Kelas :SAX 2
NIM : 2110180122
SOAL
Buatlah rangkuman atau ringkasan tentang Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, di mulai
dengan :
1. Masa Orde Lama;
2. Masa Orde Baru;
3. Masa Reformasi;
4. Masa Transisi Demokratisasi;
5. Masa Sekarang;
Catatan: Saudara harus juga melihat dari beberapa aspek, antara lain: Bentuk
Pemerintahan, Kepala Negara (Presiden), Fungsi dan Kedudukan, Sistem Pemerintahan
Daerah.
Buatlah juga rangkuman atau ringkasan tentang pembentukan dan berlakunya UUD 1945
mulai masa Orde Lama sampai masa sekarang ini.
JAWABAN
Sistem parlementer
Perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer terjadi pada tahun
1945-1950. Pada sistem ini presiden memiliki fungsi ganda, yakni sebagai badan eksekutif
merangkap badan legislatif. Masa itu juga terjadi adanya ketidakstabilan, tapi di sisi lain
menggambarkan kedewasaan berpolitik.
Sistem liberal
Pada era Orde Lama juga menjalankan sistem pemerintahan liberal. Ini berlangsung pada
tahun 1950-1959. Pada masa itu politik dan perekonomian menggunakan prinsip liberal. Ini
terlihat dari presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat. Kemudian menteri
bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah. Presiden berhak membubarkan DPR. Pada 17
Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, presiden memerintahkan menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS).
Sistem demokrasi terpimpin
Sistem demokrasi terpimpin ini berlangsung pada tahun 1959-1968. Sistem ini pertama kali
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan Sidang Konstituante 10 November
1956. Pada masa demokrasi terpimpin ini banyak terjadi penyimpangan yang menimbulkan
beberapa peristiwa besar di Indonesia. Penyimpangan itu seperti, presiden membubarkan
DPR hasil pemilu 1955, serta MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Selain itu, adanya peristiwa G30S/PKI dan munculnya tiga tuntutan rakyat (Tritura). Tritura
berisi pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-
unsur PKI dan penurunan harga barang-barang.
Ada dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap Dekrit Presiden :
Kembali ke Undang- Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan
dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara.
Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila seperti
yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKI 18
Agustus 1945
Kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante sehingga
Konstituante menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959.
Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet
tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada 4 Juli 1959 dan diumumkan
secara resmi oleh presiden pada 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka.
Dekrit Presiden tersebut berisi :
1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan MPRS.
3. Masa Reformasi
Masa reformasi atau masa transisi ini terbuka peluang untuk menata kehidupan
berdemokrasi. Masa ini dimulai dari kepemimpin BJ Habibie sebagai presiden menggantikan
Soeharto yang mengundurkan diri. Reformasi adalah perubahan terhadap suatu sistem yang telah
ada pada suatu masa secara terbatas dan memiliki keleluasaan perubahannya melibatkan semua
elemet masyarakat yang terlihat dalam prosesi hubungan kepada pihak lain.
Tujuan reformasi yaitu untuk bisa melakukan perbaikan di berbagai bidang kehidupan
masyarakat sehingga keadaan menjadi lebih baik dan tepat sasaran di masa depan. Secara lebih
rinci, tujuan dilakukannya reformasi, diantaranya yaitu:
1. Untuk bisa membuat perubahan secara serius dan bertahap agar semua elemen masyarakat
memiliki nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Untuk bisa melakukan penataan kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk di dalamnya
yaitu konstitusi dan perundang-undangan yang selama ini mengalami penyimpangan dari
arah perjuangan dan cita-cita masyarakat dan negara.
3. Untuk bisa memperbaiki setiap bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
4. Untuk bisa mengubah atau menghilangkan kebiasaan atau cara-cara hidup yang tidak sesuai
dengan semangat reformasi. Misalnya perilaku Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN), sikap
otoriter, penyimpangan, penyelewengan, dan lain-lain.
Puncak dari Rezim Orde Baru ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, yang kemudian
melahirkan Gerakan Reformasi di segala bidang politik, ekonomi dan hukum. Era Reformasi
memunculkan fobia terhadap Pancasila.
