Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PATOFISIOLOGI

SISTEM PENCERNAAN
A. RONGGA MULUT
1. Palatoschisis dan Laboischisis
Labio palatochizis berasal dari tiga kata yaitu labio (bibir),palato
(langit -langit) dan schizis (celah). Labioschizis adalah celah pada
bibir sedangkan palatoschizis adalah celah pada palatum atau langit-langit
terjadi karena kelainan kongenital yang pada masa embriologi semester
pertama. Labio palatoschizis atausumbing langitan adalah cacat bawaan
berupa celah pada bibir atas. Gusi, rahang, dan langit-langit (Fitri Purwanto
2011).
Labio palatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital abnomaly
yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatokschizis adalah
adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2007)
a. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi bibir sumbing atau Labioschisis dan sumbing palatum Palatoschisis
telah diketahui, tetapi sepertinya merupakan kombinasi multifaktor antara
faktor genetik dan faktor lingkungan.
1) Faktor Genetik
Faktor ini memiliki prosentase 22% biasanya diturunkan secara genetik
dari riwayat keluarga yang mengalami mutasi genetik. Oleh karena itu
penting sekali saat proses anamnesa dengan pasien untuk menanyakan
soal apakah ada riwayat keturunan dari keluarga soal kelainan ini.
2) Faktor Lingkungan
Mempunyai prosentas2e 78%.
a) Faktor Kehamilan
Untuk faktor ini, bisa dilebih disudutkan lagi lebih ke aspek,
faktor-faktor yang mempengaruhi seorang ibu pada masa
kehamilan. Usia kehamilan yang rentan saat pertumbuhan
embriologis adalah trimester pertama (lebih tepatnya 6 minggu
pertama sampai 8 minggu). Karena pada saat ini proses
pembentukan jaringan dan organ-organ dari calon bayi.
b) Obat-obatan
Faktor obat-obatan yang bisa bersifat teratogen semasa
kehamilanmisalnya Asetosal, Aspirin sebagai obat analgetik,
Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin,
Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin
dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik,
Kortikosteroid. Oleh karena itu penggunaan obat-obatan tersebut
harus dalam pengawasan yang ketat dari dokter kandungan
yang berhak memberikan resep tertentu
c) Nutrisi
Kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat.
d) Penyakit infeksi sifilis, virus rublla
e) Radiasi
f) Stres emosional
g) Trauma trimester pertama
b. Patogenesis
Bibir sumbing atau Labioschisis dan sumbing palatum Palatoschisis
pembentukannya dimulai pd minggu ke 4 kehamilan. Peristiwa ini terjadi di
rahim. Pembentukannya dibagi 2 pusat pertumbuhan, yaitu :
1) Palatum primer yang terletak didepan dari foramen incisivum, untuk
membentuk alveolus dan labium.
2) Palatum sekunder dibelakang dari foramen incisivum, untuk membentuk
palatum durum/molle dan uvula. Palatum sekunder akan membentuk
bagian besar palatum durum dan palatum mole

