Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. R DENGAN DIAGNOSIS MEDIS FRAKTUR


FEMUR SINISTRA DENGAN TINDAKAN
ORIF DI RUANG IBS

DISUSUN OLEH :

NAMA : Sapta
NIM : 2018.C.10a.0984

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan ini disusun oleh :
Nama : Sapta
Nim : 2018.C.10a.0989
Prodi : Sarjana keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
Ny. R Dengan Diagnosa Medis Fraktur Femur Sinistra dan
tindakan Orif Rekonstruksi di ruang IBS.
Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menempuh Praktik Praklinik Keperawatan (PPK IV) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Rimba aprianti, S. Kep., Ners Hazelel Poni, S.Kep

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny. R Dengan Diangnosa Medis Faktur Femur Di Sistem Muskuloskeletal
RS”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK IV).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Rimba Aprianti, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Hazelel Poni, S.Kep Selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak memberi
arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian laporan pendahuluan
dan Asuhan Keperawatan ini
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 3 November 2021

Sapta

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit ..............................................................................................5
2.1.1 Definisi....................................................................................................5
2.1.2 Etiologi ...................................................................................................6
2.1.3 Anatomi fisiologi.....................................................................................7
2.1.4 Patosiologi...............................................................................................9
2.1.5 klasifikasi ..............................................................................................14
2.1.6 Menifestasi ..........................................................................................14
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................15
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ......................................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ..........................................................................17
2.2 Konsep dasar orif ............................................................................................18
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..................................................................18
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................27
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................28
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................31
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................32
4.1 Pengkajian ...................................................................................................32
4.2 Prioritas masalah .........................................................................................40
4.3 Intervensi .....................................................................................................41
4.4 Implementasi ...............................................................................................44
4.5 Evaluasi .......................................................................................................44
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................48
5.1 Kesimpulan .................................................................................................48
5 .2 Saran ...........................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................49
SAP........................................................................................................................50
Leaflet....................................................................................................................56

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya


tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga
fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman dan Nurma, 2013 : 26).

Fraktur femur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha,


kondisi fraktur femur secara klinis bias berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah)
dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha
(Zairin, 2013 : 508). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan olahraga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor
(Lukman dan Nurma, 2013 : 26).

Fraktur dapat terjadi akibat : 1) Peristiwa trauma tunggal. Sebagian


besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang
dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti rusak. 2).
Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Fraktur dapat terjadi oleh
tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau
tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget) (Zairin, 2011 : 508).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2013


terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
Fraktur akibat kecelakaan lalulintas. Sedangkan pada tahun 2018 angka kematian
fraktur akibat cedera lalulintas terjadi paling tinggi di Venezuela (45.1%),
Indonesia pada urutan ke 8 di Asia dengan angka sebanyak (15.3%) setelah itu
Timur Leste dan India masing-masing (16,6%).

Ada beberapa dampak yang dapat terjadi apabila fraktur femur tidak
mendapatkan penanganan secara tepat antara lain : 1) Syok terjadi karena

1
kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bias
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. 2)
Kerusakan arteri, pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya
nadi: CRT (Capillary Refil Time) menurun: sianosis bagian distal: hematoma
yang lebar: serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan. 3) Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
dijebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat
suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf, dan
pembuluh darah. 4) Infeksi, system pertahanan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
bahan lain dalam pembedahan seperti pin (Open Reduction Internal Fixation dan
Open Reduction Eksternal Fixation) atau plat. 5) Avascular nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang biasa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s ischemia. 6) Sindrom
emboli lemak (fat embolism syndrome-FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang (Zairin, 2013 : 30-31).

Penatalaksanaan pasien yang mengalami fraktur femur meliputi:

1. Pada fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mencari ada
tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, dan cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1). Profilaksis antibiotik 2). Debridement 3). Stabilisasi. Dilakukan pemasangan


fiksasi interna atau fksasi eksterna 4). Penundaan penutupan 5). Penundaan
rehabilitasi 6). Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental atau fraktur
terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.

2. Penatalaksanaan fraktur femur tertutup

1) Terapi konservatif : 1. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum


dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot, 2. Traksi tulang
berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama

2
fraktur yang bersifat komunitif dan segmental, 3. Menggunakan cast bracing yang
dipasang setelah terjadi union faraktur secara klinis.

2) Terapi operatif

3) Pemasangan plat atau screw (Zairin, 2013 : 513).

Angka kejadian pasien fraktur mencapai 101 dalam 1 tahun maka mendorong
penulis untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
fraktur femur.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat


dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa
medis Faktur Femur sinistra Di RS
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Faktur Femur sinistra Di RS
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan dan
mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
1.3.2.2 Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
1.3.2.3 Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu

3
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.

1.4.2 Bagi klien dan keluarga


Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan diagnosa
medis open Faktur Femur secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Faktur Femur dan Asuhan Keperawatannya.
1.4.3.2 bagi institusi rumah sakit

Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan


Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Faktur Femur melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi iptek

Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep penyakit
2.1.1 Pengertian Fraktur Femur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh ruda
paksa (Wahid, 2013). Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu
pengisutan, biasanya patahan lengkap dan fragmen ulang bergeser. Kalau kulit
diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup, kalau kulit atau salah
satu dari rongga tubuh tertembus kadaan ini disebut fraktur terbuka yang
cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (Wijaya, 2013). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh ruda paksa (Wahid,
2013).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperi degenarasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2011).

2.1.2 Etiologi Fraktur


Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan
bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma

5
multipel. Pada fraktur femur ini klien mengalami syok hipovolemik karena
kehilanagan banyak darah maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat
hebat (muttaqn, 2011). Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara
lain :

2.1.2.1 Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya


kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2.1.2.2 Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh


dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
2.1.2.3 Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

2.1.3 Anatomi fisiologi


Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal
dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis”
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”.
Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang
dalam tubuhmanusia,Tulang   dapat   diklasifikasikan   dalam   lima   kelompok  
berdasarkan   bentuk ya :
2.1.3.1 Tulang panjang (Femur, Humerus) 

terdiri dari batang tebal panjang yangdisebut diafisis dan dua ujung yang


disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara
epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang
disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh
sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang

6
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. 

Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan


tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.

2.1.3.2 Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

2.1.3.3 Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.

2.1.3.4 Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.

2.1.3.5 Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang


yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).

7
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks
tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-
garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah


osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh
nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1
mm).

8
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ketulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum


tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam lacuna  Howship (cekungan pada permukaan tulang).

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 %


endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 %
serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus
sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit
natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks
dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan
kompresi (kemampuan menahan tekanan).

2.1.4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar
daripada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang yang dapat
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadilah
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi
menjadi edema lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau

9
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler
yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vaskonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena adanya cedera,
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak
jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-
katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse
pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syhok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokinin-sitokinin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih disini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume
darah didalam sistem venasistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan
kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme airobik
normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi konpensasi dengan
berpindah ke etabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam
laktat dan berkembangnya asidosis metabolik bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang.

Pembengkakan retikulum endokplasmik merupakan tanda ultra struktural


pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan di ikuti cedera

10
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga
terjadi penumpukan kalsium intra- seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah
cidera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel.
Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai
jala-jala untuk melakukan aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direbsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluhuh darah
atau penekanan tersebut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak
ditangani dapat menurunkan asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan
yang mengakibat kan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot (wijaya,
2013).

11
WOC FRAKTUR FEMUR Kekerasan langsung, Kekerasan tidak langsung,
Kekerasan akibat tarikan otot : jatuh, hantaman
benda keras, kecelakaan
Trauma tidak langsung Kondisi patologis
FRAKTUR

B1 Brething B2 Blood B3 Brain B4 Bladder B5 Bowel B6 Bone

Perubahan jaringan Perubahan jaringan Pergeseran fragmen Perubahan Nyeri


sekitar sekitar tulang jaringan sekitar Kerusakan Perubahan
jaringan jaringan
Laserasi kulit Nafsu makan sekitar
Spasme otot Inflamasi Laserasi kulit
menurun
Kerusakan
Kerusakan
integritas Laserasi
sel
Mual,muntah kulit
Terputusnya vena/ Peningkatan tekanan Merangsang Terputusnya kulit
arteri kapiler neurotransmiter vena / arteri
Merasang
Kurangnya resptor nyeri
Hipotalamus perdarahan asupan Ada luka
perdarahan Pelepasan histamin terbuka
makanan
Nyeri saat
bergerak Sebagai
Suplai O2 oleh Reseptor nyeri Perdarahan MK : Defisit media
Protein plasma masuknya
darah menurun nutrisi
virus
MK : Gangguan penyebab
Persepsi nyeri Kehilangan Mobilitas Fisik infeksi
Kebutuhan O2 naik Penekanan volume cairan
pembuluh darah

Takipnea, dispnea MK :
MK : Nyeri Akut MK : Kekurangan ResikoInfeksi
perfusi jaringan
Volume Cairan

MK:
MK :
Ketidakefektifan
Ketidakefektifan 12
Pola Napas
Perfusi Jaringan
Perifer.
Trauma (langsung maupun

WOC Tidak langsung)


Patologis fraktur (terbuka atau tertutup)

Fraktur Tulang Femur

Pree Operatif Intra Operatif Post Operasi

Kurangnya terpapar Tindakan


Kondisi pembedahan
informasi pembedahan

Kekawatiran Terputusnya
mengalami kegagalan kontinuitas jaringan Trauma
lunak

Ancaman terhadap Penekanan pada saraf


konsep diri Perdarahan
meningkat

MK. Ansietas
MK. Resiko Respon nyeri
perdarahan

MK. Nyeri akut

13
2.1.5 Klasifikasi fraktur femur
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2013) antara lain:
2.1.5.1 Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan.

2.1.5.2 Fraktur terbuka (open/compoud)

Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep
penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapat
menembus kulit pada saat terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudia kembali
hampir pada posisi semula.
2.1.6 Menifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
2.1.6.1 Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2.1.6.2 Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui
dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
2.1.6.3 Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
2.1.6.4 Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.

14
2.1.6.5 Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri, 2013).

Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur
femur :

a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah


dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang

2) Penekanan tulang

b. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri.
Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada
saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien fraktur femur.Komplikasi yang biasanya terjadi
pada pasien fraktur femur adalah sebagai berikut:

2.1.7.1 Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.

2.1.7.2 Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.

2.1.7.3 Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi dan
oklusi atau terpotong sama sekali.

2.1.7.4 Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen

15
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai aksono
temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau pada cabangnya,
yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.

2.1.7.5 Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo emboli.

2.1.7.6 Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2013).
2.1.8 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi,
dan reduksi terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada
sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan
spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin,
pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2014) adalah sebagai berikut:
2.1.8.1 Penatalaksanaan fraktur tertutup
a. Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang
tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan
analgesik sesuai resep)
b. Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak
terganggu dan memperkuat otot yangdiperlukanuntuk berpindah tempat

16
dan untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat, alat bantu berjalan atau
walker)
c. Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alatbantu dengan aman.
d. Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai
kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan
e. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan dir,
informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya
supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.
2.1.8.2 Penatalaksanan fraktur terbuka

a. Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan


lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan
jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko osteomielitis,
tetanus, dan gasgangren.
b. Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit
bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan
c. Lakukan irigasi luka dan debridemen

d. Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema

e. Kaji status neourovaskular dengan sering

f. Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda
infeksi.
2.1.9 Pemeriksaan medis
Menurut Doenges , pemeriksaan diagnostik untuk fraktur terbuka, yaitu:

1) Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi/luasnya fraktur trauma

2) Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :memperlihatkan fraktur juga dapat


digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

3) Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

4) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun, pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ respon stress
normal setelah trauma.

17
5) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliners ginjal.

6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse


multiple, atau cedera hati.

2.2 Konsep Dasar Orif

2.2.1 Definisi

Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi


dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak
dapat direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk mempertahankan
posisi yang tepat pada fragmen fraktur (John C. Adams, 1992 dalam Potter &
Perry, 2011).
Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra
medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur transvers.
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur bedah
medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang,
seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu
pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Brunner & Suddart, 2013).

18
2.2.2 Tujuan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Ada beberapa tujuan dilakukannya pembedahan Orif, antara lain:
1. Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas
2. Mengurangi nyeri. 9
3. Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam lingkup
keterbatasan klien.
4. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena
5. Tidak ada kerusakan kulit
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi ORIF (Open Reduction Internal
Fixation)

Indikasi tindakan pembedahan ORIF:

1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan
metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.

2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular
disertai pergeseran.

3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot

19
tendon Kontraindikasi tindakan pembedahan ORIF:

1. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan 2. Jaringan lunak diatasnya


berkualitas buruk

3. Terdapat infeksi

4. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.