Tap MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan :
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara”
Tap MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan :
“Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar
1945”.
Berikut ini beberapa contoh kebijakan yang berlaku pada masa reformasi di Indonesia, antara lain:
Membebaskan Tahanan Politik
Sebelum Habibie menjabat sebagai Presiden, banyak tokoh politik yang ditahan karena terjerat
kasus-kasus ringan hingga berat. Oleh sebab itu, salah satu kebijakan sistem demokrasi politik
Presiden Habibie pada masa reformasi ialah membebaskan para tahanan tersebut.
Tindakan pembebasan tersebut bertujuan untuk meningkatkan legitimasi Habibie di dalam maupun
di luar negeri. Selain itu, Habibie juga memberikan kebebasan untuk semua masyarakat dalam
membuat partai politik serta rencana pelaksanaan pemilu.
Beberapa tokoh yang dibebaskan tersebut diantaranya yaitu Sri Bintang Pamungkas yang dulunya
adalah mantan anggota DPR karena kasus memberikan kritik pada Presiden Soeharto, Muchtar
Pakpahan yang merupakan tokoh kerusuhan yang terjadi di Medan tahun 1944 serta K.H
Abdurrahman Wahid.
Kebebasan Pers
Pada masa reformasi, Habibie memberikan kebebasan pers, yang menunjukkan bahwa pemerintah
telah memberikan kebebasan pada fungsi pers dalam hal pemberitaan. Hal itu menyebabkan banyak
media massa baru atau lama yang bermunculan.
Kebebasan pers tersebut diimbangi dengan adanya kebebasan asosiasi organisasi pers hingga
organisasi seperti Asosiasi Jurnalis Independen turut berkontribusi dalam pers. Pencabutan SIUPP
adalah cara Habibie dalam memberikan kebebasan pers.
Menyelesaikan Masalah Timor Timur
Masalah Timor Timur merupakan masalah yang belum mampu terselesaikan oleh pemerintahan
presiden sebelumnya. Oleh sebab itu, salah satu kebijakan politik Presiden Habibie pada masa
reformasi adalah berusaha untuk mengambil sikap yang pro aktif dengan memberikan 2 penawaran,
yaitu:
1. Pemberian status khusus dengan otonomi daerah secara luas, atau
2. Ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia.
Otonomi luas bisa diartikan sebagai pemberian kewenangan dalam berbagai bidang seperti politik,
budaya ekonomi, pengecualian dalam bidang hubungan antar luar negeri, pertahanan, keamanan
serta dalam kebijakan fiskal dan moneter.
Sedangkan opsi memisahkan diri artinya secara demokrasi dan konstitusi serta secara damai dan
terhormat Timor Timur akan melepaskan diri dari bagian NKRI dan Habibie akan membebaskan
tahanan politik seperti Ramos Horta dan Xananan Gusmao.
Akhirnya, pada tanggal 21 April 1999 bertempat di Dili, kelompok yang terbagi menjadi kelompok
pro kemerdekaan dan kelompok pro integrasi melakukan penandatanganan kesepakatan dalam
pelaksanaan penentuan pendapat di Timor Timur dengan melihat sikap rakyat terhadap 2 opsi yang
diberikan tersebut.
Proses jejak pendapat kemudian dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dan selanjutnya akan
diumumkan pada 4 September 1999. Hasil dari jejak pendapat tersebut yaitu sekitar 78,5%
masyarakat Timor Timur lebih memilih untuk melepaskan diri dari NKRI. Meskipun permasalahan
itu telah selesai, tapi lepasnya Timor Timur menjadi catatan buruk pemerintahan Habibie karena
tidak bisa mempertahankan bagian NKRI.
Pemilu dan Pembentukan Parpol 1999
Kebijakan dalam bidang politik lainnya yaitu pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) untuk pertama
kalinya setelah reformasi di Indonesia diadakan pada 7 Juni 1999. Pelaksanaan pemilu itu dibarengi
dengan pembentukan parpol. Pelaksanaan pemilu tersebut dianggap sebagai bentuk demokrasi
dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu sebelumnya sebab menggunakan asas langsung, umum,
bebeas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil).