c. Manifestasi Klinis
1) Manifestasi klinis yang terjadi pada pPalastochisis :
a) Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan
atau foramen incisive
b) Adanya rongga pada hidung
c) Teraba ada celah atau terbukanya langit –langit saat diperiksa
dengan jari
d) Kesukaran dalam menghisap atau makan
2) Manifestasi klinis yang terjadi pada Labioschisis :
a) Distrosi pada hidung
b) Tampak sebagian atau keduanya
c) Adanya celah pada bibir
d. Penatalaksanaan
Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter
khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis
bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter
spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis
orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik.
Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi,
tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi.
1) Pada tahap sebelum operasi
Yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan
operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat
badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa
dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10
pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usialebih
dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa
nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan
komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi
minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat
memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak
terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan
besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum
dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah
duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati
langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus
direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk
menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat
proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi
kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada
prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat
operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat
tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan
sampai waktu operasi tiba.
2) Tahap selanjutnya adalah tahap operasi
Pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi
menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh
seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing
(labioplasty) adalah usia 3 bulanUsia ini dipilih mengingat pengucapan
bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada
bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf
bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit
(palatoplasty) optimal pada usia 18 –20 bulanmengingat anak aktif
bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi
yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan
speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada
saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan
suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan
lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi
untuk gusi dilakukan pada saat usia8 –9 tahun bekerja sama dengan
dokter
3) Tahap setelah operasi
Penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang
dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan
instruksi pada orangtua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing
luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok
atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.Banyaknya penderita
bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia
optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan
kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi
bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf
tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat.
2. Tonsilofaringitis
Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus. Selain virus atau bakteri, penyakit ini juga
disebabkan karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada
saat pertama kalii mederita (tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin
meradang jika timbul untuk kedua kalinya dan menjadi tonsilitis kronis.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun umunya anak-anak.
a. Etilogi
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorokan, disfagia, dan
demam. Penyakit tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya
seperti celah telinga tengah, sinus paransel, dan gabungan saluran
pernafasan dengan bagian atas saluran pencernaan. Anak-anak yang
mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil dan pembuluh
darah membesar pada permukaan tonsil.
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya
perasaan mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada
tenggorokan, sulit menelan hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut
berbau serta terkadang muncul juga gangguan pada telinga dan siklus tidur
seseorang. Pengaruh non mikroba juga menjadi penyebab dari penyakit ini
seperti refluks esofagus, imunomodulator dan radikal bebas. Radikal bebas
sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga bisa
menyebabkan kerusakan jaringan terutama di membrane sel.
Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan
kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada
anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa
ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan
bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil
telah menutup jalur pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi,
kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat
kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang
sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini
menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi
peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis.
b. Patogenesis
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar
melalui system limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada
tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil
membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga
dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat bewarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri nelan, demam tinggi, bau
mulut serta otalgia.

Gambar 2.1 Patofisiologi Tonsilofaringitis

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap kategori
tonsilitis sebagai berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016)
(1) Tonsilitis akut
(a) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus
berat dapat meolak untuk minum atau makan melalui mulut.
Penderita mengalami malaise, suhutinggi, dan nafasnya bau
(Adams, et al., 2012).
(b) Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang
sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan,
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena nyeri
alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
(2) Tonsilitis Membranosa
(a) Tonsilitis difteri
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan
lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum
mole, uvula, nasofaring, lanng, trakea dan bronkus dan dapat
menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar
limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester's.
(b) Tonsilitis Septik
Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi, tapi di
Indonesia jarang.
(c) Angina Plaut Vincent
Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri kepala, badan lemah,
dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di
mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada
pemeriksaan tampak mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak
membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi,
serta terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula membesar.
(3) Tonsilitis Kronik
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa
ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan
napas berbau.
Radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang dan
berlangsung lama. Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar
sehingga tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu
jalan pernapasan (Manurung, 2016).
Tonsilitis pada anak biasanya dapat mengakibatkan keluhan berupa
ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil yang mengganggu
pernafasan bahkan keluhan sesak nafas dapat terjadi apabila
pemebesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan (Fakh, et al., 2016).
d. Penatalaksanaan
Pemberian tatalaksana berbeda-beda setiap kategori tonsillitis sebagai
berikut :
(1) Tonsilitis Akut
(a) Tonsillitis viral
Pada umumnya, penderita dcngan tclnsilitis akut serta de nram
sebaiknya lirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet ringan
(Adams, et al., 2012). Analgesik, dan antivirus diberikan jika gejala
berat (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
(b) Tonsillitis bakterial
Antibiotika spectrum luas, seperti penisilin, eritromisin. Antipiretik
dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
(2) Tonsilitis Membranosa
(a) Tonsillitis difteri
Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil
kultur, dengan dosis 20.000 – 100.000 unittergantung dari umur dan
beratnya penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 – 50
mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2
mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk simtomatis. Pasien harus diisolasi
karena penyakit ini dapat menular. Pasien istirahat di tempat tidur
selama 2 – 3 minggu.
(b) Angina Plaut Vincent
Antibiotik spectrum luas selama 1 minggu, perbaiki kebersihan
mulut, konsumsi vitamin C dan B kompleks.
(3) Tonsilitis Kronis
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasuskasus di mana
penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk
meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian
penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari, dan usaha untuk
mernbersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral.
Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronis atau berulang (Adams, et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai