Anda di halaman 1dari 4

No Struktur Kalimat

. Teks
1. Orientasi (Paragraf 1-3)
Alkisah, di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat
rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja
menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini
dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
                                                                                                          
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat
tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya
berbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke
sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung
melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani
tersebut berdoa.

“Ya Allah, semoga aku dapat ikan banyak hari ini.”

2. Komplikasi (Paragraf 3-21)


Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak
bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang
sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar dan cantik sekali.

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani


itu sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara.

“Tolong aku jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup.” teriak ikan
itu.

Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan


ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu
bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang
wanita yang sangat cantik.

“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu” kata si ikan.

 “Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan?” tanya petani itu.

“Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan


kerajaan” jawab wanita itu.

“Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan


sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri.” kata wanita itu.

Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.


Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh
menceritakan bahwa asal-usul puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar
maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya  kebahagiaan
Petani dan istrinya bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi
laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat,
tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak tersebut selalu
merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan
dilahapnya tanpa sisa

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya
untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya
sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang
seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di
sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan
haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang
ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang
tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya.

“Ayo, bangun!” teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan


makanannya.

“Mana makanan buat ayah?” tanya petani.

 “Sudah habis kumakan.” jawab si anak.

Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya.

“Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!” umpat si
Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.

3. Resolusi
Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak
dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya,
tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan
luas sehingga membentuk sebuah telaga dan menenggelamkan petani itu.
Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan
nama Danau Toba. 

Sutan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di Padang.
Penghulu yang sangat disegani dan dihormati penduduk disekitarnya itu, mempunyai putra
bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi dan berprilaku baik. Bersebelahan
dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal seorang Saudagar kaya bernama Baginda
Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.
Sebagaimana umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara keluarga Sutan Mahmud
Syah dan keluarga Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik. Begitu pula hubungan
Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Sejak anak-anak sampai usia mereka menginjak remaja,
persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar di sekolah yang sama.
Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta. Perasaan tersebut baru
mereka sadari ketika Samsulbahri akan berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan
sekolahnya.

Sementara itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang, berusaha untuk
menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. Ia menganggap Baginda Sulaiman sebagai
saingannya yang harus disingkirkan, di samping rasa iri hatinya melihat harta kekayaan
ayah Sitti Nurbaya itu. “Aku sesungguhnya tidak senang melihat perniagan Baginda
Sulaiman, makin hari makin bertambah maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh
sebab itu, hendaklah ia dijatuhkan,” demikian Datuk Meringgih berkata (hlm. 92). Ia
kemudian menyuruh anak buahnya untuk membakar dan menghancurkan bangunan, took-
toko, dan semua harta kekayaan Baginda Sulaiman.

Akal busuk Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh miskin. Namun, sejauh
itu, ia belum menyadari bahwa sesungguhnya, kejatuhannya akibat perbuatan licik Datuk
Meringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangka apa-apa, ia meminjam uang kepada orang
yang sebenarnya akan mencelakakan Baginda Sulaiman.

Bagi Datuk Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat “Pucuk dicinta ulam tiba”,
karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir yang tamak dan licik itu,
kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman dengan syarat harus dapat dilunasi
dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah ditetapkan, Datuk Meringgih pun dating
menagih janji.

Malang bagi Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya. Tentu saja Datuk
Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia akan mengancam akan memenjarakan
Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali apabila Sitti Nurbaya
diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.

Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putrid tunggalnya menjadi korban lelaki hidung
belang itu walaupun sbenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka, ketika ia sadar bahwa
dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah saja digiring polisi dan siap
menjalsni hukuman. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya keluar dari kamarnya dan menyatakan
bersedia menjadi istri Datuk Meringgih asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu putusan
yang kelak akan menceburkan Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.

Samsulbahri, mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat Sitti
Nurbaya, juga ikut prihatin. Cintanya kepada Sitti Nurbaya tidak mudah begitu saja ia
lupakan. Oleh karena itu, ketika liburan, ia pulang ke Padang, dan menyempatkan diri
menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Kebetulan pula, Sitti Nurbaya pada saat
yang sama sedang menjenguk ayahnya. Tanpa sengaja, keduanya pun bertemu lalu saling
menceritakan pengalaman masing-masing.

Ketika mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Sifat Meringgih yang
culas dan selalu berprasangka itu, tentu saja menyangka kedua orang itu telah melakukan
perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri yang tidak merasa tidak melakukan hal yang
tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan keji itu. Pertengkaran pun tak dapat
dihindarkan.
Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Sitti Nurbaya berusaha datang ke tempat kejadian.
Namun, karena kondisinya yang kurang sehat, ia jatuh dari tangga hingga menemui
ajalnya.

Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri yang merasa
maluatas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian mengusir Samsulbahri.
Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Sitti Nurbaya, sejak ayahnya
meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi tunduk dan patuh kepada Datuk
Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang bersama salah seorang familinya yang
bernama Aminah.

Sekali waktu, Sitti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun, akibat tipu
muslihat dan akal licik Datuk Meringgih yang menuduhnya telah mencuri harta perhiasan
bekas suaminya itu, Sitti Nurbaya terpaksa kembali ke Padang. Oleh karena Sitti Nurbaya
tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari tuduhan. Namun, Datuk Meringgih masih juga belum
puas. Ia kemudian menyuruh seseorang untuk meracun Sitti Nurbaya. Kali ini,
perbuatannya berhasil. Sitti Nurbaya meninggal karena keracunan.

Rupanya, berita kematian Sitti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia kemudian jatuh
sakit, dan tidak berapa lama kemudian meninggal dunia.

Berita kematian Sitti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta. Samsulbahri
yang merasa amat berduka, mula-mula mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya, Arifin,
dapat menggagalkan tindakan nekat Samsulbahri. Namun, lain lagi berita yang sampai ke
Padang. Di kota ini, Samsulbahri dikabarkan telah meninggal dunia.

Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni dengan pangkat
letnan. Ia juga sekarang lebih dikenal dengan nama Letnan Mas. Sebenarnya, ia menjadi
serdadu kompeni bukan karena ia ingin mengabdi kepada kompeni, melainkan terdorong
oleh rasa frustasinya mendengar orang-orang yang dicintainya telah meninggal. Oleh
karena itu, ia sempat bimbang juga ketika mendapat tugas harus memimpin pasukannya
memadamkan pemberontakan yang terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu
saja melupakan tanah leluhurnya itu. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu
didalangi oleh Datuk Meringgih.

Dalam pertempuran me;awan pemberontak itu, Letnan Mas mendapat perlawanan cukup
sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya, termasuk juga menembak Datuk
Meringgih, hingga dalang pemberontak itu tewas. Namun, Letnan Mas luka parah terkena
sabetan pedang Datuk Meringgih.

Rupanya, kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. Ia terpaksa dirawat dirumah
sakit. Pada saat itulah timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan ayahnya.
Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara “Si anak yang hilang” dan ayahnya itu
merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir hayat kedua orang itu. Oleh karena setelah
Letnan Mas menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya
sendiri. Adapun Sutan Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah
meninggal beberapa tahun lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya
pun meninggal dunia pada keesokan harinya.

Anda mungkin juga menyukai