Kebijakan Fiskal dan Alokasi Penerapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagai
Perencanaan Pembangunan
Sedangkan pada penerapan kebijakan fiskal dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam
yaitu :
A. Pembiayaan Fungsional. Beberapa hal yang penting dari macam kebijakan ini
diantaranya adalah :
1) Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta bukan untuk penerimaaan
pemerintah. Jadi apabila dalam perekonomian masih ada pengangguran maka
pajak tidak diperlukan
2) Apabila terjadi inflasi yang berlebihan maka pemerintah melakukan pinjaman
luar negeri untuk mendanai penarikan dana yang tersedia dalam masyarakat.
3) Apabila pajak dan pinjaman dirasa tidak tepat maka pemerintah melakukan
pinjaman dalam negeri dalam bentuk pencetakan uang.
B. Pengelolaan Anggaran. Menurut kebijakan ini terpenting adalah :
1) Terdapat hubungan langsung antara belanja pemerintah dengan penerimaan
pajak dengan penyesuaian anggaran untuk memperkecil ketidakstabilan
ekonomi.
2) Dalam masa depresi dimana banyak pengangguran maka belanja pemerintah
adalah merupakan satu-satunya jalan terbaik untuk mengatasinya.
C. Stabilitas Anggaran Otomatis. Dalam kebijakan ini diterapkan adalah :
1) Dalam periode kesempatan kerja penuh pajak akan diusahakan surplus.
2) Apabila dalam perkonomian terjadi kemunduran ekonomi maka program pajak
tidak diubah, akan tetapi konsekwensinya penerimaan pajak menurun, dan
pengeluaran pemerintah semakin besar.
D. Anggaran Belanja Seimbang. Dalam kebijakan ini yang dilakukan oleh pemerintah
adalah:
1) Menerapkan anggaran belanja defisit pada masa krisis ekonomi.
2) Menerapkan anggaran surplus pada masa inflasi.
Secara teoritis dalam konteks Negara kesatuan pemerintah pusat menjadikontrol
yang utama dan terakhir bagi pembangunan daerah. Pembangunan daerah semestinya
dilaksanakan oleh pemerintah daerah karena pemerintah daerah yang lebih memahami
apa yang lebih diperlukan oleh daerah yang diperintahnya.Untuk menjalankan suatu
pembangunan di daerah, pemerintah daerah menggunakan anggaran daerah yang berasal
dari PAD (Pendapatan Asli Daerah). Seperti yang kita ketahui PAD tiap daerah relative
kecil. Pelaksanaan perencanaan kegiatan secara terpadu di daerah dalam jangka waktu
tertentu tercermin dalam bentuk APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Selama ini sumber-sumber keuangan yang potensial dari suatu daerah dikuasai oleh
pemerintah pusat.
Oleh karena itu harus ada perimbangan keuangan antara pemerintahpusat dan
daerah. Ketentuan ini telah diatur dalam peraturan perundangundanganyakni Undang-
Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah. Dengan demikian pemerintah daerah mendapatkan pembagian keuangan
yang adil dan sesuai dengan potensi daerahnya. Pengalokasian DAK (Dana Alokasi
Khusus) ini sangat tergantung dari ketersediaan dana APBN. Dengan keterbatasan
dari pendistribusian DAK ini maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana
pengaturan serta pemanfaatan DAK ini yang dilakukan oleh pemerintah masing-masing
daerah.Dana alokasi khusus juga dijelaskan dalam pasal 38 sampai dengan pasal 42
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Puasat dan Daerah. Dana Alokasi Khusus (DAK), adalah alokasi dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan
Daerah dan sesuai denganprioritas nasional.Maka Dana Alokasi Khusus dimaksudkan
untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk
membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum
mancapai standar tententu atau untuk percepatan pembangunan daerah.
Dasar hukum pelaksanaan Dana Alokasi Khusus di setiap daerah diIndonesia
didasarkan pada Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selain Undang-Undang tersebut diatas
dana perimbangan juga diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005
Tentang Dana Perimbangan. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus untuk setiap daerah
dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan yang akan diberikan tiap tahun kepada setiap Kabupaten dan
Kota yang akan menerima pengalokasian Dana Alokasi Khusus dari dana APBN.
Sedangkan penetapan Dana Alokasi Khusus dan pedoman umum pengelolaannya
dilaksanakan oleh masing-masing daerah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
yang akan diberikan tiap Tahun Anggaran kepada masing-masing daerah.
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana perimbangan dan
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. DAU sebagai salah satu elemen desentralisasi fiskal
menjadi elemen penting bagi pemerintah daerah untuk menutup pembiayaaan daerah
implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah dalam rangka menjalankan
kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah bersifat
“block grant”, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai
dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan
kemampuan keuangan antardaerah.
Desentralisasi fiskal melalui instrumen utama dana alokasi umum atau DAU dan
pemberlakuan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah berhasil
memberikan kontribusi bagi daerah untuk menekan ketimpangan di Indonesia?
Pertanyaan inilah yang menjadi titik berat yang harus dikaji lebih dalam, mengingat
masih besarnya disparitas antar daerah di Indonesia. Disparitas antardaerah di Indonesia
tidak bisa dilepaskan dari ketidakmerataan dalam hal penguasaan sumber daya alam
atau sumber penerimaan antara daerah satu dan daerah lainnya, selain juga
perkembangan industri setempat. Porsi kecil yang diterima daerah tidak berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah-daerah
tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi sumber daya lebih banyak di pusat
dibanding di daerah.
Landasan hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU No.33 Tahun
2004, alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat
minimal 26 persen dari total penerimaan dalam negri netto. Dengan ketentuan tersebut
maka, bergantung pada kondisi APBN dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia,
alokasi DAU dapat lebih besar dari 26 persen dari total pendapatan dalam negeri netto.
DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan
kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, kebutuhandaerah
dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan undang-undang sedangkan
perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Bagi Hasil yang diterima daerah. Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji
PNS daerah.
Kebutuhan Fiskal dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai
semua pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan fungsi/kewenangan daerah dalam
penyediaan pelayanan publik. Dalam perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut
dicerminkan dari variabel-variabel kebutuhan fiskal sebagai berikut :
a. Jumlah Penduduk
b. Luas Wilayah
c. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
d. Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)
Kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk
menghimpun pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan
daerah merupakan penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH Pajak dan SDA yang
diterima oleh daerah.Berdasarkan UU diatas, setiap daerah yang memiliki kapasitas
fiskal yang lebih besar dari kebutuhan fiskal maka dapat menerima penurunan DAU,
dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya. Dasar inilah yang
digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah “Kaya”. Daerah kaya
berdasarkan penetapan diatas tidak memperoleh DAU.