Abstrak
Agroindustri gula merah tebu merupakan agroindustri yang mengolah tebu hasil perkebunan rakyat menjadi
gula merah (Saka). Pasokan bahan baku dan pengolahannya yang masih tradisional menimbulkan berbagai masa-
lah dalam pengembangannya termasuk risiko rantai pasoknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
sumber dan faktor risiko serta melakukan evaluasi dan pengendalian risiko yang dianalisis menggunakan ANP
(Analytical Network Process) serta wawancara mendalam dengan pakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produksi (24,42%) merupakan sumber risiko utama dan diikuti risiko pemasaran (20,19%), risiko sumber daya
manusia (18,75%), risiko finansial (18,37%) dan risiko kelembagaan (18,27%). Penilaian terhadap prioritas jenis
risiko yang potensial terjadi adalah risiko kualitas produk, fluktuasi harga dan kebijakan pemerintah. Faktor OKP
(Operational Key Process) menjadi prioritas utama dalam manajemen rantai pasok Saka dengan lebih ditekankan
pada perbaikan manajemen produksi (41,17%). Alternatif utama dalam pengendalian risiko yang akan dilakukan
adalah dengan cara melemahkan risiko (42,21%). Hal ini dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas bahan baku
dan teknologi pengolahan Saka serta dukungan pemerintah termasuk dalam menjaga stabilitas harga Saka.
Kata kunci: analytical network process, gula merah tebu, manajemen risiko, rantai pasok
Abstract
Brown Sugar cane agroindustry is agroindustry that traditionally processes sugar cane supplied by
farmers into brown sugar (Saka). This condition creates various problems in its development, including its supply
chain risk. This study aims to identify sources and risk factors as well as evaluate and control risks analyzed using
ANP (Analytical Network Process)and in-depth interviews with experts. The results showed that production
(24,42%) was the main risk and was followed by marketing risk (20,19%), human resources risk (18,75%),
financial risk (18,37%) and institutional risk (18,27%). An assessment of the potential types of risks is the risk of
product quality, price fluctuations, and government policies. OKP (Operational Key Process) factor is a top
priority in Saka supply chain management with more emphasis on improving production management (41.17%).
The main alternative in risk control will be carried out by weakening the risk (42.21%). This will be done by
improving the quality of raw materials, improving the manufacture technology of Saka, and government support,
including to keep the stability of Saka's prices.
Keywords: analytical network process, brown sugarcane, risk management, supply chain
Di Sumatera Barat, Saka sering digunakan risiko yang memungkinkan dimiliki oleh lebih
dalam pengolahan makanan tradisional, makanan dari satu pelaku rantai pasokan (Hadiguna, 2015).
ringan, kecap dan taoco yang dijadikan sebagai Selanjutnya, adanya nilai tambah dan meningkat-
bahan bakunya, serta umpan bagi pemburu babi. nya daya saing pada rantai pasok dapat menim-
Kabupaten Agam merupakan sentra produksi Sa- bulkan risiko rantai pasok (Aini, Syamsun, &
ka di Sumatera Barat dan 80% penduduk menja- Setiawan, 2014). Oleh sebab itu, manajemen
dikan agroindustri Saka sebagai mata pencaha- risiko rantai pasok agroindustri diperlukan agar
rian utamanya (BPS Provinsi Sumatera Barat, dapat mengurangi atau menekan kerugian yang
2015). Agroindustri Saka ini sudah ada sejak la- timbul pada jaringan rantai pasok agroindustri.
ma dan menjadi usaha yang turun temurun. Agro- Manajemen risiko rantai pasok agroindustri
industri Saka di daerah ini bahkan menjadi con- bukan sesuatu yang baru, tetapi menjadi lebih su-
toh atau brand bagi agroindustri Saka di daerah lit karena ketidakpastian akibat kurangnya infor-
lain yang ingin membuka ataupun mengembang- masi, dinamis dan kompleksitas hubungan antar
kan usahanya. pelaku rantai pasok. Penerapan manajemen risiko
Pasokan bahan baku agroindustri Saka ber- dalam bentuk operasional dan kebijakan strategis
asal dari hasil perkebunan tebu masyarakat seki- sangat penting dalam membangun daya saing
tar dan tidak ada yang didatangkan dari luar da- rantai pasokan (Hadiguna, 2015). Septiani &
erah. Ketersediaan bahan baku yang didukung Djatna (2015), menambahkan bahwa identifikasi
oleh potensi lahan tebu yang dimiliki petani ma- faktor risiko, pengukuran nilai peluang, konseku-
sih belum mampu memenuhi permintaan konsu- ensi dan kerumitan serta pemahaman ketergan-
men akan Saka pada saat harga Saka turun, kare- tungan antar pelaku rantai pasok perlu dilakukan
na kecenderungan petani menjual tebu batangan bagi setiap jaringan dalam rantai pasok. Peneli-
daripada mengolahnya menjadi Saka (Melly dan tian terkait manajemen risiko rantai pasok agro-
Nofialdi, 2015). Hasil penelitian Ayesha et al. industri diantaranya Sijabat et al. (2012) yang
(2016), menunjukkan bahwa produksi Saka di mengkaji manajemen risiko rantai pasok sayuran
Bukik Batabuah dipengaruhi oleh kebutuhan ru- edamame dengan risiko operasional pada perusa-
mah tangga akan uang tunai, sehingga saat harga haan sebagai pelaku rantai pasokyang memiliki
Saka tinggi maka produksi Saka akan sedikit perioritas terbesar. Selanjutnya Aini et al. (2014)
(pada kondisi kebutuhan ekonomi tetap). Disam- dan Ernita et al. (2018) menemukan risiko pro-
ping itu, proses pengolahan Saka yang masih tra- duksi merupakan risiko yang memiliki prioritas
disional dengan menggunakan teknologi sederha- terbesar pada rantai pasok kakao di Indonesia.