5. Pasien dengan penurunan kesadaran

6. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang

7. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)

2.2.4 Keuntungan dan Kerugian ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


Keuntungan dilakukan tindakan pembedahan ORIF:
1. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. 10
2. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
3. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
4. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai
5. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
6. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta
kekuatan otot selama perawatan fraktur.
Keuntungan dilakukan tindakan pembedahan ORIF:
1. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian
akibat dari tindakan tersebut.
2. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan
pemasangan gips atau traksi.
3. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri.
4. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur
yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi.
2.2.5 Perawatan Post Operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian yang
sakit. Dapat dilakukan dengan cara:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.

20
2. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak.
3. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat kecemasannya
tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebihan) skala 11.
4. Latihan otot Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi tulang,
tujuannya agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa otot akibat
latihan yang kurang.
5. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan menyarankan
keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada klien.
2.3 Manjemen keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnostik medis
(muttaqin, 2013).

2.2.1.1 Identitas pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir,
nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab

2.2.1.2 Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien berobat
ke rumah sakit. Biasanya keluhan utama pada kasus open fraktur femur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.

21
3. Riwayat Kesehatan Lalu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama.
5. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya
2.2.1.3 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Faktur
Femur adalah berupa batuk produktif/non produktif, disertai dengan dahak
yang sulit di keluarkan dan sesak nafas.
2) Makan dan Minum
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Eliminasi
Untuk kasus open fraktur femur tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji

22
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Gerak dan Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien.
5) Istirahat dan tidur
Akibat Nyeri yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
6) Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
7) Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C).
8) Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri
yang dirasakan menyebabkan merasa tidak nyaman dan disertai sesak nafas.
9) Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang
dialaminya.
10) Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga
atau temannya.
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
2.2.2.1 B1 ( Breahting )
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal
2.2.2.2 B2 ( Blood )
Dapat ditemukan peningkatan nadi atau dalam batas normal, adanya
peningkatan tekanan darah, akral hangat
2.2.2.3 B3 ( Brain )

23
Kaji adanya hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/kehilangan fungsi , pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi
pupil, agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).
2.2.2.4 B4 ( Bladder )
Perubahan pola berkemih inkontinensia urin, dysuria, distensi, kandung kemih,
warna dan bau urin, dan kebersihan
2.2.2.5 B5 ( Bowel )
Kaji adanya konstipasi, konsisten feses, frekuensi eleminasi, auskultasi bising
usus anoreksia , adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
2.2.2.6 B6 ( Bone )
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi padaarea jaringan, dapat
berkurang pada imbilisasi, kontraktur atrofi otot, laserasi kulitdan perubahn
warna
2.2.2 Pengkajian Pre Operasi
1). Pengkajian psikologis, meliputi perasaan takut atau cemas dan keadaan emosi
pasien. Alat Ukur Kecemasan dapat diukur dengan menggunakan pengukuran
tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut dengan HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran
kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom terhadap individu yang
mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 symptom yang tampak,
dengan lima penilaian (0 = tidak ada gejala sama sekali, 1 = satu dari gejala yang
ada, 2 = sedang atau separuh dari gejala yang ada, 3 = berat atau lebih dari
setengah gejala yang ada dan 4 = sangat berat dan semua gejala ada), dan lima
derajat kecemasan (skor kurang dari 14 menunjukkan tidak ada kecemasan, skor
14-20 kecemasan ringan, skor 21-27 kecemasan sedang, skor 28-41 kecemasan
berat, dan skor 4256 kecemasan berat sekali/panik) (Hidayat, 2007).
2). Pengkajian fisik, pengkajian tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan
dan suhu maupun pemeriksaan head to toe.
3). Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di
area badan.
4). Sistem kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sistem cardio, validasi
apakah pasien menderita penyakit jantung atau tidak, kebiasaan minum

24
obat jantung sebelum operasi, kebiasaan merokok, minum alkohol,
oedema, irama dan frekuensi jantung.
5). Sistem pernafasan, apakah pasien bernafas teratur dan batu secara tiba-tiba di
kamar operasi.
6). Sistem gastrointestinal
a). Inspeksi:
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi tanda
infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, berubah bentuk).
b) Auskultasi:
Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual dan
pasien tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor.
c). Perkusi:
Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen.
d). Palpasi:
Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri.
7). Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami menstruasi atau tidak.
8). Sistem saraf, bagaimana kesadaran pasien.
9). Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa, lavement.
10). Kapter, perhiasan, make up, scheren, pakaian pasien perlengkapan operasi
dan validasi apakah pasien memiliki alergi obat atau tidak.
2.2.3 Pengkajian Intra Operasi
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaestesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien
yang diberi anaestesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara
garis besar yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental, bila pasien diberi anaestesi lokal dan pasien masih
sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang
sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak
cemas atau takut menghadapi prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisik, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka
perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli
bedah).

25
3) Transfusi dan infuse, monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urin, normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1
cc/kg BB/jam.
2.2.4 Pengkajian Post Operasi
Pengkajian post operasi dilakukan secara sitematis mulai dari pengkajian
awal saat menerima pasien, pengkajian status respirasi, status sirkulasi,
status neurologis dan respon nyeri, status integritas kulit dan status
genitourinarius.
1) Pengkajian awal
Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut:
a). Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
b). Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital
c). Anastesi dan medikasi lain yang digunakan
d). Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin
memengaruhi perawatan pasca operasi
e). Patologi yang dihadapi
f). Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan
penggantian
g). Segala selang, drain, kateter,atau alat pendukung lainnya
h). Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli
anastesi yang akan diberitahu
2) Breathing
a). Kontrol pernafasan
⦁ Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan
⦁ Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan,
kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan arna membran
mukosa
b). Kepatenan jalan nafas
⦁ Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk mempertahankan
kepatenan jalan nafas sampai tercapai pernafasan yang nyaman dengan
kecepatan normal

26
⦁ Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi jalan nafas akibat
aspirasi muntah, okumulasi sekresi, mukosa di faring, atau bengkaknya
spasme faring
3). Blood
a). Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat
kehilangan darah secara aktual atau resiko dari tempat pembedahan, efek
samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi mekanisme
regulasi sirkulasi normal.
b). Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta
pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler pasien.
c). Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi
4). Brain
a). Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara memanggil
namanya dengan suara sedang
b). Mengkaji respon nyeri
5). Bone
Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi post
operasi
2.2.5 Diagnosa
2.2.5.1 Pre Operasi
2.2.5.1.1 Ansietas berhubungan dengan Kurang terpapar informasi (D.0080) Hal
180
2.2.5.2 Intra Operasi
2.2.5.2.1 Risiko Perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan (SDKI
D.0012) Hal 42
2.2.5.3 Post Opersi
2.2.5.3.1 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (SDKI D.0077)
Hal 172

27
Intervensi Pre Operasi
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Ansietas berhubungan Setelah diberikan Asuhan Keperawatan Reduksi ansietas SIKI
selama 1 x 30 menit diharapkan nyeri klien Observasi
dengan krisis situasional
tetap kurang 1. Indentifikasi saat tingkat ansietas berubah
Kriteria Hasil SLKI 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
1. perilaku gelisah (5) 3. Monitor tanda-tanda ansietas
2. Kawatir akibat kondisi yang dihadapi (5) Terapeutik
3. Perilaku tegang (5) 1. Ciptakan suansana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangai kecemasan jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama bersama pasien
4. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketenangan
5. Latih teknik releksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika peru.

28
Intervensi Intra Operasi

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Resiko perdarahan Setelah diberikan Asuhan Keperawatan Manajemen Nyeri SIKI ( I. 022040. Hal. 206)
berhubungan dengan selama 1 x 1 jam diharapkan klien tidak Observasi:
tindakan operasi terjadi perdarahan lebih lanjut 1. Identifikasi penyebab perdarahan
Kriteria Hasil SLKI: 2. Monitor terjadinya perdarahan
1. Tidak ada perdarahan (5) 3. Monitor tekanan darah dan paramenter hemodinaik.
2. Mampu memncegah pendarahan (5) 4. Monitor inteke dan output cairan
3. Perdarahan pasca operasi menurun (4) Terapiutik:
4. Hemoglobin membaik (4) 1. Istirahatkan area yang mengalami perdarahan.
5. Tekanan darah membaik (4) 2. Berikan kompres dingin
6. Denyut nadi membaik (5) 3. Lakukan penekanan atau balut tekan jika perlu.
7. Suhu tubuh membaik (5) 4. Tinggikan ekstremitas yang mengalami perdarahan.
Edukasi:
1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian cairan
2. Kolaborasi pemberian transfusi darah.

29
Intervensi Post operasi

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan Asuhan Keperawatan Manajemen Nyeri SIKI ( I. 08238. Hal. 201)
dengan Agen pencedera selama 1 jam diharapkan nyeri klien tetap Observasi
fisik (post operasi) kurang 1. Identifikasi lokasi, karateristik,durasi, frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil SLKI ( L. 08063.58 ) intensitas nyeri
1. Melaporkan nyeri terkontrol (4) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Kemampuan mengenali onset nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non-verbal
(4) 4. Identifikasi faktor memperberat dan memperingan nyeri
3. Kemampuan mengenali penyebab 5. Indetifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Nyeri ( 4) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
4. Kemampuan menggunakan teknik Terapeutik
non-farmakologi (4 ) 1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis sumber nyeri dalam pemilihan
stratergi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan startergi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mendiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
Kaloborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

30
2.2.5 Implementasi
Pelaksanaan adalah dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan (nursalam, 2014).
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini,
perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi
semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2011).
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan klien (Nursalam, 2014).
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi
hasil atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi
proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang di laksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap muncul atau ada masalah baru atau ada masalah yang
kontradiktif dengan masalah yang ada
P : Pelaksanaan atau rencana yang akan di lakukan kepada klien
Setelah dilakukan implementasi keperawatan di harapkan :

31
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Sapta


NIM : 2018.C.10a.0984
Ruang Praktek : OK IBS
Tanggal Praktek : 4 November 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 4 November 08:00 wib
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 87 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Menteng XII
Tgl MRS : 3 November 2021
Diagnosa Medis : Fraktur Femur Sinistra
3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
3.1.2.1 Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Klien mengatakan merasakan nyeri pada area paha sebelah kiri, muncul
saat klien bergerak, seperti ditusuk-tusuk dan di tekan, pada daerah paha
sebelah kiri, skala nyeri 8, durasi ± 1-3 menit
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 3 November 2021 pukul 06:00 wib, pasien mengatakan
mengalami kecelakaan sesama sepada motor dengan anaknya saat
berangkat kepasar, dan terjadi fraktur terbuka dibagian paha kaki kiri, sulit
untuk digerakan dan terasa nyeri. Kemudian pasien dibawa ke Rumah
Sakit, disarankan rawat inap dan akan dilakukan tindakan. Operasi
tanggal, 4 November 2021 pukul 08:00 di ruangan OK.

32
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan sebelumnya tidak mempunyai riwayat operasi
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
klien
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan :

: Laki – Laki : Tinggal satu rumah

: Perempuan : Hubungan Keluarga

: klien : Meninggal

3.1.3 PEMERIKASAAN FISIK


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Kesadaran compos menthis, terdapat balutan sepalak di paha sebelah kiri
klien, klien tampak cemas, klien tampak gelisah, klien tampak tegang,
klien tampak terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm, klien tampak meringis
dan terpasang kateter.
3.1.3.2 Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 360C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 88 x/mt
c. Pernapasan/RR : 20 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 110/70 .mm Hg
3.1.3.3 Pre Operatif :
Serah terima Ny. R umur 87 Tahun operasi dari ruangan Sakura pukul 08.00
WIB tanggal 4 November 2021, dengan diagnosa medis fraktur femur sinistra

33
dengan tindakan operasi orif rekonstruksi, TTV klien, suhu tubuh klien/ S =
36,°C tempat pemeriksaan axilla, nadi/HR = 88 x/menit dan pernapasan/ RR =
20 x/menit, tekanan darah/BP = 110/70 mmhg. Klien mengatakan takut/cemas
dengan keadaanya, skala cemas 2, klien tampak cemas, klien tampak gelisah,
klien tampak tegang. Persiapan operasi klien puasa 12 jam sebelum operasi, di
berikan injeksi Anestesi Regivell 5 mg.
Masalah Keperawatan : Ansietas
3.1.3.4 Intra Operatif :
Tempat operasi di OK/IBS, jenis operasi terbuka, klien terpasang infus NaCl
0,9% 20 tpm, mulai anestesi pukul 08.30 WIB jenis anastesi spinal klien
diberikan injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5 mg, ondansetron 2 mg.
Disiapkan satu kantong darah di BDRS, klien tidak ada asma, Posisi klien saat
dioperasi adalah supinasi, tindakan operasi pembedahan orif rekonstruksi,
klien tampak dilakukan pembedahan di paha sebelah kiri, perdarahan
sebanyak 50 cc, mulai operasi pukul 08.30 WIB dan selesai pukul 09.30 WIB.
Tingkat kesadaran GCS : E2 V3 M2 (Somnolen), jalan napas paten tidak ada
obstruksi jalan napas. TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36 °C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 88 x/menit dan pernapasan/ RR = 20 x/menit,
tekanan darah/BP = 110/70 mmhg. Klien dipindahkan ke ruangan recovery
room (RR) pukul 09.30 WIB
Masalah Keperawatan : Resiko Perdarahan
3.1.3.5 Post Operatif :
Klien mengatakan nyeri pada area paha sebelah kiri muncul saat adanya
gerakan, seperti ditusuk-tusuk dan tertekan, pada area paha sebelah kiri, skala
nyeri 8, durasi ± 1-3 menit. tampak meringis menahan nyeri, klien tampak
gelisah, tampak luka post operasi pada paha sebelah kiri tertutup perban,
diberikan injeksi katerolac 8 mg, ondansetron 2 mg dan klien tampak dan infus
NaCl 0,9% 20 tpm, terpasang kateter dan terpasang drain
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
Observasi Recovery Room
- Airway
Jalan nafas paten tidak obstruksi jalan nafas

34
- Breathing
Gerakan dinding dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas teratur, suara
nafas vesikuler, Saturasi O2 99 %, RR : 22x/menit.
- Circulation
Td : 110/70 mmHg, N : 88 x/menit, nadi teraba, irama regular, sianosis (-),
CRT < 2 detik, terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm
- Dissability
GCS : E2 V3 M2 (Somnolen)
- Exposure
- Suhu : 36°C
- Serah terima pasien post operasi dari RR (IBS) ke ruangan perawatan sakura
pukul 09.30 WIB
Aldrete Score : 7
No Kriteria Score Score
.
1 Warna Kulit
1). Kemerahan/normal 2
2). Pucat 1 1
3). Sianosisi 0
2 Aktifitas Mototrik
1). Gerak 4 anggota tubuh 2
2). Gerak 2 anggota tubuh 1 1
3). Tidak ada gerakan 0
3 Pernafasan
1). Nafas dalam, batuk dan tangis 2
kuat 1 2
2). Nafas dangkal dan adekuat 0
3). Apnea atau nafas tidak adekuat

4 Tekanan Darah
1). ± 20 mmHg dari pre operasi 2 1 2
2 36 1 2
2). 20-50 mmHg dari pre operasi 0
3). ± 50 mmHg dari pre operasi
5 Kesadaran
1). Sadar penuh mudah dipanggil 2
2). Bangun jika dipanggil 1 1
3). Tidak ada respon 0
Jumlah 7

35
3.1.3.6 PENATALAKSANAAN MEDIS (Preoperatif, Premedikasi, Post
Operatif)

36
Nama Obat Rute Dosis Indikasi
Pre
Injeksi sedacum IV 1x5 mg Adalah obat golongan benzodiazepin
5 mg yang diberikan sebelum operasi, untuk
mengatasi rasa cemas, membuat
pikiran dan tubuh menjadi rileks, serta
menimbulkan rasa kantuk dan tidak
sadarkan diri.
Nama Obat Rute Dosis Indikasi
Intra
Bupivacaine 3 IV 1x3 Adalah salah satu obat anestesi lokal
ml dari golongan amida yang
menghambat pembentukan dan
konduksi impuls saraf. Penghambatan
rangsangan nyeri yang dikirimkan
oleh saraf menuju otak inilah yang
digunakan untuk memberikan efek
bius ketika bupivakaine diinjeksikan
Regivell 5 mg IV 1x5 Digunakan untuk mengatasi nyeri atau
sebagai anestesi (obat bius) selama
operasi, seperti pembedahan dan
prosedur melahirkan, pembedahan
abdomen bawah, bedah urologi, dan
bedah kaki bawah termasuk pinggang

Ondansetron 2 IV 1x2 mg Adalah obat yang digunakan untuk


mg mencegah serta mengobati mual dan
muntah yang bisa disebabkan oleh
efek samping kemoterapi, radioterapi,
atau operasi
Nama Obat Rute Dosis Indikasi
Post
Ondansetron 2 IV 1x2 mg Adalah obat yang digunakan untuk
mg mencegah serta mengobati mual dan

37
muntah yang bisa disebabkan oleh
efek samping kemoterapi, radioterapi,
atau operasi
Injeksi katerolac IV 1x30 Digunakan setelah operasi atau
8 mg prosedur medis yang bisa
menyebabkan nyeri. menimbulkan
rasa kantuk dan tidak sadarkan diri.

3.1.3.7 Data Penunjang (Radiologis, Laboraturium, Penunjang Lainnya)


Laboratorium
No Parameter Hasil Nilai normal
1 KIBC 8.000 H/mm3 (3.500-10.000)
2 HGM 228.000 H/mm3 (150.000-390.000)
3 PLT 252+(10^3/uL) 150-400
4 Leokosit 17.300 Mm3 5000-10.000
5 HB 12.9 g/dl 13. g/dl

Palangka Raya, 3 November 2021


Mahasiswa

Sapta

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif Prosedur tindakan Ansietas
1. Ds : pembedahan
Klien mengatakan merasa
takut/cemas dengan keadaannya

38
Do : Kurang terpaparnya
1. Klien tampak cemas informasi
2. Klien tampak gelisah
3. Klien tampak tegang
4. Persiapan operasi klien puasa
12 jam sebelum operasi
5. Suhu/T : 36 0C
6. Nadi/HR : 88 x/mt
7. RR : 20 x/tm
8. TD : 110/70 .mm Hg
9. Skala cemas 2
Intra Operatif Tindakan pembedahan Resiko perdarahan
2. Ds : -
Do :
1. Klien diberikan injeksi Terputusnya kontinuitas
bupivacaine 3 ml, regivell 5 jaringan lunak
mg, katerolac 8 mg,
ondansetron 2mg.
2. Posisi klien saat dioperasi
adalah supinasi
3. Tindakan operasi orif
Rekonstruksi
4. Klien tampak dilakukan
pembedahan di paha sebelah
kiri
5. Pembedahan dilakukan selama
1 jam
6. Tingkat kesadaran GCS : E2 V3
M2 (Somnolen)
7. Klien tampak terpasang infus
NaCl 0,9% 20 tpm ditangan kiri
8. TTV, TD : 110/70 mmHg, N :
88 x/menit, RR: 20x/menit, S :
36 0C

39
Post Operatif Pembedahan Nyeri akut
3. DS :
Klien mengatakan nyeri pada paha
sebelah kirinya dan terasa panas. Terputusnya kontinuitas
Nyeri saat melakukan gerakan, jaringan lunak
Nyeri seperti ditusuk-tusuk, pada
paha sebelah kiri, durasi ± 1-3
menit Strangulasi Penekanan
Do :
2. Klien tampak meringis
menahan nyeri pada saraf
3. Skala nyeri 8
4. Terpasang Kateter dan Drain
5. Klien tampak gelisah
6. Tampak luka post operasi pada
area paha sebelah kiri yang
tertutup perban
7. TTV:
TD: 110/80 mmHg
S : 36 0C
N : 88 x/menit
RR: 20 x/menit

