23
2. Ketidakpercayaan karyawan, munculnya berbagai demo karyawan di berbagai cabang PT
Katarina Utama
3. Ketidakpercayaan Mitra Kerja, penggelembungan nilai aset dengan memasukkan
sejumlah piutang fiktif yang dituduhkan kepada satu pemegang saham Katarina, PT
Media Intertel Graha (MIG), membuat mitra kerja tersebut berbalik
melaporkan
Manajemen RINA dan menimbulkan ketidakpercayaan kepada Manajemen RINA
4. Ketidakpercayaan Pemerintah, PLN memutus aliran listrik ke kantor cabang RINA di
Medan, Sumatera Utara, karena tidak mampu membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9
juta untuk tagihan selama 3 bulan berjalan
5. Bursa menghentikan perdagangan saham RINA sejak awal September 2010
6. Tidak berjalannya kegiatan operasional perusahaan karena perusahaan tidak mampu
membiayai kegiatan operasional sehingga tidak ada pemasukan bagi perusahaan, bahkan
kantor cabang RINA di Medan akhirnya ditutup.

2.18 Analisa dari kasus diatas Good Corporate Governamce dapat


a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan
pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan
kewajaran.
b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
c. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.
d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab social perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperjatikan
pemangku kepentingan lainnya.
f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.

24
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang
saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat
waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate
Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat
komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi
penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan
Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh
kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate
Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan
bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum
menjalankan governansi.

3.2. Saran
Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu memahami
lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana dapat membantu kita
membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh perusahaan
sebelumnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini dapat membantu para pembaca untuk dapat
dijadikan referensi yang mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://adheirma309.blogspot.co.id/2014/12/makalah-etika-bisnis.html
https://breaktimeug.wordpress.com/2016/01/04/artikel-etika-bisnis/
http://dokumen.tips/documents/pengertian-etika-bisnis-menurut-para-ahli.html
http://dokumen.tips/documents/kasus-pelanggaran-good-corporate-governance-oleh-pt-
katarina.html
http://danisapujiati94.blogspot.co.id/2015/12/hubungan-etika-bisnis-dan-good.html
https://exaudian.wordpress.com/2016/01/04/peran-good-corporate-governance-dalam-etika-
bisnis/
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2015/12/hubungan-etika-bisnis-dan-good.html
http://septian-triadi.blogspot.co.id/2013/01/artikel-etika-bisnis-tulisan.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/01/pengertian-manfaat-dan-tujuan-bisnis.html
http://irmaawahyuni.blogspot.co.id/2014/11/makalah-good-corporate-governance.html
http://nyarimakalah.blogspot.co.id/2015/06/makalah-good-corporate-governance-dan.html
http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://nurisnayni.blogspot.co.id/2015/08/contoh-makalah-good-corporate_4.html
http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2015/12/hubungan-etika-bisnis-dan-good.html

26

Anda mungkin juga menyukai