na menghasilkan Saka dengan jumlah dan mutu Hasil penelitian Jaya et al. (2014) menunjukkan
yang rendah sehingga belum memenuhi keingin- bahwa budidaya, harga, pasokan, permintaan dan
an dan selera konsumen serta belum memiliki mutu merupakan risiko utama pada rantai pasok
daya saing. Faktor rendahnya produktivitas, mutu, kopi gayo. Risqiyah & Santoso, (2017), memper-
daya saing dan fluktuasi harga menjadi penyebab lihatkan bahwa risiko yang terbanyak pada rantai
belum berkembangnya agroindustri Saka di Su- pasok salak ditemukan pada tingkat usaha agroin-
matera Barat. Faktor-faktor tersebut harus ditang- dustri (pada tingkat UKM).
gung sebagai risiko oleh pelaku rantai pasok a- Manajemen risiko ini diperlukan juga pada
groindustri Saka. Kondisi ini akan memengaruhi rantai pasok agroindustri Saka agar diketahui se-
bisnis dan keberlanjutan agroindustri Saka. jak awal risiko-risiko yang dapat merugikan para
Risiko dapat didefinisikan sebagai probabi- pelaku rantai pasok agroindustri Saka sehingga
litas suatu peristiwa yang berlangsung selama terjamin kontinuitas produksi dan ketersediaan
waktu tertentu yang mengakibatkan kerugian Saka di pasar serta terpenuhinya permintaan kon-
(Badariah, Surjasa, & Trinugraha, 2012). sumen akan mutu dengan harga yang relatif stabil.
Hadiguna, (2016) menambahkan bahwa risiko Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
dapat dianggap sebagai peristiwa yang akan di- sumber dan faktor risiko serta melakukan evalu-
alami pada masa datang yang bersifat predictable asi dan pengendalian risiko pada rantai pasok
dan unpredictable. Selanjutnya risiko rantai pa- agroindustri Saka.
sok merupakan tindakan pelaku rantai pasok dan
lingkungannya atau kejadian yang menyebabkan METODE PENELITIAN
kerusakan dan berpengaruh negatif terhadap pro-
ses bisnis dalam rantai pasok. Perusahaan tertentu Penelitian ini menggunakan data primer dan
akan memiliki dan mengelola sebuah indikator data sekunder. Data primer merupakan hasil ob-
servasi lapangan di agroindustri Saka Kabupaten tergantungan antar kriteria maupun antar subkri-
Agam dan wawancara mendalam dengan pakar teria sehingga dapat merepresentasikan tingkat
yang berjumlah 7 orang terdiri dari pelaku rantai kepentingan berbagai pihak (Saaty, 2013).
pasok agroindustri Saka, akademisi dan dinas Simanjuntak (2013), menambahkan bahwa meto-
terkait. Pelaku rantai pasok agroindustri Saka ter- de ANP dapat digunakan dalam menentukan pri-
diri dari petani sebagai pemasok bahan baku tebu, oritas risiko dan pilihan alternatif pengendalian
pengusaha agroindustri Saka sebagai pengelola/ risiko yang akurat untuk membuat keputusan
pengrajin dalam pengolahan tebu menjadi Saka, yang lebih baik dengan menangkap interaksi ke-
pedagang pengumpul/pengecer yang mendistri- tergantungan yang tinggi antar jenis risiko dan
busikan Saka kepada konsumen,dan konsumen faktor-faktor risiko yang memengaruhi manaje-
selaku pembeli/konsumen Saka. Pakar dipilih se- men risiko rantai pasok.
cara purposive dengan pertimbangan kesesuaian Proses ANP terdiri 4 tahapan (Saaty, 2005):
pendidikan dan pengalaman kepakarannya seperti 1. Membangun struktur model keputusan mela-
telah mengusahakan agroindustri Saka selama lui penyusunan masalah serta pemodelan kon-
minimal 5 tahun, pernah meneliti terkait agroin- sep. Menentukan ada/tidak hubungan saling
dustri Saka atau berpendidikan minimal S2 (khu- ketergantungan antar kriteria/subkriteria mela-
sus bagi pakar akademisi). Data sekunder merup- lui penggabungan hasil kuesioner dari bebe-
akan hasil studi pustaka dari bermacam sumber rapa pakar dengan menggunakan persamaan:
(buku, jurnal, internet dan lain-lain) terkait mana-
jemen rantai pasok agroindustri dan agroindustri Qd = N/2……………………………….(1)
Saka. Jika Nij > Qd, maka ada hubungan saling ke-
Metode yang digunakan untuk memperoleh tergantungan antar kriteria/subkriteria.
nilai prioritas dari sumber, jenis dan faktor risiko Jika Nij < Qd, maka tidak ada hubungan saling
pada rantai pasok agroindustri Saka adalah ketergantungan antar kriteria/subkriteria.
Analytical Network Process (ANP). Pada tahap Keterangan:
awal analisis ini berupa identifikasi dari sumber N = Jumlah pakar
termasuk jenisnya dan faktor risiko pada rantai Qd = Nilai tengah dari jumlah pakar
pasok agroindustri Saka menggunakan metode Nij =Jumlah pakar yang menilai ada hu-
deskriptif yang dilakukan melalui wawancara bungan ketergantungan antar kriteria/sub-
mendalam. Selanjutnya hasil yang didapatkan da- kriteria pada sel yang menghubungkan ba-
ri ANP berupa nilai prioritas dari sumber risiko, ris ke i dengan kolom ke j.
jenis-jenis risiko yang terjadi dan faktor pendo-
rong terjadinya risiko pada rantai pasok agroin- Tahapan dalam proses ANP ini menggunakan
dustri Saka disajikan dalam bentuk tabel. perangkat lunak Super Decisions. Bentuk
ANP dapat didefinisikan sebagai suatu alat struktur model sumber risiko dapat dilihat pa-
analisis yang mempertimbangkan hubungan ke- da Gambar 1.
Sumber risiko A
Sumber risiko D
Selanjutnya menurut Simanjuntak (2013), da- tingkat kepentingan pada Tabel 1. Kriteria
lam pelaksanaan manajemen rantai pasok ter- kontrol merupakan unsur spesifik suatu ke-
dapat 4 faktor yang diklasterkan untuk meng- lompok, misalnya dalam membandingkan an-
identifikasi faktor pendorong risikonya yaitu: tar kelompok sumber risiko maka yang menja-
a. Siklus proses operasional (Operational di kriteria kontrol adalah jenis risikonya. Se-
Process Cycle/ OPC) merupakan faktor ri- lanjutnya vektor eigen diturunkan dan diben-
siko yang berasal dari siklus pada proses tuk supermatriks dengan melakukan penilaian
operasional perusahaan yang ditinjau dari secara perbandingan berpasangan dalam ben-
pengadaan, produksi, logistik, distribusi, tuk matriks antar kelompok atau kriteria.
dan pelayanan. Pemberian nilai pada matriks perbandingan
b. Proses kunci operasional (Operational Key berpasangan berupa nilai aij yang menunjuk-
Process/ OKP) berupa pendekatan dasar kan nilai perbandingan antara nilai tingkat ke-
untuk mengurangi dampak risiko yang pentingan kriteria pada baris (i) dengan nilai
menjadi proses kunci operasional perusa- tingkat kepentingan kriteria pada kolom (j).
haan dalam bentuk manajemen pasokan, Selanjutnya dapat dihitung bobot prioritas dari
manajemen produk, manajemen informasi, vektor dengan persamaan:
dan manajemen permintaan.
c. Faktor kinerja organisasi (Organizational Aѵ=λ max ѵ …………..........…………… (2)
Performance Factor/OPF) adalah faktor Keterangan:
pendorong risiko berdasarkan kinerja orga- λmax = nilai eigen tertinggi
nisasi itu sendiri baik berupa mutu/kualitas, ѵ = vektor eigen
jumlah/kuantitas, waktu, maupun biaya.
d. Pengendalian Risiko Operasi (Risk Opera- Pada proses ANP, setiap tingkat dilakukan
tional Practice/ ROP) berupa pilihan alter- perbandingan unsur secara berpasangan untuk
natif pengendalian risiko yang mungkin masing-masing kriteria kontrolnya dengan
terjadi terdiri atas pemisahan, transfer, asu- menggunakan skala tingkat kepentingan 1-9
ransi, menghindar dan melemahkan. dan membentuk matriks korelasi sehingga pa-
2. Membuat matriks perbandingan berpasangan da saat dilakukan penilaian untuk sepasang
dari kelompok atau kriteria yang saling terkait. maka nilai kebalikan secara berpasangan lang-
Langkah awal pembuatan matriks adalah de- sung selesai. Selanjutnya nilai prioritas diper-
ngan memilih kelompok atau kriteria yang oleh dari hasil normalisasi vektor prioritas
akan dibandingkan berdasarkan kriteria kon- yang dihitung berdasarkan nilai eigen terting-
trol dengan menggunakan skala perbandingan gi pada matriks yang dibentuk. Namun, keter-
batasan manusia dalam memberikan penilaian malisasi agar diperoleh alternatif prioritas de-
secara konsisten terutama saat membanding- ngan nilai tertinggi.
kan multi kriteria sering menjadi masalah ter-
hadap konsistensi penilaian pada perbanding- HASIL DAN PEMBAHASAN
an berpasangan ini.
Menurut Saaty (2013), ketidakkonsisten- Rantai Pasok Agroindustri Saka
an terhadap penilaian yang diperbolehkan ti- Rantai pasok memperlihatkan hubungan an-
dak lebih dari 10% atau rasio konsistensinya tara pemasok, produsen distributor dan konsumen
(Consistency Ratio) lebih kecil dari 0,1 (CR yang merupakan kegiatan yang bermula dari pe-
<0,1). Perhitungan indeks konsistensi (Consis- nyediaan bahan baku sampai diterima konsumen
tency Index) dan ratio konsistensi dari matriks (penanganan purna jual). Jaringan pada rantai pa-
perbandingan berpasangan menggunakan per- sok agroindustri Saka terbentuk dari pelaku rantai
samaan (3 dan 4): pasok yang berinteraksi dan sangat tergantung
satu sama lain walaupun kegiatannya terpisah.
(𝜆 max−𝑛) Pelaku rantai pasok agroindustri Saka terdiri dari
𝐶𝐼 = (𝑛−1)
……………………………(3)
CI
petani sebagai pemasok tebu, agroindustri Saka,
𝐶𝑅 = <0,1………..........….......………. (4) pedagang pengumpul/pengecer dan konsumen.
RI
Keterangan: Keterlibatan setiap pelaku rantai pasok Saka ter-
CI = Indeks konsistensi kait dengan aliran produk, uang dan informasi.
n = Jumlah matriks Rantai pasok agroindustri Saka dapat dilihat pada
CR = Ratio konsistensi Gambar 2.
RI = Indeks acak Pada Gambar 2. Terlihat dari hulu adanya
aliran barang berupa tebu (sampai ke agrioindus-
3. Perhitungan supermatriks yang dilakukan me- tri) dan dari agroindustri menghasilkan Saka
lalui Unweighted Supermatrix (supermatiks yang sampai ke konsumen, sedangkan dari hilir
tanpa pembobotan), Weighted Supermatrix ke hulu mengalir uang sebagai kompensasinya.
(supermatiks berbobot), dan Limiting Super- Aliran informasi berupa kebutuhan atau permin-
matrix (supermatriks terbatas). taan Saka, bahan baku, harga dan lain-lain meng-
4. Penentuan bobot kepentingan dari klaster dan alir dari hulu menuju hilir dan dari hilir menuju
node. Hasil Limiting Supermatrix digunakan hulu (2 arah). Agroindustri Saka di Kabupaten
dalam pembobotan kepentingan ini dengan Agam sangat didukung oleh ketersediaan pasok-
mensintesis hasil masing-masing subnetwork an tebu sebagai bahan bakunya dengan setiap ke-
sehingga diperoleh prioritas keseluruhan dari pala keluarga memiliki lahan tebu 0,5–2 ha. Tebu
setiap alternatif. Selanjutnya dilakukan nor- hasil perkebunan rakyat ini diolah di agroindustri
Saka (dikenal dengan nama “kilangan”).
Pedagang
pengumpul
Pedagang
pengecer
Pada umumnya petani pemasok tebu lang- industri, Saka dijadikan sebagai bahan baku, se-
sung berperan sebagai pengusaha agroindustri dangkan konsumen rumah tangga menjadikan Sa-
Saka. Walaupun tidak semua petani memiliki ka sebagai pemanis alami terutama untuk makan-
kilangan tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan an tradisional seperti lompong sagu, kolak, lapek,
sistem sewa. Proses pembuatan Saka masih dila- onde-onde, bubur, dan lain-lain.
kukan secara tradisional yakni melalui proses Analisis Risiko
penggilingan tebu secara mekanis dan manual Analisis ini dilakukan untuk pengkajian
(tenaga kerbau), penyaringan nira, pemasakan ni- sumber yang menyebabkan terjadinya risiko,
ra menggunakan wajan (dikenal “kancah”). Ba- jenis-jenis risiko yang terjadi dan faktor risiko
han bakar yang digunakan dalam pemasakan nira yang memengaruhi manajemen rantai pasok a-
berupa kayu bakar, ampas tebu, dan daun-daun groindustri Saka. Berdasarkan hasil wawancara
kering. Proses terakhir adalah pencetakan Saka mendalam dengan pakar dapat diketahui sumber
menggunakan bambu, tempurung dan congklak risiko pada rantai pasok agroindustri Saka dan
yang sebelumnya direndam dalam air terlebih da- jenis risiko yang potensial terjadi berdasarkan
hulu agar tidak lengket. Saka kemudian dikemas sumbernya,secara lebih terperinci dapat dilihat
secara manual dengan menggunakan kemasan pada Tabel 2.
primer daun pisang kering (karisiak), kemasan Kemudian dilakukan penilaian prioritas ter-
sekunder plastik, dan kemasan tersier karung hadap sumber risiko, analisis faktor risiko serta
plastik. alternatif pengendalian risiko. Pada Tabel 2 dapat
Saka yang dihasilkan dipasarkan melalui pe- diketahui ada lima faktor yang menjadi sumber
dagang pengumpul dan pedagang pengecer di pa- risiko pada rantai pasok agroindustri Saka yakni
sar lokal dan domestik. Adakalanya pemilik ki- produksi, pemasaran, finansial, kelembagaan dan
langan (pengusaha agroindustri) juga berperan sumber daya manusia (SDM). Persentase sumber
sebagai pedagang pengumpul (toke). Konsumen risiko yang ditunjukkan oleh total limiting ma-
Saka terdiri dari industri makanan ringan, industri sing-masing sumber risiko menunjukkan bahwa
kecap, taoco dan konsumen rumah tangga. Bagi prioritas sumber risiko tertinggi adalah produksi
(24,42%) kemudian pemasaran (20,19%), SDM bahwa kualitas gula merah tebu dipengaruhi oleh
(18,75%), finansial (18,37%), dan kelembagaan kualitas niranya.
(18,27%). Risiko produksi merupakan masalah Pada Tabel 2 terlihat nilai normalisasi me-
yang harus segera diselesaikan karena dapat me- nunjukkan bahwa fluktuasi harga (36,44%) meru-
nyebabkan kerugian yang besar terhadap suatu pakan jenis risiko yang potensial terjadi pada
organisai atau perusahaan (Fanani, Anggraeni, & sumber risiko pemasaran dan diikuti oleh risiko
Syaukat, 2015) salah satunya, sasaran dan tujuan ketidakpastian permintaan (16,85%), ketersedia-
organisasi usaha tidak dapat tercapai karena an produk (15,68%), kepuasan konsumen (15,
adanya risiko produksi (Irawan, Santoso, & 63%), dan kondisi persaingan (15,4%). Pelaku
Mustaniroh, 2017). rantai pasok agroindustri Saka yang berperan se-
Pada Tabel 2 terlihat nilai normalisasi me- bagai penentu harga Saka adalah pedagang pe-
nunjukkan bahwa kualitas Saka menjadi jenis ri- ngumpul atau pedagang pengecer. Kondisi ini
siko produksi yang potensial terjadi (41,03%). merugikan bagi petani pemasok dan agroindustri
Selanjutnya diikuti oleh kinerja peralatan/mesin Saka. Harga Saka rata-rata Rp8.000,00 sampai
proses (16,92%), pengadaan bahan baku (16, Rp10.000,00/kg, namun pada waktu tertentu (bu-
88%), biaya proses (12,66%), dan tingkat efisi- lan Ramadhan dan hari Raya) bisa mencapai
ensi proses (12,51%). Pengolahan Saka yang ma- Rp12.000,00 sampai Rp14.000,00/kg.
sih tradisional membuat mutu Saka yang dihasil-
kan rendah. Hal ini dapat dilihat dari Saka yang 14.000 13.000
dihasilkan bervariasi mulai dari warna (coklat ke- 12.000
12.000 11.000
kuningan dan coklat kehitaman), ukuran dan ben- 10.000 10.000 10.000
harga saka (Rp/kg)
tuk yang tidak seragam sebagai akibat kebera- 10.000 9.000 9.000 9.000
8.000 8.0008.000
gaman bentuk dan ukuran alat pencetak Saka.
8.000
Selama ini upaya peningkatan mutu Saka
yang telah dilakukan agroindustri Saka dan pe- 6.000
Harga saka
merintah setempat adalah dalam perbaikan proses 4.000 (Rp/kg)
penggilingan tebu. Muhlisin et al. (2015) menga-
takan bahwa kualitas gula merah tebu dapat di- 2.000
tingkatkan melalui perbaikan pada tahapan pro- 0
ses pengolahan tebu. Melalui perbaikan proses
Januari
Maret
April
Juni
Agustus
Mei
Juli
September
November
Desember
Februari
Oktober
nya permintaan dan kepuasan konsumen. Sesuai dan kualitas produksi Saka dengan sasaran me-
yang diungkapkan Hadiguna (2016), fluktuasi numbuhkembangkan agroindustri Saka sehingga
harga barang, penurunan kualitas, fluktuasi per- meningkatkan kesejahteraan petani tebu maupun
mintaan dapat mendorong timbulnya risiko pada pengusaha agroindustri Saka, mengurangi peng-
rantai pasokan yang merupakan contoh fitur-fitur angguran dan meningkatkan pendapatan daerah.