40
PRIORITAS MASALAH
Pre operatif
1. Ansietas berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi ditandai dengan
klien mengatakan merasa takut/cemas dengan keadaannya, klien tampak cemas,
klien tampak gelisah, klien tampak tegang, persiapan operasi klien puasa 12 jam
sebelum operasi, Suhu/T : 36 0C , Nadi/HR : 88 x/mt, RR : 20 x/tm, TD :
110/70 mmHg, Skala cemas 2.
Intra Operatif
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan ditandai dengan
klien diberikan injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5 mg, katerolac 8 mg,
ondansetron 2mg, posisi klien saat dioperasi adalah supinasi, tindakan operasi
Rekonstruksi, klien tampak dilakukan pembedahan di paha sebelah kiri,
pembedahan dilakukan selama 1 jam, tingkat kesadaran GCS : E2 V3 M2
(Somnolen), klien tampak terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm ditangan kiri, TTV :
TD : 110/70 mmHg, N : 88 x/menit, RR: 20x/menit, S : 36 0C
Post Operatif
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
ditandai dengan, klien mengatakan nyeri pada paha sebelah kirinya dan terasa
panas. Nyeri saat melakukan gerakan, Nyeri seperti ditusuk-tusuk, pada paha
sebelah kiri, durasi ± 1-3 menit, klien tampak meringis menahan nyeri, skala nyeri
8, terpasang Kateter, klien tampak gelisah, tampak luka post operasi pada area
paha sebelah kiri yang tertutup perban, TTV : TD : 110/70 mmHg, N : 88 x/menit,
RR: 20x/menit, S : 36 0C

41
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Keperawatan Perioperatif
Intervensi Pre Operatif
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Supaya dapat mengetahui
Kurang terpaparnya informasi keperawatan selama 1×30 Menit (verbal dan nonverbal) tandatanda ansietas
ditandai dengan klien diharapkan Ansietas klien dapat 2. Ciptakan suasana terapeutik 2. Supaya perilaku tegang klien
mengatakan merasa takut/cemas menurun. Kondisi klien untuk menumbuhkan menurun.
dengan keadaannya, klien membaik dengan kriteria hasil : kepercayaan 3. Supaya klien tidak cemas
tampak cemas, klien tampak 1. Klien tidak tampak cemas 3. Motivasi mengidentifikasi 4. Agar dapat mengetahui
gelisah, klien tampak tegang, 2. Klien tidak tampak gelisah situasi yang memicu tentang penyakitnya
persiapan operasi klien puasa 12 3. Klien tidak tampak tegang kecemasan 5. Agar dapat mengetahui
jam sebelum operasi, Suhu/T : 4. Klien sudah puasa sebelum 4. Diskusikan perencanaan tentang penyakitnya
36 0C , Nadi/HR : 88 x/mt, RR : operasi realistis tentang peristiwa 6. Agar klien dapat rileks
20 x/tm, TD : 110/70 mmHg, yang akan datang
Skala cemas 2. 5. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
6. Latih teknik relaksasi

42
Intervensi Intra Operatif
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
2. Risiko perdarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui gejala
keperawatan selama 1×1 Jam perdarahan perdarahan
dengan Tindakan pembedahan
diharapkan Kondisi klien 2. Monitor nilai 2. Untuk memhetahui nilai
ditandai dengan klien diberikan membaik dengan kriteria hasil hematokrit/hemoglobin hematokrit/hemoglobin
: sebelum dan setelah sebelum dan setelah
injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5
1. Klien diberikan injeksi kehilangan darah kehilangan darah
mg, katerolac 8 mg, ondansetron bupivacaine 3 ml, regivell 3. Batasi tindakan invasf 3. Agar tidak banyak
5 mg, sedacum 5 mg, 4. Kolaborasi pemberian obat kehilangan darah
2mg, posisi klien saat dioperasi
katerolac 8 mg, pengontrol perdarahan, jika 4. Berkerja sama dengan dokter
adalah supinasi, tindakan operasi ondansetron 2mg perlu dalam pemberian obat
2. Tingkat kesadaran
Rekonstruksi, klien tampak
membaik (5)
dilakukan pembedahan di paha 3. Tekanan darah membaik
(5)
sebelah kiri, pendarahan sebanyak
4. Denyut nadi membaik (5)
30 cc, pembedahan dilakukan 5. Suhu tubuh membaik (5)
selama 1 jam, tingkat kesadaran
GCS : E2 V3 M2 (Somnolen),
klien tampak terpasang infus RL 20
tpm ditangan kiri, TTV : TD :
110/70 mmHg, N : 88 x/menit, RR:
20x/menit, S : 36 0C
Intervensi Post Operatif

43
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
3. Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi lokasi, 1. Selalu memantau
1x1 jam maka nyeri klien karakteristik, durasi, perkembangan nyeri
agen pencedera fisik (prosedur
menurun, dengan Kriteria frekuensi, kualitas, intensitas 2. Mencari tahu faktor
operasi) ditandai dengan, klien Hasil : nyeri memperberat dan
1. Melaporkan nyeri 2. Identifikasi faktor yang memperingan nyeri agar
mengatakan nyeri pada paha
terkontrol (4) memperberat dan mempercepat proses
sebelah kirinya dan terasa panas. 2. Kemampuan mengenali memperingan nyeri kesembuhan.
onset nyeri (4) 3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi
Nyeri saat melakukan gerakan,
3. Kemampuan mengenali memperberat rasa nyeri. lingkungan yang nyaman
Nyeri seperti ditusuk-tusuk, pada penyebab Nyeri ( 4) 4. Berikan teknik untuk membantu meredakan
4. Kemampuan nonfarmakologis nyeri
paha sebelah kiri, durasi ± 1-3
menggunakan teknik non- 5. Ajarkan teknik 4. Salah satu cara mengurangi
menit, klien tampak meringis farmakologi (4 ) nonfarmakologis untuk nyeri
mengurangi rasa nyeri 5. Agar klien atau keluarga
menahan nyeri, skala nyeri 8,
6. Kaloborasi dengan dokter dapat melakukan secara
terpasang Kateter, klien tampak pemberian analgetik, jika mandiri ketika nyeri kambuh
perlu. 6. Bekerja sama dengan dokter
gelisah, tampak luka post operasi
dalam pemberian dosis obat
pada area paha sebelah kiri yang
tertutup perban, TTV : TD : 110/70
mmHg, N : 88 x/menit, RR:
20x/menit, S : 36 0C