Perubahan kebijakan terkait pemilu dilandasi dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 yang
berisikan tentang Partai Politik, UU No. 4 tahun 1999 yang berisikan tentang DPR dan MPR serta
UU no 3 tahun 1999 yang berisi tentang Pemilu.
Setelah reformasi, dalam sistem pemilu di Indonesia setidaknya terdapat 141 Partai Politik yang
mendaftar. Namun jumlah yang banyak tersebut diverifikasi datanya dan hanya 98 partai yang lolos.
Kemudian, setelah dilakukan seleksi lebih lanjut, yang memenuhi semua persyaratan yang telah
ditentukan dalam pemilu hanya 48 parpol.
Pada tanggal 1 September 1999 sesuai keputusan KPU dan PPI, telah dilakukan lembaga kursi dari
hasil pemilu. Berdasarkan hasil tersebut, ada 5 partai yang mendominasi menduduki kursi DPR,
yaitu PDIP yang menjadi pemenang pemilu, Golkar, PKB, PPP dan PAN.
Pemeriksaan Kekayaan Soeharto dan Kroni-Kroninya
Berdasarkan Inpres No. 30 Tahun 1998, tertanggal 2 Desember 1998, Jaksa Agung Baru, yaitu Andi
Ghalib diperintahkan untuk segera mengambil tindakan hukum berupa pemeriksaan terhadap
mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya sebab adanya melakukan praktek KKN.
Pada tanggal 11 Oktober 1999, salah satu pejabat Jaksa Agung, Ismudjoko mengeluarkan SP3 yang
berisi bahwa penyelidikan terhadap Soeharto yang kaitannya dengan dana yayasan secara resmi
dihentikan, dengan alasan tidak ditemukannya bukti yang kuat untuk melanjutkan penyelidikan,
terkecuali apabila ternyata ditemukan bukti baru.
Peristiwa tersebut menyebabkan pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan TAP MPR No.
XI/MPR/1998 yang berisikan tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN,
terutama penyelidikan yang dilakukan terhadap kekayaan mantan Presiden Soeharto beserta kroni-
kroninya.
Disisi lain, Habibie memberikan gelar Pahlawan Reformasi bagi para mahasiswa yang menjadi
korban dalam peristiwa Trisaksi sebab berhasil membuat Soeharto lengser pada tanggal 12 Mei
1998. Pemberian gelar tersebut juga merupakan bagian dari kebijakan politik Presiden Habibie pada
masa reformasi.
Pada masa transisi ini banyak sekali pembangunan dan perkembangan ke arah kehidupan
negara yang demokratis. Contoh pembangunan ke arah demokrasi di antaranya adalah dengan
serangkaian kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, yaitu sebagai berikut.
Keluarnya ketetapan-ketetapan MPR RI dalam sidang istimewa bulan November 1998
sebagai awal perubahan sistem demokrasi konstitusional.
Ditetapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
Keluarnya Undang-Undang Politik, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik, Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, dan Undang-Undang
No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Melakukan proses peradilan bagi para pejabat negara dan pejabat lainnya yang terlibat
korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta penyalahgunaan kekuasaan.
Adanya jaminan kebebasan pendirian partai politik ataupun organisasi kemasyarakatan
secara luas.
Pembebasan sejumlah tahanan politik semasa orde baru.
Melaksanakan pemilihan umum tahun 1999 yang bebas dan demokratis dengan diikuti oleh
banyak partai politik.
Kebebasan pers yang luas, termasuk tidak adanya pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers).
Terbukanya kesempatan yang luas dan bebas untuk warga negara dalam melaksanakan
demokrasi di berbagai bidang.
Demokrasi di masa transisi berakhir dengan adanya pemilu pada tahun 1999, di mana Abdurrahman
Wahid dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Sejak
saat itulah bangsa Indonesia mulai memasuki masa reformasi.
5. Masa Sekarang
Masa sekarang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (sejak 20 Oktober 2014). Bentuk
pemerintahan Indonesia disebutkan dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik.Bentuk republik berlaku sejak bangsa Indonesia merdeka
dan membentuk negara modern yang diproklamasikan pada 17 Agustus.Sedangkan sistem
pemerintahan Indonesia yakni presidensial.
Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi, "bahwa kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. "
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk republik."
Dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah Republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan
republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, "Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Dengan demikian,
sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem Pemerintahan Presidensial.
Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Namun dalam praktiknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk
ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem
pemerintahan yang berjalan i Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau
perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial dengan sistem pemerintahan parlementer.
Apalagi bila dirunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Periodisasi
Sistem Pemerintahan, diantaranya :
- Pada tahun 1945 - 1949 = Indonesia pernah menganut Sistem Pemerintahan Presidensial
- Pada tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu
- Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan
demokrasi liberal
- Pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial secara demokrasi
terpimpin.
- Pada tahun 1966-1998 (Orde Baru), Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial
Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi
perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen
dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 – 2002.
Selama kurun waktu Indonesia merdeka sampai sekarang, sejarah UUD 1945 mengalami pasang
surut. Terjadi penyimpangan-penyimpangan dari masa ke masa, sampai akhirnya terjadi
amandemen UUD 1954 yang kita pakai saat ini. Tahapan atau periode pelaksanaan UUD 1945
secara berurutan diuraikan dalam tahapan konsitusi yang pernah berlaku di Indonesia, di bawah ini.
Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Sejak disahkannya, 18 Agustus 1945, UUD 1945 belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Ini terjadi
karena kondisi Indonesia yang sedang berada dalam masa peralihan, sehingga banyak hal yang
masih harus dibenahi oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga disibukkan oleh
perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Beberapa hal yang belum sesuai dengan UUD 1945 pada periode ini adalah:
Belum adanya lembaga legislatif di negara, sehingga presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintah mempunyai wewenang yang sangat luas. Baru kemudian, 16 Oktober 1945,
dikeluarkan Maklumat Presiden Nomor X yang memutuskan bahwa KNIP diberi kekuasaan
legislatif selama MPR dan DPR belum dibentuk.
Sistem pemerintahan presidensil diganti dengan sistem pemerintahan semi presidensil (semi
parlementer), pada tanggal 14 November 1945.
Presiden menjadi lembaga pemerintah satu-satunya yang tidak dapat diganggu gugat.
Konstituante yang dibentuk untuk menyusun undang-undang baru gagal melaksnakan
tugasnya.
Untuk menyelematkan negara yang sudah dalam kondisi genting, Presiden mengeluarkan
Dekrit, 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit Presiden mengumumkan berlakunya kembali UUD 1945
dan UUDS 1950 tidak digunakan lagi,
Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat membuat UU tanpa persetujuan DPR
Pidato Presiden Sukarno yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto
Politik), 17 Agustus 1950, dijadikan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Padahal fungsi GBHN dalam pembangunan nasional sangatlah strategis.
Pada tahun 1960, DPRS tidak menyetujui Rancangan Anggaran Belanja Negara (RABN)
yang diajukan pemerintah. Akibatnya Presiden membubarkan DPRS dan menggantinya
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong (DPR-GR).
Penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 membuat situasi negara tidak
terkendali. Berbagai pemberontakan terjadi. Puncaknya adalah Pemberontakan yang kemudian
dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 (pemberontakan G30S / PKI).
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan di atas kepentingan negara merajalela.
Kebebasan pers dibelenggu. Pers yang tidak sejalan dengan pemerintah akan dibekukan
surat ijinnya.
Pembatasan hak-hak politik rakyat dengan hanya mengijinkan adanya 3 partai politik, yaitu
PPP, Golkar, dan PDIP.
Masa pemerintahan Orde Baru berakhir dengan demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa.
Mahasiswa yang berdemo menuntut refoemasi di segala bidang berakhir dengan mundurnya
Presiden Suharto sebagai presiden, 21 Mei 1998.
Merubah struktur kekuasaan yang ada pada UUD 1945 agar tidak berpusat pada satu
lembaga negara
Tidak mengubah bentuk negara kesatuan (NKRI) dan sistem pemerintahan presidensil
Tidak akan mengubah Pembukaan UUD 1945 dan menghapus bagian penjelasan
Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu tahun 1999, 2000,2001, dan 2002 (dapat
dibaca di artikel peridode konstitusi di Indonesia). Perubahan yang terjadi antara lain :