dari biaya, kualitas, kuantitas, dan waktu. Ber- Misalnya saja melalui pemberian bantuan varie-
beda dengan hasil penelitian Ayesha et al. (2016), tas tebu yang berkualitas kepada petani tebu
bahwa harga Saka yang tinggi membuat pengra- sebagai pemasok dan pemberian bantuan mesin
jin Saka Bukik Batabuah mengurangi produksi- penggiling tebu kepada agroindustri Saka. Sesuai
nya karena perilaku pengrajinnya yang mempro- hasil penelitian Udayana et al. (2010) bahwa
duksi Saka tegantung pada kebutuhan rumah faktor kebijakan pemerintah berkontribusi sangat
tangga akan uang tunai. Kondisi inipun berpe- tinggi terhadap risiko pemasaran dan manajemen
ngaruh terhadap ketersediaan Saka di pasar dan kelembagaan pada perusahaan agroindustri bio-
pemenuhan kebutuhan konsumen. diesel menjadi kunci pengembangan pada agroin-
Selanjutnya ketersediaan modal investasi dustri biodiesel berbasis kelapa sawit.
(34,79%) merupakan jenis risiko finansial yang Ditinjau dari sumber risiko SDM maka pe-
potensial terjadi, diikuti oleh desakan ekonomi ngetahuan dan keterampilan personal (35,42%)
(33,12%), dan fluktuasi nilai tukar uang (32,09%). menjadi jenis risiko dengan prioritas tertinggi
Setiap pelaku rantai pasok agroindustri Saka yang diikuti oleh ketersediaan SDM (34,34%)
membutuhkan modal investasi dalam menjalan- dan keselamatan kerja (30,24%). Rendahnya
kan bisnisnya. Namun, modal investasi terbesar tingkat pendidikan dan keterampilan para pelaku
dibutuhkan oleh pelaku agroindustri Saka berupa rantai pasok agroindustri Saka membuat bisnis
biaya yang dibutuhkan untuk bangunan dan alat/ Saka menjadi tidak berkembang. Sulitnya meru-
mesin pengolahan Saka. Hal ini menyebabkan bah paradigma petani tebu dalam bercocok tanam
masih banyak ditemukan agroindustri Saka tebu yang masih menggunakan teknik yang turun
menggunakan tenaga kerbau dalam proses peng- temurun. Operator mesin penggiling pun dalam
gilingan tebu dengan bangunan tempat peng- mengoperasikan mesin (pengumpanan tebu) ma-
olahan Saka yang relatif kecil sehingga dapat sih mengumpankan satu persatu dengan alasan
menekan biaya produksi. Apalagi bagi petani khawatir mesin penggilingnya rusak jika dium-
pemasok tebu yang memiliki lahan tebu yang pankan lebih dari satu. Hasil penelitian Melly dan
tidak begitu luas dan jarak lahan dengan lokasi Nofialdi (2015), memperlihatkan bahwa pengum-
agroindustri Saka (menggunakan mesin penggi- panan empat batang tebu sekaligus dapat dilaku-
ling) yang jauh maka akan cenderung melakukan kan pada mesin penggiling tebu dan layak dite-
penggilingan tebu secara manual. Hal yang ber- rapkan dalam pengembangan agroindustri gula
beda dilakukan bagi petani pemasok tebu yang merah tebu di Lawang Kecamatan Matur ditinjau
memiliki lahan luas tetapi memiliki keterbatasan dari aspek sosial dan ekonomi. Apalagi agroin-
modal investasi lebih memilih untuk mengolah dustri Saka maupun pedagang pengumpul/peng-
Saka pada agroindustri yang mekanis dengan ecer masih menggunakan teknik pemasaran yang
sistem sewa. sederhana dan belum menerapkan bauran pema-
Pada Tabel 2, nilai normalisasi menunjuk- saran. Kondisi ini jika dibiarkan terus menerus
kan bahwa kebijakan pemerintah (35,66%) men- akan menjadi faktor penghambat dalam pengem-
jadi jenis risiko kelembagaan yang potensial ter- bangan bisnis Saka dan berisiko terhadap keber-
jadi yang diikuti oleh ketersediaan lembaga infor- lanjutan agroindustri Saka.
mal (33,37%) dan hubungan bisnis antar pelaku Berdasarkan pada Tabel 2, terdapat 20 jenis
agroindustri (30,97%). Dukungan pemerintah risiko yang terjadi dari 5 sumber risiko. Prioritas
(sebagai suatu kelembagaan) secara langsung ma- jenis risiko tertinggi adalah kualitas Saka, fluk-
upun tidak langsung akan memengaruhi jaringan tuasi harga dan kebijakan pemerintah. Penangan-
rantai pasok agroindustri Saka. Sejauh ini belum an lebih difokuskan terlebih dahulu pada ketiga
ada kebijakan pemerintah yang mengatur masa- jenis risiko yang potensial terjadi ini agar ke-
lah harga baik di tingkat pemasok, agroindustri mampuan manajemen risiko pada rantai pasok
maupun pedagang pengumpul/pengecer sehingga agroindustri Saka dapat ditingkatkan sehingga
fluktuasi harga sangat berisiko pada rantai pasok menghasilkan manajemen rantai pasok yang kuat.
agroindustri Saka. Selama ini kebijakan pemerin-
tah masih difokuskan pada peningkatan kuantitas
Evaluasi dan Pengendalian Risiko Saka, perbaikan di segi manajemen produksi dila-
Evaluasi risiko merupakan perbandingan an- kukan dengan cara pengelolaan dalam proses
tara tingkat risiko yang diperoleh dari hasil perhi- produksi seperti pengelolaan kinerja mesin dan
tungan dengan kriteria standar yang digunakan. peralatan proses, serta pengelolaan tingkat efisi-
ANP selain menghasilkan nilai prioritas terhadap ensi proses pengolahan Saka sehingga mengha-
risiko yang potensial terjadi pada rantai pasok silkan Saka yang bermutu dengan biaya produksi
agroindustri Saka, juga menghasilkan prioritas rendah dan harga jual Saka yang tinggi.