3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

44
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Keperawatan Perioperatif
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan Nama
Perawat
1. Pre Operatif Kamis, 4 Diagnosa 1 S : Klien mengatakan sudah
November 2021 Pukul : 08.00 1. Memonitor tanda-tanda mengetahui tentang penyakitnya
WIB ansietas (verbal dan O:
nonverbal)
- Klien tidak tampak cemas lagi
2. Menciptakan suasana Sapta
terapeutik untuk - Klien tidak tampak gelisah lagi
menumbuhkan kepercayaan - Klien tidak tampak tegang lagi
3. Memotivasi mengidentifikasi - Pasien sudah puasa 12 jam sebelum
situasi yang memicu operasi
kecemasan - TD: 110/70 mmHg, N: 88 x/m, S:
4. Mendiskusikan perencanaan 360C, RR: 22 x/m
realistis tentang peristiwa
A : Masalah Ansietas teratasi.
yang akan datang
5. Menjelaskan prosedur, P : Hentikan intervensi
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
6. Melatih teknik relaksasi

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan Nama

45
Perawat
2. Intra Operatif Kamis, 4 Diagnosa 2 S:-
November 2021 Pukul : 08.00 1. Memonitor tanda dan O:
WIB gejala perdarahan - Posisi klien saat dioperasi adalah
2. Memonitor nilai
supinasi
hematokrit/hemoglobin Sapta
sebelum dan setelah - Tindakan operasi Orif Rekonstruksi
kehilangan darah - Klien tampak dilakukan pembedahan di
3. Membatasi tindakan invasf Paha sebelah kkiri
4. Berkolaborasi pemberian - Pembedahan dilakukan selama 1 jam
obat pengontrol - Jumlah perdarahan 50 cc
perdarahan, tidak perlu - Disiapkan satu kantong darah
- Tingkat kesadaran GCS : E2 V3 M2
(Somnolen)
- klien tampak terpasang infus NaCl 0,9%
20 tpm ditangan kiri
- Tekanan darah membaik TD : 110/70
mmHg
- Denyut nadi membaik
- Suhu tubuh membaik
A : Masalah Risiko Perdarahan teratasi
P : Hentikan intervensi

46
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan Nama
Perawat
3. Post Operatif Kamis, 4 Diagnosa 3 S : Klien mengatakan nyerinya
November 2021 Pukul : 08.00 1. Mengidentifikasi lokasi, berkurang O :
WIB karakteristik, durasi, - Klien masih meringis
frekuensi, kualitas, intensitas
- Klien tampak masih gelisah
nyeri Sapta
2. Mengidentifikasi faktor yang - Nampak terpasang kateter
memperberat dan - Tampak luka post operasi pada paha
memperingan nyeri sebelah kiri tertutup perban
3. Mengontrol lingkungan yang -
memperberat rasa nyeri. - Skala nyeri 6
4. Memberikan teknik - Airway
nonfarmakologis
5. Mengajarkan teknik Jalan nafas paten tidak obstruksi jalan
nonfarmakologis untuk nafas
mengurangi rasa nyeri
6. Melakukan kolaborasi dalam - Breathing
pemberian injeksi katerolac Gerakan dinding dada simetris, irama
(1 amp) 8 mg (IV)
nafas teratur, pola nafas teratur, suara
nafas vesikuler, Saturasi O2 99 %, RR :
22x/menit.
- Circulation
TD : 110/70 mmHg, N : 88 x/menit,
nadi teraba, irama regular, sianosis (-),

47
CRT < 2 detik, klien tampak terpasang
infus NaCl 0,9% 20 tpm ditangan kiri
- Dissability
GCS : E2 V3 M2 (Somnolen)
- Exposure
- Suhu : 36°C
Aldrete Score : 7
A : Masalah Nyeri Akut teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 2, 3, 4,
dan 5

48
BAB 4
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan studi kasus pada Ny. R dengan Fraktur Femur di
OK/IBS dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya :
Pada pengkajian klien dengan cemas dan nyeri, kita harus cermat dalam
pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama yang normal, riwayat
kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik dan pola kehidupan sehari-
hari klien. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi
penyakit klien.Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat
mengenai kondisi klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/
keadaan yang mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat
membahayakan klien. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam
implemntasi secara ideal, tetapi dissuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas
ruangan. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena
keterbatasan dalam waktu. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan
keperawatan yang diberikan pada Ny. R jika melibatkan peran klien, keluarga dan
tim kesehatan lain.
Asuhan keperawatan medis pada Ny. R dengan penyakit stricture uretra
dalam pemberian asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan
dalam pelaksanaan intervensi dan implementasi.
1.2. Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi
klien secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk
kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim
kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta
dalam pemberian asuhan keperawatan diperlukan.

49
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi
dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Brunner dan Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.
Mosby:
Elsevier.
Dewi, Devista Kusuma.2014. Pengaruh Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap
Mobilisasi Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien Fraktur Dengan
FiksasiEkstremitas Bawah Di

RSUP Fatmawati Jakarta. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-


4/20391054-PR- Devista%20Kusuma%20Dewi.pdf. Diakses pada tanggal 14
Oktober 2017

Desiartama, Agus, dkk. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur


Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar

Tahun2013.E-JurnalMedika,Vol.6No.5,Mei,2017.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/30486/18728.diakses pada
tanggal 7 Januari 2018.

Djamal, R, dkk. (2013). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Skala

50
SATUAN ACARA PENYULUHAN

MANAJEMEN NYERI

Pokok Bahasan : Manajemen Nyeri

Sasaran : Pasien dan Keluarga

Tempat : OK

Hari / Tanggal : 4 November 2021

Waktu : 30 Menit

Pelaksana : Sapta

I. Tujuan Instruksional
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1 x 30 menit, pasien dan
keluarga memahami dan mampu menjelaskan tentang Manajemen
Nyeri
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta mampu :
1. Menyebutkan pengertian Nyeri
2. Menyebutkan tujuan Manajemen Nyeri
3. Menyebutkan cara-cara sederhana mengatasi nyeri
4. Mendemontrasikan cara – cara mengatasi nyeri
II. Metode dan Media
a. Ceramah dan Tanya jawab
b. Leaflet
III. Kegiatan

No Langkah - langkah Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Sasaran


1 Pendahuluan 5 menit  Memberi salam dan  Menjawab salam
memperkenalkan diri
 Menjelaskan maksud dan  Mendengarkan
tujuan penyuluhan
 Melakukan Evaluasi Validasi  Menjawab pertanyaan

51
2 Penyajian 15 Menjelaskan materi
menit penyuluhan mengenai :  Mendengarkan dengan
 Pengertian nyeri seksama
 Tujuan manajemen nyeri non
pharmacologis
 Cara – cara sederhana
mengatasi nyeri
 Mendemontrasikan cara –  Mengajukan pertanyaan
cara mengatasi nyeri
3 Evaluasi 5 menit  Memberikan pertanyaan  Menjawab
akhir sebagai evaluasi  mendemonstrasikan
4 Penutup 5 menit  menyimpulkan bersama-  mendengarkan
sama hasil kegiatan
penyuluhan
 menutup penyuluhan dan  menjawab salam
mengucapkan salam
IV Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Sapta
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau
pendiskusi masalah
Tugas:
1. Membuka acara penyuluhan.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalan diskusi
2) Penyaji : Sapta
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan.

52
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
3. Mengucapkan salam penutup.
3) Fasilitator : Sapta
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai
tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir.
4) Simulator : Sapta
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu
peralatan kepada audience.
Tugas :
1. Memperagakan macam-macam gerakan.
5) Dokumentator : Sapta
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen
pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.
6) Notulen : Sapta
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis
oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal penting. Dan
mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan penyuluhan.
V. Materi
a. Pengertian

53
1. Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat
2. Nyeri merupakan suatu ketidaknyamanan yang meningkat dan
sensasinya sangat subyektif, serta menimbulkan gangguan dan
perubahan aktifitas fisik, psikis yang meliputi emosi, pola fikir
dan sebagainya.
b. Tujuan manajemen nyeri
1. Menangani nyeri akut atau kronis
2. Memberikan rasa nyaman
3. Mengurangi ketergantungan pasien pada obat-obatan penghilang
rasa sakit.
c. Cara sederhana mengatasi nyeri
1. Distraksi (Pengalihan pada hal-hal lain sehingga lupa terhadap
nyeri yang sedang dirasakan)
Contoh :
 Membayangkan hal-hal yang indah
 Membaca buku, Koran sesuai yang di sukai
 Mendengarkan musik, radio, dan lain-lain
2. Relaksasi
Tiga hal penting dalam relaksasi adalah :
a. Posisi yang tepat
b. Pikiran tenang
c. Lingkungan tenang

Teknik relaksasi:

a. Menarik nafas dalam


b. Keluarkan perlahan-lahan dan rasakan
c. Nafas beberapa kali dengan irama yang normal
d. Ulangi nafas dalam dengan konsentrasi pikiran
e. Setelah rileks, nafas pelan
3. Stimulasi Kulit

54
Strategi penghilang nyeri tanpa obat yang sederhana, yaitu dengan
menggosok kulit. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara
umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat
membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi
otot.
IV. Evaluasi
1. Sebutkan pengertian nyeri
2. Tujuan manajemen nyeri non pharmacologis
3. Sebutkan cara sederhana mengatasi nyeri
4. Mendemonstrasikan cara-cara mengatasi nyeri

55
DAFTAR PUSTAKA

Istichomah, 2012. Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap Perubahan


Skala Nyeri Pada Klien Kontusio di RSUD Sleman. Akses pada
tanggal 8 Oktober 2013
Helwiyah Ropi, SKP., MCPN, Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri. Akses pada
tanggal 8 Oktober 2013

56
MANAJEMEN NYERI PENGERTIAN CARA SEDERHANA MENGATASI
NYERI … ?
Nyeri adalah suatu rasa yang tidak
Disusun Oleh :
nyaman, baik ringan maupun berat DISTRAKSI (Pengalihan pada hal-hal
Sapta
2018.C.10a.0984 lain sehingga lupa terhadap nyeri yang
sedang dirasakan)

Contoh :
YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA TUJUAN MANAJEMEN NYERI Membayangkan hal-hal indah
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Menangani nyeri akut atau kronis
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022 Membaca buku, Koran sesuai yang
Memberikan rasa nyaman disukai
Mengurangi ketergantungan pasien
pada obat-obatan penghilang rasa sakit

57
Mendengarkan musik, radio, dan lain- Nafas beberapa kali dengan irama yang
lain
normal

RELAKSASI Ulangi nafas dalam dengan konsentrasi

Tiga hal penting dalam relaksasi pikiran pada lengan, perut, punggung
adalah : dan kelompok lain
Posisi yang tepat
Setelah rileks, nafas pelan
Pikiran

Lingkungan

TEKNIK RELAKSASI
Menarik nafas dalam STIMULASI KULIT

Keluarkan perlahan-lahan dan rasakan Strategi penghilang nyeri tanpa obat


yang sederhana, yaitu dengan
menggosok kulit. Masase adalah
stimulasi kutaneus sebuah secara
umum, sering dipusatkan pada
punggung dan bahu. Masase dapat
membuat pasien lebih nyaman karena
masase membuat relaksasi otot.

58
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com
LEMBAR KONSULTASI
Nama Mahasiswa : Sapta
NIM : 2018.C.10a.0984
Tingkat / Prodi : IV B / S1 Keperawatan
Pembimbing Akademik : Rimba Aprianti, S. Kep., Ners
Pembimbing Lahan : Hazelel Poni, S.Kep
Tanda Tangan
No Hari/Tanggal Catatan Bimbingan
Mahasiswa Pembimbing

59
1 Kamis, 4 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.
Sapta
Topic: Pre Conference PPK IV
Tingkat 4B
Time: Nov 4, 2021 09:00 AM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY
3pTWnZtQT09

Meeting ID: 562 982 5849


Passcode: genxb2018
One tap mobile
+16699009128,,5629825849#,,,,*098
333757# US (San Jose)
+12532158782,,5629825849#,,,,*098
333757# US (Tacoma)

60
2 Jumat, 5 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.
Sapta
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B
Time: Nov 6, 2021 09:00 AM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY
3pTWnZtQT09

Meeting ID: 562 982 5849


Passcode: genxb2018
One tap mobile
+16699009128,,5629825849#,,,,*098
333757# US (San Jose)
+12532158782,,5629825849#,,,,*098
333757# US (Tacoma)

61
3 Sabtu, 6 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.
Sapta
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B
Time: Nov 6, 2021 09:00 AM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY
3pTWnZtQT09

Meeting ID: 562 982 5849


Passcode: genxb2018
One tap mobile
+16699009128,,5629825849#,,,,*098
333757# US (San Jose)
+12532158782,,5629825849#,,,,*098
333757# US (Tacoma)

62

Anda mungkin juga menyukai