dari faktor risiko dan pengendalian risiko yang Perbaikan selanjutnya pada agroinduistri Sa-
memengaruhi peningkatan kemampuan manaje- ka perlu dilakukan pada faktor operational pro-
men risiko pada rantai pasok agroindustri Saka di cess cycle (OPC) (25,78%). Unsur utama yang
Kabupaten Agam. Hasil ANP memperlihatkan perlu diperbaiki adalah produksi (37,95%). Pro-
nilai prioritas faktor-faktor risiko serta alternatif ses siklus operasional dipengaruhi terutama oleh
pengendalian risiko yang berpengaruh dalam me- faktor produksi dengan memperhatikan mutu Sa-
ningkatkan manajemen risiko rantai pasok agro- ka berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI),
industri Saka baik dalam bentuk nilai normalisasi sesuai selera konsumen dan aman dikonsumsi.
maupun nilai limit seperti terlihat pada Tabel 3. Saka yang dihasilkan masih terbatas jumlah dan
Hal tersebut merupakan unsur-unsur risiko mutunya karena keterbatasan teknologi pengolah-
manajerial dalam manajemen rantai pasok agro- an yang dimiliki agroindustri. Perbaikan proses
industri Saka yang terdiri dari OKP, OPC, OPF, produksi terkait perbaikan teknologi pengolahan
dan ROP. Nilai prioritas faktor risiko padaTabel Saka harus diperhatikan sehingga Saka yang di-
3. menunjukkan bahwa OKP (53,29%) adalah hasilkan memiliki mutu baik dan terhindar dari
bagian manajerial yang utama dalam meningkat- bahaya cemaran logam berat, cemaran mikrobio-
kan manajemen risiko rantai pasok agroindustri logi, kotoran serta dalam jumlah yang memadai.
Saka. Apalagi Saka memiliki peluang ekspor maka
Secara rinci pada Tabel 3, nilai normalisasi Saka yang dihasilkan harus bermutu dan mem-
pada OKP menunjukkan bahwa manajemen pro- punyai daya saing. Seperti yang diungkapkan
duksi (41,17%) merupakan faktor terpenting da- Hariyadi (2015), bahwa belum diterapkannya
lam proses kunci operasional. Pada agroindustri good manufacturing practices (GMP) terutama
Tabel 3.Faktor risiko dan alternatif pengendalian risiko rantai pasok agroindustri Saka
Faktor dan Alternatif Pengendalian Risiko Keterangan Normalized by klaster Limiting
Faktor risiko
1. Operational Key Process (OKP) Manajemen Pasokan 0,22881 0,12211
Manajemen Permintaan 0,13242 0,06554
Manajemen Produksi 0,41174 0,22368
Manajemen Informasi 0,22703 0,12156
Jumlah 1,00000 0,53289
2. Operational Process Cycle(OPC) Pengadaan 0,29374 0,06680
Produksi 0,3795 0,10674
Distribusi 0,16451 0,04632
Logistik 0,05513 0,01475
Pelayanan 0,10712 0,02317
Jumlah 1,00000 0,25778
3. Organization Performance Factor (OPF) Jumlah 0,27096 0,03224
Mutu 0,45067 0,06895
Biaya 0,11805 0,01421
Waktu 0,16032 0,02278
Jumlah 1,00000 0,13818
Alternatif Pengendalian Risiko
Risk Operational Process (ROP) Pemisahan 0,23711 0,01532
Transfer 0,12241 0,00975
Pendanaan 0,06412 0,00435
Menghindar 0,15422 0,01195
Melemahkan 0,42214 0,02978
Jumlah 1,00000 0,07115
pada industri kecil dan menengah (termasuk sahan risiko, transfer atau asuransi risiko, karena
agroindustri Saka) mengakibatkan produk pangan lebih besarnya peluang keuntungan yang akan di-
menjadi kotor yang merupakan alasan utama di- peroleh (Simanjuntak, 2013).
tolaknya ekspor pangan Indonesia. Risiko rantai pasok dapat diminimalkan
Faktor selanjutnya yang perlu diperhatikan dengan membuat suatu mekanisme pengendalian
adalah pengadaan (29,37%). Sesuai dengan data risiko yang tepat sehingga setiap pelaku rantai
BPS (2017), bahwa produksi perkebunan tebu pasok mengetahui alternatif tindakan yang mung-
rakyat di Sumatera Barat pada tahun 2016 sekitar kin dilakukan untuk mengatasi risiko yang akan
11.078,55 ton yang mengalami penurunan diban- terjadi. Pengendalian risiko rantai pasok agrion-
ding tahun 2015 yang mencapai 15.531 ton. Ke- dustri Saka berupa alternatif solusi lebih difo-
tersediaan bahan baku yang berkurang tentu sa- kuskan pada risiko yang memiliki nilai prioritas
ngat berisiko terhadap produksi Saka dan keber- tertinggi atau risiko yang sangat memengaruhi
langsungan jaringan rantai pasok agroindustri keberlangsungan agroindustri Saka. Hal ini dapat
Saka. Oleh karenanya, perbaikan teknologi budi- dilakukan dengan diawali petani pemasok bahan
daya tebu dan penggunaan bibit yang berkualitas baku terus melakukan perbaikan kualitas tebu
perlu terus dilakukan untuk meningkatkan pro- melalui perbaikan teknik budidaya dan menggu-
duktivitas produksi tebu perkebunan rakyat. nakan bibit tebu yang bermutu (apalagi sudah
Dalam meminimalkan dan mencegah risiko mendapatkan bantuan varietas tebu berkualitas
rantai pasok pada agroindustri Saka perlu dila- dari pemerintah) sehingga dihasilkan tebu dengan
kukan perbaikan pada faktor organization perfor- rendemen yang tinggi.
mance factor (OPF) (13,82%) dengan mening- Perbaikan teknologi pengolahan Saka pada
katkan mutu (45,06%), jumlah produksi (27, agroindustri Saka perlu dilakukan sehingga diha-
09%), waktu produksi (16,03%), dan biaya pro- silkan Saka yang bermutu dan berdaya saing de-
duksi (11,8%). Diantara klaster OPF pada mana- ngan kontinuitas produksi yang dapat memenuhi
jemen risiko agroindustri Saka di Kabupaten permintaan dan kepuasan konsumen. Disamping
Agam yang lebih penting adalah mutu. Jika mutu perlunya dukungan pemerintah baik dalam ben-
tidak terkendali dalam produksi Saka akan ber- tuk bantuan fisik maupun kebijakan-kebijakan
pengaruh terhadap kepuasan konsumen yang se- yang dapat menjaga keberlangsungan jaringan
cara tidak langsung akan mengurangi pendapatan rantai pasok agroindustri Saka. Bantuan fisik baik
karena sebagian dari konsumen akan berpindah materiil maupun non materil juga diperlukan se-
pada produsen lain bahkan dikhawatirkan akan perti bantuan penyediaan alat atau mesin budida-
beralih pada produk pesaing seperti gula merah ya tebu, bibit berkualitas, alat atau mesin peng-
aren. Seperti hasil penelitian Baka et al. (2016) olahan Saka yang perlu ditingkatkan jumlah mau-
bahwa rasa dan tekstur gula merah (parameter pun kualitasnya, serta bimbingan dan pelatihan
mutu) merupakan faktor yang memengaruhi peri- terkait peningkatan pengetahuan dan keteram-
laku konsumen dalam pembelian gula merah se- pilan setiap pelaku rantai pasok agroindustri Saka
lain faktor pendapatan konsumen. dalam menjalankan usahanya. Kebijakan-kebija-
Faktor risk operational process (ROP) me- kan pemerintah juga sangat diperlukan terutama
rupakan faktor terakhir dalam manajemen risiko dalam mengendalikan harga Saka di pasar. Fluk-
rantai pasok agroindustri Saka (7,11%). Hasil tuasi harga Saka yang terjadi dapat merugikan
analisis memperlihatkan bahwa melemahkan ri- pelaku rantai pasok agroindustri Saka terutama
siko (42,21%) merupakan pengendalian risiko bagi agroindustri Saka selaku produsen Saka.
yang pertama akan dilakukan pada rantai pasok
agroindustri Saka dan diikuti secara berurut de- KESIMPULAN
ngan pemisahan risiko (23,71%), menghindari
risiko (15,42%), transfer risiko (12,24%), dan Sumber risiko rantai pasok agroindustri Saka
asuransi risiko (6,41%). Pertimbangan besar bia- dengan prioritas risiko tertinggi terjadi pada pro-
ya yang akan dikeluarkan dan keuntungan yang duksi (24,42%) dan diikuti pemasaran (20,19%),
akan diperoleh sangat berhubungan erat dengan SDM (18,75%), finansial (18,37%) dan kelemba-
alternatif pengendalian risiko yang dipilih. Pe- gaan (18,27%). Jenis risiko yang potensial terjadi
ngendalian risiko dengan cara melemahkan risiko adalah kualitas Saka (41,03%) pada sumber risi-
merupakan alternatif tindakan yang paling me- ko produksi, fluktuasi harga (36,44%) pada sum-
mungkinkan dibanding menghindari risiko, pemi- ber risiko pemasaran, ketersediaan modal inves-
tasi (34,79%) pada sumber risiko finansial, kebi- analytic network process dan failure mode effect
jakan pemerintah (35,66%) pada sumber risiko analysis terintegrasi. Jurnal Manajemen &
kelembagaan dan pengetahuan dan keterampilan Agribisnis, 11(3), 209–219.
personal (35,42%) dari sumber risiko SDM. Se-
Ayesha, I., Yurnalis, & Mukhnizar. (2016). Perilaku
lanjutnya nilai prioritas unsur manajerial atau
pengrajin gula merah tebu tradisional di Nagari
faktor pendukung menunjukkan bahwa OKP (53, Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang,
29%) adalah bagian manajerial yang utama de- Kabupaten Agam. Jurnal Pembangunan Nagari,
ngan manajemen produksi (41,17%) sebagai fak- 1(2), 89–102.
tor yang paling penting dalam OKP. Agroindustri
Saka perlu melakukan perbaikaan pada faktor Badariah, N., Surjasa, D., & Trinugraha, Y. (2012).
OPC (25,78%) dengan unsur utama yang perlu Analisa supply chain risk management
diperbaiki adalah produksi (37,95%). Perbaikan berdasarkan metode failure mode and effects
perlu dilanjutkan pada faktor OPF (13,82%) de- analysis (fmea). Jurnal Teknik Industri, 2(2), 110–
ngan meningkatkan mutu (45,07%), jumlah pro- 118.
duksi (27,09%), waktu produksi (16,03%), dan
Baka, W. K., Rianse, U., Sidu, D., Widayati, W.,
biaya produksi (11,8%). Pada faktor ROP
Cahyono, E., Abdullah, W. G., … Baka, L. R.
(7,11%) merupakan faktor terakhir dalam mana- (2016). Customer behaviour model of brown sugar
jemen risiko rantai pasok agroindustri Saka. commodity. International Journal of Business
Dari hasil analisis diketahui bahwa alternatif Innovation and Research, 11(3), 444–460.
tindakan pengendalian risikopada rantai pasok https://doi.org/10.1504/IJBIR.2016.078895
agroindustri Saka yang akan dilakukan secara
berurut adalah tindakan melemahkan risiko Boutlis, C. S., Gowda, D. C., Naik, R. S., Maguire, G.
(42,21%), pemisahan risiko (23,71%), menghin- P., Mgone, C. S., Bockarie, M. J., … Anstey, N. M.
dari risiko (15,42%), transfer risiko (12,24%), (2002). Antibodies to Plasmodium falciparum
dan asuransi risiko (6,41%). Hal ini dilakukan Glycosylphosphatidylinositols: Inverse association
dengan perbaikan kualitas Saka yang dimulai dari with tolerance of Parasitemia in Papua New
Guinean children and adults. Infection and
perbaikan budidaya tebu, perbaikan teknologi
Immunity, 70(9), 5052–5057.
pengolahan Saka dan adanya dukungan pemerin- https://doi.org/10.1128/IAI.70.9.5052-5057.2002
tah dalam bentuk bantuan fisik maupun kebijak-
an-kebijakan terutama kebijakan dalam penetap- BPS Provinsi Sumatera Barat. (2015). Sumatera Barat
an harga Saka. Dalam Angka. Padang: BPS Provinsi Sumatera
Pemerintah setempat diharapkan membuat Barat.
kebijakan-kebijakan dalam pengembangan agro-
industri Saka dengan menekan risiko-risiko yang BPS Provinsi Sumatera Barat. (2017). Provinsi
potensial terjadi diantaranya melalui kebijakan Sumatera Barat Dalam Angka. Padang: BPS
harga Saka di pasar. Setiap pelaku rantai pasok Provinsi Sumatera Barat.
agroindustri Saka diharapkan dapat memperkuat
Ernita, Y., Guna, R. A. H., Santosa, S., & Nofialdi, N.
jaringannya sehingga kontinuitas produksi, kuan-
(2018). Supply chain risk management of the
titas dan kualitas Saka dapat terjamin. small-scale industry in West Sumatera. Jurnal
Manajemen Dan Agribisnis, 15(1), 61–72.
UCAPAN TERIMA KASIH https://doi.org/10.17358/jma.15.1.61
Terlaksananya penelitian terkait agroindustri Fanani, A., Anggraeni, L., & Syaukat, Y. (2015).
Saka berkat bantuan dana yang diberikan Kemen- Pengaruh kemitraan terhadap risiko usaha tani
ristek Dikti Indonesia berupa beasiswa BBPDN tembakau di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa
dan fasilitas dari Program Pascasarjana Univer- Timur. Jurnal Manajemen Dan Agribisnis, 12(3),
sitas Andalas dan Politeknik Pertanian Negeri 194–203. https://doi.org/10.17358/JMA.12.3.194
Payakumbuh. Terima kasih juga khususnya untuk
Hadiguna, R. A. (2015). Manajemen Risiko Rantai
agroindustri Saka di Kabupaten Agam Sumatera
Pasokan : Pergeseran Orientasi Bersaing dalam
Barat. Perspektif Sistem.
Daftar Pustaka Hadiguna, R. A. (2016). Manajemen Rantai pasok
Agroindustri : Pendekatan Berkelanjutan untuk
Aini, H., Syamsun, M., & Setiawan, A. (2014). Risiko
Pengukuran Kinerja dan Penilaian Risiko.
rantai pasok kakao di Indonesia dengan metode
Padang: Andalas University Press. Saaty, T. L. (2005). Theory and Applications of the
Analytic Network Process: Decision Making with
Hariyadi, P. (2015). Keamanan Pangan: Tantangan Benefits, Opportunities, Costs, and Risks.
Ganda bagi Indonesia. SNI Valuasi, (9(2)), 1–9. Pittsburgh: RWS Publications.
Irawan, J. P., Santoso, I., & Mustaniroh, S. A. (2017). Saaty, T. L. (2013). The modern science of
Model analisis dan strategi mitigasi risiko produksi multicriteria decision making and its practical
keripik tempe. Industria: Jurnal Teknologi Dan applications: The AHP/ANP approach. Operations
Manajemen Agroindustri, 6(2), 88–96. Research, 61(5), 1101–1118.
https://doi.org/10.21776/ub.industria.2017.006.02. https://doi.org/10.1287/opre.2013.1197
5
Septiani, W., & Djatna, T. (2015). Rancangan model
Jaya, R., Machfud, Raharja, S., & Marimin. (2014). performansi risiko rantai pasok agroindustri susu
Analisis dan mitigasi risiko rantai pasok kopi gayo dengan menggunakan pendekatan logika fuzzy.
berkelanjutan dengan pendekatan fuzzy. Jurnal Jurnal Agritech, 35(1), 88–97.
Teknologi Industri Pertanian, 24(1), 61–71. https://doi.org/10.22146/agritech.9423
Kuspratomo, A. D., Burhan, & Fakhry, M. (2012). Sijabat, A. N., Syamsun, M., & Setiawan, A. (2012).
Pengaruh varietas tebu, potongan dan penundaan Manajemen Risiko Rantai Pasokan Sayuran
giling terhadap kualitas nira tebu. Agrointek : Edamame yang Diintroduksi oleh PT Saung
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 6(2), 123– Mirwan. Skripsi. Departemen Manajemen.
132. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Melly, S., & Nofialdi. (2015). Analisa sosioekonomi
penerapan pengumpanan tebu dalam Simanjuntak, S. J. (2013). Analisis Manajemen Risiko
pengembangan agroindustri gula merah tebu di Rantai Pasok Buah Manggis dengan Metode
Lawang. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, Analytic Network Process di PT Agung Mustika
19(1), 59–64. Selaras, Jawa Barat. Tesis. Program Studi Ilmu
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muhlisin, A., Hendrawan, Y., & Yulianingsih, R.
(2015). Uji performansi dan keseimbangan massa Sukardi. (2010). Gula merah tebu : Peluang
evaporator vakum double jacket tipe water jet meningkatkan kesejahteraan masyarakat mellaui
dalam proses pengolahan gula merah tebu pengembangan agroindustri pedesaan. Jurnal
(Saccharum officinarum L). Jurnal Keteknikan Pangan, 19(4), 317–330.
Pertanian Tropis Dan Biosistem, 3(1), 24–36.
Udayana, I. G. B., Eriyatno, Hambali, E., & Fauzi, A.
Risqiyah, I. A., & Santoso, I. (2017). Risiko rantai M. (2010). Pengembangan model kelembagaan
pasok agroindustri salak menggunakan fuzzy fmea. sebagai solusi kelapa sawit. Jurnal Agritek, 11(2),
Jurnal Manajemen Dan Agribisnis, 14(1), 1–11. 10–20.
https://doi.org/10.17358/jma.14.1.1